FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
A. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat1
1
Sudikno Mertukusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 1988)
hlm. 204-205
Pemeriksaan setempat berlangsung di luar gedung dan tempat kedudukan
pengadilan, tetapi masih di dalam wilayah hukum pengadilan yang bersangkutan
(Pasal 90 RO, 231 Rv). Kalau pemeriksaan setempat itu dilakukan di luar wilayah
hukum pengadilan tertentu, dilakukan dengan delegasi atau limpahan pemeriksaan.
Meskipun pemeriksaan setempat ini tidak dimuat di dalam Pasal 164 HIR
(Pasal 284 Rbg, 1866 BW) sebagai alat bukti, oleh karena tujuan pemeriksaan
setempat ialah agar hakim memperoleh kepastian tentang peristiwa yang menjadi
sengketa, maka fungsi pemeriksaan setempat pada hakikatnya adalah sebagai alat
bukti. Kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim.
Keterangan ahli ialah keterangan pihak ketiga yang objektif bertujuan untuk
membantu hakim dalam pemeriksaan guna menanambah pengetahuan hakim sendiri.
Hakim menggunakan keterangan seorang ahli agar memperoleh pengetahuan yang
lebih mendalam tentang sesuatu yang hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu,
misalnya tentang hal yang bersifat teknis, kebiasaan (usance) dalam lalu lintas
dagang, dsb. Bahkan mengenai hukum pun hakim dapat minta bantu seorang ahli,
misalnya untuk mengetahui hukum adat setempat, kepala adat atau kepala suku
didengar sebagai ahli.
Keterangan ahli diatur dalam Pasal 154 HIR (Pasal 181 Rbg, 215 Rv), yang
menentukan bahwa apabila pengadilan berpendapat bahwa perkaranya dapat
dijelaskan oleh seorang ahli, atas permintaan salah satu pihak atau karena jabatannya,
pengadilan dapat mengangkat seorang ahli. Ahli itu diangkat oleh hakim untuk
diminta pendapatnya. Pengangkatan itu berlaku selama pemeriksaan berlangsung.
2
Ibid, hlm. 205-208
Ahli atau tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh pengetahuan atau
keahliannya yang khusus, tetapi ditentukan oleh pengangkatannya oleh hakim. Saksi
ahli tidak harus bergelar akademik, seseorang yang berijazah SMA pun dengan
penetapan hakim dapat menjad ahli. Seorang ahli yang telah diangkat oleh hakim
tidak ada kewajiban untuk menerima atau memenuhi pengangkatannya itu. Pihak-
pihak yang bersangkutan dapat menunjuk ahli lain sebagai gantinya atau hakim dapat
mengangkat seorang ahli secara ex officio (Pasal 222 Rv).
Laporan seorang ahli yang telah diangkat dapat diberikan baik secara lisan
maupun tertulis, yang diteguhkan dengan sumpah. Seorang ahli yang setelah
disumpah untuk memberi pendapatnya kemudian tidak memenuhi kewajibannya
dapat dihukum untuk mengganti kerugian (Pasal 225 Rv).
Siapa yang tidak boleh didengar sebagai saksi tidak boleh pula diangkat
sebagai ahli. Berikut merupakan perbedaan antara saksi dan ahli:
- Kedudukan seorang ahli dapat diganti dengan ahli lain untuk memberi
pendapatnya, misalnya ahli kebidanan A yang diminta datang di persidangan
untuk diminta keterangannya berhalangan untuk datang, kedudukannya
dapat diganti oleh ahli kebidanan B. Namun berbeda dengan saksi, karena
saksi tidak boleh diganti dengan saksi lain.
- Kalau kita mengenal asas satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis:
Pasal 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW), tidak demikian dengan ahli; satu ahli
cukup untuk didengar mengenai satu peristiwa.
3
Prof. Dr. Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2017), hlm. 24-26
Hukum pembuktian perdata di Indonesia, secara yuridis formal belum
mengakomodasikan dokumen atau informasi elektronik sebagai alat bukti dalam
penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Namun, sebenarnya di Indonesia telah ada
beberapa tindakan yang mengarah pada penggunaan dan pengakuan terhadap
dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah, misalnya dengan dikenalnya online
trading dalam bursa efek dan pengaturan mikrofilm serta sarana elektronik sebagai
media penyimpan dokumen perusahaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan.
(1) Informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah.
(2) Informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di lndonesia.
Secara umum bentuk dari alat bukti elektronik itu adalah infomasi elektronik,
dokumen elektronik dan keluaran komputer lainnya. Menurut Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, informasi elektronik adalah:
"Satu atau sekumpulan data elektronik, temasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara atau gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Batasan mengenai Dokumen
Elektronik, menurut ketentuan Pasal 1 ayat (14) UU ITE adalah: "Setiap informasi
elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk
analog, digital, elektromagnetik optikal atau sejenisnya: yang dapat dilihat,
ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki
makna atau arti atau dapat difahami oleh orang yang mampu memahaminya."
Dalam praktiknya terjadi pula pemeriksaan saksi sebagai alat bukti dengan
menggunakan perangkat elektronik yang dinamakan video conferences (pemeriksaan
saksi melalui teleconference). Hal ini dilakukan saat saksi yang akan diperiksa tidak
dapat hadir di persidangan karena berada di luar negeri, sementara kesaksiannya
sangat diperlukan dalam persidangan yang sedang berlangsung. Pemeriksaan saksi
jarak jauh ini pernah dilakukan pada perkara pidana, dan hal ini juga dapat dilakukan
dalam pemeriksaan sengketa perdata di pengadilan.
Daftar Pustaka
Dr. Efa Laela Fakhriah. 2017. Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata.
Bandung: PT Refika Aditama.