KESEMUTAN
NEUROPSIKIATRI
Oleh:
Kelompok III
KETUA KELOMPOK : Andi Iffah Cahyaniputri Rezki
: Nurul Aisyah Sudirman (Scriber)
: Khairunnisa
: Yaumil Nurul Safira
: Shanun Shari Sakunti
: A. Nurul Khaerizza Safitri
ANGGOTA KELOMPOK
: Tiara Putri Ramli
: Nurul Jannah
: Siti Aisyah Nurramadhani Amran
: Auliyah Nurul Rahmi
: Muthiaturrahmah Syafiuddin
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syurkur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan
nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pleno
modul “KESEMUTAN”. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan kita sebagai penerus hingga akhir zaman.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada fasilitator dan teman-teman
yang telah membimbing dan membantu kami dalam mempelajari, memahami, dan
menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari masih bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki kesalahan dikemudian hari.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata kami ucapkan terima kasih
dan semoga laporan ini dapat bermanfaat.
Kelompok III
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke poliklinik dengan
keluhan nyeri pada siku kanan menjalar ke lengan bawah sampai ke jari manis
dan kelingking yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan memberat pada
pagi hari. Nyeri juga dirasakan di punggung sebelah kanan. Keluhan ini
semakin bertambah berat terutama bila penderita memfleksikan siku
kanannya. Pekerjaan supir angkutan.
1.2 Kata Sulit dan Kata Kunci
1. Kata Sulit
-
2. Kata Kunci
a. Laki-laki.
b. Usia 35 tahun.
2
2. Apa definisi dari kesemutan?
3. Apa etiologi dari kesemutan?
4. Apa saja klasifikasi dari kesemutan?
3
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding dari
scenario
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Neuroanatomi Terkait Skenario
A. M. Trapezius
B. M. Latissimus dorsi
5
Persarafan m. Latissimus dorsi adalah oleh nervus thoracodorsalis.
Nervus thoracodorsalis memasuki medulla spinalis pada setinggi C6-C8.
(Drake, Vogl, & dkk, 2014)
C. M. Levator scapulae
B. Plexus brachialis
1. Nervus musculocutaneus
2. Nervus medianus
6
Nervus medianus memasuki regio brachium mulai dari axilla
pada margo inferior dari musculus teres major. Kemudian berjalan
secara vertikal menuju ke bawah bersama dengan arteri brachialis pada
sisi medial dari regio brachium, diantara musculus biceps brachii dan
brachialis. Awalnya berada di leteral dari arteri ini kemudian berada di
anterior dari articulus cubiti. Saraf ini menyilang di ke anterior untuk
berjalan di medialdari arteri brachialis di bagian distal dari brachium
dan memasuki fossa cubiti.Di dalam fossa cubiti nervus medianus
berjalan di medial dari arteri brachialis, di depan titikinsertio dari
musculus brachialis dan profundus dan musculus biceps. Nervus
medianus memberikan cabang untuk regio brachium saat melewati
articulus cubiti ke musculus pronator teres. Di regio antebrachium, dari
fosaa cubiti saraf ini berjalan diantara kedua caput musculus pronator
teres. Kemudian berlanjut diantara musculus flexordigitorum
superficialis dan flexor digitorum profundus sebelum muncul diantara
musculus flexor digittorum superficialis dan flexor pollicis longus.
Nervus medianus yang berasal dari fossa cubiti menginnervasi
kelompok otot-otot flexor dari regio antebrachium baik yang terletak
di superficial dan intermedius kecuali musculus flexor carpi ulnaris
(Drake, Vogl, & dkk, 2014).
7
b. Rami cutaneuspalmaris menginnervasi aspek lateraldari kulit (tapi
bukan untuk jari-jari tangan), cabang ini berasal dari bagian distal dari
regio antebrachium. Nervus medianus memasuki manus melalui carpal
tunnel profundus dari musculus flexor retinaculumsepanjang tendon
dari flexordigitorum superficialis, flexor digitorum, dan flexor poillicis
longus. Dari sini saraf ini memberikan beberapa cabang yaitu:
3. Nervus ulnaris
8
caput ulnaris dari musculus flexor carpi ulnaris, dibawah apeneurosis
musculus flexor carpi ulnaris pada sisi os ulna. Di regio antebrachium
saraf ini menginervasi musculus flexor carpi ulnaris dan setengah
bagian medial dari musculus flexor digitorum profundus dan berjalan
turun bersama arteri ulnaris di bawah musculus flexor carpi ulnaris.
Pada regio antebrachium saraf ini bercabang menjadi rami muscularis,
rami palmaris, dan rami dorsalis nervus ulnaris. Pada regio manus
saraf masuk melalui Guyon’s canal. Nervus ulnaris dan arteri ulnaris
berjalan di superficial dari flexor retinaculum melalui canalis ulnaris.
Di regio manus nervus ini bercabang menjadi rami superficialis dan
profundus nervus ulnaris. Perjanalanan nervus ulnaris menuju ke
articulus radiocalparis berbeda dengan nervus medianus yang berjalan
di bawah flexor retinaculum dari manus. Nervus ulnaris memberikan
innervasi sensoris pada jari tangan kelima dan setengah bagian medial
dari jari keempat. Rami palmaris memberikan innervasi bagi kulit
anterior dan kuku, sedangkan rami cutaneus dorsalis melayanibagian
dorsomedial dari jari kelima dan setengah bagian dorsomedial dari jari
keempat.Nervus ulnaris dan cabang-cabangnya memberikan innervasi
pada otot-otot di regio antebrachium dan manus. Pada regio
antebrachium menginnervasi musculii flexor carpi ulnaris dan bagian
medial dari flexor digitorum profundus. (Drake, Vogl, & dkk, 2014)
4. Nervus radialis
9
regio brachium, saraf ini berjalan pada bagian fleksor dari regio
brachium diantara musculus brachialis dan brachioradialis. Pada sulcus
nervus radialis, saraf ini sangat mudah mengalami cedera akibat
tekanan atau patah tulang karena posisinya sangat dekat dengan tulang.
Saraf inikemudian menyilang articulus cubiti pada sisi flexor dan
bercabang setinggi caput os radius menjadi dua yaitu rami superficialis
danrami profundus. N.radialis dapat mengalami kerusakan pada
bagiannya yang melintasi tuberositas humeri atau sedikit di bawahnya
di sekitar siku. Pola gangguan sensorik negatifnya terdapat pada
separuh bagian radial dorsum manus dan bagian posterior lengan atas
dan bawah. (Drake, Vogl, & dkk, 2014)
10
A. Paresthesia transient
B. Paresthesia kronis
1. Stroke
3. Perdarahan intra-serebral
4. Tumor otak
5. Trauma kepala
7. Abses
11
8. Lumbar spinal stenosis
9. Multiple sclerosis
11. Neuropati
14. Herniasi
16. Neuralgia
Biasa terjadi karena posisi tubuh, tungkai, kaki, lengan, atau tangan
sedemikian rupa sehingga terjadi penekanan pada daerah tertentu.
Kesemutan akan hilang bila posisi tubuh diperbaiki. Dapat juga terjadi
kesemutan di sekitar bibir saat hiperventilasi, yang akan hilang bila nafas
kembali normal. (Prianto, 2015)
1. Terjadi pada kasus jepitan syaraf pada ruas tulang punggung karena
masalah pada tulang punggung. Kesemutan akan terasa distal dari
12
jepitan. Misal jepitan di daerah leher, maka kesemutan dapat terjadi di
leher, bahu, lengan tangan sampai dengan jari.
2. Sciatica. Tungkai dan kaki dipersyarafi oleh syaraf sciatica yang keluar
dari ruas tulang punggung. Bila terjadi jepitan akan menyebabkan
kesemutan dari pantat, paha, sampai ke ujung jari kaki.
13
2.5 Patofisiologi kesemutan
Patofisiologi parestesia yakni adanya perubahan fungsi saraf atau jalur
saraf. Parestesi dianggap mewakili pancaran impuls abnormal yang dihasilkan
dari ectopic focus dan dapat timbul dari kelainan di mana saja di sepanjang
jalur sensorik, dari saraf perifer ke korteks sensorik. Parestesi dapat
disebabkan oleh sistem saraf pusat atau kelainan sistem saraf tepi. Penyebab
sistem saraf pusat termasuk iskemia, obstruksi, kompresi, infeksi, peradangan
dan kondisi degeneratif. (M Painter, 2017)
14
disebabkan oleh keterbatasan tubuh dalam menghadapi beban
dalam waktu lama. (Ariska, 2018)
4) Postur statis adalah postur dimana sebagian besar tubuh tidak aktif
atau hanya sedikit terjadi pergerakan. Postur statis dalam waktu
lama dapat menyebabkan kontraksi otot terus menerus dan
tekanan pada anggota tubuh. (Ariska, 2018)
b) Force/beban
1. Frekuensi
15
2. Durasi
2. Faktor individu
a) Usia
b) Jenis kelamin
16
kekuatan otot pada perempuan yang berkisar 2/3 kekuatan otot dari
pria. (Ariska, 2018)
d) Kebiasaan merokok
e) Kebiasaan olahraga
f) Masa kerja
17
3. Faktor psikososial
18
B. Berdasarkan Patofisiologi
1. Nyeri nosiseptif
Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang
artinya harm atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma.
Kata ini digunakan untuk menggambarkan respon neural hanya pada
traumatik atau stimulus noksius. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh
aktivasi ataupun sensitisasi dari nosiseptor perifer, reseptor khusus
yang mentransduksi stimulus noksius disebabkan aktivasi dari
serabut saraf tipe A- δ dan tipe C yang berespon terhadap stimulus
nyeri (seperti trauma, penyakit, dan inflamasi). Rasa nyeri berasal
dari organ viseral dinamakan nyeri viseral, sebaliknya nyeri yang
berasal dari jaringan seperti kulit, otot, kapsul sendi, dan tulang
dinamakan nyeri somatik. Nyeri somatik dibagi menjadi nyeri
somatik superfisial dan nyeri somatik dalam (Price & Wilson, 2012).
2. Nyeri neuropatik
19
C. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi
2. Viseral Dalam
20
terjadi pada jaringan yang meradang, stimulus panas di atas 420C, atau
kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer spesifik
yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi
stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat
depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer. Proses ini tidak
melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase,
sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat
enzim COX-2. (Guyton & Hall, 2014).
Neurontransduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A-
δ dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius. Serabut
A-δ merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan diliputi oleh
selaput mielin yang tipis. Seperti serabut sensorik lainnya, serabut A-
δ merupakan perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh
selnya berlokasi pada akar ganglion dorsal. Sedangkan serabut C
merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1 mm dan tidak memiliki
mielin. Karena serabut ini sangat tipis dan karena tidak memiliki mielin
yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan konduksi rendah. Serabut
A-δ dan serabut C tidak hanya berbeda dalam struktur dan kecepatan
transmisinya namun mereka juga mempunyai kemampuan yang berbeda
dalam mendeteksi suatu stimulus. Serabut A-δ mentransimsisikan nyeri
tajam dan tusukan. dan serabut C menghantarkan sensasi berupa
sentuhan, getaran, suhu, dan tekanan halus. Walaupun dengan adanya
perbedaan ini, kedua tipe serabut ini memiliki jalur yang sama dalam
menghantarkan stimulus yang terdeteksi. Rute dari impuls saraf ini
biasanya disebut dengan ”jalur nyeri” (Guyton & Hall, 2014).
Selain dari peran serabut A-δ dan serabut C, disebutkan juga terdapat
peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang
memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini
ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla
21
spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik.
Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan
neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati
celah synaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi
memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa
mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui synaps (Guyton & Hall,
2014).
2. Transmisi
Disini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke
neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan
meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam
amino decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang
bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic. Selanjutnya ini
akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas,
durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.Secara umum, ada
dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf
pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk ”nyeri cepat –
spontan” dan traktus paleospinothalamic untuk ”nyeri lambat” (Guyton &
Hall, 2014).
Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui
serabut A-δ dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla
spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik
melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke
otak dan menyebrang ke sisi lain melalui commisura alba anterior, naik
keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini
kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan
bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-
spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri
tajam, tusuk, dan gores. Pada traktus paleospinothalamik, nyeri lambat
22
dihantarkan oleh serabut C ke lamina II dan III dari cornu dorsalis yang
dikenal dengan substantia gelatinosa. Impuls kemudian dibawa oleh
serabut saraf yang berakhir pada lamina V, juga pada kornu dorsalis,
bersinaps dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur cepat,
menyebrangi sisi berlawanan via commisura alba anterior dan naik ke
aras melalui jalur anterolateral. Neuron ini kemudian berakhir dalam
batang otak, dengan sepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan yang
lainnya pada medulla, pons, dan substantia grisea sentralis dari tectum
mesencephalon (Guyton & Hall, 2014).
Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari
kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat
memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu
berbagai jalur : spinoreticular, spinomesencephalic, spinolimbic,
spinocervical, dan spinothalamic. Traktus spinoreticular membawa jalur
aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada
tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik
mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda
dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian
spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari
hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke
nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti
spinothalamik membawa sinyal ke thalamus (Guyton & Hall, 2014).
3. Modulasi
Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi
dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari
system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi
dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan
nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke
medulla spinalis (Guyton & Hall, 2014).
23
Analgesik endogen meliputi :
A. Opiat endogen
B. Serotonergik
C. Noradrenergik (Norepinephric) Sistem analgesik endogen
ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan
proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior
diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka
dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh
kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur
seseorang.
4. Persepsi
24
2.9 Hubungan Keluhan Utama dengan Epidemiologinya
Pada scenario dikatakan bahwa pasien tersebut berjenis kelamin laki
laki dan berusia 35 tahun, hal ini sesuai dengan faktor risiko seorang laki laki
yang lebih banyak melakukan mobilisasi dalam artian untuk mencari nafkah
dan faktor risiko usia yang masih dalam usia produktif untuk mencari nafkah.
Dalam scenario pasien berprofesi sebagai supir angkutan, profesi sebagai
supir angkutan merupakan salah satu dari pekerjaan yang bersifat repetatif
yang mana merupakan pekerjaan yang dilakukan secara berulang ulang atau
terus menerus tanpa adanya variasi gerakan yang apabila dilakukan dalam
intensitas waktu yang sering dan dalam waktu yang lama maka akan
menyebabkan suatu efek tertentu atas kualitas tenaga kerjanya. (Linda,
Amanda, & dkk, 2019)
25
antara umur dan posisi duduk dengan keluhan nyeri punggung pada
pengemudi angkutan kota di kota bitung, di dapatkan hasil bahwa ada
hubungan antara umur dengan keluhan nyeri punggung bawah pada
pengemudi angkutan kota di kota Bitung. Semakin umur responden
bertambah maka keluhan nyeri punggung akan semakin dirasakan.
Seorang sopir angkutan biasanya akan duduk berjam-jam dengan posisi
atau postur tubuh yang bungkuk. Postur tubuh yang tidak bagus,
merupakan penyebab terjadinya nyeri punggung, postur tubuh buruk yang
berlangsung selama bertahun-tahun dapat menyebabkan otot ligament
punggung regang atau robek. Penyakit ketegangan pada otot dan ligamen
(sindroma muskuloligamentosa) merupakan gejala penyakit nyeri
punggung (Saputra, Kandou, & Kawatu, 2017).
26
menyebabkan iskemia local dan penurunan kemampuan akson untuk
menjabarkan potensial aksi sehingga dapat menimbulkan gejala nyeri,
kesemutan local, dan kelemahan otot. (Sudoyo, Setyohadi, & dkk, 2017)
1) Definisi
2) Epidemiologi
27
menemukan hamulus hipoplasia, beberapa cabang saraf ulnaris dan
peningkatan jumlah jaringan lemak di dalam kanal Guyon masing-
masing 2%, 30% dan 12%. Akibatnya, pengetahuan yang tepat dari
anatomi pergelangan tangan, serta tempat-tempat di mana jepitan dari
saraf ulnaris dapat terjadi, perlu untuk mengenali gambar klinis yang
berbeda. (Depukat & dkk, 2015)
3) Etiologi
b) Tekanan eksternal
c) Tumor
28
(tumor jaringan lemak), neuroma (tumor jaringan saraf), dan lain-
lain. Apabila ukurannya semakin membesar, maka tumor tersebut
akan menekan saraf ulnaris. Beberapa studi memperkirakan bahwa
30% hingga 40% dari sindrom kanal Guyon dihasilkan dari kista
ganglion. Studi lain memperkirakan 45% kasus bersifat idiopatik.
(Bachoura & Jacoby, 2012)
4) Gejala Klinis
5) Komplikasi
29
d. Dalam kegagalan tertentu dari perawatan operatif tidak mungkin
untuk menentukan penyebabnya.
Diagnostik digunakan:
30
h. Resonansi magnetik (MRI)
6) Penatalaksanaan
Perawatan konservatif berdasarkan penghindaran trauma,
imobilisasi sementara, iklan lokal pemberian kortikosteroid, jarang
berkhasiat. Kurangnya efek perawatan konservatif atau penyebab
organik dari kompresi dalam pencitraan adalah indikasi untuk
penatalaksana operatif. (Depukat & dkk, 2015)
31
8) Terapi Bedah
1) Definisi
32
2) Epidemiologi
3) Etiologi
4) Manifestasi Klinis
a) Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari jari dan telapak tangan
terutama pada malam hari.
33
b) Nyeri di telapak tangan, pergelangan tangan, atau lengan bawah,
khususnya saat digunakan.
5) Penegakan Diagnosis
a) Pemeriksaan fisik
2.Tinel’s Test : perkusi pada dinding karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi. Bila ada kesulitan menjalar atau parestesia tes positif.
34
6.Preassure Test : Nervus medianus dipasang di instalasi karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
karena seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
7.Luthy Test : Penderita jari melingkar ibu jari dan jari telunjuknya pada
botol atau gelas. Ketika kulit tangan penderita tidak dapat
menghubungi dindingnya dengan rapat, tes positif dan mendukung
diagnose
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Gula darah, darah lengkap, atau kadar hormon tiroid. (Munir, 2017)
6) Tatalaksana
a) Terapi konservatif
35
2. Obat anti inflamasi non steroid. Obat neuropatik
b) Terapi operatif
Indikasi operasi:
7) Prognosis
1. Pengertian
Lesi plexus brachialis adalah cedera jaringan saraf yang berasal dari C5-Th1.
Plexus brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke arah axial yang
dibentuk ramus ventral saraf ventral syaraf vertebra C5-Th1. Lesi pada plexus
brachialis dapat mempengaruhi fungsi saraf motorik dan sensorik pada
membrum superium. (Sakellariou, Badilas, & dkk, 2014)
36
2. Epidemiologi
3. Etiologi
37
bahu dengan kepala patah, maka semua gaya tarikan berpindah ke serabut
neurovascular. Mekanisme cedera semacam ini menyebabkan kerusakan yang
parah pada serabut saraf bagian atas. Hiperabduksi shoulder atau tarikan yang
kuat yang menyebabkan melebarnya sudut scapulohumeral kebanyakan
mempengaruhi akar saraf C8 dan T1, cedera traksi dengan kecepatan tinggi
bisa menyebabkan avulsi (robek) akar saraf dari medulla spinalis.
(Sakellariou, Badilas, & dkk, 2014)
4. Patofisiologi
Pada kasus ini lesi plexus brachialis terjadi akibat benturan keras sendi
bahu yang mengakibatkan terminal plexus robek.Terjadi karena tarikan yang
kuat antara leher dengan bahu atau antara ekstremitas atas dengan trunk.
Patologi saraf muncul diantara dua titik. Pada titik proksimal di medulla
spinalis dan akar saraf (nerve root junction), sedangan pada titik distal ada di
neuromuscular junction. Processus coracoideus sebagai pengungkit saat hiper
abduksi yang kuat pada bahu. Selain arah gerakan yang kuat pada plexus
brachialis , kecepatan tarikan menentukan terjadinya kerusakan saraf.
Sehingga terjadilah cedera pada akar saraf C5-Th1. (Sakellariou, Badilas, &
dkk, 2014)
5. Gejala Klinis
Pada kondisi cidera plexus injury akan terlihat dan dirasakan, gejala-
gejala yang timbul berupa;
a. nyeri, terutama pada leher dan bahu. Nyeri pada lokasi suatu saraf sering
ada bila telah terjadi ruptur, sedangkan pada cidera evulsi ciri khasnya
adalah hilangnya kelunakan perkusi pada area itu,
38
d. benyut nadinya menurun, karena cedera vaskuler mungkin terjadi
bersamaan dengan cidera traksi. (Sakellariou, Badilas, & dkk, 2014)
6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
b. pemeriksaan fisik
7. Penatalaksanaan
39
Operasi Dorsal Root Entry Zone (DREZ) dilakukan pada pasien dengan
nyeri terus-menerus, operasi ini didasarkan pada usaha untuk menghambat
transmisi sinyal saraf dari pusat sensorik sekunder. (Putra N, 2015)
2) Terapi Pembedahan
a) Neurolisis
b) Nerve grafting
c) Transfer kontralateral C7
40
Tranfer kontralteral C7 digunakan pada kelemahan global atau ketika
pilihan transfer lokal tidak dapat digunakan, namun untuk mengurangi
jarak ke saraf target, graft yang terhubung dengan kontralateral radiks
saraf, telah ditempatkan dibawah otot anterior skalenus dan otot longus
colli dan kemudian melewati ruang retroesofagus untuk memberikan
sinya pada saraf resipien. Rata-rata panjang graft yang digunakan
adalah 6.8 ± 1.9 cm. (Putra N, 2015)
8. Prognosis
9. Komplikasi
1. Definisi
41
Cubital tunnel syndrome, sindrom kedua terbanyak kompresi
neuropati dari ekstremitas atas. Pasien sering datang dengan rasa sakit,
parestesia dan / atau kelemahan jika tidak diobati dapat menyebabkan
gangguan kecatatan yang signifikan (Samir K, John R, & Edward, 2012).
2. Epidemiologi
Cubital tunnel syndrome adalah neuropati jebakan kedua yang paling
umum dari ekstremitas atas di Amerika Serikat. Insiden per 100.000 orang-
tahun sindrom ini adalah 25 kasus pada pria dan 19 kasus pada wanita
(Khalid, Carlton, & Citow, 2019)
3. Etiologi
Selama fleksi siku, saraf ulnaris membentang 4,5 sampai 8 mm
(karena terletak pos lebih rendah dari sumbu gerak siku) dan luas penampang
terowongan cubital mempersempit hingga 55% sebagai tekanan intraneural
meningkat hingga 20 kali lipat.2, 3 Akibatnya, fleksi siku berulang dan
berkelanjutan mengiritasi saraf ulnaris dan akhirnya mengarah untuk sindrom
terowongan cubiti (Samir K, John R, & Edward, 2012).
Dilaporkan pada pasien yang terbiasa tidur dalam posisi janin atau
tidur di tengkurap posisi dengan tangan terselip di bawah bantal. Baru-baru
ini, hubungan ini telah dilaporkan pada pasien dengan cukup lama
menggunakan ponsel (misalnya. “flexi siku selama bertelepon”). Sindrom
Tunnel Cubiti juga dapat berkembang pada pasien bertahun-tahun setelahnya
trauma siku yang mengarah ke cubitus varus kelainan bentuk, seperti
supracondylar humerus fraktur (misalnya, "kelumpuhan saraf ulnaris yang
lambat"). Penyebab lain sindrom Tunnel Cubiti termasuk kompresi eksternal
yang kronis (misalnya, pasien yang terikat kursi roda dan pengemudi truk),
ligamentum jaminan ulnaris yang longgar (misalnya, pitcher bisbol), edema
lokal atau peradangan, lesi yang menempati ruang (misalnya, tumor) dan
42
subluksasi berulang atau dislokasi saraf ulnaris (Samir K, John R, & Edward,
2012).
4. Gejela Klinis
Kompresi saraf ulnaris dapat melibatkan defisit sensorik dan motorik,
mulai dari penurunan fungsi intermiten hingga konstan. Hal ini dapat dimulai
sebagai paresthesia dalam distribusi sensorik saraf ulnaris, termasuk ulnaris
keempat dan seluruh jari kelima, dan pada akhirnya dapat mengakibatkan
melemahnya otot dan atrofi otot dari waktu ke waktu jika kiri tidak
diobati. Pasien mungkin merasakan nyeri tekan dan nyeri di atas saraf pada
aspek medial siku akibat peradangan. Saat fleksi siku menekan area
terowongan cubiti dan menekan saraf siku karena ligamentum Osborne ditarik
kencang sehingga menyebabkan kompresi lebih lanjut terhadap ligamen
kolateral medial yang dalam, parestesia sering diperburuk oleh aktivitas fleksi
siku seperti penggunaan telepon atau aktivitas atletik yang membutuhkan
gerakan siku berulang-ulang. Gejala malam yang cukup parah hingga
menyebabkan terbangun adalah keluhan umum karena banyak orang tidur
dengan siku dalam posisi tertekuk. Gejala yang lebih parah dari sindrom
terowongan cubiti kronis termasuk tangan yang lemah atau canggung. Pasien
mungkin mengalami kesulitan dengan kegiatan sehari-hari seperti membuka
botol atau memegang pensil. Akhirnya, tangan dapat mulai mengalami
deformitas claw hand karena kelemahan otot intrinsik (Andrews, Andrea, &
dkk, 2018)
5. Penegakan diagnosis
Selama pemeriksaan, ekstremitas pasien yang terkena harus terlebih
dahulu diperiksa dan dipalpasi untuk mendeteksi atrofi otot, atau subluksasi
saraf ulnaris di atas epikondilus medial saat siku dilakukan melalui berbagai
gerakan. Sensorik juga harus diperiksa dalam distribusi saraf ulnaris, yaitu sisi
43
ulnaris tangan dan jari keempat dan kelima. Deformitas tangan cakar ulnaris
adalah gejala lanjutan dari jebakan saraf ulnaris di bawah siku dan biasanya
menyebabkan fleksi (Andrews, Andrea, & dkk, 2018).
Ada beberapa pemeriksaan klinis yang biasa digunakan untuk menguji
fungsi motorik dan integritas saraf ulnaris. Saat dilakukan pemeriksaan untuk
otot Flexor Carpi Ulnaris, otot Flexor Digitorium Profunda, Abduktor Digiti
Minimi terdapat kelemahan pada otot. Untuk Froment Sign dan Wartenberg
juga positif (Andrews, Andrea, & dkk, 2018).
Langkah-langkah provokatif terdiri dari tanda Tinel dan uji fleksi
siku. Tanda Tinel dilakukan dengan mengetuk saraf di terowongan cubital
untuk menghasilkan sensasi seperti sengatan listrik, kesemutan, atau mati rasa
dalam distribusi sensor saraf ulnaris. Dengan tes fleksi siku, pasien diminta
untuk sepenuhnya melenturkan siku dengan bahu dalam abduksi ringan. Saat
siku menekuk, area terowongan cubiti menjadi sempit dan menekan
saraf. Memegang posisi ini dapat menyebabkan kesemutan atau parestesia
pada distribusi saraf ulnaris lengan bawah atau tangan. Selain fleksi siku,
menambahkan fleksi pergelangan tangan ke arah ulnaris akan memperburuk
gejala sindrom terowongan cubiti, dan menginduksi parestesia karena
kontraksi otot Flexor Carpi Ulnaris (Andrews, Andrea, & dkk, 2018).
Pemeriksaan penunjang berupa radiografi lengan yang terkena untuk
menyingkirkan diagnosis deformitas tulang, kalsifikasi jaringan lunak, atau
perubahan artritis yang menyebabkan neuropati ulnaris. Radiografi tulang
belakang leher dan dada dianjurkan masing-masing untuk membantu
menyingkirkan diagnosis radikulopati serviks dan tumor Pancoast (Andrews,
Andrea, & dkk, 2018).
Untuk membantu melokalkan lokasi kompresi saraf, studi
elektromiografi (EMG) dan konduksi saraf dapat bermanfaat. Studi
elektrodiagnostik membantu menegakkan diagnosis, melokalisasi tempat
kompresi, dan menyelidiki tingkat kerusakan saraf ulnaris yang telah
44
terjadi. Membedakan patologi saraf antara degenerasi aksonal, demielinasi
segmental, dan iritabilitas saraf abnormal dapat memberikan hubungan
dengan etiologinya dan protokol perawatan langsung. Banyak faktor
metabolik yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap kompresi saraf
ulnaris, oleh karena itu, pasien harus diskrining untuk kondisi sistemik dan
metabolisme (Andrews, Andrea, & dkk, 2018).
6. Penatalaksanaan
Langkah-langkah perawatan konservatif fokus pada penghilang rasa
sakit, pengurangan peradangan, dan rehabilitasi. Ini termasuk pendidikan
pasien dan modifikasi perilaku, anti-inflamasi non-steroid (NSAID), splints
malam hari, bantalan siku, terapi fisik, ultrasound, terapi sinyal berdenyut, dan
suntikan kortikosteroid. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari
aktivitas yang memberatkan, seperti gerakan sendi yang berlebihan atau
mengistirahatkan saraf pada permukaan yang keras. Suntikan NSAID dan
kortikosteroid tetap kontroversial dalam manfaat terapeutiknya. Manajemen
konservatif berhasil sekitar 50% (Andrews, Andrea, & dkk, 2018).
Jika manajemen konservatif tidak berhasil dalam mencegah
perkembangan gangguan setelah beberapa bulan, operasi mungkin
diperlukan. Manajemen bedah dapat terdiri dari dekompresi saraf sederhana,
dekompresi dengan transposisi anterior saraf ulnaris (subkutan, submuskular,
atau intramuskuler), atau epikondilektomi medial (Andrews, Andrea, & dkk,
2018).
Kami meriwayatkan dalam Kitab Ibn as-Sunni, dari al-Haitsam bin Hanasy,
dia berkata,
45
"Pernah kami berada di samping Abdullah bin Umar radiyallahu 'anhu, lalu
kakinya terasa kaku (kesemutan), maka seseorang berkata kepadanya,
'Sebutlah manusia yang paling kamu cintai,' maka dia berkata, 'Wahai
Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam,' maka dia seolah-olah telah
dilonggarkan dari ikatan tali kekang."
Dari hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketika umat muslim mengalami
sakit, nyeri, kebas (Kesemutan, kejang otot) maka senantiasa memperbanyak
shalawat, Istighfar, ataupun juga dapat bertawasul (menyebut Asmaul Husna),
yang dapat memberikan banyak kemashlahatan kepada umat muslim, bukan
hanya sebagai bentuk Ibadah namun juga dapat bermanfaat bagi kesehatan
fisik kita.
46
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nervus ulnaris memberikan innervasi sensoris pada jari tangan kelima
dan setengah bagian medial dari jari keempat. Sehingga apa bila ada
penekanan pada nervus ulnar di cubiti maka nyeri akan menjalar hingga ke
jari manis dan jari kelingking. Seorang sopir angkutan biasanya akan
duduk berjam-jam dengan posisi atau postur tubuh yang bungkuk. Postur
tubuh yang tidak bagus, merupakan penyebab terjadinya nyeri punggung,
postur tubuh buruk yang berlangsung selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan otot ligament punggung regang atau robek.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
Prianto, B. A. (2015). (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Carpal Tunnel
Syndrome Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Putra N, S. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Plexus Brachialis Injury. Jurnal
RS Orthopedi Prof Dr Soeharso.
Sakellariou, Badilas, N., & dkk. (2014). Brachial Plexus Injuries in Adults :
Evaluation and Diagnostic Approach. Hindawi Publishing Corporation.
Salma, D. S. (2019). Analisis Faktor Penyebab Carpal Tunnel Syndrome Pada Ibu
Rumah Tangga Dipoli Saraf RSUD Soedone Madiun. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas sebelas Maret.
Samir K, T., John R, P., & Edward, A. (2012). Cubital Tunnel Syndrome: Diagnosis
and Management. Medicine & Health/Rhode Island.
Saputra, A. A., Kandou, G. D., & Kawatu, P. A. (2017). HUBUNGAN ANTARA
UMUR, MASA KERJA DAN LAMA KERJA. Jurnal Kesmas Universitas
Sam Ratulangi.
Sudoyo, A., Setyohadi, B., & dkk. (2017). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III
Edisi VI. Diponegoro: Interna Publishing.
49