OLEH:
SELVIANA SOFYAN
1903156
7B
FAKULTAS HUKUM INSTITUT ILMU SOSIAL DAN BISNIS ANDI SAPADA
Email : sofyanselviana888@gmail.com
Abstrak
Analisis yuridis terhadap pembebasan dalam tindak pidana korupsi merupakan kajian
normatif dalam tindak pidana korupsi pembebasan diberikan oleh hakim. Metode yang digunakan
adalah penelitian yuridis normatif yaitu melalui penelitian kepustakaan yang bersifat kualitatif dengan
menggunakan aturan hukum sehingga dapat menguraikan permasalahan yang ada sesuai dengan
fakta yang terjadi di masyarakat sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
hakim dalam memberikan putusan bebas terhadap pelaku korupsi. Salah satu permasalahan yang
muncul dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan pembebasan pelaku korupsi. Jika
dibebaskan terus, itu bisa mendorong penjahat atau orang lain yang ingin membuat korupsi lebih
online. Keadaan ini akan mempersulit bangsa Indonesia untuk bersih dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa banyak faktor eksternal yang membuat
hakim memberikan pembebasan dan kemungkinan kepada penuntut umum untuk melakukan upaya
hukum terhadapnya pembebasan. Hal ini dipertegas dengan rumusan redaksi pasal 244 KUHAP,
sebagai berikut: “Terhadap putusan perkara pidana yang dijatuhkan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan selain Mahkamah Agung Pengadilan, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permohonan pemeriksaan kasasi ke Mahkamah Agung kecuali terhadap pembebasan.” disamping
faktor internal yang ada di dalam diri hakim atau badan peradilan Faktor kesengajaan penulis dalam
hal UU 31 Tahun 1999 jo 20 Tahun 2001 juga memberikan celah dengan sanksi a minimal sangat
rendah sehingga pihak yang berkepentingan dapat melakukan kecurangan dalam kasus tersebut. Jadi
keputusan hakim cenderung menjadi sangat rendah bahkan dapat menyebabkan pembebasan.
A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara hukum maka penyelenggaran
pemerintahan, pembangunan dan penegakan hukum wajib didasarkan atas hukum. Tujuan
akhirnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
sebagaimana di amanatkan UUD 1945 akan titapi tidaklah mudah untuk mewujudkan tujuan
nasional tersebut. Cukup banyak hambatan, gangguan ancaman dan tantangan yang di
hadapi oleh penyelenggara negara, penyenlenggara pemerintah, penyelenggara
pembangunan dan penyelenggara penegakan hukum, sehingga meskupun sudah lama
merdeka tetap saja ada kesenjangan di segala bidang di kehidupan, masyaraat bangsa dan
negara.
Salah satu kesenjangan yang sangat memprihatikan adalah belum terwujudnya
penegakan hukum tindak pidana korupsi yang mampu secara maksmal memberikan efek
Pengaturan dalam Pengadilan secara yuridis formal tentang putusan bebas (vrijsprak)
yang berkolerasi dengan upaya hukumnya. Khususnya berupa upaya hukum kasasi terhadap
perkara pidana, tercantum dalam rumusan pasal 244 KUHAP, sebagai berikut : terhadap
putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh penngafilan lain selain
kepada Mahkamh Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung keculai terhadap putusan bebas”
berdasarkan redaksional pasal 244 KUHAP tersebut, yakni pada bagian kalimat terakhir
tampak bahwa secara yuridis normatif KUHAP telah menutup kesempatan bagi jaksa
Penuntut Umum untuk mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas (vrijspraak)
tersebut. Dalam hal ini Mahkamah Agung membuat contra legam terhadap pasal 244
KUHAP, dalam hal ini Hakim telah meneroboskan kekakuan dan formalisme yang
mengekang pasal 244 KUHAP, putusan bebas menjadi amunisa bagi terdakwa sehingga
cara apapun dilakukan agar Hakim menjatuhkan vonis bebas. Jaksa tak bisa berbuat banyak
karena adanya larangan kasasi atas putusan bebas.
Dalam praktek peradilan pidana akhirnya terjadi perkembangan yang dimonitori oleh
pihak eksekutif, yakni Departemen Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan
melalui surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M. 14-PW, 07, 03. Tahun 1983
tanggal 10 desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP , dalam butir
19 pada lampiran Keputusan Menteri Kehakiman tersebut ditetapkan, bahwa :
“ terhadap putusan bebas tidak dimintakan banding tetapi berdasarkan situasi , dan kondisi
demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan putusan
kasasi, hal ini akan didasarkan pada yurisprudensi”
Putusan bebas yang mudah membangun opini yang dapat menyudutkan pihak
pengadilan (Hakim) yang menyidangkan perkara tersebut. Kondisi dan situasi tersebut
mudah dan rawan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap dunia peradilan khususnya
Hakim. Yurudis dari sebuah keputusan bebas kepada pihak terdakwa tidakk dapat
diintervensi oleh pihak manapun karena hal tersebut memiliki nilai hukum yang kuat dan
keputusan bebas bersumber dari penilaian dan pertimbangan hakim atas data dan fakta
yang tadinya mendakwakan terdakwa pada kasus pidanaya. Di sisi lain, yuridis keputusan
bebas terhadap seorang terdakwa dapat dijadikan alat politik untuk dikembangkan sebagai
fenomena baru dalam peradilan yang tidak pernah berujung (not for ending). Peristiwa ini
yang membuat sebuah peradilan terus berlangsung tetapi tidak berkembangkan pada kasus
lain karena terfokus pada yuridus keputusan bebas yang dilakukan peninjauan kembali,
berdasarkan hal ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan Topik “ANALISIS
YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI” .
Maka dari itu sangat penting untuk mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan
Hakim sehingga bisa menajatuhkan putusan bebas agar masyarakat awam yang tidak
terlalu mengetahui tentang hukum juga tau bahwa ada pertimbangan hakim sehingga bisa
memutuskan seorang koruptor dengan putusan bebas.
Walaupun ada yang dinamakan putusan bebas bagi tindak pidana korupsi tetapi kita
atau para pembaca harus berfikir bahwa negara bisa mengalami banyak kerugian apabila
sangat mengampangkan yang namanya korupsi apalagi bagi pejabat-pejabat negara yang
mana kita ketahui tidak sedikit yang melakukan tindak pidana korupsi, maka dari itu saya
mencari tahu mengapa ada putusan bebas kepada korupto-koruptor yang merugikan negara.
B. METODE PENELITIAN
Data yang diperoleh dari penelitian tersebut diolah dan di analisis secara
diskriptif kualitatif, yaitu semua data dianalisis secara utuh sehngga terlihat adanya
gambaran yang sistematis dan faktual setelah dianalisis, penulis menarik
kesimpulan dengan menggunkana metode berfikir deduktif yaitu suatu pola fikir
yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum kemudia di tarik menjadi hal-hal
yang bersifat khusus.
3.1 Tinjauan umum tentang Tindak Pidana
Dalam suatu tindak pidana perlu diketahui tentang azas legalitas Pasal 1 ayat (1)
KUHP sebagai indikator terhadap penegak hukum untuk menentukan apakah pelaku
tindak pidana layak dikenakan sanksi pidana bahwa “ Tiada suatu perbuatan pidana
yang dapat dihukum, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-
undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan “Nullum Dellictum Nulla
Poena Sine Praevia Lege Poenali”. Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila
orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat
Sebelum membahas kajian umum tentang korupsi, terlebih dahulu harus dikenal
apa yang menjadi dasar dan penindakan kejahatan korupsi di negara Indonesia ini.
Adapun undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang korupsi adalah
sebagai berikut :
Menurut Fockema Andreae dalam Andi Hamzah, kata korupsi berasal dari
bahasa latin Corruptio atau Corruptus, yang selanjutnya disebutkan bahwa Corruptio
itu berasal pula dari kata asal Corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih
Menurut John M Echols, dalam Hassan Shadaly, korupsi berarti jahat atau busuk,
sedangkan menurut A.I.N. Kramer SR, Mengartikan kata korupsi sebagai busuk,
rusak, atau dapat disuap.
Menurut Gurnar Myrdal, Menggunakan istilah korupsi meliputi juga kolusi dan
nepotisme merupakan kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang berkaitan dengan
kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, usaha-usaha tertentu untuk
memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainnya seperti
penyogokan. Sedangkan Helbert Edelherz berjudul The Ivestigation Of White Collar
Crime, A manual For Law Enforcement Agencies, perbuatan pidana disebutkan
sebagai berikut ; “Kejahatan kerah putih merupakan suatu perbuatan yang illegal
yang tidak dilakukan secara fisik, tetapi dengan akal bulus terselubung untuk
mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran/pengeluaran
uang atau kekayaan atau untuk mendapat keuntungan pribadi. “White collar crime an
illegal act or services of illegal acts commited by nonphysical means and by
concealment or guille, to obtain or property, to avoid the payment or loss of money
or property, to obtain bussines or personal advantage”. Kemudian arti korupsi yang
telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh
Poerwardaminta : “Korupsi” adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya.
3.3 Pengaturan Putusan Bebas dan Akibat Hukumnya Terhadap kewenangan Jaksa
Menurut Aturan Hukum tentang Sistem peradilan Di Indonesia.
Putusan adalah hasil atau kesimpulan akhir dari sesuatu yang sudah
diipertimbangkan dan dengan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat
berbentuk tertulis ataupun tulisan. Ada juga yang mengartikan Putusan (Vonnis)
sebagai vonnis tetap (“definitief” dalam Kamus istilah hukum Fockema
Adreae).Rumusan-rumusan yang kurang tepat terjadi sebagai akibat penerjemah ahli
bahasa yang bukan ahli hukum.Sebaliknya dalam pembangunan hukum yang sedang
berlangsung diperlukan kecermatan dalam penggunaan istilah-istilah.Mengenai kata
putusan yang diterjemahkandari vonis adalah hasil akhir dari pemeriksaan perkara di
sidang pengadilan.
b) Jenis-jenis Putusan
Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2)
yang berbunyi : “ Jika pengadilan berpendapat perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka
terdakwa di putus lepas dari segala tuntutan hukum”. Di sini dapat dilihat hal yang
melandasi putusan pelepasan, terletak pada kenyataan apa yang didakwakan dan
yang telah terbukti tersebut tidak merupakan tindak pidana tetapi termasuk ruang
lingkup hukum perdata atau hukum adat.
c) Putusan pemidanaan
Adapun yang dimaksud putusan pemidanaan yang diatur dalam pasal 193, yang
berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan
dalam pasal tindak pidana yang didakwakan oleh terdakwa. Apabila menurut
pendapat dan penilaian pengadilan terdakwa telah terbukti bersalah dan meyakinan
telah melakukan tindak pidana yang telah didakwakan sesuai dengan sistem
pembuktian dan azas batas maksimum pembuktian azas minimum pembuktian
yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP, kesalahan terdakwa sudah cukup terbukti
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah memberi keyakinan kepada
hakim, terdakwah pelaku tindak pidananya.
d) Menurut Soekarno, bahwa Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa macam
putusan Hakim yang berisi pembebasan terdakwa dari segala tuntutan,
manakala perbuatan terdakwa dianggap tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan.
Ditinjau secara yuridis, putusan bebas adalah putusan yang dinilai oleh Majelis
Hakim yang bersangkutan sebagai berikut :
Adapun dasar seorang diputus bebas tercantum dalam pasal 191 ayat (1) yang
menjelaskan putusan yang berbentuk putusan bebas yang dari hasil pemeriksaan
disidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanyan tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, maksud dari terbukti dan
meyakinkan berarti terbukti dalam pemeriksaan di persidangan, dan meyakinkan
yang berarti hakim memiliki keyakinan bakwa terdakwa bahwa terdakwa bersalah
dan patut dijatuhi pidana penjara. Dalam hukum acara pidana memang yang penting
selai memenuhi unsur-unsur dama undang-undang juga adanya keyakinan dan
perasaan adil hakim.
Menurut cara yang diatur dalam undang-undang dalam kamus bahasa indonesia
pengertian Kasasi adalah pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap
putusan Hakim,karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-
undang.
Terkait masalah kasasi, diatur dalam Pasal 244 KUHAP yang secara yuridiksi
normatif menutup kemungkinan penuntut umum mengajukan kasasi terhadap
putusan bebas. Dalam Pasal 244 KUHAP secara tegas menyatakan bahwa terhadap
3.4 Pelaksanaan Putusan Bebas dan kendala dalam penuntutan tindak Pidana
Korupsi.
Indonesia sebagai negara palingkorup ke- 6 (enam) dari 133 negara. Artinya
pengamatan di lapangan sedikit sekali perkara korupsi yang diajukan ke depan
persidangan bila dibandingkan dengan jumlah laporang pengaduan masyarakat akan
kasus-kasus yang di ekspos dalam dunia massa, serta dari sejumlah kasus yang di
proses atau di tuntut dipengadilan tidak banyak yang berhasil di jatuhi pidana
penjaran dan eksekusi. Bahkan yang telahi di vonis pun tidak di eksekusi baik dari
alasan sakit ataupun kabur ke luar negari, atau alasan masih menempuh upaya
hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali untuk mengulut-ulur waktu eksekusi
dengan harapan suatu saat kelamaan perkaranya hilang ditelan massa dan pada
saat itu terdakwa tidak dalam status tahanan Rutan.
Menurut data tersebut maka di lihat ada kasus tahun 2002 sampai selarang
banyak kasus khususnya menganai putusan bebas dalam perkara korupsi tersebut
diperkirakan 34,88% (tiga puluh empat koma delapan pulu delapan persen) pada
tahun 2002 sampai 2008 saja sudah termaksuk cukup besar apalagai pada tahun
sekarang yaitu 2022 ini sangatlah meprihatinkan. Sedangkan pihak lain masyarakat
mengharapkan agar para pelaku korupsi (koruptor) dijatuhi pidana penjara yang
berat, karena korupsi telah menghambat pertumbungan dan kelangsungan
pembangunan nasional.
KESIMPULAN
Adapun dasar seorang diputus bebas tercantum dalam pasal 191 ayat (1)
yang menjelaskan putusan yang berbentuk putusan bebas yang dari hasil
pemeriksaan disidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang
didakwakan kepadanyan tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, maksud dari
terbukti dan meyakinkan berarti terbukti dalam pemeriksaan di persidangan, dan
meyakinkan yang berarti hakim memiliki keyakinan bakwa terdakwa bahwa terdakwa
bersalah dan patut dijatuhi pidana penjara. Dalam hukum acara pidana memang
yang penting selai memenuhi unsur-unsur dama undang-undang juga adanya
keyakinan dan perasaan adil hakim.
REFERENSI
file:///C:/Users/Windows%207/Downloads/01__Buku_Laplit_2017__Urgensi_
file:///C:/Users/Windows%207/Downloads/admin,+JURNAL_III[1].pdf