NOMOR 37/PID.B/2017/PN.SDW
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Diklat Kemahiran Hukum Pidana
Dosen pengampu : Hadis Sastranegara, S.H., M.H.
Disusun oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan hakim. Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan
merupakan sesuatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak yang
berperkara guna menyelesaikan sengketa di antara mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab
dengan putusan hakim tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan adanya
kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Untuk dapat
memberikan putusan yang benar-benar menciptakan kepastian hukum dan mencerminkan
keadilan, hakim sebagai aparatur negara yang melaksanakan peradilan harus benar-benar
mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, serta peraturan hukum yang mengaturnya
yang akan diterapkan.
Prof. Sudikno Mertokusumo, S.H. memberikan definisi putusan hakim sebagai suatu
pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di
persidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau suatu
sengketa antara para pihak. Pengertian “putusan hakim” menurut Laden Marpaung bahwa
“Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan
dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tulisan maupun tulisan”.
Menurut Lilik Mulyadi berlandaskan pada visi teoritik dan praktik maka “putusan
pengadilan” itu merupakan “Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya
dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses
dan prosedur hukum acara pidana pada umumnya, yang berisikan amar pemidanaan atau
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dibuat secara tertulis dengan tujuan untuk
menyelesaikan perkara”. Bab 1 Pasal 1 Angka 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana disebutkan bahwa “putusan pengadilan” sebagai, “pernyataan hakim yang
diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta merta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini”.
Sehingga dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan “akhir” dari proses
persidangan pidana pada tingkat pengadilan negeri telah selesai, oleh karena itu status
dan langkah terdakwa pun menjadi jelas apakah menerima putusan atau menolak putusan
tersebut dan melakukan langkah upaya hukum banding atau kasasi, atau bahkan grasi.
Selain itu karena putusan hakim merupakan mahkota dari puncak perkara pidana maka
diharapkan pada putusan hakim ditemukan pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran
dan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan kepada para pencari keadilan,
masyarakat pada umumnya serta Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Putusan pada peradilan pidana merupakan untuk menyelesaikan perkara pidana yang
telah berlangsung dari penyidikan, penuntutan hingga muka persidangan, putusan
pengadilan juga bertujuan agar terdakwa mempunyai kedudukan atas “statusnya” dalam
perkara pidana yang sedang dihadapinya, selain itu putusan hakim merupakan suatu
bentuk pertanggung jawaban kepada para pencari keadilan, ilmu pengetahuan dan Tuhan
Yang Maha Esa, oleh karena itu suatu putusan haruslah mempunyai tiga aspek tujuan
yaitu Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah isi dari Pasal 197 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)?
b. Bagaimana isi amar putusan pidana Nomor 37/Pid.B/2017/PN.Sdw?
c. Apa kaitan antara Pasal 197 KUHAP dengan isi putusan pidana Nomor
37/Pid.B/2017/PN.Sdw?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis sebuah putusan Nomor
37/Pid.B/2017/PN.Sdw, bahwa analisis mengenai putusan hakim yang harus berdasarkan
pada pasal 197 KUHAP. Setelah dianalisis putusan tersebut sudah sesuai dengan apa
yang telah ditentukan dalam pasal 197 KUHAP, karena didalam BAB II mengenai
analisis tidak ada kekurangan dalam menuliskan yang harus ditulis sesuai dengan huruf a
sampai huruf l Pasal 197 KUHAP. dalam hal ini dapat diambil kesimpulan telah sesuai
dengan apa yang telah seharusnya ditentukan. dan dapat dikatakan sudah sempurna serta
tidak ada cacat dalam penulisan putusan tersebut.
Dalam hal ini juga dalam pasal 197 KUHAP ayat 1 huruf k, kita tidak boleh
melepaskan dari ketentuan-ketentuan lainya dalam KUHAP dan dalam ayat 2 juga
dijelaskan jika tidak memenuhi ketentuan tersebut maka mengakibatkan batal demi
hukum.