Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL SKRIPSI

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGRUSAKAN TANAMAN

EUCALYPTUS

(Studi Putusan Perkara Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT)

Diajukan Salah Satu Syarat Untuk

Mengikuti Seminar Proposal

Oleh :

NAMA : SITI AMINAH

NIM : 1974201101

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PERSADA BUNDA

2022
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGRUSAKAN TANAMAN

EUCALYPTUS

(Studi Putusan Perkara Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT)

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan mengenai negara

hukum dapat dijumpai dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah

Amandemen (selanjutnya disebut UUD Amandemen). Berbeda dengan UUD

1945 sebelum Amandemen (selanjutnya disebut UUD 1945), bahwa mengenai

Negara hukum tidak secara ekplisit dicantumkan dalam batang tubuh. Jika

dicermari dalam UUD 1945, bahwa kalimat mengenai “hukum” dapat dibaca

dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945yang berbunyi “Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Berbicara mengenai hukum, maka tidak lepas dari paham rule of law yang

mempersyaratkan adanya tiga prinsip dasar, yaitu:

1. supremace of law, yaitu segala tindakan negara dan warga negara harus

dilakukan berdasar atas hukum atau tidak bertentangan dengan hukum;

2. equality before the law,yaitu setiap orang memiliki kedudukan yang

sama di hadapan hukum dan karenanya harus diperlakukan sama;

3. due process of law, yaitu proses penegakan hukumharus diabadikan

bukan semata demi tegaknya hukum, melainkan demi tegaknya

keadilan dan kepastian hukum. Oleh karena itu proses penegakan

1
hukum tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang justru

bertentangan dengan hukum melainkan harus dengan mengindahkan

harkat dan martabat manusia beserta hak-hak yang melekat

padanya.Hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif

yang mengatur dan menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu

terhadap setiap penyimpangan terhadapnya.

Di Indonesia sendiri memiliki Hukum Acara untuk mengatur proses

jalannya penegakan hukum ini.menurut R Subekti, berpendapat bahwa hukum

acara itu mengabdi kepada hukum materiil, maka dengan sendirinya setiap

perkembangan dalam hukum materiil itu sebaik selalu diikuti dengan

sesuaihukum acaranya.

Secara umum, istilah ini diartikan sebagai ketentuan hukum yang mengatur

proses beracara di pengadilan mengenai penyelesaian pertikaian perkara

(adjective low).Hukum acara dibuat untuk menjamin adanya sebuah proses hukum

yang semestinya dalam menegakkan hukum. Jadi rangkaian aturan yang mengatur

tata cara mengajukan suatu perkara ke suatu badan peradilan (pengadilan), serta

cara-cara hakim memberikan putusan, disebut dengan hukum acara.( Abdoel

Djamali, 2010).

Hukum acara mengatur cabang-cabang hukum yang umum, seperti hukum

acara pidana dan perdata. Masing-masing negara yang memiliki yurisdiksi dan

kewenangan mahkamah yang beragam memiliki aturan yang berbeda-beda

mengenai hukum acara.Umumnya, hukum acara di seluruh dunia memiliki unsur-

2
unsur yang serupa, meski memiliki aturan yang berbeda-beda. Hukum acara

memastikan hukum ditegakkan secara adil dan semestinya. Hukum acara

mengatur tata cara pendakwaan, pembuktian, pemberitahuan, dan pengujian

hukum materil demi terlaksananya hukum.

Hukum acara dikenal juga sebagai hukum prosedur atau peraturan keadilan.

Ini merupakan serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur tata cara

dijalankannya persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha

negara.Berdasarkan fungsinya, hukum dibedakan menjadi hukum materiil dan

hukum formil atau hukum acara. Namun bagaimana jika Dalam beberapa perkara

pidana yang sedang berjalan, ternyata ada perkara perdata juga yang sedang

berjalan. (Haposan Siallagan, 2010,78-79)

Pada dasarnya sudah ada peraturan yang mengatur mengenai perkara yang

harus didahulukan apabila terjadinya sengketa perdata dan pidana secara

bersamaan. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1950 Tentang Susunan, Kekuasaan, dan

Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia (UU NO.1/1950) pada Pasal 131

disebutkan bahwa: “Jika dalam jalan-pengadilan ada soal yang tidak diatur dalam

Undang-Undang, maka Mahkamah Agung dapat menentukan sendiri secara

bagaimana soal itu harus diselesaikan.” Didasari hal tersebut, Mahkamah Agung

(MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma

No.1/1956). Disebutkan dalam Pasal 1 Perma No.1/1956 bahwa: “Apabila

pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas

suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka

pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu

3
putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak

adanya hak perdata itu.” Sehingga seharusnya sudah menjadi jelas bahwa dalam

terjadinya perkara perdata dan pidana, dapat dilakukan pemutusan terlebih dahulu

perkara perdata sebelum memutus perkara pidana.

Namun Seperti pada kasus terdakwa pada Nomor perkara pidana

257/Pib.B/2021/PN.Rgt yang telah terjadi pengerusakan diatas tanah objek

perkara perdata, pada saat terjadinya tindak pidana diatas objek perkara proses

perdata masih berlangsung, terhadap kasus ini terdakwa di proses secara pidana

terlebih dahulu, yang mana dapat di ketahui bahwa kasus terdakwa harus

diselesaikan secara Perdata atas pengrusakan lahan, yang mana pada nyatanya

menurut pengakuan terdakwa bahwa tanah tersebut merupakan areal tanaman

eucalyptus yang di tebang merupakan tanah miliknya sendiri, bahwa pada

nyatanya tanah di wilayah itu dan batas dengan PT BBSI dengan tanah

masyarakat tidak memiliki tapal batas hanya memakai titik koordinat saja. Harus

nya pada perkara pidana ini harus di berhentikan atau ditunda hingga perkara

perdata terhadap sengketa tanah ini selesai.

Tetapi pada nyatanya di Putus pada Pengadilan Rengat dengan Nomor

257/Pid.B/2021/PNRgt. dimana Putusan yang berisi Membebaskan Terdakwa.

Sedangkan dalam Pasal 406 (l) ditetapkan bahwa: "Barang siapa dengan sengaja

dan dengan melawan hak membinasakan, merusak, membuat hingga tidak dapat

di pakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau

sebagia1mya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya 2 ( dua)

4
tahun 8 ( delapan) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,- ( empat ribu

lima ratus rupiah)”.

Dapat diketahui bahwa Hal ini karena berdasarkan tahapan pembuktian inilah

terjadi suatu proses atau perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar atau

salahnya si terdakwa atas suatu perkara pidana di dalam sidang pengadilan. Untuk

menentukan apakah orang yang didakwakan tersebut bersalah atau tidak,

kesalahannya harus dapat dibuktikan paling sedikit dengan dua jenis alat bukti

seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 183

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya”( Adami Chazawi SH. 2008,28)

Dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan hal yang penting saat

pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena berdasarkan tahapan

pembuktian inilah terjadi suatu proses atau perbuatan membuktikan untuk

menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa atas suatu perkara pidana di dalam

sidang pengadilan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang akan

penulis bahas adalah sebagai berikut:

5
1. Bagaimana kewenangan pengadilan dalam memutuskan perkara tindak

pidana pengrusakan tanaman Eucalyptus dalam putusan

Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT ?

2. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana

pengrusakan tanaman Eucalyptus dalam putusan

Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui kewenangan pengadilan dalam memutuskan perkara

tindak pidana pengrusakan tanaman Eucalyptus dalam putusan

Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT

b. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara

tindak pidana pengrusakan tanaman Eucalyptus dalam putusan

Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam suatu penelitian mencakup manfaat teoritis dan manfaat

praktis, adapun manfaat yang di pakai penelitian adalah sebahgai berikut:

a. Manfaat teoritis:

1) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan referensi

tentang Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana.

6
2) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum acara pidana dan

hukum acara Perdata.

3) Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi

di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian

sejenisdi masa yang akan datang.

a. Manfaat praktis

1) Untuk memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat

luas mengenai Hukum Acara Indonesia.

2) Untuk menjadi ilmu yang di peroleh penulis dan peneliti lain di

Fakultas Hukum Persada Bunda Pekanbaru

E. Kerangka Teori

1. Teori Kewenangan

Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang diartikan sebagai

hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.

Kewenanangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan yang diberikan oleh Undang-

Undang atau dari kekuasaan eksekutif administrasi.(Ateng Syafrudin,2000,22)

Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat

hukum(Indrohato, 1994,65)

Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering

ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering

7
disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan

dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan sering

disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan

dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang

diperintah” (the rule and the ruled).( Miriam Budiardjo, 1998, 35-36).

Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas,

penulis berkesimpulan bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang

berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan

formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu

spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan

kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu

yang tersebut dalam kewenangan itu.

2. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan

penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara

ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.

Secara konsepsional, inti dari penegakkan hukum terletak pada kegiatan

meyerasikan hubungan nilai-nilai terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang

mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Konsepsi yang mempunyai dasar filisofis tersebut memerlukan penjelasan lebih

lanjut sehingga akan tampak lebih konkrit(Soerjono Soekanto,1983, 7)

8
Penegakan hukum menurut pendapat Soerjono Soekanto adalah kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah,

pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya dalam sikap,

tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan

kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum menurut A. Hamid S. Attamimi seperti yang dikutip

Siswanto Sunarno pada hakikatnya adalah penegakan norma-norma hukum,

baik yang berfungsi suruhan (gebot, command) atau berfungsi lain seperti

memberi kuasa (ermachtigen, to empower),membolehkan (erlauben, to permit),

dan menyimpangi (derogieren, to derogate). Lebih lanjut Siswanto Sunarno

mengatakan bahwa dalam suatu negara berdasarkan atas hukum materiil atau

sosial yang bertekad memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa maka penegakan hukum peraturan perundang-undangan tidak

dapat dicegah.

Andi Hamzah mengemukakan penegakan hukum disebut dalam bahasa

Inggris Law Enforcement, bahasa Belanda rechtshandhaving. Beliau mengutip

Handhaving Milieurecht, 1981, Handhaving adalah pengawasan dan penerapan

(atau dengan ancaman) penggunaan instrumen administratif, kepidanaan atau

keperdataan dicapailah penataan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku

umum dan individual. Handhaving meliputi fase law enforcement yang berarti

penegakan hukum secara represif dan fase compliance yang berarti preventif.

Manusia di dalam pergaulan hidup pada dasarnya mempunyai pandangan

tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan

9
tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya ada

pasangan dengan nilai ketentraman, pasanganan nilai kepentingan umum

dengan nilai kepentingan pribadi dan seterusnya. Dalam penegakkan hukum

pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan. Pasangan nilai yang diserasikan

tersebut memerlukan penjabaran secara konkret karena nilai lazimnya

berbentuk abstrak. Penjabaran secara konkret terjadi dalam bentuk kaidah

hukum, yang mungkin berisi suruhan larangan atau kebolehan. Kaidah tersebut

menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap

pantas atau yang seharusnya.

Penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-

keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut keinginan hukum disini

tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat Undang-Undang yang

dirumuskan dalam peraturan hukum. Peraturan hukum itu. Perumusan

pemikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut

menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan.( Satjipto

Raharjo,2009, 25) Penegakan hukum berfungsi sebagai perlindungan

kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus

dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai

tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang

telah dilanggar harus ditegakkan.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi

penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.

10
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau

berfungsinya normanorma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam

lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat

dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide

dan konsepkonsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.

( Dellyana,Shant.1988,32)

Di Indonesia sendiri penegakan hukum dilakukan oleh para penegak hukum

seperti polisi, jaksa, hakim maupun pengacara. Para penegak hukum ini

bertugas untuk menjaga hukum agar tetap dipatuhi oleh masyarakat. Penegakan

hukum berfungsi menjaga hukum dapat berjalan efektif, mengatur masyarakat

untuk menuju masyarakat yang lebih baik lagi. Negara Indonesia berdasarkan

atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa

Indonesia merupakan bagian dari negara hukum yang menjunjung tinggi hukum

sebagai kedaulatan tertinggi. Sebagai penegak hukum, pemerintah wajib

menjaga dan memelihara ketertiban yang ada di masyarakat dengan cara

melakukan penegakan hukum terhadap masyarakat yang melakukan

pelanggaran-pelanggaran hukum.

3. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah Sistem Norma. Norma adalah

pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan

menyertakan beberapa peraturan tentang apayang harus dilakukan. Normanorma

adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi

11
aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku

dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun

dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi

masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.

Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian

hukum.(Peter Mahmud Marzuki,2008,158)

Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas,

yaitu sebagai berikut:

( Dwika)

1. Asas kepastian hukum (rechtmatigheid), Asas ini meninjau dari sudut

yuridis.

2. Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas ini meninjau dari sudut filosofis,

dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan

pengadilan.

3. Asas kemanfaatan hukum (zwech matigheid atau doelmatigheid atau utility)

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan

kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum,

sedangkan Kaum Fungsionalis Mengutamakan kemanfaatan hukum, dan

sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa injuria, summa lex,

summa crux” yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali

keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan

merupakan tujuan hukum satusatunya akantetapi tujuan hukum yang paling

substantif adalah keadilan.( Dominikus Rato,2010,59)

12
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama,

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh Negara terhadap individu(Riduan Syahrani,1999, 23)

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang

didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung

melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut

pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini,

tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.

Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya

membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan

hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan

atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian hukum.

E. Kerangka Konseptual

1. Kajian yuridis adalah Tinjauan yuridis dapat diartikan sebagai kegiatan

pemeriksaan yang teliti, pengumpulan data atau penyelidikan yang dilakukan

secara sistematis dan objektif terhadap sesuatu menurut atau berdasarkan

hukum dan undang-undang.( https://brainly.co.id/)

2. Tindak Pidana

13
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang

mengakibatkan pembuatnya dapat dipidana. Sehubungan dengan uraian di

atas, maka penulis menguraikan unsur-unsur tindak pidana.

3. Pengrusakan Tanaman

Pada dasarnya, merusak tanaman milik orang lain berarti merusak barang

milik orang lain. Mengenai pengrusakkan barang milik orang lain, hal tersebut

diatur dalam Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(“KUHP”) yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,


merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Unsur-unsur Pasal 406 ayat (1) KUHP adalah sebagai berikut:

1.    Barang siapa (seseorang);

2.    Dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan menghancurkan,


merusakkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan;

3.    Barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. 

Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh lebih dari satu orang, maka

berdasarkan Pasal 412 KUHP hukuman dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP (2 tahun

8 bulan) akan ditambah dengan sepertiganya.

Akan tetapi, ini hanya berlaku apabila kerugian yang diderita oleh korban

lebih dari Rp. 250,- (dua ratus lima puluh rupiah), yang berdasarkan Pasal 1

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP,

14
jumlah tersebut telah dikonversi menjadi Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu

rupiah). Sehingga apabila jumlah kerugian akibat perusakan tanaman tersebut

tidak lebih dari Rp. 2.500.000,-, maka pasal yang akan digunakan adalah Pasal

407 ayat (1) KUHP dan atas perusakan yang dilakukan bersama-sama tersebut

tidak dapat dikenakan Pasal 412 KUHP.

4. Eucalyptus

Pohon Eucalyptus merupakan pohon asli benua Australia. Bentuk

pohonnya tinggi dan lurus. Sifatnya yang tidak tahan terhadap cuaca dingin

menyebabkan pohon ini hanya bisa tumbuh di daerah-daerah subtropis dan

tropis. Kebakaran hutan dapat terjadi akibat daun Eucalyptus yang mudah

terbakar.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif.

Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.( Soerjono Soekanto & Sri

Mamudji,2003,13) Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum

doktrinal. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah

suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. ( Peter

Mahmud Marzuki,2010,35) Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau

15
hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas”.( Amiruddin dan H. Zainal Asikin,

2006,118)

Sifat penelitian dalam proposal tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis.

Penelitian bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang

menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan

hukum.( Soerjono Soekanto, Dalam hal ini, penelitian ini akan menggambarkan

konsep dan teori mengenai Analisis Hukum Putusan Perkara Nomor

257/Pid.B/2021/Pn.rgt. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan peraturan perundangan (statue approach) yang menggunakan

peraturan perundangan terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kasus (cases approach) dengan

menggunakan putusan-putusan terkait dengan kerugian keuangan negara.

2. Jenis Dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier, yaitu:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang utama, sebagai bahan

hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang mempunyai

otoritas, Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan

segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum.

16
Bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan perundang-undangan,

yurisprudensi atau keputusan pengadilan, dan perjanjian internasional

(traktat). Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan

perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki,(Peter Mahmud

Marzuki,2006, 141) seperti peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan penelitian ini.

Dalam hal ini peneliti menggunakan

1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD Tahun 1945)

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1964 Tentang

Peraturan Hukum Pidana (KUHP).

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

5) Putusan Perkara Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan

perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, dan berita internet.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah merupakan bahan hukum yang dapat

menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder,

yang berupa kamus, ensiklopedia, leksikon dan lain- lain.

17
3. Metode Dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum

Di dalam penelitian pada umumnya dikenal dengan tiga jenis , alat

pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau

observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat digunakan

masing-masing atau bersama-sama.(Soekanto,2008,21)

4. Analisis Data Dan Metode Penarikan Kesimpulan

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa kajian atau

telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah

didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai

kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik,

mendukung, menambaha atau member komentar dan kemudian membuat suatu

kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori

yang telah dikuasainya.

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis

secara normatif kualitatif, analisis tersebut dilakukan dengan memilih peraturan-

peraturan hukum tentang. Langkah selanjutnya membuat sistematika kaidah-

kaidah hukum dalam peraturan tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi yang

relevan dengan objek permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.(Bambang

Sunggono,2001, 195-196) Metode penarikan kesimpulan yang digunakan dalam

penelitian ini dengan menggunakan teknik induktif, yakni

menguraikan/menjelaskan persoalan dari khusus ke umum.

18
H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam mengikuti sajian pembahasan Skripsi ini

nantinya, penulis menguraikan secara singkat Bab demi Bab terkait, yaitu

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Kerangka teori

1.6 Kerangka Konseptual

BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Sifat / Jenis Penelitian

2.2 Jenis dan Sumber Data

2.3 Metode Dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum

2.4 Analisis data dan metode penarikan kesimpulan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kewenangan pengadilan dalam memutuskan perkara tindak pidana

pengrusakan tanaman Eucalyptus dalam putusan

Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT

19
5.2 Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana

pengrusakan tanaman Eucalyptus dalam putusan

Nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

20
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Amiruddin dan H. Zainal Asikin,2006 Pengantar Metode Penelitian Hukum,


Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,

Ateng Syafrudin,2000, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang


Bersih Bakti, 1994, Bandung,

Budiardjo, Miriam, 1998

Chazawi, Adami, 2008., Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Penerbit


Alumni, Bandung.

Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

Dellyana, Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty

Djamali, Abdoel, 2010., Pengantar Hukum Indonesia, PT. Raja Grafindo Presda,
Jakarta.

Dwika, “Keadilan Dari Dimensi Sistem Hukum”,

Makarao, Moh. Taufik dan Suharsil, 2010Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan
Praktek (Bogor: Ghalia Indonesia,)

Marzuki, Peter Mahmud, 2006, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta,

___________________, 2008 Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta,

___________________, 2010,Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Jakarta,

Raharjo, Satjipto. 2009, Penegakan Hukum Sebagai Tinjauan Sosiologis. Genta


Publishing. Yogyakarta.

Rato, Dominikus, 2010 Filsafat Hukum Mencari: memahami dan memahami


hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta,

Siallagan, Haposan, 2010 “Masalah Putusan Ultra Petita Dalam Pengujian

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif : Suatu
Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1986.

21
________________,1983,Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan
Hukum. Raja Grafindo. Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2001, Metode Penelitian Hukum ,Suatu Pengantar, PT.


Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Syahrani, Riduan, 1999, Rangkuman intisari ilmu hukum, penerbit Citra Aditya
Bakti, Bandung,

B. Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD


Tahun 1945)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1964 Tentang Peraturan


Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

C. Internet dan lainnya

https://brainly.co.id/

perkara nomor:257/Pid.B/2021/PN.RGT

22

Anda mungkin juga menyukai