PENEMUAN HUKUM
OLEH :
B022181007
KENOTARIATAN ‘A’
1. Penemuan hukum yang didasarkan atas apresiasi hakim sendiri dengan dibimbing
oleh pandangannya atau pemikirannya secara mandiri, dengan berpijak pada
pandangan bahwa hukum itu ada untuk mengabdi kepada manusia.
2. Penemuan hukum yang bersandarkan pada nilai-nilai hukum, kebenaran dan keadilan,
serta juga etika dan moralitas.
Dengan mendasarkan pada karakteristik penemuan hukum yang progresif tersebut diatas,
maka dapat dijelaskan metode penemuan hukum yang progresif adalah sebagai berikut:
a. Metode penemuan hukum yang bersifat visioner dengan melihat permasalahan hukum
tersebut untuk kepentingan jangka panjang ke depan dengan melihat case by case.
b. Metode penemuan hukum yang berani dalam melakukan suatu terobosan (rule breaking)
dengan melihat dinamika masyarakat, tetapi berpedoman pada hukum, kebenaran, dan
keadilan serta memihak dan peka pada nasib dan keadaan bangsa dan negaranya.
Oleh karena itu secara faktual, tidak dapat ditentukan metode penemuan hukum yang
bagaimanakah yang dapat digunakan hakim dalam melakukan penemuan hukum yang
sesuai dengan karakteristik penemuan hukum yang progresif, karena dalam setiap perkara
atau kasus mempunyai bentuk dan karakteristik yang berlainan atau variatif sifatnya.
Sehingga hakim akan menggunakan metode penemuan hukum yang sesuai dengan kasus
yang dihadapinya (case by case), apakah itu salah satu metode interpretasi hukum ataukah
salah satu dari metode konstruksi hukum atau hanya berupa gabungan dari beberapa
metode interpretasi hukum atau konstruksi hukum, ataukah sekaligus dari metode
interpretasi hukum dan konstruksi hukum sekaligus. Sebagaimana yang disebut tentang
metode penemuan hukum dalam perspektif hukum progresif, maka putusan hakim yang
sesuai dengan metode penemuan hukum yang progresif adalah:
a. Putusan hakim tidak hanya semata-mata bersifat legalistik, yakni hanya sekedar corong
undang-undang (la bouche de la loi) meskipun seharusnya hakim selalu harus legalistik
karena putusannya tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Putusan hakim tidak hanya sekedar memenuhi formalitas hukum atau sekadar memelihara
ketertiban saja, tetapi putusan hakim harus berfungsi mendorong perbaikan dalam
masyarakat dan membangun harmonisasi sosial dalam pergaulan
c. Putusan hakim yang mempunyai visi pemikiran kedepan (visioner), yang mempunyai
keberanian moral untuk melakukan terobosan hukum(rule breaking), dimana dalam hal
suatu ketentuan undang-undang yang ada bertentangan dengan kepentingan umum,
kepatutan, peradaban, dan kemanusiaan yakni nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,
maka hakim bebas dan berwenang melakukan tindakan contra legem, yaitu mengambil
putusan yang bertentangan dengan pasal undang-undang yang bersangkutan dengan
tujuan untuk mencapai kebenaran dan keadilan.
d. Putusan hakim yang memihak dan peka pada nasib dan keadaan bangsa dan negaranya
yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan untuk kemakmuran masyarakat serta
membawa bangsa dan negaranya keluar dari keterpurukan dalam segala bidang kehidupan.
Putusan hakim yang demikian diharapkan dapat mendorong pada perbaikan dalam
masyarakat dan membangun harmonisasi sosial dalam pergaulan antar anggota
masyarakat serta dapat dipergunakan sebagai sumber pembaharuan hukum.
CONTOH KASUS
Putusan hakim secara faktual banyak dihasilkan oleh para hakim, dan untuk itu
dibawah ini adalah beberapa contoh putusan hakim yang dapat diklasifikasikan sebagai
putusan hakim yang sesuai dengan metode penemuan hukum yang bersifat progresif :
1. Putusan MA No. 275 K/Pid/1983 Tanggal 15 Desember 1983, dalam Perkara Atas Nama
Terdakwa : Natalegawa
Dalam putusan ini, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa
Penuntut Umum terhadap putusan Pengadilan Negeri yang membebaskan terdakwa
Natalegawa. Padahal dalam Pasal 244 KUHAP ditegaskan bahwa : “Penuntut Umum tidak
diberi hak untuk melakukan kasasi”. Namun demikian, pada kenyataannya Mahkamah
Agung memberikan hak kepada Penuntut Umum untuk melakukan kasasi.
Penerimaan kasasi tersebut merupakan contra legem terhadap Pasal 244 KUHAP,
yang melarang pengajuan kasasi atas putusan bebas. Pasal 244 KUHAP menyatakan
bahwa : terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain dari MA, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Putusan dalam tingkat kasasi ini menguntungkan penduduk sekitar selaku pemilik
tanah disekitar waduk / bendungan Kedungombo, yang selalu menjadi korban keserakahan
dari kaum powerfull, yang biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan peraturan
perundangan-undangan.
Sebenarnya dibalik kasus waduk Kedungomobo ini, dapat dilihat sarat dengan
ambisi politik dari Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan agar terlihat
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan, tetapi hal tersebut dilakukan
diatas penderitaan rakyat yang diinjak-injak haknya dan perampasan tanah-tanah dengan
cara sewenang-wenang.
Putusan ini, oleh banyak kalangan termasuk Satjipto Rahardjo, dianggap sebagai
revolusi yang setara dengan putusan Hoge Raad tahun 1919, dengan alasan karena
putusan MA dengan tegas-tegas membela kepentingan rakyat kecil yang lemah
kedudukannya.
3. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Barat No. 546/73.P, tanggal 14
November 1973 yang Mengabulkan Permohonan Penggantian Jenis Kelamin dari
Seorang Laki-laki Bernama Iwan Robianto Menjadi Seorang Perempuan dengan Nama
Vivian Rubiyanti
Dilihat dari segi ilmu hukum, seluk beluk ganti kelamin masih merupakan persoalan
baru dibidang perkembangan hukumnya. Adanya kepentingan persoalan hukum muncul
setelah adanya perkembangan di bidang ilmu kedokteran yang disebut dengan operasi
kelamin, sehingga penetapan hakim ini merupakan era baru di bidang praktik peradilan
Indonesia dalam mengisi kekosongan peraturan hukum (rechtvacuum), karena hal ini
memang belum ada pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan. Dengan
putusan ini, hakim dipandang telah berhasil melakukan penemuan hukum yang sesuai
dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Pertimbangan hukum yang diberikan hakim adalah tepat, yaitu dalam kehidupan di
masyarakat terdapat dua jenis manusia yaitu yang berjenis kelamin laki-laki dan nerjenis
kelamin perempuan, tetapi tidak dapat dipungkiri dalam kenyataannya terdapat pula
segolongan manusia yang hidupnya ada diantara kedua jenis itu, yaitu waria (wanita pria).