PERDATA DI INDONESIA
Disusun Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya sistem pembuktian tidak hanya ada dalam ranah Hukum Acara
Pidana. Pembuktian juga ada dalam ranah hukum perdata dengan mengacu asas actori
incumbit probatio, actori onus probandi yang berarti siapa yang mendalilkan, dialah yang
harus membuktikan. Dunil litigasi peradilan hukum perdata tidak mengenal adanya dakwaan
melainkan gugatan dan permohonan. Jadi, pihak penggugat, pemohon, tergugat, dan
termohon (apabila ada) mereka apabila mendalilkan sesuatu maka mereka harus meyakinkan
hakim dengan alat bukti yang ada dalam KUHPerdata.
Mengenai alat bukti dalam KUHPerdata tidak dijelaskan mengenai minimal alat bukti
yang dibutuhkan untuk menjadi dasar keyakinan hakim memberikan putusan atau penetapan.
Kemudian dalam hukum perdata kebenaran formill yang dicari berbeda dengan hukum
pidana yang mencari kebenaran materiil. Beberapa kasus dalam gugatan keperdataan
berkaitan dengan sengketa tanah. Pihak penggugat dalam Surat Gugatannya apabila
mencantumkan adanya keterangan mengenai tanah harus menyebutkan batas-batasnya dari
utara, timur, selatan, dan barat. Hal ini berguna untuk memberikan kepastian atas tanah
tersebut. Namun, saat ini dikenal pemeriksaan bukti tanah dengan cara pemeriksaan setempat.
Pemeriksaan mengenai sengketa pertanahan diatur oleh Mahkamah Agung melalui SEMA
Nomor 7 Tahun 2001 dimana hakim yang memeriksa perkara untuk mengadakan
Pemeriksaan Setempat atas objek perkara, baik atas permintaan Para Pihak atau inisiatif
Hakim itu sendiri.1 Lebih lanjut mengenai Descente atau Pemeriksaan Setempat akan kami
bahas pada tulisan ini.
1.2 Rumusan Masalah
1
Kevin Bhaskara Sibarani, “Pemeriksaan Setempat (descente) Dalam Hukum Pembuktian
Perkara Perdata”,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14309/Pemeriksaan-Setempat-descente-Dalam-Hukum
-Pembuktian-Perkara-Perdata.html, dakses 4 April 2023.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini selain untuk memenuhi kewajiban dari mata
kuliah Hukum Pembuktian, tujuan penulisan karya tulis ini antara lain;
2
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 781.
3
A. Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm.
35.
sumpah. Namun, terdapat beberapa hal lain yang dapat dijadikan sebagai alat bukti demi
memberikan kepastian hukum bagi peristiwa atau objek yang menjadi sengketa.
Alat bukti yang tidak termasuk ke dalam pasal terkait alat bukti adalah pemeriksaan
setempat (descente) dan keterangan ahli. Kedua hal tersebut tidak termasuk ke dalam Pasal
164 HIR, 284 R.Bg, dan 1866 KUHPerdata, tetapi terdapat beberapa pendapat yang
menjadikan descente sebagai alat bukti. Salah satu pendapat dikemukakan oleh Sudikno M.,
S.H. yang berpendapat bahwa descente merupakan pemeriksaan perkara oleh hakim yang
karena jabatannya dilakukan di luar dari tempat pengadilan yang dilakukan hakim agar
mendapatkan gambaran atau keterangan untuk kepastian mengenai peristiwa sengketa.4
Descente memiliki dasar hukum, yaitu Pasal 180 R.Bg dan 153 HIR yang
menyebutkan bahwa ketua yang memandang perlunya suatu pemeriksaan setempat dapat
menunjuk satu sampai dua orang komisaris yang dibantu panitera untuk mengadakan
pemeriksaan di tempat yang bertujuan mendapat keterangan tambahan. Pemeriksaan setempat
juga diatur dalam SEMA Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2001 tentang pemeriksaan
setempat yang menyebutkan mengenai masih banyak perkara perdata yang setelah suatu
putusan dijadikan berkekuatan hukum tetap tidak bisa dilakukan eksekusi karena objek
sengketa yang masih kurang jelas terkait letak, jenis, luas, dan batasnya.5
2.1.1. Kekuatan Pembuktian Descente
Meskipun secara formil Descente sebagai alat bukti masih dijadikan perdebatan oleh
para ahli, dalam praktiknya memang diperlukan fasilitas khusus untuk mengetahui secara
lebih jelas terkait detail dari suatu perkara. Seringkali, keterangan-keterangan dalam
persidangan masih banyak yang bertentangan dan sulit untuk memutuskan keterangan mana
yang menjadi valid akan suatu objek persengketaan.
Dalam keadaan tertentu mengenai fakta-fakta perkara untuk diketahui secara lebih
mendalam, diperlukan suatu pemeriksaan setempat demi mendapatkan fakta-fakta yang lebih
jelas. Dengan demikian, pemeriksaan setempat dapat menjadi keterangan yang dapat
membuktikan kepastian mengenai lokasi, ukuran, dan batas-batas objek sengketa. Keterangan
tersebut menjadi keterangan tambahan sebagai pendukung alat bukti dalam hal memperkuat
kekuatan nilai pembuktian dan dasar untuk hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.6
2.2. Pelaksanaan Descente secara Elektronik
4
FJP Law Office, "Pemeriksaan Setempat ( descente )", https://fjp-law.com/id/pemeriksaan-setempat-descente/,
diakses 4 April 2023
5
Fakultas Hukum Universitas Udayana bagian Hukum Acara , Buku Ajar Hukum Acara dan Praktek Peradilan
Perdata , (Denpasar: Universitas Udayana, 2016), hlm. 32.
6
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1998), hal. 789
Pada tahun 2018, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung
(perma) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penanganan Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.
Setelah itu, Perma dicabut dan diganti dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2019 tentang Administrasi dan Proses Peradilan Secara Elektronik. Sederhananya. Secara
sederhana, descente secara elektronik dapat diartikan sebagai penyidikan terhadap objek
sengketa atau seseorang yang ingin didengar kesaksiannya, dengan bantuan teknologi
informasi dan komunikasi, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan oleh komisioner
atau majelis hakim. objek atau orang tanpa pergi ke lokasi objek atau orang tersebut. Dalam
teori hukum perdata, Descente pada hakikatnya adalah putusan sebagaimana biasa, hanya
tempat pelaksanaannya saja yang berbeda.
Sehingga, prinsip-prinsip hukum acara yang berlaku pada pelaksanaan descente
adalah sama dengan hukum acara yang berlaku pada sidang pemeriksaan dalam ruang sidang.
Jika dalam sidang pemeriksaan perkara, khususnya pembuktian, dapat dilakukan secara jarak
jauh (Pasal 24 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik), maka, idealnya, descente juga
dapat diselenggarakan dengan jarak jauh atau secara elektronik. Secara prinsip, hukum acara
yang berlaku pada sidang descente konvensional, juga harus diterapkan dalam descente
secara elektronik. Perbedaan yang paling mendasar antara descente konvensional dengan
descente secara elektronik adalah dalam descente konvensional, hakim komisaris atau majelis
hakim harus mendatangi lokasi objek atau person yang diperiksa, adapun dalam descente
secara elektronik, hakim komisaris atau majelis hakim tetap berada di ruang sidang dan
melakukan pemeriksaan terhadap objek atau person yang diperiksa dengan menggunakan
bantuan perangkat audio-visual yang memungkinkan bagi hakim untuk melihat, mendengar,
dan mengamati objek yang diperiksa secara online.7 Adapun bagi pihak berperkara, dapat
ditentukan kehadirannya secara kondisional: apakah cukup menghadiri descente secara
elektronik, atau perlu datang langsung di lokasi pemeriksaan. Hal yang perlu ditekankan
dalam descente secara elektronik, sebagaimana ditekankan dalam hukum acara pembuktian
secara jarak jauh (Pasal 24 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik), adalah:
1. Pelaksanaan descente secara elektronik harus terlebih dahulu mendapat kesepakatan
dari pihak-pihak;
7
Fakhrur Amam, Hukum Acara Elektronik di Pengadilan Agama, Era Baru Sistem Peradilan di Indonesia,
(Sidoarjo, Nizama Learning Center, 2019), hal 83.
2. Pelaksanaan descente secara elektronik harus menggunakan media komunikasi
audio-visual, tidak dibenarkan hanya dengan menggunakan media audio saja, atau
visual saja;
3. Media yang digunakan harus dapat memungkinkan semua pihak untuk terlibat aktif
dalam persidangan descente;
4. Menggunakan infrastruktur pengadilan, atau dalam konteks tertentu, dapat pula
menggunakan infrastruktur dari luar pengadilan;
Adapun panjar biaya yang mungkin timbul dari descente secara elektronik seperti
biaya pembelian paket data dan honor admin IT dibebankan sesuai dengan amar putusan sela
descente. Dalam tataran teknis, perlu diformulasikan lebih lanjut perangkat keras (hardware)
dan lunak (software) apa yang paling tepat digunakan dalam descente secara elektronik. Juga
perlu dirumuskan siapa petugas operator IT yang ditunjuk untuk membantu hakim untuk
memeriksa objek. Semua teknis dan perangkat dukung penyelenggaraan descente secara
elektronik dapat diatur dalam aturan pelaksanaan oleh masing-masing direktorat jenderal
badan peradilan. Terdapat perbedaan keleluasaan hakim dalam memeriksa objek antara
descente secara langsung dengan descente secara elektronik. Berikut merupakan pemeriksaan
descente, yang secara teknis, sangat memungkinkan untuk dilakukan secara elektronik:
Selain tanah, objek-objek benda tidak bergerak merupakan objek yang didirikan di
atas tanah (bangunan), gilingan, pohon, mesin dan perkakas produksi dalam pabrik,
reruntuhan bangunan, dan lain-lain (Pasal 506, 507 dan 508 KUH Perdata). Selain itu, benda
tidak bergerak juga termasuk kapal dengan berat kotor minimal 20 Meter kubik (Pasal 314
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Objek-objek tersebut dalam pemeriksaan sejatinya
tidak mengharuskan mengetahui ukuran sisi-sisi, batas-batas, dan letak seperti descente
terhadap sebidang tanah, sehingga objek-objek tersebut memungkinkan untuk diperiksa
dengan descente secara elektronik.
4. Pemeriksaan saksi yang tidak dapat dihadirkan dalam sidang karena sakit, cacat, atau
berhalangan untuk menghadiri sidang di pengadilan dalam tempo yang lama
Jika dalam suatu pemeriksaan perkara hakim menilai perlu mendengar keterangan
seorang saksi, sedangkan saksi tersebut tidak dapat dihadirkan dalam sidang karena sakit,
cacat, atau berhalangan untuk hadir ke persidangan, maka sesuai Pasal 169 R.Bg memberikan
solusi agar keterangan saksi tersebut didengarkan oleh majelis hakim di tempat tinggal saksi
tersebut.
Contohnya adalah kasus perceraian. Akta nikah yang biasanya dikuasai oleh salah
satu pihak (tergugat) sejatinya dapat dilakukan pengecekan secara elektronik melalui
pengecekan arsip yang ada di KUA.
INTERNET
FJP Law Office. "Pemeriksaan Setempat ( descente )".
https://fjp-law.com/id/pemeriksaan-setempat-descente/. diakses 4 April 2023.
Kevin Bhaskara Sibarani. “Pemeriksaan Setempat (descente) Dalam Hukum Pembuktian
Perkara Perdata”.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14309/Pemeriksaan-Setempat-descent
e-Dalam-Hukum-Pembuktian-Perkara-Perdata.html. dakses 4 April 2023.