Anda di halaman 1dari 7

HISTOLOGI KELENJER TIROID

Parenkim tiroid yang terdiri atas jutaan struktur epitel bulat yang disebut
folikel tiroid. Setiap folikel terdiri atas selapis epitel dengan lumen sentral yang
terisi dengan suatu substansi gelatinosa yang disebut koloid. Keloid adalah bahan
yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon tiroid.
Perhatikan bahwa koloid di dalam lumen folikel bersifat ekstrasel (yaiu di luar sei
tiroid), meskipun terletak di dalam bagian interior folikel. Koloid tidak berkontak
langsung dengan cairan ekstrasel yang mengelilingi folikel, serupa dengan danau
di tengah pulau yang tidak berhubungan langsung dengan lautan yang
mengelilingi pulau tersebut (Mescher, 2011; Mescher, 2010).
Tiroid adalah satu-satunya kelenjar endokrin dengan sejumlah besar
simpanan produk sekretoris. Selain itu, akumulasi tersebut berada di luar sel, yaitu
di koloid folikel, yang juga tidak biasa. Pada manusia terdapat sejumlah hormon
di folikel untuk menyuplai tubuh hingga selama tiga bulan tanpa sintesis
tambahan. Koloid tiroid mengandung glikoprotein besar, yakni tiroglobulin (660
kDa), prekursor untuk hormon tiroid aktif (Mescher, 2011).
Stroma jaringan tiroid sangat tervaskularisasi dengan jalinan kapiler ekstensif
yang mengelilingi folikel, yang mempermudah transfer molekul antara sel folikel
dan darah (Mescher, 2011).
Sel folikel memiliki bentuk yang bervariasi dari skuamosa hingga
kolumnar rendah dan folikel memiliki diameter yang cukup bervariasi (Gambar
1 ). Ukuran dan gambaran selular folikel tiroid bervariasi sesuai aktivitas
fungsionalnya. Kelenjar aktif memiliki lebih banyak folikel yang terdiri atas
epitel kolumnar rendah; kelenjar dengan sebagian besar sel folikular skuamosa
dianggap hipoaktif (Mescher, 2011).
Sel memperlihatkan organel yang mengindikasikan sintesis protein aktif
dan fagositosis dan pencernaan. Inti biasanya bulat dan berada di tengah sel. Di
basal, sel banyak mengandung RE kasar dan di apeks yang berhadapan dengan
lumen folikel adalah kompleks Golgi (Mescher, 2011).
Jenis sel endokrin lairy yaitu sel parafolikel atau sel C, juga terdapat dalam lamina
basal epitel folikel atau sebagai kelompok tersendiri di antara folikel-folikel
(Gambar 2) (Mescher, 2011).
Sel ini biasanya agak lebih besar daripada sel folikel dan terpulas lebih
lemah. Se1 ini memiliki RE kasar dalam jumlah yang lebih sedikit, kompleks
Golgi besar, dan sejumlah besar granula kecil (berdiameter 100-180 nm) yang
mengandung hormon polipeptida (Gambar 20-20). Sel-sel ini menyintesis dan
menyekresi kalsitonin, yang salah satu fungsinya menekan resorpsi fulang oleh
osteoklas. Sekresi kalsitonin dipicu oleh peningkatan kadar Ca2+ (Mescher,
2011).

Gambar 1. Sel folikel dan sel parafolikular jaringan tiroid (Mescher, 2011).
Gambar 2. Ultrasturktur sel folikel dan parafolikel (Mescher, 2011).
Sumber : Mescher AL. Endocrin Gland : Junqueira's Basic Histology: Text and
Atlas, 12th ed. The McGraw-Hill Companies Inc. 2010.353-354; 358-359.
Sherwood L. Kelenjer Endokrin Perifer : Fisiologi Manusia : dari sel Ke Sistem.
Ed 6. terj. Pandit BU. Jakarta: EGC. 2011.757; 761-762.

GEJALA KLINIS HIPERTIROID DAN HIPOTIROID


Gejala Hipotiroidisme
Gejala hipotiroidisme umumnya disebabkan oleh penurunan aktivitas
metabolik secara keseluruhan. Seorang pasien dengan hipotiroidisme anrara lain
mengalami penurunan laju metabolik basal; memperlihatkan penurunan toleransi
terhadap dingin (kurangnya efek kalorigenik); memiliki kecenderungan
mengalami pertambahan berat berlebihan (pembakaran bahan bakar berlangsung
lambat); mudah lelah (produksi energi menurun); memiliki nadi yang lambat dan
lemah (akibat berkurangnya kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung dan
berkurangnya curah jantung); dan memperlihatkan perlambatan refleks dan
responsivitas mental (karena efek pada sistem saraf). Efek mental ditandai oleh
berkurangnya kesigapan, berbicara perlahan, dan penurunan daya ingat
(Sherwood, 2011).
Karakteristik lain yang mudah dikenal adalah kondisi edematosa akibat
infiltrasi kulit oleh molekul-molekul karbohidrat kompleks penahan air, yang
diperkirakan terjadi akibat gangguan metabolisme. Gambaran sembab yang
terjadi, terutama di wajah, tangan, dan kaki, dikenal sebagai miksedema. Pada
kenyataannya, kata miksedema sering digunakan sebagai sinonim untuk
hipotiroidisme pada orang dewasa, karena menonjolnya gejala ini (Sherwood,
2011).
Pada orang dengan hipotiroidisme sejak lahir timbul suatu keadaan yang
dikenal sebagai kretinisme. Karena kadar hormon tiroid yang memadai esensial
untuk pertumbuhan normal dan perkembangan SSP maka kretinisme ditandai oleh
tubuh cebol (dwarfism) dan retardasi mental serta gejala-gejala umum lain
defisiensi tiroid. Retardasi mental dapat dicegah jika terapi sulih segera diberikan,
tetapi tidak reversibel jika telah terbentuk selama beberapa bulan setelah lahir,
meskipun kemudian diberi hormon tiroid (Sherwood, 2011).

Gejala Hipertiroidisme
Seperti diperkirakan, pasien hipertiroid mengalami peningkatan laju
metabolik basal. Meningkatnya produksi panas menyebabkan keringat berlebihan
dan intoleransi panas. Meskipun nafsu makan dan asupan makanan meningkat
yang terjadi sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan metaboiik namun
berat tubuh biasanya turun karena tubuh menggunakan bahan bakar jauh lebih
cepat. Terjadi penguraian netto simpanan karbohidrat, lemak, dan protein.
Berkurangnya protein otot menyebabkan tubuh lemah. Berbagai kelainan
kardiovaskular dilaporkan berkaitan dengan hipertiroidisme, disebabkan baik oleh
efek langsung hormon tiroid maupun interaksinya dengan katekolamin.
Kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi dapat meningkat sedemikian besar
sehingga individu mengalami palpitasi (jantung berdebar-debar). Pada kasus yang
parah, jantung mungkin tidak sanggup memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
meskipun curah jantung meningkat. Efek pada SSP ditandai oleh peningkatan
berlebihan kewaspadaan mental hingga ke titik di mana pasien mudah
tersinggung, tegang, cemas, dan sangat emosional (Sherwood, 2011).
Gambaran mencolok pada penyakit Graves tetapi tidak dijumpai pada
hipertiroidisme jenis lain adalah eksoftalmos (mata menonjol). Terjadi
pengendapan karbohidrat kompleks penahan air di belakang mata, meskipun
mengapa hal ini dapat terjadi masih belum diketahui. Retensi cairan yang terjadi
mendorong bola mata ke depan sehingga menonjol dari tulang orbita. Boia mata
dapat menonjol sedemikian jauh sehingga kelopak tidak dapat menutup sempurna
yang kemudian dapat menyebabkan mata kering, teriritasi, dan rentan mengalami
ulkus kornea. Bahkan setelah kondisi hipertiroidnya diperbaiki, gejala mata yang
mengganggu ini dapat menetap (Sherwood, 2011).
Secara Ringkasnya Adalah Sebagai Berikut :
Keterangan Hipotiroidisme Hipertiroidisme
Laju Metabolisme Basal Melambat Cepat
Kalorigenik Menurun Meningkat
Efek Pada Metabolisme Pasien Gemuk Berat badan menurun,
KH, Protein dan Lipid karena penumpukan Makromolekuler cepat
makromolekuler. diuraikan namun kebutuhan
meningkat.
Efek Kardiovaskular Nadi lambat dan Palpitasi, akibat efek
lemah langsung atau intraksi dgn
ketokolamin
Sistem Saraf Perlambatan respon, Peningkatan Kewaspadaan,
kurang sigap mudah tersinggung dan
sangat emosional.
Karakteristik khas Edematosa Eksoftalmus.
(Miksedema),
Kretinisme
(dwarfisme),
retardasi mental.

DIAGNOSIS HIPERTIORIDISME DAN HIPOTIROIDISME


Hipertioridisme
Ada istilah lain yang perlu diketahui dalam Hipertiroid yaitu
tirotoksikoasis. Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan
hipertiroidisme. Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid
yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang
diakibatkan oleh kelenjer tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi
klinisnya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptornya T3-inti
yang makin penuh. Rangsangan oleh TSH atau TSH-like substances (TSI,
TSIAb), autoimun intrinsic kelenjer menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari
radioactive neck-uptake naik. Sebalikanya pada destruksi kelenjer misalnya
karena radang, inflamasi, radiasi akan terjadi kerusakan sel hingga hormone yang
tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula karena pasien
mengonsumsi hormone tiroid berlebihan (Reksodiputro et al., 2010).
Diagnosis Tirotoksikosis
Diagnosis suatu penyakit hamper pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini
telah dikenal indeks klinis Weyne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang
untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi (Reksodiputro et
al., 2010).
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T=total)
(dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3) dan TSH, ekskresi iodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap I131, sinitigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA
(fine needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-AB,Atg-Ab), TSI. Tidak
semua diperlukan (Reksodiputro et al., 2010).
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban pulih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata
disamping klinis digunakan alat eksoftalmometer Herthl. Karena hormone tiroid
berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada
semua organ (Reksodiputro et al., 2010).
Pada kelompok usia lanjut gejala dan tanda tanda tidak sejelas pada usia
muda, malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain
dalam hal :
a)Berat badan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik); b) Nafsu makan
menurun, mual, muntah, dan sakit perut; c), fibrilasi atrium, payah jantung, blok
jantung sering merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiaritmia; b)
Lebih jarang dijumpai takikardi (40%); e) Eye sign tidak nyata atau tidak ada; f)
bukannya gelisah justru apatis (member gambaran masked hyperthyroidism dan
apathetic form) (Reksodiputro et al., 2010).
Hipotiroidisme
Diagnosis
Sebaikanya diagnosis ditegakkan selengkap mungkin : diagnosis klinis-
subklinis, primer-sentral, kalau mungkin etiologinya. Karena sebagian besar
etiologi hipotiroidisme adalah Hipotiroid Primer (HP), kemungkinan HP kecil
apabila dijumpai TSH normal. Pada wanita hamil (termasuk penggunaan
kontrasepsi oral) karena perubahan pada TBG, memeriksa TSH, fT4 dan fT3
merupakan langkah tepat. Kadang fT4 wanita hamil agak naik sehingga
memeriksa fT3 masih relevan. Apabila memungkinkan wanita hamil dengan
hipotiroidisme diperiksa juga antibodi (anti-Tg-Ab, anti-AM-Ab) indeks
diagnostik Billewicz, analog dengan indeks Wayne dan Nwe Cestle pada
hipertiroidisme, juga tersedia untuk memisahkan antara eutiroidisme dan
hipotiroidisme. Interpretasi skor : bukan hipotiroidisme kalau skor -30,
diagnostik apabila skor > 25 dan meragukan apabila skor antara -29 dan + 24 dan
dibutuhkan pemeriksaan konfirmasi (Reksodiputro et al., 2010).
Sumber : Reksodiputro AH, Madjid A, Rachman AM, Tambunan AS, Rani AA,
Nurman A et al. Kelenjer Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme dalam
Djokomoeljanto R editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Ed. 5.
InternaPublishing.2010.pp.2002;2004

Anda mungkin juga menyukai