Anda di halaman 1dari 7

BAB V

BUKU HUKUM PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA


TUGAS HUKUM PEMBUKTIAN

Oleh :

Nama : Thania Dhea Fany Purba

NPM : 2116000249

FAKULTAS SOSIAL SAINS


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
2023
BAB V

HUKUM PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA

1.Latar Belakang

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan.
Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa apakah bersalah atau tidak. Pembuktian adalah ketentuan
yang berisi penggarisan atau pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat
bukti yang dibenarkan undang-undang dan mengatur mengenai alat bukti yang boleh digunakan hakim guna
membuktikan kesalahan terdakwa.

Pembuktian tidak terlepas dari peran aparat penegak hukum. Salah satu ketentuan yang mengatur
bagaimana aparat penegak hukum melaksanakan tugasnya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) yang mempunyai tujuan untuk mencari dan mendekati kebenaran materiil yaitu
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana, dengan menerapkan ketentuan-ketentuan
hukum acara tersebut secara jujur dan tepat sehingga suatu tindak pidana dapat terungkap dan pelakunya
dijatuhi putusan yang seadil-adilnya. Pada pembuktian tidaklah mungkin dan dapat tercapai kebenaranmutlak
(absolut) semua pengetahuan kita hanya bersifat relatif, yang didasarkan pada pengalaman, penglihatan, dan
pemikiran yang tidak selalu pasti benar.

Satu-satunya yang dapat disyaratkan dan yang sekarang dilakukan adalah adanya suatu kemungkinan besar
bahwa terdakwa telah bersalah melakukan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan. Jika hakim atas dasar alat-
alat bukti yang sah telah yakin bahwa menurut pengalaman dan keadaan telah dapat diterima, bahwa sesuatu
tindak pidana benar-benar telah terjadi dan terdakwa dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti
yang sempurna, yaitu bukti yang sah dan meyakinkan.

Suatu kenyataan bahwa upaya untuk mencari dan menemukan fakta yang digarap oleh peradilan pidana
dilakukan dengan berbagai sistem dan metode yang dilakukan berbeda antara negara satu dengan yang lain.
Sistem peradilan pidana Anglo Saxon dan Eropa-Kontinental menunjukan dua cara pendekatan untuk
menemukan fakta yang pada dasarnya berbeda yaitu metode accusatoir (berlawanan) dan metode inquisitoir.
Kedua metode tadi seperti yang masih ditemukan masa kini lebih merupakan akibat pertumbuhan sejarah dan
merupakan akibat pertanyaan serta penelitian ilmiah mengenai apa yang merupakan cara terbaik untuk
menemukan fakta.

Dengan kata lain setiap metode dan sistem memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang
tumbuh dalam sejarah penerapan hukum acara pidana dalam kurun waktu yang lama dan mapan pada
masyarakat yang bersangkutan. Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yangmengatur
tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dan dilakukan
tindakan-tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui fakta-fakta yuridis di persidangan, sistem yang
dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim
untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian. Pada pembuktian dalam proses pemeriksaan sidang
pengadilan, apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan dengan undang-undang tidak
cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman
sesuai
Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di
sidang kesalahan terdakwa atas perbuatannya yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan
alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa dinyatakan bersalah, kepadanya akan dijatuhkan
hukuman yang sesuai dengan Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan
pidana”.Oleh karena itu, hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai serta mempertimbangkan nilai
pembuktian.

Meneliti sampai dimana batas minimum kekuatan pembuktian atau bewijskrach dari setiap alat bukti yang
disebut dalam Pasal 184 KUHAP. Untuk menyatakan salah atau tidaknya terdakwa, tidak cukup berdasarkan
keyakinan hakim semata atau hanya semata-mata didasarkan atas keterbuktian menurut ketentuan dan cara
pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang. Seorang terdakwa baru dapat dinyatakan
bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat
bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian itu dibarengi dengan keyakinan hakim.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pelaksanaan penggunaan alat bukti dalam perkara pidana ?


b. Bagaimanakah kekuatan alat bukti keterangan ahli dalam perkara pidana ?

3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan alat bukti dalam perkara pidana.


b. Untuk mengetahui kekuatan alat bukti keterangan ahli dalam perkara pidana.

4. Analisa

1. DASAR HUKUM

a. Pengertian Ahli:

-pasal 1 butir 28 KUHAP:

-pasal 120 KUHAP;

-pasal.132 KUHAP;

-pasal 133 dan pasal 179 KUHAP

b. Pemeriksaan ahli:

Berdasarkan pasal179 ayat (2) KUHAP maka ketentuan yang berlaku bagi saksi berlaku pula bagi ahli.

c. Alat bukti keterangan ahli:

Terdapat dalam pasal 184 ayat (l) hurufb dan pasal 186 KUHAP

2. Pengertian

а. Ahli
1.Yang disebut ahli menurut: pasal120 KUHAP, adalah ahli atau ahli yang mempunyai keahlian khusus;
pasal132 KUHAP, adalah ahli yang mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu; pasal_ 133 KUHAP
menunjuk pasal 179 KUHAP, untuk menentukan korban luka, keracunan atau mati adalah ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya.

b. Keterangan Ahli : Keterangan ahli adalah keterangan yang di berikan oleh seorang. yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan, (pasal 1 butir 28 KUHAP). Dari keterangan di atas, maka lebih jelas lagi bahwa keterangan ahli
tidak dituntut suatu pendidikan formal tertentu, tetapi juga meliputi seorang yang ahli dan berpengalaman
dalam suatu bidang tanpa pendidikan khusus. Anli mempunyai 2 (dual kemungkinan bisa sebagai alat bukti
keterangan ahli atau alat bukti surat. Apabila diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum, ang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah sewaktu ia
menerima jabatan atau pekerjaan (penjelasan pasal 186 KUHAP) maka keterangan ahli tersebut sebagai alat
bukti surat.

2. PEMANGGILAN DAN PEMERIKSAAN AHLI

1. Pemanggilan Terhadap Ahli

Dasar hukum pemanggilan seorang ahli adalah sama dengan dasar hukum pemanggilan seorang saksi, yakni
pasal 146 ayat (2) dan pasal 227 KUHAP. Pemanggilan terhadap ahli dilakukan oleh penuntut umum yang
memuat secara jelas tanggal, hari serta jam sidang serta untuk perkara apa ia dipanggil. Selanjutnya lihat
kembali pemanggilan terhadap saksi. Dalam praktek tidak sulit untuk menghadirkan ahli dalam sidang
pengadilan, apalagi kalau ahli ter- sebut seorang yang berpendidikan. Kebanyakan mereka menyadari tugas
dan kewajiban seseorang selaku ahli. Di samping itu masalah yang di- terangkan oleh ahli dalam sidang bersifat
netral, yaitu merupakan penilaian atau- penghargaan terhadap suatu keadaan

2. Ahli Tidak Mau Hadir Di Persidangan

Menjadi ahli pada dasarnya sama dengan menjadi saksi adalah merupakan suatu kewajiban hukum.
Menolak kewajiban tersebut dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang (pasal 159 ayat
(2) KUHAP) Ancaman menolak kewajiban ahli terdapat dalam pasal.224 KUHP. Selanjutnya lihat kembali uraian
tentang saksi tidak mau hadir di persidangan

3. Tata Cara Pemeriksaan Ahli

Hakim ketua sidang menanyakan identitas ahli, mengenai nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. Sebelum memberikan keterangan., ahli wajib
ber-sumpah atau berjanji menurut cara agama masing-masing (pasal 179 ayat (2) KUHAP). Keterangan ahli
yang diberikan dalam sidang di-catat dalam berita acara pemeriksaan (penjelasan pasal 186 KUHAP). Berita
acara tersebut ditanda tangani oleh hakim ketua sidang dan panitera (pasal 202 KUHAP).

4. Sumpah Ahli

Sebelum memberi keterangan, ahli wajib meng-ucapkan sumpah atau janji menurut cara agama yang
dianutnya (pasal 179 ayat (2) KUHAP). Bagi seseorang yang agamanya tidak memper- bolehkan bersumpah,
sumpah tersebut diganti dengan berjanji (Staatsblaad 1920 nomor 69 pasal 5). Bunyi sumpah seorang ahli
adalah, "bahwa selaku ahli akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya" (pasal 179 ayat (2) KUHAP).

5. Ahli Menolak Untuk Bersumpah

Terhadap ahli yang tidak mau bersumpah atau berjanji tanpa alasan, pemeriksaan tetap dilakukan.
Terhadap ahli tersebut nyanderaan di dalam RUTAN paling lama 14 (empat belas) hari berdasarkan penetapan
hakim dilakukan ketua sidang. Apabila waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lampau, maka keterangan
yang diberikan merupakan keterangan saja, yang menguatkan keyakinan hakim ( pasal 161 KUHAP dengan
penjelasannya ).
6. Ahli Tidak Hadir Dalam Sidang Dengan Alasan Sah

Keterangan ahli yang tidak hadir dalam sidang dengan alasan yang sah, keterangan tersebut dibacakan. Jika
keterangan ahli tersebut sebelum diberikan didepan penyidik sudah mengucapkan sumpah atau janji (pasal
120 ayat (2) KUHAP), maka nilai-nya sama dengan keterangan ahli yang dinyatakan dalam sidang Jika
keterangan ahli tersebut diberikan di depan penyidik tidak mengucapkan sumpah atau janji, maka keterangan
yang diberikan, merupakan keterangan saja yang menguatkan keyakinan hakim (Bandingkan dengan ahli yang.
Menolak untuk bersumpah atau berjanji setelah disandera, tetap tidak mau bersumpah atau berjanji)

7. Penelitian Ulang

a. Penelitian ulang dengan bahan baru dapat dilakukan terhadap keterangan ahli atau hasil keterangan ahli.

b. Penelitian ulang tersebut dapat dilakukan: karena jabatan hakim ketua Sidang untuk menjernihkan
duduk persoalan; karena keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukum.

c. Apabila dilakukan penelitian ulang, dilakukan oleh instansi semula, dengan komposisi personil yang
berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu. (pasal 180 KUHAP)

d. Dengan demikian terdakwa atau penasehat hukum berhak menolak keterangan ahli atau hasil
keterangan ahli.

3 . KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI

1. Dalam pasal 186 KUHAP, disebutkan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan
dalam sidang pengadilan.
2. Suatu keterangan ahli baru mempunyai nilai pembuktian bersumpah terlebih bila ahli tersebut dimuka
hakim harus dahulu sebelum memberikan keterangan. Dengan bersumpah baru mempunyai nilai
sebagai alat bukti.
3. Jika ahli tidak bisa hadir, dan sebelumnya sudah mengucapkan sumpah di muka penyidik maka nilainya
sama dengan keterangan ahli yang diucapkan dalam sidang .
4. Bila keterangan ahli diberikan tanpa sumpah:
- karena sudah disandera, dan tetap tidak mau bersumpah;
- tidak hadir dan ketika pemeriksaan di depan penyidik tidak bersumpah terlebih dahulu.

maka keterangan ahli tersebut hanya bersifat menguat kan keyakinan hakim.

5. Dengan demikian selaku ahli, maka ia mempunyai kewajiban:


- datang di persidangan;
- mengucapkan sumpah;
- memberikan keterangan menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
6. Apa yang diterangkan oleh seorang ahli adalah merupakan kesimpulan-kesimpulan dari suatu keadaan
yang diketahui sesuai dengan keahliannya. Atau dengan kata lain merupakan penilaian atau
penghargaan terhadap suatu keadaan Hal ini berbeda dengan keterangan seorang saksi yang justru
dilarang ntuk memberikan kesimpulan-kesimpulan. Keterangan saksi hanyalah merupakan
pengungkapan kembali fakta-fakta yang oleh saksi dilihat, didengar dan dialami sendiri. Lebih jelasnya
disebutkan dalam ketentuan pasal 185 ayat (5) KUHAP, baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh
dari pemikiran bukan merupakan keterangan saksi.
7. Kekuatan alat bukti keterangan ahli bersifat bebas, karena tidak mengikat seorang hakim untuk
memakainya apabila bertentangan dengan keyakinannya. Guna keterangan ahli di persidangan
merupakan alat bantu bagi hakim untuk menemukan kebenaran, dan hakim bebas mempergunakan
sebagai pendapatnya sendiri atau tidak.
8. Apabila bersesuaian dengan kenyataan yang lain dipersidangan, keterangan ahli diambil sebagai
pendapatsendiri. Jika keterangan ahli tersebut berhakim tentangan, bisa saja dikesampingkan oleh
hakim. Namun yang perlu. dingat bahwa apabila keterangan ahli dikesampingkan harus berdasar
alasan yang jelas, tidak bisa begitu saja mengesampingkan tanpa alasan. Karena hakim masih
mempunyai wewenang untuk meminta penelitian ulang bila memang diperlukan
9. Apabila dibandingkan dengan ilmu management, keterangan ahli adalah sama dengan atau setara
dengan pendapat staf ahli, yang memberikan masukan bagi seorang manager dalam pengambilan
keputusan. Manager bebas memakai atau mengesampingkan pendapat eorang staf ahli dalam
pengambilan keputusan. Hanya saja keterangan ahli dạlam persidangan diharuskan memenuhitata
cara tertentu sebelum memberikan pendapatnya.

5. Kasus dan Analisa Kasus

● Kasus Perkara Pembunuhan Berencana Holly Angela

No. Register Perkara:

468 / Pid.B / 2014 / PN. Jkt. Pst

(Terdakwa Gatot Supiartono, SH, M.Acc Ak, CFE)

Perkara ini pembunuhan ini bermula dari adanya hubungan asmara antara Terdakwa dengan Holly Angela
(korban). Hubungan keduanya sudah terjalin sejak tahun 2007 serta keduanya telah menikah secara agama
pada tanggal 31 Januari 2011. Selanjutnya sekitar 8 bulan setelah pernikahan, Terdakwa mengalami
pertengkaran hebat dengan korban. Kejadian pertengkaran tersebut, seringkali diceritakan kepada Surya
Hakim (Terdakwa di persidangan lain) yang merupakan sopir pribadi dari Terdakwa. Pada bulan April 2013,
Terdakwa mengatakan kepada Surya Hakim bahwa Terdakwa sudah merasa jenuh dan meminta untuk
mencarikan orang yang dapat memberi pelajaran terhadap Holly Angela.

Adapun tugas maupun peran dari masing-masing peserta tindak pidana ialah sebagai berikut;

1. Saksi Pago bertugas sebagai sopir yang menunggu di lobby untuk membawa peti yang berisi korban

2. Saksi Ruski: bertugas sebagai pelaku yang masuk ke dalam kamar Holly untuk melakukan pembiusan
terhadap korban

3. Saksi Haris: bertugas untuk memegangi korban, ketika dilakukan pembiusan

Penuntut Umum dalam perkara ini menuntut terdakwa dengan tuntutan berupa pidana penjara 4 (empat)
tahun karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam dakwaan lebih subsidair (Pasal 353 ayat (3) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP). Sebagaiman
yang tertulis dalam amar tuntutan sebagai berikut:

1. Menyatakan agar membebaskan terdakwa Gatot Supiartono, SH, M.Acc Ak, CFE terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1)
ke-2 KUHP dan dakwaan Subsidair Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP;

2. Menyatakan terdakwa Gatot Supiartono, SH, M.Acc Ak, CFE terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “ dengan memberi janji atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana, atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan
penganiayaan dengan rencana lebih dahulu mengakibatkan kematian”, sebagaimana Pasal 353 ayat (3)
KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP dalam dakwaan Lebih subsidair;

3. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gatot Supiartono, SH, M.Acc Ak, CFE dengan pidana penjara
selama: 4 (empat) tahun dikurangi selama berada dalam penahan, dengan perintah agar Terdakwa tetap
ditahan;
4. Barang bukti dan seterusnya.

● Analisis Kasus

Dalam perkara ini, ditinjau terdapat beberapa isu hukum, baik secara Kronologis fakta, materil/substantif
maupun formil. Secara garis besar permasalahan isu hukum dalam perkara ini, yakni:

• Permasalahan dalam Pembuktiaan Kronologis fakta

1. Adanya perbedaan pasal yang terbukti antara penggerak dengan orang yang digerakkan

2. Perbedaan keterangan antara Terdakwa dengan saksi-saksi yang dihadirkan ke persidangan

3. Kurangnya Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan dalam putusan akhir

• Secara Materil/substantif

1. Terdakwa tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas Pasal 353 ayat (3) KUHP

2. Tidak didakwakannya “percobaan penggerakkan untuk melakukan penculikan” sesuai dengan Pasal 163
bis KUHP

• Secara Formil

1. Adanya Perbedaan Kompetensi relatif antara de uitlokker dengan plegers

Pasal : “Menyatakan terdakwa Gatot Supiartono terbukti secara dan meyakinkan melakukan tindak pidana
dengan memberi janji atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat,
dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan,
sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan penganiayaan dengan rencana lebih dahulu
mengakibatkan kematian, sebagaiman Pasal 353 ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP dalam
dakwaan lebih subsidair.

Anda mungkin juga menyukai