Anda di halaman 1dari 78

BAB I

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat

3 dari Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia

adalah negara hukum. Konsekuensi dari negara hukum, bahwa segala tindakan

yang dilakukan pemerintah harus didasarkan pada aturan yang tertulis. Salah

satu tujuannya adalah untuk menghindari kesewenang-wenangan dari

pemerintah maupun unsur-unsur penegak hukum. Diawali pendapat dari

Immanuel Kant yang mengartikan negara hukum adalah negara hukum formal

atau negara berada dalam keadaan statis atau hanya formalitas yang biasa

disebut dengan Negara Penjaga Malam (Nachtwakestaat), F.J. Stahl yang

merupakan kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri

negara hukum (rechtstaat) sebagai berikut:1

1. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia;

2. Pemisahan kekuasaan negara;

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang;

4. Adanya Peradilan Administrasi

Perumusan ciri-ciri negara hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl kemudian

ditinjau ulang oleh International Commision of Jurist pada Konferensi yang

1
Fakthurohman, Dian Aminudin dan Sirajudin, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi
di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 1.

1
diselenggarakan di Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai

berikut:2

1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu

konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh

perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

2. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;

3. Pemilihan umum yang bebas;

4. Kebebasan menyatakan pendapat;

5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;

6. Pendidikan Kewarganegaraan.

Jadi dari teori negara hukum di atas, kewajiban negara Indonesia adalah salah

satunya melindungi hak asasi manusia.

Perlindungan hak asasi manusia berada di segala aspek kehidupan,

salah satunya adalah dalam penegakan hukum. Muljatno mengatakan, hukum

pidana memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:3

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi

barang siapa melanggar larangan tersebut.

2
Ibid.
3
Mulyatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: UGM Press, 1980), hlm. 1.

2
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaima

telah diancamkan

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan

tersebut.

Pengertian tersebut dikelompokkan menjadi hukum pidana materiil

yaitu yang mengatur tentang aturan perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang

serta orang yang melanggar larangan tersebut, dan ancaman pidananya serta

hukum pidana formil (hukum acara pidana) untuk mengatur tentang bagaimana

negara yang memiliki hak dalam melaksanakan proses peradilan untuk

menjalankan penuntutan, mengadili dan melaksanakan pidana terhadap orang

yang bersalah.

Dalam proses peradilan pidana, erat kaitannya dengan penegakan hak

asasi manusia, bukan terhadap korban saja tetapi kepada tersangka maupun

terdakwa. Undang-undang Hukum Acara Pidana disusun dengan didasarkan

pada falsafah dan pandangan hidup bangsa dan dasar negara, dimana

penghormatan atas hukum menjadi sandaran dalam upaya perlindungan

terhadap setiap warga negaranya. Sejalan dengan perkembangan pandangan

bangsa ini terhadap hak asasi manusia maka materi pasal dan ayat harus

mencerminkan adanya perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap

hak asasi manusia. Hal ini tergambar dari sejumlah hak asasi manusia yang

3
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (disingkat dengan

KUHAP) yang pada dasarnya juga diatur dalam dua aturan perundang-

undangan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.4

Perlindungan terhadap tersangka dan terdakwa ini didasarkan pada asas

praduga tidak bersalah. Asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman, menjelaskan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap,

ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan Pengadilan wajib dianggap tidak

bersalah sebelum ada Putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Selain dari ketentuan dalam Pasal 8

ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, terdapat pula secara tersirat

di dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Dalam pelaksanaan asas praduga tidak bersalah seringkali dilanggar

oleh pihak penyidik. Banyak sekali pelanggaran seperti melakukan penyiksaan

terhadap tersangka, hal ini tujuannya untuk melakukan pengakuan. Seperti

kasus Fikri Pribadi seorang pengamen di Cipulir yang terdakwanya mengaku

di persidangan bahwa mereka disiksa dan dipaksa untuk mengaku sebagai

pelaku ketika diperiksa oleh para penyidik. Selain itu ada juga keterangan dari
4
Badan Diklat Kejaksaan RI, Modul Hukum Acara Pidana, (Jakarta: KAJARI, 2019), hlm. 12.

4
saksi yang menyatakan bahwa pelaku pembunuhan terhadap korban bukanlah

para terdakwa melainkan orang lain yang bernama Iyan, Brengos dan Jubai.

Melihat keseluruhan isi kasus ini, bisa dilihat terdapat beberapa isu menarik

seperti adanya dugaan penyiksaan terhadap para Terdakwa dan adanya dugaan

salah tangkap yang dilakukan oleh penyidik.5

Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai penegakan

hukum dalam penerapan asas praduga tidak bersalah dan penulis akan

menuangkannya dalam skripsi dengan judul IMPLEMENTASI ASAS

PRADUGA TIDAK BERSALAH TERHADAP TERSANGKA DAN

TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DI POLSEK

CIBINONG DAN KAJARI KABUPATEN BOGOR.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi asas praduga tidak bersalah dalam pemeriksaan

tersangka di Polsek Cibinong ditinjau menurut hukum acara pidana?

2. Bagaimana implementasi asas praduga tidak bersalah dalam pemeriksaan

terdakwa di Kajari Kabupaten Bogor ditinjau menurut hukum acara

pidana?

5
Dio Ashar, Anotasi Putusan Penyiksaan Penyidik terhadap Terdakwa untuk Mendapatkan
Pengakuan, (Depok: MaPPI – FHUI, 2015), hlm. 5.

5
3. Apa yang menjadi kendala dan permasalahan dalam penerapan asas

praduga tidak bersalah dalam proses penyidikan dan penuntutan dan

bagaimana upaya penanggulangannya?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud Penelitian

a. Untuk mengetahui pelaksanaan asas praduga tidak bersalah pada

tersangka dan terdakwa di Polsek Cibinong dan Kajari Kabupaten

Bogor.

b. Untuk mengetahui permasalahan dari pelaksanaan asas praduga tidak

bersalah pada tersangka dan terdakwa di Polsek Cibinong dan Kajari

Kabupaten Bogor.

c. Untuk mengetahui penyelesaian permasalahan pelaksanaan asas

praduga tidak bersalah pada tersangka dan terdakwa di Polsek

Cibinong dan Kajari Kabupaten Bogor.

2. Tujuan Penelitian

a. Secara teoritis memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu

hukum khususnya mengenai tinjauan hukum pelaksanaan asas praduga

tidak bersalah pada tersangka dan terdakwa di Polsek Cibinong dan

Kajari Kabupaten Bogor.

b. Secara praktis dapat memberikan sumber informasi aktual bagi

mahasiswa, praktisi hukum dan masyarakat, khususnya permasalahan

6
dalam pelaksanaan asas praduga tidak bersalah pada tersangka dan

terdakwa di Polsek Cibinong dan Kajari Kabupaten Bogor.

c. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah mengenai

pelaksanaan, permasalahan dan penyelesaian dalam penerapan asas

praduga tidak bersalah pada tersangka dan terdakwa di Polsek

Cibinong dan Kajari Kabupaten Bogor.

D. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teoritis

Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

atau setidak-tidaknya mendapati kebenaran material, ialah kebenaran yang

selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan

ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk

mencari siapakan pelaku yang dapat didakwa melakukan suatu pelanggaran

hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan

guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu pindak pidana telah

dilakukan dan apakah orang didakwa itu dapat dipersalahkan. Demikian

juga pendapat Simons dan Mr .J. M. Van Bemmelen mengatakan pada

intinya tujuan Hukum Acara Pidana adalah mencari kebenaran materiil ,

sehingga kebenaran formil bukanlah merupakan tujuan dari hukum acara

7
pidana.6 Penelitian ini membedah rumusan masalah dengan beberapa teori

dalam hukum acara pidana yaitu asas praduga tak bersalah, asas akusatoir.

Asas praduga tak bersalah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari prinsip dueprocess Indonesia sebagai Negara yang

menganut sistem Civil Law, asas ini di Indonesia dimuat dalam Pasal 8

ayat (1) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, dan di dalam Penjelasan Umum KUHAP bahwa setiap orang

yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan

pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan

yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum

tetap. Terdapat konsekuensi logis dari asas praduga tidak bersalah

(presumption of innocence) ini yaitu kepada tersangka atau terdakwa

diberikan hak oleh hukum untuk tidak memberikan keterangan yang akan

memberatkan/merugikan dirinya di muka persidangan (the right of non-self

incrimination). Hak ini berasal dari beban negara untuk menuduh dan

membawa seseorang ke Pengadilan, untuk membuktikan kesalahannya itu:

1. Seseorang yang menjadi tertuduh tidak dapat dipaksa membantu

kewajiban negara itu. Asas ini secara operasional terelaborasi dalam

Pasal-Pasal KUHAP, yaitu tersangka atau terdakwa tidak dibebani

kewajiban pembuktian. Bahkan, ia dapat tidak menjawab dalam proses

6
I Ketut Sudjana, Hukum Acara Pidana dan Praktek Peradilan Pidana, (Bali: FH Udayana,
2016), hlm.3.

8
pemeriksaan, hanya diingatkan kalau hal itu terjadi, lalu pemeriksaan

diteruskan (Pasal 66 jo Pasal 175 KUHAP).

2. Tersangka/terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas.

Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan. Hal ini

dilarang dengan tujuan agar pemeriksaan itu mencapai hasil yang tidak

menyimpang dari apa yang sebenarnya, sekaligus menjauhkan dari rasa

takut. Karena itu, wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap

tersangka/terdakwa (Pasal 52 jo Pasal 166 KUHAP).

3. Pengakuan tersangka/terdakwa bukanlah merupakan alat bukti (Pasal

184 KUHAP). Beban pembuktian menjadi kewajiban Jaksa Penuntut

Umum, jadi keterangan Terdakwa hanya dapat dipergunakan bagi

dirinya sendiri.

Pasal 52 KUHAP menyatakan dalam pemeriksaan pada tingkat

penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan

keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Menurut penjelasan

Pasal 52 KUHAP, supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak

menyimpang dari yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus

dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan

atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa. Selain itu, Pasal 117

KUHAP menyatakan bahwa keterangan tersangka dan atau saksi kepada

penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apa

pun. Sebagaimana dimaksud dengan Pasal 189 ayat (3) KUHAP, adanya

9
suatu pengakuan terdakwa tidaklah dipergunakan sebagai alat bukti lagi,

bahkan hanya menempati urutan terakhir sebagai alat bukti seperti dalam

Pasal 184 ayat (1) KUHAP dengan penyebutan "keterangan terdakwa",

bukan suatu "pengakuan terdakwa".7

Asas akusatoir menyatakan dimana tersangka dianggap suatu subjek

dan tersangka memperoleh kesempatan untuk saling melakukan

argumentasi dan berdebat dengan pihak pendakwa yaitu Kepolisian atau

Jaksa Penuntut Umum yang secara sedemikian rupa sehingga masing-

masing pihak mempunyai hak yang sama nilainya. Sebelum berlakunya

hukum acara pidana yang baru bahwa asas inquisitoir diterapkan dalam

pemeriksaan di tingkat penyidikan (pemeriksaan pendahuluan) sedangkan

sistem akusatoir diterapkan dalam proses pemeriksaan dimuka sidang

pengadilan. Sebaliknya sistem asas inquisitoir (yang memiliki arti

memeriksa) menganggap tersangka/terdakwa sebagai suatu barang atau

obyek yang harus diperiksa wujudnya berhubungan dengan subyek

pendakwaan. Pemeriksaan ini didasarkan pada suatu prasangka dan sedikit

keyakinan atas suatu kebenaran yang datang diluar diri tersangka/terdakwa.

Posisi demikian mendorong pemeriksaan kearah pengakuan bersalah dan

biasanya pengakuan ini didapat dengan suatu dorongan yang hebat kearah

suatu penganiayaan (torture). Perkembangan Hak Asasi Manusia telah

7
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2002), hlm. 725-726.

10
menempatkan seorang tersangka/terdakwa sebagai subyek yang memiliki

hak penuh untuk membela dirinya. Untuk memenuhi hal yang demikian

maka perundang-undangan Indonesia telah memberikan sejumlah

perangkat rumusan perundang-undangan untuk menjamin pemenuhan

terhadap hak-hak tersangka/terdakwa.8

Keberadaan asas praduga tak bersalah dan prinsip akusatoir ini pada

dasarnya didasakan oleh penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia.

Sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia (disingkat dengan HAM) juga mengatur mengenai

penghargaan terhadap hak asasi manusia yaitu bahwa setiap orang diakui

sebagai manusia pribadi, oleh karena itu berhak memperoleh perlakuan

serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaan di

depan hukum. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan

yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak. Maka dari itu,

untuk tercapainya maksud dan tujuan dari penghargaan hak asasi manusia

yang diatur pada Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal

5 Undang-Undang HAM dapat terwujud, para aparatur penegak hukum

dalam melakukan proses hukum harus mengedapankan asas-asas dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang mengatur

perlindungan terhadap keluhan harkat dan martabat manusia. Hukum acara

pidana menentukan proses peradilan pidana. Oleh karena itu, kewajiban


8
Badan Diklat Kejaksaan RI, Op. Cit., hlm. 21.

11
untuk memberikan jaminan atas perlindungan hak asasi tersangka,

terdakwa dan terpidana selama menjalani proses peradilan pidana sampai

menjalani hukumannya, diatur juga didalam Hukum Acara Pidana.

Kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh negara atau pemerintah dalam

rangka melindungi Hak Asasi Manusia.9

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penulisan hukum ini dapat dijelaskan,

sebagai berikut:

a. Implementasi adalah :

Penerapan atau pelaksanaan dari ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

b. Asas Praduga Tak Bersalah adalah :10

Asas yang menyatakan bahwa Setiap orang yang disangka,

ditahan, dituntut dana tau dihadapan dimuka siding

pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya

putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap.

c. Tersangka adalah :11

9
Nurhasan, Keberadaan Asas Praduga Tak Bersalah Pada Proses Peradilan Pidana, Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017, hlm. 6.
10
Indonesia, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, Pasal 8 ayat 1.
11
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 1
angka 14.

12
Seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana.

d. Terdakwa adalah :12

Seseorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di

sidang pengadilan.

e. Penyidik adalah : 13

Pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat


pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

f. Penuntut Umum adalah : 14

Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

g. Kepolisian adalah : 15

Segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

h. Kejaksaan Republik Indonesia adalah : 16

Lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,

khususnya di bidang penuntutan.

12
Ibid., Pasal 1 angka 15.
13
Ibid., Pasal 1 angka 1.
14
Ibid., Pasal 1 angka 6 huruf b.
15
Indonesia, Undang-Undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 2
Tahun 2002, Pasal 1 angka 1.
16
Kejaksaan Republik Indonesia. “Pengertian Kejaksaan” Tersedia di https://www.kejaksaan.
go.id/. Diakses 23 April 2021.

13
E. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian, agar memperoleh hasil yang maksimal

maka diperlukan metode penelitiaan yang tepat. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif

yang didukung oleh penelitian hukum empiris.

2. Sifat penelitian dan Pendekatan

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif

analisis yaitu penulisan yang berdasarkan fakta-fakta yang diteliti secara

jelas, sistematis yang kemudian di dukung dan dikolerasikan untuk dianalisis

dengan fakta-fakta berdasarkan dari teori-teori hukum, pendapat para ahli,

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berkaitan dengan

penulisan hukum ini. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis

empiris yaitu pendekatan yang meneliti data sekunder terlebih dahulu dan

kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di

lapangan.17

3. Teknik Pengumpulan Data

17
Ronny Hanitijo Sumitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994),
hlm. 3.

14
Teknik pengumpulan data dalam penulisan hukum ini menggunakan

penelitian sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data

dengan cara mencari, mempelajari dan memahami buku-buku yang

berhubungan dengan materi penulisan hukum yang dilakukan oleh

penulis, surat kabar, jurnal, artikel hukum baik dari internet maupun

majalah-majalah dan lain sebagainya, dan produk hukum yang berupa

peraturan perundang-undangan.

b. Penelitian Lapangan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian

di lapangan berupa wawancara secara langsung dan terstrukur terhadap

seseorang atau badan penegak hukum yang berkompeten.

4. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dalam rangka penyusunan penulisan hukum ini

diolah secara kualitatif, yaitu dengan menggunakan kata-kata dan kalimat-

kalimat dengan maksud agar tersusun suatu materi pembahasan yang

sistematis dan mudah dipahami serta dapat dipertanggung jawabkan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai-

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran untuk mengetahui tentang apa yang

diuraikan secara singkat yang mencakup secara keseluruhan dan

15
berhubungan antara satu sama lainnya, yang terbagi dalam 6 (enam)

pokok yaitu Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan

Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERADILAN PIDANA

Dalam bab ini akan diuraikan tinjauan secara umum mengenai

Pengertian dan Tujuan Peradilan Pidana, Asas dan Prinsip Hukum

Acara Pidana, Tahapan Pemeriksaan Acara Pidana dan Hak-hak

Tersangka dan Terdakwa dalam KUHAP.

BAB III TAHAPAN PRA PENUNTUTAN DALAM HUKUM ACARA

PIDANA DAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH

Dalam bab ini diuraikan mengenai objek penelitian yaitu Pengertian

dan Proses Penyidikan, Pengertian dan Proses Penuntutan, Peran

Kepolisian dan Kegiatan Dalam Pemeriksaan Tersangka dan

Terdakwa serta Pengaturannya dalam KUHAP, Ruang Lingkup Polsek

Cibinong dan Kajari Kabupaten dan Pengaturan Penerapan Asas

Praduga Tidak Bersalah.

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI ASAS PRADUGA TIDAK

BERSALAH TERHADAP TERSANGKA DAN TERDAKWA

DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DI POLSEK

CIBINONG DAN KAJARI KABUPATEN BOGOR

16
Di dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai

Implementasi Asas Praduga Tak Bersalah Pada Tersangka dan

Terdakwa di Polsek Cibinong Kejaksaan Negeri Kabupaten

Bogor ditinjau dengan peraturan hukum acara pidana yang

berlaku, kendala dan permasalahan serta upaya

penanggulangannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai Kesimpulan

dan Saran yaitu kesimpulan dari jawaban atas identifikasi

masalah dan saran mengenai perbaikan permasalahan.

17
BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PROSES PERADILAN PIDANA

A. Pengertian dan Tujuan Peradilan Pidana

Dalam bahasa Belanda, Hukum Acara Pidana atau hukum pidana formal

disebut dengan Strafvordering, dalam bahasa Inggris disebut “Criminal

Procedure Law”, dalam bahasa Perancis “Code d’instruction Criminelle”, dan di

Amerika Serikat disebut “Criminal Procedure Rules”. Simon berpendapat

bahwa Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal, yang mengatur

bagaimana negara melalui perantara alat-alat kekuasaannya melaksanakan

haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dan dengan demikian

termasuk acara pidananya (Het formele strafrecht regelt hoe de Staat door

middel van zijne organen zijn recht tot straffen en strafoolegging doet gelden, en

omvat dus het strafproces). Hal ini dibedakan dari hukum pidana material, atau

hukum pidana yang berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang

syarat-syarat dapatnya dipidana sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang

dapat dipidana, dan aturan tentang pemidanaan, mengatur kepada siapa dan

bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan. Menurut Van Bemmelen ilmu hukum

acara pidana berarti mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh

negara karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana.

Sedangkan menurut Van Hattum, hukum pidana formal adalah peraturan yang

mengatur bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus

18
diberlakukan secara nyata (Het formele strafrecht bevat de voorshriften volges

welke het abstracte strafrech in concretis tot gelding moet worden gebracht).

Satochid Kertanegara menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana sebagai hukum

pidana dalam arti “concreto” yaitu mengandung peraturan mengenai bagaimana

hukum pidana in abstracto dibawa ke dalam suatu in concreto. Hukum Acara

Pidana menurut pendapat Andi Hamzah memiliki ruang lingkup yang lebih

sempit yaitu dimulai dari mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan

berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa.18

Berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (disingkat dengan

KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (disingkat dengan

KUHAP) yang kita miliki merupakan karya agung Bangsa Indonesia. KUHAP

adalah hukum pidana formal atau Hukum Acara Pidana yang berisi bagaimana

cara untuk menegakkan hukum pidana materiil. Tegasnya, KUHAP berisi tata

cara atau proses terhadap seseorang yang melanggar hukum pidana. KUHAP

diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum

Acara Pidana yang terdiri atas 22 bab dan 286 pasal. Secara garis besar KUHAP

berisikan hal berikut:

1. Bab I tentang Ketentuan Umum.

2. Bab II tentang Ruang Lingkup Berlakunya Undang-Undang.

3. Bab III tentang Dasar Peradilan.

4. Bab IV tentang Penyidik dan Penuntut Umum.


18
Eddy O.S. Hiariej, Pengantar Hukum Acara Pidana, (Tangerang Selatan: UT, 2015), hlm. 4.

19
5. Bab V tentang Penangkapan, Penahanan, Penggledahan Badan, Pemasukan

Rumah, Penyitaan, dan Pemeriksaan Surat.

6. Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa.

7. Bab VII tentang Bantuan Hukum.

8. Bab VIII tentang Berita Acara.

9. Bab IX tentang Sumpah atau Janji.

10. Bab X tentang Wewenang Pengadilan untuk Mengadili.

11. Bab XI tentang Koneksitas.

12. Bab XII tentang Ganti Kerugian dan Rehabilitasi.

13. Bab XIII tentang Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian.

14. Bab XIV tentang Penyidikan.

15. Bab XV tentang Penuntutan.

16. Bab XVI tentang Pemeriksaan Sidang Pengadilan.

17. Bab XVII tentang Upaya Hukum Biasa.

18. Bab XVIII tentang Upaya Hukum Luar Biasa.

19. Bab XIX tentang Pelaksanaan Putusan Pengadilan.

20. Bab XX tentang Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan

Pengadilan.

21. Bab XXI tentang Ketentuan Peralihan.

22. Bab XXII tentang Ketentuan Penutup.

KUHAP tidak memberikan pengertian yuridis tentang Hukum Acara

Pidana, namun pada hakikatnya Hukum Acara Pidana memuat kaidah-kaidah

20
yang mengatur tentang penerapan atau tata cara antara lain penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di depan persidangan, pengambilan

keputusan oleh pengadilan, upaya hukum, dan pelaksanaan penetapan atau

putusan pengadilan maka pengertian Hukum Acara Pidana dapat dirumuskan

sebagai hukum yang mengatur tentang kaidah dalam beracara di seluruh proses

peradilan pidana, sejak tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan,

pemeriksaan di depan persidangan, pengambilan keputusan oleh pengadilan,

upaya hukum dan pelaksanaan penetapan atau putusan pengadilan di dalam

upaya mencari dan menemukan kebenaran materiil.19

Pedoman pelaksanaan KUHAP, memberi penjaelasan tentang tujuan

hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-

tidaknya mendapati kebenaran material, ialah kebenaran yang selengkap-

lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum

acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakan

pelaku yang dapat didakwa melakukan suatu pelanggaran hukum, dan

selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna

menemukan apakah terbukti bahwa suatu pindak pidana telah dilakukan dan

apakah orang didakwa itu dapat dipersalahkan.

Apabila diteliti beberapa pertimbangan yang menjadi alasan disusunnya

KUHAP maka secara singkat KUHAP memiliki lima tujuan sebagai berikut:20

19
Eddy O.S. Hiariej, Op. Cit., hlm. 6-7.
20
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group,
2010), hlm. 35.

21
1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa);

2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan;

3. Kodifikasi dan unifikasi Hukum Acara Pidana;

4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum;

5. Mewujudkan Hukum Acara Pidana yang sesuai dengan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

B. Asas dan Prinsip Hukum Acara Pidana

Untuk mencapai tujuan memberikan perlindungan terhadap keluhuran

harkat dan martabat manusia maka asas-asas penegakan hukum yang telah

dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, ditegaskan lagi dalam KUHAP

guna menjiwai setiap Pasal atau ayat agar senantiasa mencerminkan

perlindungan terhadap hak asasi manusia. Asas-asas tersebut adalah:21

1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan. Termuat dalam

Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa Peradilan dilakukan

dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. “Sederhana” di sini artinya

adalah, pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara

efisien dan efektif. “Biaya ringan” artinya adalah biaya perkara yang

dapat dijangkau oleh masyarakat banyak. Istilah “Cepat” sendiri


21
Riadi Asra Rahmad, Hukum Acara Pidana, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2019), hlm. 7-14.

22
diartikan “segera”. Peradilan cepat sangat diperlukan terutama untuk

menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim, hal

tersebut tidak boleh lepas dari perwujudan hak asasi manusia. Begitu

pula dengan peradilan bebas yang jujur, dan tidak memihak pihak mana

pun sebagaimana ditonjolkan dalam undang- undang tersebut Walau

begitu, dalam praktiknya asas ini sangat sulit untuk dicapai. Pada

umumnya, orang yang berperkara di depan pengadilan buta hukum, oleh

karena itu biasanya mereka menguasakan perkaranya kepada pengacara

untuk mengurus segala sesuatu yang berkenaan dengan perkaranya di

pengadilan. Apabila hal ini terjadi, biaya perkara yang ditanggung

tidaklah murah sehingga asas “biaya ringan” tidak akan tercapai.22

2. Asas in presentia. Pada dasarnya pengadilan memeriksa dengan hadirnya

terdakwa, tetapi dengan ketentuan dan pertimbangan tertentu, pengadilan

dapat memeriksa tanpa adanya terdakwa (in absentia).

3. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum. Asas ini

menunjukkan pada dasarnya pengadilan dapat dihadiri khalayak umum.

Ini memiliki makna bahwa masyarakat umum dapat memantau setiap

proses persidangan sehingga akuntabilitas putusan hakim dapat

dipertanggungjawabkan. Hal ini pula menjaga kemungkinan terjadi deal

antara pihak-pihak bermasalah. Meskipun demikian, dalam kasus atau

perkara tertentu, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.


22
M. Bakri, Pengantar Hukum Indonesia, (Malang: UB Press, 2011), hlm. 148.

23
Perkara-perkara yang diperiksa dalam sidang tertutup adalah mengenai

perkara- perkara kesusilaan atau perkara yang terdakwanya anak-anak.

Prinsip ini disebut juga dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu untuk keperluan

pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan

terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau

terdakwanyaanak-anak.

4. Asas Persamaan di Muka Hukum (equality before the law). Hukum

memberikan jaminan dan kepastian tentang hak dan kewajiban warga

negara. Hukum juga tidak dapat membedakan apakah warga negara kaya

atau miskin, berkuasa atau tidak melainkan di mata hukum semua warga

negara memiliki hak-hak yang sama. Untuk itu simbol dari keadilan

adalah seorang dewi yang ditutup kedua matanya. Artinya seorang dewi

harus mengadili tanpa harus melihat status warga negara yang

bermasalah. Begitu juga dengan seorang hakim yang tidak boleh

membeda-bedakan orang. Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kehakiman dinyatakan

pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan

orang.

5. Asas Pengawasan. Pemeriksaan di muka umum sidang pengadilan

bersifat akuator, yang berarti si terdakwa mempunyai kedudukan sebagai

“pihak” yang sederajat menghadapi pihak lawannya, yaitu Penuntun

24
Umum. Seolah-olah kedua belah pihak itu sedang “bersengketa” di muka

hakim, yang nanti akan memutuskan “persengketaan” tersebut.

Pengawasan di sini adalah pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan

dalam perkara pidana. Adapun pemeriksaan dalam sidang pengadilan

bertujuan meneliti dan menyaring apakah suatu tindak pidana itu benar

atau tidak, apakah bukti-bukti yang dimajukan sah atau tidak, apakah

pasal dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dilanggar itu

sesuai perumusannya dengan tindakan pidana yang telah terjadi itu.

Pemeriksaan di muka sidang pengadilan dilakukan secara terbuka untuk

umum, kecuali kalau peraturan penentuan lain, misalnya dalam hal

pemeriksaan kejahatan kesusilaan dan lain-lain. Pada dasarnya

pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap dilakukan oleh jaksa dan kemudian pelaksanaan pengawasan dan

pengamatan ini dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang

didelegasikan kepada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu

ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan. Dalam praktik,

seorang hakim tersebut lazim disebut sebagai “hakim wasmat” atau

“kimwasmat” (Bab XX Pasal 277 ayat (1) KUHAP, Bab VI Pasal 55 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, SEMA RI Nomor 7 Tahun

1985 tanggal 11 Februari 1985).

6. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of innocent). Setiap orang

wajib diduga tidak bersalah sebelum ada putusan yang menyatakan

25
sebaliknya. Implikasi dari asas ini, bahwa seseorang yang melakukan

tindak pidana masih memiliki hak untuk tidak dinyatakan bersalah

sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah. Penjelasan

umum 3c KUHAP menerangkan bahwa setiap orang yang disangka,

ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang

pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan

pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh hukum

tetap. Sehingga dari pengertian di atas Asas Praduga Tidak Bersalah

tersebut membawa makna bahwa dalam proses pelaksanaan acara pidana,

tersangka atau terdakwa wajib diberlakukan sebagaimana orang tidak

bersalah, sehingga penyidik, penuntut umum dan hakim memerhatikan

hak- hak yang ada pada dirinya terlebih mengenai hak asasinya benar-

benar harus dilindungi dan diperhatikan.

7. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi. Ganti kerugian adalah hak seseorang

untuk dapat mendapatkan pemenuhan atas tuntutannya yang berupa

imbalan sejumlah uang karena ditangkap atau ditahan dituntut dan diadili

tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan

mengenai orangnya atau hukum diterapkan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 22 KUHAP). Hal hal yang dapat

diajadikan dasar alasan untuk menuntut ganti kerugian bukan hanya

seperti yang tercantum dalam Pasal 1 butir 22 KUHAP tetapi juga

mencakup meliputi pengertian tindakan lain ialah kerugian yang

26
ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang

tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan yang lebih lama daripada

pidana yang dijatuhkan. Rehabilitasi merupakan salah satu dari tersangka

atau terdakwa (Pasal 6 dan 69 KUHAP). Menurut penjelasan Pasal 9 UU

kekuasaan kehakiman, pengertian rehabilitasi adalah pemulihan hak

seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh

pengadilan. Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 97 ayat (1) dan

(2) KUHAP apabila sesorang yang diadili oleh pengadilan diputus bebas

atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum, maka kepadanya harus

diberikan rehabilitasi yang secara sekaligus dicantumkan dalam

keputusan pengadilan.

8. Asas Bantuan Hukum (Asas Legal Assistance). Setiap orang yang

tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum

yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan

atas dirinya.

9. Asas Akusator. Kebebasan memberikan dan mendapatkan nasihat hukum

menunjukkan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini

berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan

sidang pengadilan pada asasnya telah dihilangkan. Sebagai telah

diketahui, asas inkisitor itu berarti tersangka dipandang sebagai objek

pemeriksaan yang dianut oleh HIR untuk pemeriksaan pendahuluan.

Sama halnya dengan Ned. Sv. yang lama yaitu tahun 1838 yang direvisi

27
tahun 1885. Sejak tahun 1926 yaitu berlakunya Ned. Sv. yang baru di

negeri Belanda dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka

dipandang bahwa pengakuan tersangka dipandang sebagai pihak pada

pemeriksaan pendahuluan dalam arti terbatas, yaitu pada pemeriksaan

perkara-perkara politik, berlaku asas inkisitor.

10. Asas Formalitas. Asas ini memberikan pengertian bahwa setiap proses

pidana mulai dari penyelidikan sampai pada penuntutan harus dilakukan

secara formal tertulis.

11. Asas Oppurtunitas. Wewenang penuntut menjadi kekuasaan sepenuhnya

penuntut umum atau jaksa. Kekuasaan untuk menuntut seseorang

menjadi monopoli penuntut umum, artinya bahwa orang lain atau

badan lain tidak berwenang untuk itu. Dengan demikian, hakim hanya

menunggu dari tuntutan jaksa untuk memeriksa suatu perkara pidana.

Meskipun hakim tahu bahwa ada kasus pidana yang belum diajukan ke

pengadilan, dia tidak berwenang memintanya. Hukum acara pidana

asas oportunitas diatur dalam pasal 36 C Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dengan tegas

menyatakan asas oportunitas itu dianut oleh Indonesia. Pasal ini

menerangkan bahwa jaksa agung dapat mengesampingkan perkara

berdasarkan kepentingan umum. Kepentingan umum artinya adalah

kepentingan negara dan masyarakat bukan kepentingan pribadi.

28
Suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia memiliki derajat yang

berbeda. Pada dasarnya, segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia,

seperti melihat, menulis, mendegar dan lain sebagainya merupakan

perbuatan yang wajar dan lazim dilakukan oleh manusia. Akan tetapi, tidak

semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia adalah perbuatan yang dapat

diterima oleh suatu norma sosial yang hidup di masyarakat. Misalnya

melihat adalah perubatan yang wajar, akan tetapi apabila yang dilihat adalah

pekerjaan teman pada saat ujian alias mencontek, maka tindakan tersebut

menurun derajatnya menjadi tindakan tercela. Perbuatan tercela

dikategorikan menjadi suatu tindak pidana apabila tindakan tersebut

melanggar norma hukum positif sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1)

KUHP yang mengatur bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali

berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada.” Suatu

perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila telah memenuhi dua

unsur, yakni unsur subjektif dan objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang

berasal dari dalam diri pelaku. Artinya, seseorang dapat diminta

pertanggungjawaban atau dipersalahkan terhadap perbuatan yang

bertentangan dengan hukum. Asas hukum pidana menyatakan bahwa tidak

ada hukum kalau tidak ada kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah

kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang berasal

dari luar pelaku yang terdiri dari:

29
1. Perbuatan manusia, dapat berupa perbuatan aktif ataupun perbuatan

pasif.

2. Akibat perbuatan manusia, dimana akibat tersebut membahayakan atau

merusak bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang

dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak

milik, kehormatan, dan kebahagiaan.

3. Keadaan-keadaan (circumstances), pada umumnya keadaan tersebut

dibedakan antara lain pada saat perbuatan dilakukan dan keadaan setelah

perbuatan dilakukan.

4. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum

berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari

hukum. Adapun sikap melawan hukum adalah perbuatan itu

bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau

perintah.23

C. Tahapan Pemeriksaan Acara Pidana

Proses dalam Hukum Acara Pidana secara garis besar dapat dibagi

menjadi tindakan yang mendahului pemeriksaan di muka pengadilan yang

terdiri atas tingkat penyelidik atau penyidik (kepolisian) dan pada tingkat

penuntut umum. Ketika dalam proses penyidikan sudah terkumpul bukti-

23
Gandjar Laksmana Bonaprapta Bondan, Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana,
(Jakarta: KPK, 2019), hlm. 4.

30
bukti yang menguatkan maka penyidik akan mengirim BAP (berkas acara

pemeriksaan) kepada kejaksaan untuk kemudian kejaksaan menunjuk

penuntut umum yang kemudian membuat surat dakwaan dan selanjutnya

melimpahkan ke pengadilan negeri. Ketua pengadilan membentuk majelis

hakim yang bertugas memanggil terdakwa, kemudian dilanjutkan dengan

pemeriksaan dalam sidang pengadilan hingga akhirnya tercipta putusan

pengadilan. Tahap yang mengawali proses Hukum Acara Pidana adalah

diketahui terjadinya tindak pidana (delik). Perkara pidana disebut ada jika

diketahui adanya tindak pidana atau peristiwa pidana atau kejahatan yang

dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Berbeda dengan perkara

perdata, ketika inisiatif untuk mengajukan perkara diambil oleh orang-orang

yang merasa dirugikan maka dalam perkara pidana, inisiatif untuk

mengajukan perkara pidana diambil oleh negara. Mengajukan perkara

pidana di pengadilan karena adanya tindak pidana atau kejahatan. Diketahui

terjadinya tindak pidana dari empat kemungkinan yaitu:

1. Kedapatan tertangkap tangan, hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 19

KUHAP;

2. Karena laporan hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 24 KUHAP;

3. Karena pengaduan hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 25 KUHAP;

31
4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik

mengetahui terjadinya delik seperti baca di surat kabar, dengar di radio,

dengar orang bercerita, dan lain-lain.24

Ruang lingkup hukum acara pidana sangat erat kaitannya dengan proses

pemeriksaan perkara pidana, yang oleh KUHAP sekarang ini dibagi

menjadi 4 tahap, yaitu:

1. Penyidikan perkara pidana. Penyidikan merupakan tahapan pertama

dalam pemeriksaan perkara pidana yang dilakukan oleh penyidik

dalam hal ini adalah polisi, yaitu sejak adanya sangkan bahwa

seseorang telah melakukan suatu perbuatan pidana. Penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik sudah tentu berdasarkan atas cara-cara yang di

atur dalam undang-undang (KUHAP)

2. Penuntutan perkara pidana. Menuntut adalah tindakan penuntut umum

untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang

berwenang, dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan

diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntutan perkara pidana

adalah tugas yang dilakukan oleh kejaksaan.

3. Pemeriksaan di sidang pengadilan. Setelah suatu perkara pidana oleh

Jaksa/Penuntut umum ke pengadilan yang berwenang, maka tugas

24
M. Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 11.

32
selanjutnya bagi hakim pengadilan untuk memeriksa dan mengadili

serta kemudian mengambil keputusan. Mengadili adalah serangkaian

tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara

pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang

pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang hukum acara pidana.

4. Pelaksanaan putusan. Melaksanakan keputusan hakim adalah

menyelenggarakan agar segala sesuatu yang tercantum dalam surat

keputusan hakim dapat dilaksanakan. Pelaksanaan keputusan hakim ini

adalah tugas kejaksaan dengan tetap ada pengawasan oleh hakim.

Hakekat eksekusi ini adalah agar supaya amar putusan pengadilan

dapat dilaksanakan. Terutama sekali terhadap putusan Pengadilan yang

membebaskan terdakwa / vrijspraak berada dalam tahanan, agar segera

untuk dibebaskan.25

D. Hak-hak Tersangka dan Terdakwa dalam KUHAP

Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Hak-hak tersangka sebagaimana diatur di dalam KUHAP, adalah sebagai

berikut:26

25
I Ketut Sudjana, Op. Cit., hlm. 16.
26
Riadi Asra Rahmad, Op. Cit., hlm. 39-44.

33
1. Hak untuk segera diperiksa perkaranya, sebagaimana menurut Pasal 50

KUHAP, yaitu berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan

selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Bahkan tersangka

yang ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu

dijalankan, ia harus mulai diperiksa oleh penyidik. 27 Berhak perkaranya

segerad imajukan atau dilanjutkan ke pengadilan oleh penuntut umum.

Berhak segera diadili oleh pengadilan serta hak untuk mempersiapkan

pembelaan, sebagaimana menurut Pasal 51 huruf a KUHAP.

2. Hak untuk bebas memberikan keterangan, sebagaimana menurut Pasal

52 KUHAP, bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan:

tersangka berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.

3. Hak untuk mendapatkan juru bahasa, sebagaimana menurut Pasal 53

ayat (1) KUHAP, bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan

tersangka berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 KUHAP.

4. Hak untuk mendapatkan penerjemah, sebagaimana menurut Pasal 53

ayat (2) KUHAP, bahwa dalam hal tersangka bisu dan atau tuli

diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178

KUHAP.

5. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum, sebagaimana menurut Pasal 54

KUHAP, bahwa guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak


27
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 122.

34
mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum

selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata

cara yang ditentukan dalam undang-undang.

6. Hak untuk memilih penasihat hukum, sebagaimana menurut Pasal 55

KUHAP, yaitu berhak untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut

dalam Pasal 54, dan berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.

7. Hak untuk didampingi penasihat hukum secara cuma- cuma,

sebagaimana menurut menurut Pasal 56 KUHAP, bahwa apabila dalam

hal tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan

pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi

mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau

lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang

bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan

wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Setiap penasihat hukum

yang ditunjuk untuk bertindak, memberikan bantuannya dengan cuma-

cuma.

8. Hak untuk menghubungi penasihat hukumnya, sebagaimana menurut

Pasal 57 ayat (1) KUHAP, bahwa tersangka yang dikenakan penahanan,

berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan

undang-undang.

9. Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya, sebagaimana menurut

Pasal 57 ayat (2) KUHAP, bahwa tersangka yang berkebangsaan asing

35
yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan

perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya

10. Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan, sebagaimana menurut

Pasal 58 KUHAP, bahwa tersangka yang dikenakan penahanan berhak

menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk

kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses

perkara maupun tidak.

11. Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya, sebagaimana

menurut Pasal 59 KUHAP, bahwa tersangka yang dikenakan penahanan

berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang

berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,

kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka

ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk

mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.

12. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan, sebagaimana

menurut Pasal 60 KUHAP, bahwa tersangka berhak menghubungi dan

menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan

kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan

bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan

bantuan hukum.

13. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan keluarganya,

sebagaimana menurut Pasal 61 KUHAP, bahwa tersangka berhak secara

36
langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi

dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada

hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan

atau untuk kepentingan kekeluargaan.

14. Hak untuk surat menyurat, sebagaimana menurut Pasal 62 ayat (1)

KUHAP bahwa tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat

hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak

keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi,

tersangka disediakan alat tulis menulis.

15. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan,

sebagaimana menurut Pasal 63 KUHAP, bahwa tersangka berhak

menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan

16. Hak untuk mengajukan saksi yang meringankan, sebagaimana menurut

Pasal 65 KUHAP, bahwa tersangka berhak untuk mengusahakan dan

mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus

guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.

Sedangkan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut diperiksa dan

diadili dalam sidang pengadilan. Hak- hak Terdakwa dalam KUHAP

adalah:

a. Hak untuk segera diperiksa perkaranya, sebagaimana menurut Pasal 50

ayat (3) KUHAP, bahwa terdakwa berhak segera diadili oleh

pengadilan.

37
b. Hak untuk mempersiapkan pembelaan, sebagaimana menurut Pasal 51

huruf b KUHAP, bahwa untuk mempersiapkan pembelaan terdakwa

berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti

olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.

c. Hak untuk bebas memberikan keterangan, sebagaimana menurut Pasal

52 KUHAP, bahwa dalam tingkat pengadilan Terdakwa berhak

memberikan keterangan secara bebas kepada hakim.

d. Hak untuk mendapatkan juru bahasa, sebagaimana menurut Pasal 53

ayat (1) KUHAP, bahwa ”Dalam pemeriksaan pada tingkat pengadilan

terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177. Adapun menurut Pasal 177

ayat (1) KUHAP, bahwa jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa

Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang

bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang

harus diterjemahkan.

e. Hak untuk mendapatkan penerjemah, sebagaimana menurut Pasal 53

ayat (2) KUHAP, bahwa dalam hal terdakwa bisu dan atau tuli

diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178

KUHAP. Adapun dimaksud menurut Pasal 178 KUHAP, bahwa jika

terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim

ketua sidang. mengangkat sebagai penterjemahorang yang pandai

bergaul dengan terdakwa atau saksi itu. Jika terdakwa atau saksi bisu

38
dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan

semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada

terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya

dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.

f. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum, sebagaimana menurut Pasal 54

KUHAP, bahwa guna kepentingan pembelaan, tedakwa berhak

mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum

selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata

cara yang ditentukan dalam undang-undang.

g. Hak untuk memilih penasihat hukum, sebagaimana menurut Pasal 55

KUHAP, bahwa untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam

Pasal 54, Terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.

h. Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya, sebagaimana menurut

Pasal 57 ayat (2) KUHAP, bahwa terdakwa yang berkebangsaan asing

yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan

perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.

i. Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan, sebagaimana menurut

Pasal 58 KUHAP,bahwa Terdakwa yang dikenakan penahanan berhak

menghubungi dan menerima kunjungan dokterpribadinyauntuk

kepentingankesehatan baik yangada hubungannya dengan proses perkara

maupun tidak.

39
j. Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya, sebagaimana

menurut Pasal 59 KUHAP, bahwa terdakwa yang dikenakan penahanan

berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang

berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,

kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan terdakwa

ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh terdakwa untuk

mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.

k. Hakuntukmenghubungi danmenerima kunjungan, sebagaimana menurut

Pasal 60 KUHAP, bahwa berhak menghubungi dan menerima

kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau

lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan

penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.

l. Hak untuk menghubungi dan menerima, sebagaimana menurut Pasal 61

KUHAP, bahwa terdakwa berhak secara langsung atau dengan

perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima

kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya

dengan perkara terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk

kepentingan kekeluargaan.

m. Hak untuk melakukan surat menyurat, sebagaimana menurut Pasal 62

ayat (1) KUHAP, bahwa terdakwa berhak mengirim surat kepada

penasihat hukum-nya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya

40
dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk

keperluan itu bagi terdakwa disediakan alat tulis menulis.

n. Hak untuk mengajukan saksi dengan keterangan di bawah sumpah,

sebagaimana menurut Pasal 169 ayat (1) KUHAP, bahwa Terdakwa

berhak untuk meminta agar saksi yang menurut Pasal 168 KUHAP

untuk memberi keterangan di bawah sumpah.

o. Hak untuk mengeluarkan saksi dari ruang sidang, sebagaimana menurut

Pasal 172 ayat (1) KUHAP, bahwa terdakwa berhak mengajukan

permintaan kepada hakim ketua sidang, misalnya agar di antara Saksi

yang telah didengar keterangannya yang tidak dikehendaki kehadirannya

dikeluarkan dari ruang sidang.

p. Hak untuk menuntut saksi, sebagaimana menurut Pasal 174 ayat (2)

KUHAP, bahwa Terdakwa berhak untuk meminta agar saksi yang

memberikan keterangan palsu supaya dapat ditahan, dengan dakwaan

palsu.

q. Hak untuk menolak keterangan ahli, sebagaimana menurut Pasal 180

ayat (2) KUHAP, bahwa Terdakwa berhak keberatan atau menolak

terhadap hasilketerangan ahlisebagaimanadimaksud pada ayat (1), maka

hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.

r. Hak untuk mengajukan pembelaan, sebagaimana menurut Pasal 182 ayat

(1) huruf b KUHAP, bahwa Terdakwa berhak untuk mengajukan

pembelaan atas tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum

41
sebagaimana dimaksud pada Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP;

selanjutnya menurut Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP, bahwa

Terdakwa berhak mengajukan pembelaan secara tertulis.

s. Hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan (ade charge),

sebagaimanamenurut Pasal 116 ayat(3) KUHAP, bahwa hak terdakwa

untuk mendapatkan saksi yang dapat meringankan atau yang

menguntungkan baginya.

Perkembangan Hak Asasi Manusia telah menempatkan seorang

tersangka/terdakwa sebagai subyek yang memiliki hak penuh untuk

membela dirinya. Untuk memenuhi hal yang demikian maka perundang-

undangan Indonesia telah memberikan sejumlah perangkat rumusan

perundang-undangan untuk menjamin pemenuhan terhadap hak-hak

tersangka/terdakwa.28

28
Badan Diklat Kejaksaan RI, Op. Cit., hlm. 21.

42
BAB III

TAHAPAN PRA PENUNTUTAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA

DAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH

A. Pengertian dan Proses Penyidikan

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-

undang untuk melakukan penyidikan. Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa penyidikan itu adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut acara yang diatur dalam undang-

undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu

membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya. Dari batasan pengertian (begrips bepaling) sesuai dengan

konteks Pasal 1 angka 2 KUHAP dengan konkret dan faktual dimensi

penyidikan tersebut dimulai ketika terjadi tindak pidana sehingga melalui

proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan tentang aspek-aspek

sebagai berikut:29

1. Tindak pidana yang telah dilakukan.

2. Tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti)

3. Waktu tindak pidana dilakukan (tempus delicti)

4. Cara tindak pidana dilakukan


29
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahannya,
(Bandung: PT Alumni, 2007), hlm. 54.

43
5. Dengan alat apa tindak pidana dilakukan

6. Latar belakang sampai tindak pidana tersebut dilakukan

7. Siapa pelakunya.

Di dalam KUHAP, selain fungsi penyidikan dikenal pula fungsi

penyelidikan. Menurut ketentuan Bab I Pasal 1 angka 5 KUHAP,

penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang. Dari batasan ini dapat dikonklusikan bahwa tampak

jelas hubungan erat antara tugas dan fungsi “penyidik” dan “penyelidik”.

Titik taut hubungan tersebut menurut Pedoman Pelaksana Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa penyelidikan

bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi

penyidikan, melainkan merupakan hanya salah satu cara atau metode atau

sub dari pada fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu

penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,

penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan,

penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum.30

Secara konkrit, penyidikan adalah dalam rangka untuk mendapatkan

keterangan:31

30
Ibid. hm. 55.
31
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana, (Surabaya: Airlangga University, 2015),
hlm. 62.

44
1. Tindak pidana apa yang dilakukan. Hal ini erat hubungannya dengan asas

legalitas.

2. Kapan tindak pidana itu dilakukan. Hal ini berhubungan dengan tempus

delicti.

3. Di mana tindak pidana itu dilakukan. Hal ini berhubungan dengan locus

delicti.

4. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan. Hal ini berhubungan dengan

instrumenta delicti.

5. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan. Hal ini untuk mendapat

intormasi terkait modus operandi tindak pidana.

6. Mengapa tindak pidana itu dilakukan. Hal ini untuk mendapatkan

keterangan tentang motif dilakukannya tindak pidana, misalnya karena

dendam.

7. Siapa pelakunya. Hal ini untuk menentukan subyek hukum yang dapat

dimintai pertanggungiawaban pidana.

Dalam KUHAP selain adanya penyidik juga ada penyidik pembantu.

Menurut ketentuan pasal 11 KUHAP bahwa wewenang penyidik pembantu

sama seperti penyidik (pasal 7 ayat 1), kecuali terhadap penahanan yang

diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik. Tugas dan

wewenang penyidik pembantu, seperti yang ditentukan dalam pasa 7

KUHAP. Jadi terlihat adanya hubungan koordinasi antara penyidi dengan

penyidik pembantu., hal ini dapat dilihat seperti ketentuan pasal 7 ayat 1

45
KUHAP. Penyidik Pembantu adalah penyidik juga, hanya saja apabila

penyidik pembantu telah selesai melakukan tugas penyidikan, menyerahkan

hasil penyidikan kepada penyidik.32

B. Pengertian dan Proses Penuntutan

Dalam proses penyidikan, ada beberapa yang harus dilakukan oleh

penyidik, yaitu pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan (jika perlu),

penahanan (jika perlu), penggeledahan, dan penyitaan yang kesemuanya itu

harus berdasarkan surat perintah dan harus dibuatkan berita acara atas

tindakan-tindakan tersebut. Kemudian terhadap mereka (tersangka dan saksi)

serta bukti-bukti yang ada dilakukan pemeriksaan untuk mendapatkan

keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan/atau saksi dan/atau

barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi.

Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara

Pemeriksaan (disingkat dengan BAP) untuk dapatnya segera dilimpahkan

kepada kejaksaan untuk dilanjutkan pada proses selanjutnya. Setelah

dilakukan proses pemeriksaan di penyidik, maka BAP yang telah dibuat oleh

penyidik beserta kelengkapannya diserahkan (relaas) kepada kebijakan yang

diikuti dengan pelimpahan tersangka dan barang bukti untuk segera dapat

dilakukan proses penuntutan. Setelah dilakukan relaas BAP, maka jaksa

yang ditunjuk oleh kepala kejaksaan negeri untuk menjadi Penuntut Umum

32
I Ketut Sudjana, Op. Cit., hlm. 27.

46
memeriksa, mempelajari dan segera melakukan tindakan untuk melakukan

penuntutan.33

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan

perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang (absolute kompetentie

atau relative kompetentie) sesuai dengan cara yang diatur dalam KUHAP.

Dalam proses penuntutan ini meliputi pembuatan surat dakwaan sebagai

dasar dimulainya persidangan di pengadilan dan pembuatan surat tuntutan

sebagai dasar bagi hakim untuk memberikan vonis (putusan) terhadap

perkara pidana yang di sidangkan.34

C. Peran Kepolisian dan Kejaksaan Dalam Pemeriksaan Tersangka dan

Terdakwa serta Pengaturannya dalam KUHAP

Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik lndonesia, dalam Pasal 5 menyebutkan bahwa:

1. Kepolisian Negara Republik lndonesia merupakan alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan

dalam negeri.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional dalam

melaksanakan peranannya merupakan satu kesatuan.

33
Sugianto, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek Peradilan di Indonesia, (Yogyakarta:
Deepublish, 2018), hlm. 15-16.
34
Ibid.

47
3. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 2 Tahun

2002 Tentang Kepolisian Negara Republik lndonesia tugas pokok Kepolisian

Negara Republik lndonesia adalah:

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

2. Menegakkan hukum; dan

3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Republik lndonesia

Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik lndonesia, dalam

melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Negara Republik lndonesia bertugas:

1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

3. Membina masyarakal untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap

hukum dan peraturan perundang-undangan;

4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

48
5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

6. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa;

7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainnya;

8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian;

9. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk

memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia;

10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

49
Pada KUHAP dalam proses penyidikan, Penyidik pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia karena kewajibannya mempunyai tugas dan

wewenang:35

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

3. Menuyuruh berhenti seorang Tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri Tersangka;

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau

saksi;

8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

9. Mengadakan penghentian penyidik; dan

10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yag bertanggungjawab.

KUHAP memberi perbedaan antara pengertian Jaksa dan Penuntut

Umum, diatur dalam ketentuan umum pasal 1 butir 6 yaitu Jaksa adalah

pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak

sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah


35
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 7.

50
memperoleh kekuatan hukum tetap. Penuntut Umum adalah jaksa yang

diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan

melaksanakan penetapan hakim. Jadi dari dua istilah dan pengertian tersebut

di atas dapat disimpulkan bahwa Jaksa adalah menyangkut jabatan,

sedangkan Penuntut Umum menyangkut fungsinya. Setelah berlakunya

KUHAP. Di Indonesia, Jaksa / Penuntut Umum bukan lagi menjadi penyidik

perkara, hal ini merupakan kewenangan Polisi. Namun hal yang demikian ni

tidak mutlak berlaku, karena dalam Tindak Pidana Tertentu jaksa juga diberi

kewenanga untuk melakukan penyidikan, seperti Tindak Pidana Korupsi.

Subversi, Pelanggaran Hak Asasi Manusia.36

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Republik lndonesia, terkait dengan tugas, fungsi dan wewenang

kejaksaan dapat dijelaskan sebagai berikut:37

1. Kejaksaan Republik lndonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang

ini disebut kejaksaan adalah:

a. Lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.

b. Kekuasaan negara tersebut dilaksanakan secara merdeka.

c. Kejaksaan tersebut adalah satu dan tidak terpisahkan.

36
Eddy O.S. Hiariej, Op. Cit., hlm. 22.
37
Indonesia, Undang-Undang tentang Kejaksaan, UU No. 16 Tahun 2004, Pasal 30.

51
d. Pelaksanaan kekuasaan negara, diselenggarakan oleh Kejaksaan

Agung, Kejaksaan tinggi, dan Kejaksaan negeri.

Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:38

1. Melakukan penuntutan;

2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,

putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

4. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang-undang;

5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Selanjutnya mengenai penuntut umum khususnya mengenai

wewenang penuntut umum diatur dalam Bab IV KUHAP dalam dua pasal

yaitu Pasal 14 dan Pasal 15 yang diperinci sebagai berikut:39

1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik dan

penyidik pembantu

38
Ibid.
39
Eddy O.S. Hiariej, Op. Cit., hlm. 23.

52
2. Mengadakan “pratuntutan” apabila ada kekurangan pada penyidik

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP

dengan memberikan petunjuk dalam penyempurnaan penyidikan

3. Memberikan perpanjangan penahanan, memlakukan penahanan atau

penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setalah perkaranya

dilimpahkan oleh penyidik

4. Membuat surat dakwaan

5. Melimpahkan perkara ke pengadilan

6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari dan waktu

perkara disidangkan dengan disertai surat panggilan baik kepada

terdakwa maupun saksi-saksi, untuk datang pada persidangan yang

ditentukan

7. Melakukan penuntutan

8. Menutup perkara demi hukum

9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang

10. Melaksanakan penetapan hakim.

D. Ruang Lingkup Polsek Cibinong dan Kajari Kabupaten Bogor

Kepolisian Sektor Cibinong merupakan Kepolisian yang daerah

tugasnya dibawah Kepolisian Resor Kota Bogor. Ruang lingkup yang

menjadi wewenangnya adalah, layanan lalu lintas, layanan intelkam, layanan

reserse kriminal, layanan narkoba, layanan binaan masyarakat dan layanan

53
lainnya yang berhubungan dengan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Untuk yang berhubungan dengan hukum acara pidana, Polsek Cibinong

memiliki mekanisme penegakan hukum sesuai dengan KUHAP.40

Alur pertama adalah adanya laporan atau aduan kepada polisi dari

pelapor lalu diadakan penyelidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti serta

menilai apakah laporan atau aduan tersebut merupakan perkara pidana yang

perlu di proses hingga ke pengadilan atau hanya perlu diselesaikan di

lingkup kepolisian saja. Setelah proses penyelidikan dan layak untuk dilanjut

ke tahap penyidikan maka dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan. Kegiatan

Penyelidikan dan Penyidikan yang dilaporkan oleh warga masyarakat akan


40
Hasil Wawancara dengan Bripka Wahyu, yaitu Penyidik Pembantu di Polsek Cibinong pada
30 Juli 2021.

54
mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan

(disingkat dengan SP2HP). Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil

Penyidikan (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin

akuntabilitas dan transparansi penyelidikan /penyidikan, penyidik wajib

memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta

secara berkala. Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian

Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik

Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan

transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak

pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali

setiap 1 bulan. Dalam proses penyidikan kepolisian mengumpulkan bukti-

bukti dan memanggil saksi-saksi yang dirangkumnya dalam Berita Acara

Pemeriksaan. Tersangka dalam hal ini diberikan hak-haknya sesuai dengan

amanat KUHAP. Tersangka dapat menyangkal atau membantah bahwa telah

terjadi suatu tindak pidana yang dilakukannya dan tersangka tidak dibebani

pembuktian, tetapi penyidik berpedoman pada bukti-bukti yang telah

ditemukan dan setelah BAP lengkap maka penyidik menyerahkan BAP itu

kepada kejaksaan.41

41
Hasil Wawancara dengan Bripka Wahyu, yaitu Penyidik Pembantu di Polsek Cibinong pada
30 Juli 2021.

55
Kejaksaan Negeri Cibinong adalah kejaksaan yang melakukan tugas

dan wewenangnya di daerah hukum Cibinong. Kejaksaan Negeri Cibinong

menjalankan tugas dan wewenang yaitu:42

1. Di bidang pidana :

a. melakukan penuntutan;

b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas

bersyarat;

d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang- undang;

e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

2. Di bidang perdata dan tata usaha negara:

Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun

di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

3. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut

menyelenggarakan kegiatan:

42
Hasil Wawancara dengan Jesfry, yaitu Kepala Sub Seksi Pra Penuntutan Bidang Pidana
Umum pada 9 Agustus 2021.

56
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;

c. pengawasan peredaran barang cetakan;

d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

masyarakat dan negara;

e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya di bidang pidana,

sebagai berikut:43

1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau

penyidik pembantu.

2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4)

KUHAP dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan

penyidikan dari penyidik

3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan dan atau mengubah Status tahanan setelah

perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan

4. Membuat surat dakwaan

5. Melimpahkan perkara ke Pengadilan

43
Hasil Wawancara dengan Jesfry, yaitu Kepala Sub Seksi Pra Penuntutan Bidang Pidana
Umum pada 9 Agustus 2021.

57
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada Terdakwa tentang ketentuan hari

dan waktu perkara disidangkan disertai surat Pengadilan, baik kepada

Terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan

7. Melakukan penuntutan

8. Menutup perkara demi kepentingan hukum

9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan Undang-undang dan

10. Melaksanakan penetapan Hakim.

Syarat formal dan materiel dalam melakukan Penuntutan:44

1. Kelengkapan formal yakni meliputi segala sesuatu yang berhubungan

dengan formalitas/persyaratan, tata cara penyidikan yang harus

dipersiapkan dengan surat Perintah, Berita Acara, Izin/Persetujuan Ketua

Pengadilan. Disamping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formal,

perlu diteliti pula segi kualitas kelengkapan tersebut, yakni keabsahannya

sesuai ketentuan undang-undang.

2. Kelengkapan materiel yakni kelengkapan informasi, data, fakta dan alat

bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktianl. Kriteria yang dapat

digunakan sebagai tolak

Yang menjadikan tolok ukur kelengkapan materiel antara lain:45


44
Hasil Wawancara dengan Jesfry, yaitu Kepala Sub Seksi Pra Penuntutan Bidang Pidana
Umum pada 9 Agustus 2021.
45
Hasil Wawancara dengan Jesfry, yaitu Kepala Sub Seksi Pra Penuntutan Bidang Pidana
Umum pada 9 Agustus 2021.

58
1. Apa yang terjadi tindak pidana beserta kualifikasi dan Pasal yang

dilanggar).

2. Siapa pelaku, siapa-siapa yang melihat, mendengar, mengalami peristiwa

itu (Tersangka, saksi-saksi/ahli).

3. Bagaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi)

4. Dimana perbuatan itu dilakukan (locus delicti)

5. Bilamana perbuatan itu dilakukan (tempus delicti)

6. Akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara viktimologis)

E. Pengaturan Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah

Asas praduga tak bersalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari prinsip dueprocess Indonesia sebagai Negara yang menganut sistem

Civil Law, asas ini di Indonesia dimuat dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan di dalam

Penjelasan Umum KUHAP bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap,

ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak

bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya

dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Terdapat konsekuensi logis

dari asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) ini yaitu kepada

tersangka atau terdakwa diberikan hak oleh hukum untuk tidak memberikan

keterangan yang akan memberatkan/merugikan dirinya di muka persidangan

(the right of non-self incrimination). Hak ini berasal dari beban negara untuk

59
menuduh dan membawa seseorang ke Pengadilan, untuk membuktikan

kesalahannya itu:

1. Seseorang yang menjadi tertuduh tidak dapat dipaksa membantu

kewajiban negara itu. Asas ini secara operasional terelaborasi dalam

Pasal-Pasal KUHAP, yaitu tersangka atau terdakwa tidak dibebani

kewajiban pembuktian. Bahkan, ia dapat tidak menjawab dalam proses

pemeriksaan, hanya diingatkan kalau hal itu terjadi, lalu pemeriksaan

diteruskan46

2. Tersangka/terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas.

Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan. Hal ini dilarang

dengan tujuan agar pemeriksaan itu mencapai hasil yang tidak

menyimpang dari apa yang sebenarnya, sekaligus menjauhkan dari rasa

takut. Karena itu, wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap

tersangka/terdakwa47

3. Pengakuan tersangka/terdakwa bukanlah merupakan alat bukti. Beban

pembuktian menjadi kewajiban Jaksa Penuntut Umum, jadi keterangan

Terdakwa hanya dapat dipergunakan bagi dirinya sendiri.48

Pasal 52 KUHAP menyatakan dalam pemeriksaan pada tingkat

penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan

keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Menurut penjelasan


46
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 66 jo.
Pasal 175.
47
Ibid., Pasal 52 jo. Pasal 166.
48
Ibid., Pasal 184.

60
Pasal 52 KUHAP, supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak

menyimpang dari yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus

dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau

tekanan terhadap tersangka atau terdakwa. Selain itu, Pasal 117 KUHAP

menyatakan bahwa keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik

diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apa pun.

Sebagaimana dimaksud dengan Pasal 189 ayat (3) KUHAP, adanya suatu

pengakuan terdakwa tidaklah dipergunakan sebagai alat bukti lagi, bahkan

hanya menempati urutan terakhir sebagai alat bukti seperti dalam Pasal 184

ayat (1) KUHAP dengan penyebutan "keterangan terdakwa", bukan suatu

"pengakuan terdakwa".49

49
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2002), hlm. 725-726.

61
BAB IV

ANALISIS IMPLEMENTASI ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH

TERHADAP TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN

PIDANA DI POLSEK CIBINONG DAN KAJARI KABUPATEN BOGOR

A. Implementasi Asas Praduga Tidak Bersalah Dalam Pemeriksaan

Tersangka di Polsek Cibinong

Implementasi asas praduga tidak bersalah dalam pemeriksaan

tersangka di Polsek Cibinong tujuannya untuk menganalisis apakah

implementasinya telah sesuai dengan KUHAP. Pada implementasinya,

Polsek Cibinong menerapkan asas praduga tak bersalah sesuai dengan

amanat KUHAP yaitu dalam bentuk memberikan hak-hak tersangka:50

1. Hak untuk segera diperiksa perkaranya, sebagaimana menurut Pasal 50

KUHAP, yaitu berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan

selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Bahkan tersangka

yang ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu

dijalankan, ia harus mulai diperiksa oleh penyidik.51 Berhak perkaranya

segerad imajukan atau dilanjutkan ke pengadilan oleh penuntut umum.

Berhak segera diadili oleh pengadilan serta hak untuk mempersiapkan

pembelaan, sebagaimana menurut Pasal 51 huruf a KUHAP.

50
Hasil Wawancara dengan Bripka Wahyu, yaitu Penyidik Pembantu di Polsek Cibinong pada
30 Juli 2021.
51
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 122.

62
2. Hak untuk bebas memberikan keterangan, sebagaimana menurut Pasal 52

KUHAP, bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan: tersangka

berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.

3. Hak untuk mendapatkan juru bahasa, sebagaimana menurut Pasal 53 ayat

(1) KUHAP, bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan

tersangka berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 KUHAP.

4. Hak untuk mendapatkan penerjemah, sebagaimana menurut Pasal 53 ayat

(2) KUHAP, bahwa dalam hal tersangka bisu dan atau tuli diberlakukan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 KUHAP.

5. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum, sebagaimana menurut Pasal 54

KUHAP, bahwa guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak

mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum

selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata

cara yang ditentukan dalam undang-undang.

6. Hak untuk memilih penasihat hukum, sebagaimana menurut Pasal 55

KUHAP, yaitu berhak untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut

dalam Pasal 54, dan berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.

7. Hak untuk didampingi penasihat hukum secara cuma- cuma,

sebagaimana menurut menurut Pasal 56 KUHAP, bahwa apabila dalam

hal tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan

pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi

63
mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau

lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang

bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan

wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Setiap penasihat hukum

yang ditunjuk untuk bertindak, memberikan bantuannya dengan cuma-

cuma.

8. Hak untuk menghubungi penasihat hukumnya, sebagaimana menurut

Pasal 57 ayat (1) KUHAP, bahwa tersangka yang dikenakan penahanan,

berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan

undang-undang.

9. Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya, sebagaimana menurut

Pasal 57 ayat (2) KUHAP, bahwa tersangka yang berkebangsaan asing

yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan

perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya

10. Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan, sebagaimana menurut

Pasal 58 KUHAP, bahwa tersangka yang dikenakan penahanan berhak

menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk

kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses

perkara maupun tidak.

11. Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya, sebagaimana

menurut Pasal 59 KUHAP, bahwa tersangka yang dikenakan penahanan

berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang

64
berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,

kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka

ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk

mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.

12. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan, sebagaimana

menurut Pasal 60 KUHAP, bahwa tersangka berhak menghubungi dan

menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan

kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan

bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan

bantuan hukum.

13. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan keluarganya,

sebagaimana menurut Pasal 61 KUHAP, bahwa tersangka berhak secara

langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi

dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada

hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan

atau untuk kepentingan kekeluargaan.

14. Hak untuk surat menyurat, sebagaimana menurut Pasal 62 ayat (1)

KUHAP bahwa tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat

hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak

keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi,

tersangka disediakan alat tulis menulis.

65
15. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan,

sebagaimana menurut Pasal 63 KUHAP, bahwa tersangka berhak

menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan

16. Hak untuk mengajukan saksi yang meringankan, sebagaimana menurut

Pasal 65 KUHAP, bahwa tersangka berhak untuk mengusahakan dan

mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus

guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.

Dalam proses penyidikan kepolisian mengumpulkan bukti-bukti dan

memanggil saksi-saksi yang dirangkumnya dalam Berita Acara Pemeriksaan.

Tersangka dalam hal ini diberikan hak-haknya sesuai dengan amanat

KUHAP. Tersangka dapat menyangkal atau membantah bahwa telah terjadi

suatu tindak pidana yang dilakukannya dan tersangka tidak dibebani

pembuktian, tetapi penyidik berpedoman pada bukti-bukti yang telah

ditemukan.52 Dari poin yang menerangkan bahwa tersangka tidak dipaksa

untuk mengaku sebagai pelaku dari tindak pidana maka artinya Polsek

Cibinong telah menerapkan asas praduga tak bersalah sesuai dengan

KUHAP.

B. Implementasi Asas Praduga Tidak Bersalah Dalam Pemeriksaan

Terdakwa di Kajari Kabupaten Bogor

52
Hasil Wawancara dengan Bripka Wahyu, yaitu Penyidik Pembantu di Polsek Cibinong pada
30 Juli 2021.

66
Implementasi asas praduga tidak bersalah dalam pemeriksaan

terdakwa di Kejaksaan Negeri Cibinong tujuannya untuk menganalisis

apakah implementasinya telah sesuai dengan KUHAP. Pada

implementasinya, Kejaksaan Negeri Cibinong menjalankan tugas dan

wewenang di bidang pidana yaitu:53

1. melakukan penuntutan;

2. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

3. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,

putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

4. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang- undang;

5. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Hal tersebut telah sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004 tentang Kejaksaan. Hak-hak terdakwa pun diberikan sesuai dengan

amanat KUHAP yaitu:54

53
Hasil Wawancara dengan Jesfry, yaitu Kepala Sub Seksi Pra Penuntutan Bidang Pidana
Umum pada 9 Agustus 2021.
54
Ibid.

67
1. Hak untuk segera diperiksa perkaranya, sebagaimana menurut Pasal 50

ayat (3) KUHAP, bahwa terdakwa berhak segera diadili oleh

pengadilan.

2. Hak untuk mempersiapkan pembelaan, sebagaimana menurut Pasal 51

huruf b KUHAP, bahwa untuk mempersiapkan pembelaan terdakwa

berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti

olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.

3. Hak untuk bebas memberikan keterangan, sebagaimana menurut Pasal

52 KUHAP, bahwa dalam tingkat pengadilan Terdakwa berhak

memberikan keterangan secara bebas kepada hakim.

4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa, sebagaimana menurut Pasal 53

ayat (1) KUHAP, bahwa ”Dalam pemeriksaan pada tingkat pengadilan

terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177. Adapun menurut Pasal 177

ayat (1) KUHAP, bahwa jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa

Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang

bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang

harus diterjemahkan.

5. Hak untuk mendapatkan penerjemah, sebagaimana menurut Pasal 53

ayat (2) KUHAP, bahwa dalam hal terdakwa bisu dan atau tuli

diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178

KUHAP. Adapun dimaksud menurut Pasal 178 KUHAP, bahwa jika

68
terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim

ketua sidang. mengangkat sebagai penterjemahorang yang pandai

bergaul dengan terdakwa atau saksi itu. Jika terdakwa atau saksi bisu

dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan

semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada

terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya

dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.

6. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum, sebagaimana menurut Pasal 54

KUHAP, bahwa guna kepentingan pembelaan, tedakwa berhak

mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum

selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata

cara yang ditentukan dalam undang-undang.

7. Hak untuk memilih penasihat hukum, sebagaimana menurut Pasal 55

KUHAP, bahwa untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam

Pasal 54, Terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.

8. Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya, sebagaimana menurut

Pasal 57 ayat (2) KUHAP, bahwa terdakwa yang berkebangsaan asing

yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan

perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.

9. Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan, sebagaimana menurut

Pasal 58 KUHAP,bahwa Terdakwa yang dikenakan penahanan berhak

menghubungi dan menerima kunjungan dokterpribadinyauntuk

69
kepentingankesehatan baik yangada hubungannya dengan proses perkara

maupun tidak.

10. Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya, sebagaimana

menurut Pasal 59 KUHAP, bahwa terdakwa yang dikenakan penahanan

berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang

berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,

kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan terdakwa

ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh terdakwa untuk

mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.

11. Hakuntukmenghubungi danmenerima kunjungan, sebagaimana menurut

Pasal 60 KUHAP, bahwa berhak menghubungi dan menerima

kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau

lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan

penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.

12. Hak untuk menghubungi dan menerima, sebagaimana menurut Pasal 61

KUHAP, bahwa terdakwa berhak secara langsung atau dengan

perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima

kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya

dengan perkara terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk

kepentingan kekeluargaan.

13. Hak untuk melakukan surat menyurat, sebagaimana menurut Pasal 62

ayat (1) KUHAP, bahwa terdakwa berhak mengirim surat kepada

70
penasihat hukum-nya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya

dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk

keperluan itu bagi terdakwa disediakan alat tulis menulis.

14. Hak untuk mengajukan saksi dengan keterangan di bawah sumpah,

sebagaimana menurut Pasal 169 ayat (1) KUHAP, bahwa Terdakwa

berhak untuk meminta agar saksi yang menurut Pasal 168 KUHAP

untuk memberi keterangan di bawah sumpah.

15. Hak untuk mengeluarkan saksi dari ruang sidang, sebagaimana menurut

Pasal 172 ayat (1) KUHAP, bahwa terdakwa berhak mengajukan

permintaan kepada hakim ketua sidang, misalnya agar di antara Saksi

yang telah didengar keterangannya yang tidak dikehendaki kehadirannya

dikeluarkan dari ruang sidang.

16. Hak untuk menuntut saksi, sebagaimana menurut Pasal 174 ayat (2)

KUHAP, bahwa Terdakwa berhak untuk meminta agar saksi yang

memberikan keterangan palsu supaya dapat ditahan, dengan dakwaan

palsu.

17. Hak untuk menolak keterangan ahli, sebagaimana menurut Pasal 180

ayat (2) KUHAP, bahwa Terdakwa berhak keberatan atau menolak

terhadap hasilketerangan ahlisebagaimanadimaksud pada ayat (1), maka

hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.

18. Hak untuk mengajukan pembelaan, sebagaimana menurut Pasal 182 ayat

(1) huruf b KUHAP, bahwa Terdakwa berhak untuk mengajukan

71
pembelaan atas tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum

sebagaimana dimaksud pada Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP;

selanjutnya menurut Pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP, bahwa

Terdakwa berhak mengajukan pembelaan secara tertulis.

19. Hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan (ade charge),

sebagaimanamenurut Pasal 116 ayat(3) KUHAP, bahwa hak terdakwa

untuk mendapatkan saksi yang dapat meringankan atau yang

menguntungkan baginya.

Berdasarkan tugas dan wewenang serta pedoman untuk pemberian hak-hak

untuk terdakwa maka Kejaksaan Negeri Cibinong telah sesuai dengan

amanat undang-undang. Namun Kejaksaan Negeri Cibinong memilik tujuan

agar terdakwa tersebut dapat dipidana berdasarkan bukti-bukti yang

disampaikannya, dengan tujuan agar terdakwa dipidana maka hal tersebut

menurut penulis secara tidak langsung kejaksaan telah menyimpang dari

asas praduga tak bersalah. Artinya kejaksaan tersebut telah yakin bahwa

terdakwa merupakan pelaku dari sebuah tindak pidana.

C. Kendala dan Permasalahan Dalam Penerapan Asas Praduga Tidak

Bersalah Dalam Proses Penyidikan dan Penuntutan dan Upaya

Penanggulangannya

Kendala dari penerapan asas praduga tidak bersalah pada Polsek

Cibinong adalah:

72
1. Apabila tersangka dan saksi tidak kooperatif dalam menjawab pertanyaan

guna BAP. Jawaban yang berbeda-beda ini yang membuat proses

pembuatan BAP lama bahkan melebihi masa penahanan tersangka yaitu

20 (dua puluh) hari dan perpanjangan penahanan yaitu 40 (empat puluh)

hari. Bahkan tidak jarang berkas BAP dikembalikan oleh kejaksaan

karena tidak lengkap dan tersangka tidak kooperatif dalam menjawab

pertanyaan.

2. Apabila saksi-saksi yang bersangkutan misalnya keluarga atau teman

dekatnya tidak hadir saat dipanggil penyidik.

Upaya penanggulannya adalah dengan cara penyidik menggunakan bahasa

persuasif dan menjebak agar tersangka dan saksi mau kooperatif dan hadir

untuk dimintai keterangan.

Kendala dari penerapan asas praduga tidak bersalah pada Kejaksaan

Negeri Cibinong adalah apabila terdakwa tidak memiliki biaya untuk

membayar jasa penasihat hukum. Upaya penanggulangannya sesuai dengan

Pasal 56 KUHAP, jika sangkaan atau dakwaan yang disangkakan atau

didakwakan diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih, maka

tersangka atau terdakwa wajib didampingi oleh penasehat hukum. Jika

mereka mampu, boleh memilih dan membiayai sendiri penasehat hukum

yang dikehendakinya.

73
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi asas praduga tidak bersalah dalam pemeriksaan tersangka

di Polsek Cibinong berpedoman dengan pemberian hak-hak tersangka

sebagaimana diatur pada Bab VI KUHAP. Tersangka dapat menyangkal

atau membantah bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang

dilakukannya dan tersangka tidak dibebani pembuktian, tetapi penyidik

berpedoman pada bukti-bukti yang telah ditemukan.55 Dari poin yang

menerangkan bahwa tersangka tidak dipaksa untuk mengaku sebagai

pelaku dari tindak pidana maka artinya Polsek Cibinong telah

menerapkan asas praduga tak bersalah sesuai dengan KUHAP.

2. Implementasi asas praduga tidak bersalah dalam pemeriksaan terdakwa

di Kejaksaan Negeri Cibinong berpedoman dengan pemberian hak-hak

tersangka sebagaimana diatur pada Bab VI KUHAP. Berdasarkan tugas

dan wewenang serta pedoman untuk pemberian hak-hak untuk terdakwa

maka Kejaksaan Negeri Cibinong telah sesuai dengan amanat undang-

55
Hasil Wawancara dengan Bripka Wahyu, yaitu Penyidik Pembantu di Polsek Cibinong pada
30 Juli 2021

74
undang. Namun Kejaksaan Negeri Cibinong memilik tujuan agar

terdakwa tersebut dapat dipidana berdasarkan bukti-bukti yang

disampaikannya, dengan tujuan agar terdakwa dipidana maka hal

tersebut menurut penulis secara tidak langsung kejaksaan telah

menyimpang dari asas praduga tak bersalah. Artinya kejaksaan tersebut

telah yakin bahwa terdakwa merupakan pelaku dari sebuah tindak

pidana.

3. Kendala dari penerapan asas praduga tidak bersalah pada Polsek

Cibinong adalah apabila tersangka dan saksi tidak kooperatif dalam

menjawab pertanyaan guna BAP. Jawaban yang berbeda-beda ini yang

membuat proses pembuatan BAP lama bahkan melebihi masa penahanan

tersangka yaitu 20 (dua puluh) hari dan perpanjangan penahanan yaitu 40

(empat puluh) hari. Bahkan tidak jarang berkas BAP dikembalikan oleh

kejaksaan karena tidak lengkap dan tersangka tidak kooperatif dalam

menjawab pertanyaan dan apabila saksi-saksi yang bersangkutan

misalnya keluarga atau teman dekatnya tidak hadir saat dipanggil

penyidik. Upaya penanggulannya adalah dengan cara penyidik

menggunakan bahasa persuasif dan menjebak agar tersangka dan saksi

mau kooperatif dan hadir untuk dimintai keterangan. Kendala dari

penerapan asas praduga tidak bersalah pada Kejaksaan Negeri Cibinong

adalah apabila terdakwa tidak memiliki biaya untuk membayar jasa

penasihat hukum. Upaya penanggulangannya sesuai dengan Pasal 56

75
KUHAP, jika sangkaan atau dakwaan yang disangkakan atau

didakwakan diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih, maka

tersangka atau terdakwa wajib didampingi oleh penasehat hukum. Jika

mereka mampu, boleh memilih dan membiayai sendiri penasehat hukum

yang dikehendakinya.

B. Saran

Berdasarkan penelitian, berikut adalah saran yang diberikan penulis:

1. Sebaiknya Pemerintah memberikan pengawasan pada semua kepolisian

agar tidak ada penyidik yang memaksa tersangka untuk mengakui

sebuah tindak pidana dengan kekerasan.

2. Sebaiknya Kejaksaan Negeri Cibinong menerapkan asas praduga tidak

bersalah dengan menghapus tujuan agar terdakwa dipidana, sebab

dengan begitu sama saja bahwa penerapan asas tersebut tidak maksimal.

76
DAFTAR PUSTAKA

A. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. UU No. 8 Tahun


1981. Lembaran Negara Nomor 76 Tahun 1981. TLN Nomor 3209.
. Undang-Undang Tentang Kepolisian Republik Indonesia. UU No.
2 Tahun 2002. Lembaran Negara Nomor 2 Tahun 2002. TLN
Nomor 4168.
. Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman. UU No. 48
Tahun 2009. Lembaran Negara Nomor 157 Tahun 2009. TLN
Nomor 5079.
. Undang-Undang Tentang Kejaksaan. UU No. 16 Tahun 2004.
Lembaran Negara Nomor 67 Tahun 2004. TLN Nomor 4401.
B. Buku

Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Prenada


Media Group, 2010.

Badan Diklat Kejaksaan RI. Modul Hukum Acara Pidana. Jakarta: KAJARI,
2019

Fakthurohman, Dian Aminudin dan Sirajudin. Memahami Keberadaan


Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004.
Harahap, M.Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid
II. Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Hiariej, Eddy O.S. Pengantar Hukum Acara Pidana. Tangerang Selatan: UT,
2015.

Makarao, M. Taufik dan Suhasril. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan
Praktek. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.

Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Pidana, Normatif, Teoretis, Praktik dan


Permasalahannya. Bandung: PT Alumni, 2007.

Purwoleksono, Didik Endro. Hukum Acara Pidana. Surabaya: Airlangga


University, 2015.

77
Rahmad, Riadi Asra. Hukum Acara Pidana. Depok: Rajagrafindo Persada,
2019.

Sudjana, I Ketut. Hukum Acara Pidana dan Praktek Peradilan Pidana. Bali:
FH Udayana, 2016.

Sugianto. Hukum Acara Pidana Dalam Praktek Peradilan di Indonesia.


Yogyakarta: Deepublish, 2018.

Sumitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia


Indonesia, 1994.

Mulyatno. Asas-asas Hukum Pidana. Yogyakarta: UGM Press, 1980.

C. Lain-lain
Kejaksaan Republik Indonesia, Pengertian Kejaksaan, Tersedia di
https://www.kejaksaan. go.id/. Diakses 23 April 2021.
Wawancara dengan Bripka Wahyu, yaitu Penyidik Pembantu di Polsek
Cibinong pada 30 Juli 2021 di Polsek Cibinong.
Wawancara dengan Jesfry, yaitu Kepala Sub Seksi Pra Penuntutan Bidang
Pidana Umum pada 9 Agustus 2021. Via Whatsapp.

78

Anda mungkin juga menyukai