Anda di halaman 1dari 4

J.

Penemuan Hukum Progresip

Disini kita tidak akan membahas lebih dalam penemuan hukum progresip
ini, kita cukup mengetahui karakteristik hukum progresip yang diperkenalkan
oleh Satjipto Rahardjo Guru Besar Undip Semarang, sebagai berikut:

1. Hukum adalah mengabdi kepada manusia.

2. Hukum progresip akan tetap hidup karena hukum akan selalu berada pada
statusnya sebagai law in the making, dan tidak pernah bersifat final, maka
hukum selalu menata kehidupan masyarakat.

3. Dalam hukum progresip, selalu melekat etika dan moralitas kemanusiaan


yang merespon kebutuhan dan perkembangan manusia, serta mengabdi kepada
kepedulian, keadilan, kesejahteraan, kemakmuran manusia pada umumnya.

K. Penemuan Hukum Yang Mengemuka

Beberapa penemuan hukum yang pernah ada, dan menjadi suatu


pembentukan hukum baru melalui yurisprudensi yang terkenal, antara lain:

1. Dalam bidang hukum perdata, (Sumber: Makalah Prof. Komariah Emong


Guru Besar Unpad, 10 Juni 2006) antara lain:

a. Dikukuhkannya janda sebagai ahli waris

b. Anak angkat yang memperoleh bagian waris yang sama dengan


anak kandung.

c. Diperkenankannya seorang wanita yang belum menikah


mengangkat anak melalui adopsi.

d. Mahkamah Agung menolak gugatan Presiden Soeharto atas


pencemaran nama baik yang dilakukan oleh New York Times dengan
pemuatan gambar joker dalam kartu “remi”, tetapi menyatakan sebagai
perwujudan kebebasan pers.

2. Dalam bidang hukum pidana, (Sumber untuk a dan b: Pembahasan


Permasalahan KUHAP Yahya Harahap hal 520-521) sbb:
a. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 275K/Pid/1983 tanggal 15
Desember 1983. Putusan ini benar-benar contra legem dengan rumusan
Pasal 244 KUHAP. Pasal 244 ini secara tegas menentukan terhadap
“putusan bebas” tidak dapat diajukan pemeriksaan kasasi. Tetapi dalam
putusan tersebut Mahkamah Agung telah menerima dan
memperkenankan kasasi terhadap putusan bebas. Alasannya: demi
terciptanya pembinaan penegakan hukum secara tepat dan adil.

Jadi demi tegaknya undang-undang dan menegakkan keadilan,


Mahkamah Agung terpaksa “melanggar” undang-undang, dan dari
pelanggaran ini diciptakan hukum baru sebagai yurisprudensi yang akan
menjadi panutan bagi semua peradilan. Hukum baru yang dicipta dari
pelanggaran bunyi undang-undang itu ialah: “terhadap putusan bebas
dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi oleh penuntut umum”.

b. Contoh lain yang dianggap aktual, Putusan Mahkamah Agung


Nomor 471 K/Kr/1979 tanggal 7 Januari 1982. Dalam putusan ini
Mahkamah Agung menciptakan yurisprudensi pemidanaan. Sebelum
putusan ini, Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi menganggap
dirinya tidak berwenang menilai tentang “berat ringannya” hukuman
yang dijatuhkan (dianggap ini pekerjaan judex factie). Akan tetapi dalam
putusan ini Mahkamah Agung telah membatalkan putusan Pengadilan
Tinggi Banjarmasin tanggal 17 April 1979 Nomor 78/1979. Pengadilan
Tinggi tersebut dalam putusannya telah memperbaiki hukuman yang
dijatuhkan Pengadilan Negeri Balikpapan tanggal 7 Juli 1978 Nomor
15/1977, dari 7 tahun 6 bulan penjara menjadi 2 tahun 6 bulan. Atas
perbaikan putusan ini, jaksa mengajukan permohonan kasasi. Ternyata
Mahkamah Agung membenarkan keberatan kasasi jaksa dengan alasan
pertimbangan “pengurangan hukuman yang dilakukan Pengadilan Tinggi
adalah kurang dasar pertimbangannya, karena pengurangan 7 tahun 6
bulan penjara hingga 2 tahun 6 bulan untuk kejahatan korupsi yang oleh
undang-undang diancam pidana seumur hidup maka 2 tahun 6 bulan tidak
memadai dilihat dari segi , edukatif, preventif, korektif, maupun
represif.

Mahkamah Agung melihat dalam Putusan Pengadilan Tinggi, tidak


terdapat persesuaian antara pernyataan bersalah dengan pidana yang
dijatuhkan , jelas dilihat dalam utusan ini penciptaan hukum baru: jika
dalam putusan pengadilan tidak terdapat persesuaian anatara pernyataan
kesalahan yang dilakukan terdakwa dengan berat hukuman pidana yang
dijatuhkan, Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi dapat
menilainya, sehingga hukuman yang dijatuhkan itu memadai bagi tujuan,
preventif, edukatif korektif dan represif.

c. Dalam kasus pembobolan dana Bank BNI New York, hakim


memberikan penapsiran luas terhadap unsur “mengambil” dalam tindak
pidana pencurian, sehingga penggunaan alat komputer (dengan menekan
satu panel/tombol pada key board komputer) disamakan dengan
lichamelijk gedraging (mengambil).

d. Dalam kasus Rahardi Ramelan dan Adam Damiri di Pengadilan


HAM hakim menerima teleconference sebagai cara yang sah dari
kehadiran saksi.

e. Dalam kasus “Mochtar Pakpahan” hakim menyatakan bahwa


demonstrasi (waktu itu sedang terjadi era reformasi) bukanlah sebagai
pernyataan permusuhan terhadap negara sebagaimana terdapat dalam
unsur Pasal 154 KUHP.

5. Dalam kasus “Bambang Harymurti Tempo” Mahkamah Agung


menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 40/1998 tentang Pers adalah
lex speciali dan karenanya dalam kasus tersebut tidak dapat digunakan
Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.

L. Penutup

1. Penemuan hukum pada dasarnya merupakan kegiatan sehari-hari para


yuris, yaitu baik para akademisi maupun para praktisi yang bisa terjadi
pada semua bidang ilmu hukum. Para advokat, polisi, jaksa dan hakim,
malah bagi pembentuk undang-undang sendiri. Penemuan hukum adalah
suatu pekerjaan yang sangat penting dari ilmu hukum (teori hukum) dan
praktek hukum. Tetapi berbeda dengan penemuan hukum oleh para
ilmuwan hukum sebagai hasil dari penelitiannya, yang berrsifat teoritis
terhadap suatu masalah hukum tertentu serta tidak terikat dalam batas-
batas waktu, dalam praktek hukum hakim harus memperlihatkannya di
dalam putusan dalam waktu yang sudah ditentukan oleh waktu.
2. Pada awal dari tulisan ini sudah dijelaskan bahwa tugas pengadilan
adalah untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara dan pengadilan
dilarang meolak suatu perkara untuk diperiksa dengan alasan undang-
undang tidak lengkap dan tidak ada yang mengaturnya. Oleh karena itu
setiap perkara haruslah diterima, diperiksa dan diputus, seiring dengan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, hakim yang memeriksa haruslah
menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan yang sudah
ditentukan yang antara lain adalah untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Dengan demikian suatu tugas penyelesaian perkara dalam
hubungannya dengan penemuan hukum, tidak terjadi suatu kesewenang-
wenangan. Pembentukan hukum yang diciptakan karena penemuan
hukum dalam hubungannya dengan kebebasan hakim, tugas hakim
tersebut harus selalu dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip
penyelenggaraan peradilan yang baik, tetap memperhatikan fakta
hukumnya, dasar-dasar/norma, kaidah hukum yang menjadi dasar kasus
konkrit yang dihadapkan kepadanya, mengharmonisasikan antara fakta
dan kaidah hukum tersebut dengan menggunakan metode yang
diperkenankan, serta mengabstraksikan dengan baik.

3. Demikian mata kuliah Penemuan Hukum yang disampaikan, yang secara


garis besar telah diuraikan , setidak-tidaknya gambaran tentang
Penemuan Hukum telah diperoleh. Namun dengan menambah literatur
lainnya tentu saja semakin lengkaplah pengetahuan dari seluruh
mahasiswa.-

Anda mungkin juga menyukai