Anda di halaman 1dari 10

ANEMIA HEMOLITIK

Oleh:

Kelompok 6

A. Nurul Khaerizza 70600118028


Isnada Rahim 70600118019
Muftihatul Jannah 70600118029
NAMA KELOMPOK Andi Elsa Mulya Pratiwi 70600118001
Nurul aisyah Sudirman 70600118032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2019
1. PENGERTIAN

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses


hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah
sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritrosi yaitu 120 hari).
Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence), yaitu pemecahan
eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi
dalam pembuluh darah (intra- vaskular) atau di luar pembuluh darah
(ekstravaskuler) yang mem- bawa konsekuensi patofisiologik yang
berbeda. Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada
darah tepi akan direspons oleh tubuh dengan peningkatan eritrosit tulang.
Kemampuan maksimum sumsu ropoesis dalam sumsum tulang untuk
meningkatkan eritropoesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat
hemolisis tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50
hari) maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga
tidak timbul ancmia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis
terkompensasi (compensated hemolytic state). Akan tetapi, jika
kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui maka akan terjadi
anemia yang kita kenal sebagai anemia hemolitik.1
2. KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI

Klasifikasi anemia hemolitik dapat digolongkan berdasarkan


penyebabnya. Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2
golongan besar, yaitu:

Anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri


(intra-korpuskuler), yang sebagian besar adalah herediter-familier.
Penyebabnya yaitu :

1. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

2. Gangguan metabolisme / ensim eritrosit (Ensimopati)


3. Gangguan hemoglobin (Hemoglobinopati)

Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpus-kuler), yang


sebagian besar bersifat didapat (acquired)

 Imun

 Drug associated

 Mikroangiopatik

 March hemoglobinuria

 Infeksi

 Bahan kimia dan fisik


 Hipersplenisme1
3. PATOFISIOLOGI

Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar


diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran
eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi
seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik
cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan
hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan
asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung
dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat
hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju
kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin
mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit
transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain,
mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic
krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan
hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat
terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada
masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau
talasemia.
1. .Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular
Terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial
terutama di organ hati, limpa/pankreas dan sumsum tulang.
Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ tersebut
karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase
yang berfungsi sebagai enzim pemecah.
Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan
pembentukan hemoglobin dan gangguan metabolisme ini, akan
dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan sebagai
cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan
protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan
terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah
berikatan dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect
(bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di organ hati
menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan
(disalurkan) ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen
(mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen (mempengaruhi
warna urin/air seni).
2. Mekanisme pemecahan eritrosit intravascular
Terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis
melepaskan HB bebas ke dalam plasma. Haptoglobin dan
hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem
retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis
berat, jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami penurunan,
akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah
(hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan
membuat hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah
hemoglobin yang tidak terakomodasi seluruhnya oleh sistem
keseimbangan darah itulah yang menyebabkan hemoglobinemia.
Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal
sehingga terjadi hemoglobinuria. Hemoglobin yang terdapat di
tubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel epitel, sedang kandungan
besi yang terdapat di dalamnya akan disimpan dalam bentuk
hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan terjadi
hemosiderinuria (hemosiderin hanyut bersama air seni).
Hemosiderinuria merupakan tanda hemolisis intravaskular kronis.
Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal
mengeluarkan eritropoetin untuk merangsang eritropoesis di
sumsum tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan
retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga
mengakibatkan polikromasia.2
4. GEJALA

Hemolosis yang terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan demam,
mengigil, nyeri punggung dan lambung, perasaan melayang dan penurunan
tekanan darah. Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
a. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil
pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil
ekskresi yaitu urin dan feses.
b. Hemoglobinemia yaitu adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya
tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit
yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma.
Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem
keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.
c. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
d. Retikulositosis yaitu produksi eritrosit yang meningkat sebagai
kompensasi  banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti
retikulosit  banyak ditemukan. Gejala umum pada anemia adalah nilai
kadar HB <7g/dl, sedang gejala hemolisisnya berupa ikterus (kuning)
akibat peningkatan kadar  bilirubin indirect dalam darah, pembengkakan
limfa (splenomegali),  pembengkakan organ hati (hepatomegali) dan
kandung batu empedu (kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih lanjut sangat
tergantung pada  penyakit yang menyertai. 3

5. DIAGNOSIS

Seorang pasien yang dicurigai anemia hemolitik dapat dilakukan pemeriksaan


secara bertahap, yaitu: gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
darah tepi, dan Coombs test.
a. Gejala AIHA (Autoimun Hemolitic Anemia) sama seperti anemia
meliputi: pusing, pening, mudah lelah, malaise, syncope, demam,
kedinginan, nyeri perut/punggung, pucat, takikardi, takipnea, hipotensi,
atau syok.
b. Pemeriksaan fisikmeliputi: ikterus, urin berwarna gelap, gangguan
pernapasan, pucat, splenomegali dan hepatomegali teraba.
c. Pemeriksaan laboratorium dengan kriteria hemolisis terjadi peningkatan
jumlah retikulosit, peningkatan indirect bilirubin, penurunan haptoglobin,
peningkatan hemoglobin bebas (acute/severe hemolytic anemia),
peningkatan Lactat Dehidrogenase (LDH) (tidak sangat spesifik),
hemoglobinuria yang disebabkan peningkatan urobilinogen pada urin.
d. Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa
sferositosis, polikromasi, maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti,
retikulositopenia pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah
leukosit bervariasi disertai gambaran sel muda (metamielosit, mielosit, dan
promielosit), kadang disertai trombositopeni. Kadar indirect
bilirubinmeningkat. Gambaran sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel
eritropoitik normoblastik.
e. Coombs test merupakan tes darah klinis yang digunakan sebagai standar
dalam diagnosis AIHA menunjukkan hasil positif. Direct Coombs test
berguna dalam mendeteksi antibodi pada permukaan eritrosit, sedangkan
Indirect Coombs test berguna dalam mengidentifikasi antibodi anti-
eritrosit pada serum.Tes ini dapat digunakan untuk membedakan warm
AIHA dengan cold AIHA. Jika hasil coombs test menunjukan hasil positif
dengan adanya IgG atau IgG+C3d dapat dikategorikan sebagai warm
AIHA sedangkan jika hasil menunjukkan positif dengan adanya C3d maka
dapat dikategorikan sebagai cold AIHA Negatif.
f. Thermal amplitude digunakan untuk mengetahui suhu dimana antibodi
mengikat antigen pada permukaan eritrosit (warm(23°C) vs
(cold(4/10°C)). Tes ini juga berguna untuk membedakan warm-
reactive(IgG) dengan cold-reactive (IgM, kecuali paroxysmal cold
hemoglobinuria yang merupakan IgG.3

6. PENATALAKSANAAN

Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan
perawatan khusus. Oleh karena itu, hanya aspek perawatan medis yang relevan
dengan sebagian besar kasus anemia hemolitik yang dibahas di sini.
a. Terapi transfusi 
 Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka
mungkin penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary
terancam status. 
 Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk
menghindari stres jantung. 
 Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan
pencocokan silang mungkin sulit. Gunakan paling tidak kompatibel
transfusi darah jika ditandai.. Risiko hemolisis akut dari transfusi darah
tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada laju infus.. Perlahan-
lahan memindahkan darah oleh pemberian unit setengah dikemas sel
darah merah untuk mencegah kehancuran cepat transfusi darah. 
 Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis
(misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan
terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi
lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone
parenteral tradisional agen, deferoxamine.
b. Menghentikan obat 
 Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet). 
 Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut
(lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap): 
 Penisilin 
 Sefalotin
 Ampicillin
 Methicillin
 Kina
 Quinidine 
 Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.  
c. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis
anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun.
 Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila
langkah-langkah lain telah gagal.
 Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik
seperti anemia hemolitik agglutinin dingin.
 Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh
sebelum prosedur mungkin.4

7. PROGNOSIS

Prognosis pada anemia hemolitik tergantung pada teologi dan deteksi dini.
Prognosis jangka panjang pada pasien dengan penyakit ini baik splenektomi dapat
mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaiki nya. Pada anemia hemolitik
autoimun hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan dan sebagian besar
memiliki perjalanan penyakit yang kronis sebagai contoh penderita dengan hemolisis
autoimun akut biasanya datang dengan keadaan yang buruk dan dapat meninggal akibat
hemolisis berlebihan 4

8. INTEGRASI KEISLAMAN

‫حرمتعليكمالميتةوالدمولحمالخنزيروماأهللغيراللهبهوالمنخنقةوالموقوذةوالمترديةوالنطيحةوماأكاللسبعإالماذكيتموم‬
‫اذبحعلىالنصب‬

“ Diharamkan bagimu (darah) bangkai, darah, daging babi, (daging


hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang terpukul, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, seperti yang
dihabiskan kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih
untuk berhala. "(QS. Al Maidah: 3)

Penjelasan ayat :

Kita ketahui bahwa aliran darah membawa vitamin, hormon, oksigen dan
zat seperti protein, gula dan lemak, semuanya adiserap selama proses pencernaan
ke sel, aliran darah dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Di sisi lain,
darah juga membawa berbagai racun dan produk limbah yang perlu dikeluarkan
dari tubuh. Salah satu tugas paling penting yang dilakukan adalah untuk
mengangkut zat-zat seperti urea, asam urat, keratin dan karbon dioksida yang
perlu dikeluarkan dari tubuh.

Oleh karena itu, dalam jumlah yang signifikan yang dikeluarkan, tingkat
produk dalam yang harus dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal itu akan
meningkatkan kadar urea, zat terlarang yang diangkut ke ginjal untuk dikeluarkan
dari tubuh. Selain itu, dapat merusak fungsi otak dan bahkan merusak koma.
Karena sifatnya selalu ada senyawa berbahaya dalam darah, bahkan jika diambil
dari hewan yang sehat juga. Dan jika diambil dari hewan yang sakit, berbagai
parasit dan kuman juga akan menular di dalamnya. Dalam hal itu, kuman dapat
berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. Jadi, akan menimbulkan
bahaya nyata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I Made. Khastrifah, Purba. “Hematology KlinisRingkas”. EGC. 2016

2. Price, Sylvia. 2010. Patofisiologis :KonsepKlinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta : EGC

3. Sudirman, A.,R.,I. EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS(DRPs) PADA


PASIEN AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) ANAK RAWAT INAP
DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2009-2014. Universitas Sanata
Dharma : 2016.

4. Packman CH. Aquiredhemolytic anemia duetowarmreactingautoantibodies. In:


Beutler E, Lichtman M, Caller B, Kipps T, Seligsohn U, Eds. Williams
Hematology 6th ed. Baltimore: McGrawHillMedicalpublishingdivision; 2009.
p.639-46.

Anda mungkin juga menyukai