Anda di halaman 1dari 77

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Majunya sebuah negara tentunya akan dipengaruhi oleh kesadaran hukum

masyarakat yang makin disiplin serta perilaku penegak hukum yang dipercaya

oleh masyarakat (Trust) pada dasarnya membangun kepercayaan masyarakat

terhadap penegak hukum nerupakan salah satu bentuk penegakan hukum yang

progresif, disatu sisi apabila masyarakat mengalami krisis kepercayaan terhadap

penegak hukum, sudah pasti pembinaan serta peningkatan nilai patuh hukum

akan sulit dicapai, maka dari itu dibutuhkan sebuah sistem yang membangun

kepercayaan serta dapat mengawasi semua instrumen yang terlibat dalam

penegakan hukum tersebut

Agar tata kehidupan masyarakat dapat berlangung secara baik dan

bahagia,diperlukan suatu perlindungan terhadap penyelenggaraan kepentingan

masyarakat. Hal ini dapat tercapai apabila terdapat suatu pedoman, kaidah

ataupun standar yang dipatuhi oleh masyarakat. Sebagai hak dasar, hak atas

tanah sangat berarti sebagai eksistensi, kebebasan dan hak dan martabat diri

seseorang. Disisi lain pula Negara memiliki kewajiban untuk menjamin

kepastian hukum meskipun hak itu tidak mutlak karena dibatasi oleh hak orang

lain.
2

Peraturan perundang-undangan baik yang tingkatannya lebih rendah

maupun lebih tinggi bertujuan agar masyarakat maupun aparatur penegak

hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa membedakan

antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Semua

orang dipandang sama dihadapan hukum (equality before the law), namun

dalam realitasnya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan tersebut

sering dilanggar, sehingga aturan itu tidak berlaku efektif. Tidak efektinya

undang-undang bisa disebabkan karena undang-undangnya kabur atau tidak

jelas, aparatnya yang tidak kosisten dan atau masyarakatnya tidak

mendukung pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Apabila undang-

undang itu dilaksanakan dengan baik maka undang-undang itu dikatakan

efektif. Dikatakan efektif karena bunyi undang-undangnya jelas, dan

tidak perlu penafsiran, aparatnya menegekan hukums ecara konsisten dan

masyarakat terkena aturan tersebut

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang sah berdasarkan

UUD 1945, yang menjunjung tinggi Pancasila dan hak asasi manusia serta

menjamin persamaan hak bagi semua warga negara dalam hukum dan

pemerintahan. Menurut Soemantri, negara yang sah harus melaksanakan

sejumlah unsur, yaitu:

1. Pemerintah wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

berdasarkan undang-undang atau peraturan;


3

2. Adanya jaminan hak asasi manusia (warga negara);

3. Ada pembagian kekuasaan di dalam negara

4. Peradilan memiliki kendali.

Penegakan hukum dan lembaga penegak hukum di Indonesia masih jauh

dari kesempurnaan. Kelemahan utama terletak pada sistem hukumnya dan

bukan pada produk hukumnya, melainkan pada lembaga penegak hukumnya.

Harapan masyarakat akan jaminan dan kepercayaan hukum masih terbatas.

Penegakan dan penegakan hukum belum dilakukan sesuai dengan prinsip

keadilan dan kebenaran1

Sehubungan dengan itu, ketika Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

disahkan KUHAP Acara Pidana atau proses penegakan hukum pidana, masih

banyak yang harus dilakukan kekuranga, Hukum tampaknya gagal terutama

untuk memenuhi kebutuhan mereka yang mencari keadilan penggunaan asas

praduga tak bersalah, yang merupakan asas hukum

Dasar kehidupan bangsa Indonesia Masih relevan baginya dalam

mempelajari prinsip ini, misalnya supremasi hukum dalam undang-undang

hukum pidana/hukum acara pidana, asas-asas hukum dalam hukum administrasi

tentang masalah ini Atmasasmita mengatakan itu adalah prinsip dari elemen

mutlak hukum dan aturan. Kekuatan ruh hukum ada pada kedua unsur tersebut,

bahwa unsur-unsur asas hukum merupakan jantung dari kehidupan hukum

1
Erman Rajagukguk, Perlu Pembaharuan Hukum dan Profesi Hukum, Pidato Pengukuhan
Sebagai Guru Besar Hukum, Suara Pembaharuan, hlm.11.
4

dalam masyarakat. Semakin prinsip hukum dipertahankan, semakin kuat serta

merepresentasikan kehidupan dan pelaksanaan hukum dalam masyarakat. Di

sisi lain, ketaatan terhadap asas-asas hukum pidana semakin diingkari tindakan

yang merugikan atau mengancam anggota masyarakat, dan praktis ditinggalkan

atau diabaikan prinsip-prinsip hukum pidana, hukum pidananya seperti "hidup

tidak mau, tidak mau mati".2

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-

mata untuk menjamin pengakuan serta pengakuan atas hak dan kebebasan

orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan

moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu demokratis.

Berdasarkan ketentuan diatas menunjukkan bahwa pentingnya Asas

Praduga Tak Bersalah (APTB) dalam proses peradilan pidana. Sehubungan

dengan hal tersebut, maka dipandang penting untuk melakukan penelitian dan

penelaan secara mendalam tentang kebijakan aplikasinya terhadap penerapan

asas praduga tak bersalah dalam praktek penanganan tindak pidana khsunya

Dipolda Gorontalo dalam sistem peradilan pidana dan faktor-faktor apa saja

yang menghambat penerapan asas praduga tak bersalah pada sistem peradilan

pidana tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas maka calon peneliti mencoba

menguraikan mengenai kasus yang diaggap penting yaitu “Proses peyidikan di


2
Romli Atmasasmita, 1997 Artikel Terobosan Dalam Hukum, Pikiran Rakyat, , Hal.2
5

tingkat kepolisian, Asas praduga tak bersalah (Presumption Of Innocence)

merupakan prinsip yang harus diterapkan oleh setiap penyidik dalam proses

penyidikan terhadap tersangka pelaku tindak pidana karena prinsip ini

menjamin hak asasi tersangka untuk dianggap tidak bersalah sebelum keluarnya

putusan pengadilan yang menyatakan bersalah dan mempunyai kekuatan

hukum tetap”

Penjelasan umum KUHAP dan Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 tahun

2004 berbunyi bahwa “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut

dan/atau dihadapkan didepan pegadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum

adanya putusan pengadilan yang mengatakan kesalahan dan memperoleh

kekuatan hukum yang tetap”

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan

penelitian guna memunculkan ide dan gagasan baru mengenai penerapan asas

praduga tak bersalah, yang mena terdapat adanya beberapa kasus yang

sementara dalam masa penyidikan di polda gorontalo, seperti kasus pencurian,

tindak pidana korupsi, serta kecelakaa lalulintas, yang sering menjadi objek

Asas praduga tak bersalah (Presumption Of Innocence) dan seolah-olah

emandang seorang tersangka mejadi terpidana maka dari itu perlunya

pengembagaan dan telaah lebih mendalam persoalan Penerapan Asas Praduga

Tak Bersalah agar menjadi sebuah temuan yang lebih kedepanya

1.2. Rumusan Masalah


6

1. Bagaimanakah Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah Hak-Hak Tersangka

Pelaku Tindak Pidana (Studi Kasus Polda Gorontalo)?

2. Faktor Apakah Yang Menghambat Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah

Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana (Studi Kasus Polda Gorontalo)?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah Perwujudan

Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana

2. Untuk Mengetahui Faktor Yang Menghambat Perwujudan Asas Praduga Tak

Bersalah Perwujudan Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana

1.4. Manfaat Penelitian

1. Usulan penelitian ini Bermanfaat untuk melakukan penelitian yang belum

pernah diteliti sebelumnya guna pengembagan keilmuan dibidang hukum

pidana khusunya Asas Praduga Tak Bersalah Perwujudan Hak-Hak

Tersangka Pelaku Tindak Pidana

2. Usulan penelitian ini diharapkan dapat menguji sebuah teori yang sudah ada,

agar dicapainya pengetahuan tentang teori yang sudah ada tersebut baik

berupa menggugurkan teori yang sudah ada maupun menguatkan teori yang

sudah ada, sebenarnya tujuan verivikasi ini bertujuan agar menambah

khasanah keilmuan mahasiswa dan semua kalangan akademisi, dan penegak

hukum dari segi teori dan praktik


7

3. Agar penelitian yang sudah ada sebelumnya dapat dibandingkan dengan

penelitian yang dilakukan sekarang guna mencapai sebuah kasahihan karya

ilmiah mahasiswa khusnya karya ilmiah Asas Praduga Tak Bersalah

Perwujudan Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana pada Fakultas

Hukum Universitas Ichsan Gorontalo kedepanya


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asas Praduga Tak Bersalah

Asas praduga tidak bersalah merupakan asas umum hukum acara, karena

diatur dalam UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sebagai asas hukum umum, maka asas praduga tidak bersalah berlaku terhadap

semua proses perkara baik perkara pidana, perkara perdata, maupun perkara tata

USAha negara. Pengaturan selanjutnya dari asas praduga tidak bersalah dalam

KUHAP, membuat asas tersebut lebih dikenal dalam proses perkara pidana.

Asas ini juga memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa untuk

memperoleh bantuan hukum, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 54

KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: Guna kepentingan pembelaan,

tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau

lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat

pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang - Undang ini.

Dalam penerapannya azas praduga tak bersalah menyatakan bahwa seorang

tersangka belum dapat dianggap bersalah sebelum diputus oleh pengadilan,

padahal menurut masyarakat kesalahannya sudah jelas sehingga tidak perlu lagi

diterapkan azas ini karena jelas-jelas telah bersalah sekalipun belum diputus

oleh pengadilan.3
3
Jurnal diponegoro https://www.neliti.com/publications/55221/tinjauan-yuridis-terhadap-
pelaksanaan-asas-praduga-tak-bersalah-dalam-proses-per
9

Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan

Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu: “Setiap orang yang disangka,

ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan,

wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang

menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.” Sedangkan

dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1),

yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau

dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada

putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.”4

Asas praduga tak bersalah merupakan asas yang mengatur bahwa sebelum

adanya putusan pengadilan yang bersifat tetap, tetapi yang bersangkutan sudah

dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana. Prinsip Jurnalistik berita yang didapat

harus dilakukan croschek, sedangkan prinsip hukum itu bahwa : Seorang belum

dinyatakan bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan

sesorang itu melakukan suatu perbuatan tindak pidana/kriminal. Hal ini yang

masih dilakukan oleh media pers tanpa melakukan croschek, dan menyatakan

seseorang sebagai pelaku kejahatan dan bersalah dalam melakukan

kejahatan.Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip asas praduga tak bersalah

4
Jurnal universitas muhammadiyah http://eprints.umm.ac.id/38853/3/BAB%20II.pdf
10

yang mengharuskan seseorang dinyatakan bersalah setelah ada putusan

pengadilan yang bersifat tetap.5

2.2. Hak-Hak Tersangka

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1

butir 14 KUHAP). Sementara, Terdakwa adalah seorang tersangka yang

dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (Pasal 1 butir 15 KUHAP).

Tersangka dan terdakwa merupakan pihak yang diduga telah melakukan

tindak pidana. Tersangka atau terdakwa belum tentu bersalah sehingga masih

harus dibuktikan dulu kesalahannya di depan pengadilan.

Terdapat proses-proses yang harus dilalui oleh tersangka atau terdakwa

sehingga pengadilan bisa menjatuhkan putusan (vonis). Proses-proses tersebut

antara lain; penyelidikan dan/atau penyidikan, penahanan, penuntutan,

pemeriksaan di depan persidangan dan seterusnya sampai mendapatkan putusan

hakim yang berkekuatan hukum tetap (incrakh van gewidje).

Proses-proses ini wajib diikuti oleh tersangka atau terdakwa. Namun,

selain diwajibkan untuk mengikuti proses-proses tersebut, KUHAP juga

menjaminkan atau memberikan hak-hak kepada tersangka atau terdakwa yang

5
Roymen Yulius, Penerapan Asas Praduga Tak Bersalah Dalam Pemberitaan Pers Oleh Media
Massa Di-Kalbar, dalam :http://jurnal.untan.ac.id, diakses pada 22 agustus 2021
11

wajib dipenuhi atau tidak boleh dilanggar oleh aparat penegak hukum saat

tersangka atau terdakwa menjalani proses hukumnya.

Tujuannya agar proses berjalan dengan adil, hukum ditegakkan

sebagaimana mestinya, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan

kesamaan di depan hukum (equality before the law). Hak-Hak tersebut adalah

sebagai berikut:6

1. Berhak meminta untuk diperlihatkan surat Tugas ketika tersangka

ditangkap dan ditahan (Pasal 18 ayat 1 KUHAP)

2. Berhak mendapatkan Surat Perintah Penangkapan dan Surat

Perintah Penahanan (Pasal 18 ayat 1 dan 3 KUHAP).

3. Berhak Memohon Pengalihan Jenis Penahanan (Pasal 23

KUHAP)

4. Berhak untuk segera perkaranya diadili di Pengadilan (Pasal 50

KUHAP)

5. Berhak Meminta penjelasan mengenai tindak pidana yang

disangkakan dan didakwakan kepadanya dengan bahasa yang

dimengerti (Pasal 51 KUHAP).

6. Berhak memberikan keterangan secara bebas disemua tingkat

pemeriksaan dalam proses peradilan (Pasal 52 dan 117 KUHAP)

6
Jurnal konsultan hukum https://konsultanhukum.web.id/hak-hak-tersangkaterdakwa-dalam-
kuhap/
12

7. Berhak untuk mendapat bantuan hukum (Pasal 54, 55, 56, 114

KUHAP).

8. Berhak mendapatkan kunjungan dari keluarga, dokter pribadi dan

rohaniawan (Pasal 58, 61, 63 KUHAP).

9. Berhak mengusahakan dan mengajukan saksi atau orang yang

memiliki keahlian khusus (Pasal 65 KUHAP).

10. Berhak mengajukan permohonan penangguhan penahanan (Pasal

31 ayat 1 KUHAP).

2.3. Tinauan Umum Tindak Pidana

2.3.1. Pengertian Tindak Pidana

Pidana adalah salah satu istilah sanksi dalam ilmu hukum pidana sering

kita dengarkan dengan istilah tindak pidana, dalam beberapa ratusan tahun yang

lalu sampai masa sekarang ini seolah-olah pakar hukum berlomba-lomba untuk

mencari dan menterjemahkan pengertian hukum pidana, namun sampai pada

titik sekrang belum ada yang dianggap konkrit dalam perumusan pengertian

hukum pidana secara sah dan menyakinkan oleh karena itu beberapa ahli

hukum memberikan penafsiran pengertian-pengertian hukum pidana khsusnya

hukum pidana indonesia, selain pengertian para pakar hukum juga berlomba-

lomba memberikan istilah pidana atau tindak pidana yaitu perbuatan pidana,

delik dan delict serta perbuatan yang dianggap bertentangan dengan hukum.
13

Istilah tindak pidana sebenarnya diambil dan diadopsi dari negara asalnya

yaitu negara belanda yang dikenal dengan istilah strafbaar feit, kemunculan

mengenai bebagai macam pengertian dan peristilahan tentang tindak pidana

sbebnarnya diakibatkan oleh tidak adanya pengertian dan istilah secara kokrit

yang digunakan setiap negara tentang tindak pidana, terlebih lagi dalam

undang-undang ataupun regulasi manapun belum ada yang memberikan

defenisi hukum pidana dan tindak pidana itu sperti apa.

Maka dari itu kita mencoba menguraikan beberapa pendapat dari ahli

hukum pidana mengenai istilah hukum pidana, berikut pendapat para ahli

hukum mengenai hukum pidana:

1. Pompe memberikan pengertian tindak pidana dalam Tri Andarisman

mengemukakan bahwa:7

a. “Pompe menjelaskan menurut hukum positif bahwa kejadian atau Feit

yang oleh peraturan perundang-undagan dirumuskan sebagai

perbuatan yang dapat dihukum”

b. “Pompe juga menjelaskan berdasarkan teori suatu sesuatu perbuatan

yang melanggar norma yang dilakukan baik disengaja maupun tidak

disengaja yang akibatnya kesalahn pelanggar diberikan ancaman

pidana guna mempertahankan aturan hukum dan kesejahteraan”

7
Tri andarisman, 2006 hukum pidana,asas-asas dan aturan umum hukum pidana indonesia
bandar lampung , universitas lampung , hal 53-54
14

2. Heni siswanto dalam bukunya juga menjelaskan pengertian tindak pidana heni

menjeaskan bahwa 8
tindak pidana adalah “ dasar dari hukum pidana

sedangkan kejahatan atau perilaku jahat dapat diartikan sebagai perbuatan

kriminologis, kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif

adalah seperti yang terwujud in obstracto dalam peraturan pidana, namun

kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi

norma yang hidup dimasyarakat secara konkret”

3. Sedangkan menurut lamintang9 menegaskan “tindak pidana dikenal dengan

istilah Feit yang diambil dari bahasa belanda yang artinya suatu kenyataan

dalam bahasa aslinya strafbaar feit yang diterjemahkan dalam berbagai

kenyataan yag dapat dihukum yang merupaka hal yang dianggap kurang tepat

4. Moeliatno juga juga memberikan defenisi tindak pidana yaitu :10

a. Istilah tindak pidana merupakan istilah yang resmi digunakan di

undang-undang indonesia, karena hampir seluruh peraturan

menggunakan istilah tersebut sperti undang-undang perlindugan,

undang-undang tindak pidana korupsi, dst

b. Didalm istilah tindak pidana paling banyak digunakan oleh ahli

hukum

c. Delik yang dianggap berasal dari kata kejahatan (latin) sebernarya

dipakai untuk menggambarkan gambaran kejahatan

8
Heni siswanto , 2005 hukum pidana bandar lampung universitas lampung hlm 35
9
PAF Lamintang 1984 hukum penentensier indonesia bandung:armico
10
Moeliatno, Asas-Asas Hukum Pidana Bina Aksara,Jakarta hal 59
15

d. Didalam bukunya tirtamidja juga ditemukan istilah pelanggaran

e. Sedangkan karna dan scharavenrijk menggunakan istilah tindakan

yang dapat dihukum

2.3.2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

(Simanjuntak)11 mengemukakan dalam bukunya "Teknik Pemeliharaan dan

Upaya Hukum" bahwa "tindak pidana adalah adalah tindakan kejahatan fisik

yang terkandung dalam perbuatan pidana" Pendapat Usman Simanjuntak

cenderung menggunakan prasa kata tidank pidana untuk penafsiran perbuatan

yang berakibat pidana karena istilah itu dianggap lebih konkrit dan mengarah

pada tindakan fisik tindak pidana, karena tidak semua tindak fisik adalah tindak

pidana dan Sebaliknya Suatu tindakan fisik dapat menyebabkan berbagai tindak

pidana.

(Prodjodikoro)12 Mengemukakan secara umum mengenai istilah kejahatan

bahwa “ kejahatan identik penggunaan istilah delik , yang asal muasalnya

berasal dari bahasa latin, dengan istilah tindak pidana. Dan juga disebutkan

dalam KBBI Delik berarti perbuatan atau perilaku yang diancam dengan

hukuman karena melanggar hukum pidana. Lebih jauh, dikatakan bahwa

kejahatan adalah tindakan di mana pelaku dapat dihukum oleh hukum pidana.

Dan pelaku ini bisa menjadi "subjek" kejahatan”

11
Usman simanjuntak 2012 Teknik Pemeliharaan dan Upaya Hukum
12
Wirjono prodjodikoro 2009 hukum pidana indonesia mandar maju jakarta: hal 59
16

Definisi pelanggaran kriminal di atas sejalan dengan prinsip legalitas

(nullum delictum), sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 1 (1) KUHP, ditegaskan

bahwa "tidak ada tindakan yang dapat dihukum kecuali kekuatan hukuman

yang ada sebelum kejahatan"

Dalam peristilahan tindak pidana disebutkan bahwa beberapa macam

istilah yang digunakan pada umunya sperti diabawah ini:

1. Starf memilki istilah terjemahan pidana/hukuman

2. Baar memiliki istilah terjemahan dapat/boleh

3. Feit memeilki istilah yang diterjemahkan sebagai perbuatan

Jadi pada dasarnya istilah starfbaarfeit juga diartikan sebagai perbuatan

yang memilki kemampuan untuk dipidanakan atau dikenakan hukuman, apabila

kita ingin melihat lebh jauh bahwa kapan suatu tindak pidana itu dapat

dikategorikan bahwa suatu peristiwa pidana, seperti yang diungapkan

(AndiHamzah) megemukakan “tindak pidana akan terjadi apabila

memenuhi unsur-unsur:13

1. Unsur melawan hukuk objektif

2. Unsur melawan hukum subjektif

3. Kelakuan atau akibat perbuatan manusia.

4. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan

13
Andi Hamzah 2006 Prinsip-Prinsi Hukum Pidana, Pustaka ,Jakarta Hlm23
17

5. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana”

Sedangkan istilah tindak pidana juga disebutkan oleh Mezger “yang

menyebutkan kejahatan pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagaimana

undang-undang

1. Merupakan perbuatan yang dialkukan oleh manusia

2. Perilaku yang berlawanan dengan hukum

3. Pertanggung jawabanya tehadap seseorang

4. Dapat diberikan tindak pidana”

Ada perbuatan yang memang akan dipidanakan meskipun itu terlahir dari

perilaku yang dibawa sejak lahir dalam artian perilaku bawaan yang diawbah

sejak lahir dimungkinkan akan tergolong sebagai tindak pidana apabila

memeiliki potensi untuk melakukan pidana pada umunya hal ini biasasnya

dikenal dengan istilah (Outard Conduct) atau dengan itilah Actus Reus

Menurut lamintang bahwa orang yang dapat diberikan pidana adalah

orang yang memenuhi unsur dalam tindak pidana, dan tindak pidana itu

dirumuskan dan tertang kedalam aturan hukum yang berlaku dan diyakini yaitu

KUHPidana, disini amintang memilki pandagan tentang unsur-unsur tindak

pidana yaitu secar umum telah ditegaskan dalam beberapa unsur sperti unsur

subyektif dan unsur obejktif

1. Unsur subyektif menurut lamintang adalah apa yang melekat pada diri
18

pelaku tindak pidana, seperti isi hati pelaku

2. Sedangkan unsur objektif yaitu sesuatu yang berhubungan dengan situasi

ataupun kondisi dimana pidana itu dilakukan

Apabila kita melihat pandagan lamintang bisa dikategorikan tergolong

masih sangat sederhana karena hanya menyebutkan dir pelaku dan keadaan

dimana terjadinya peristiwa. Apabila kita merunut pandagan beberapa ahli

hukum pidana mengenai unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2

(dua) yaitu :

1. Pandagan monistis yaitu pandagan mengenai setiap perbuatan pidana

adalah syarat dari pemidanaan pandagan ini dianut dari beberapa ahli

hukum sperti simons, van hammel, mezger

2. Sedangkan pandagan dualistis memberikan padagan bahwa adanya

pemisahan perbuatan antara susuatu yang dialarang dan sanksi yang

diberikan serta bisa dipertanggung jawabkan aliran ini diikuti oleh

H.B.Vos, W.P.J.Pompe, dan Moeliatno

2.3.3. Jenis-Jenis Pidana

Setiap pembahasan tindak pidana perlu dibedakan jenis pidana yang

dikenal secara umum, hal ini dikarenakan adaya perilaku hukum pidana

dikehidupan masyarakat yang beragam, atas dasar suatu keadaan tertentu

didalam buu hukum pidana indonesia yang belaku telah ditemukan tindak

pidana antara kejahatan seperti yang dijelaskan pada buku II serta pelanggaran

pada buku III, doktrin pemidaan ini dapat dilahat berdasarkan jenis delik atau
19

pidana sebagai berikut:

1. Delik materil

Delik materil adalah delik yang akan timbul akibat dari suatu

perbuatan sehingga penerapanya pada aturan yang berlaku

diancam oleh undang-undang, dikarenakan delik ini timbul stelah

adanya akibat dari perbuatan muncullah sebuah sanksi atau

ancaman seperti yang dijelaskan pada contoh pasal pembunuhan

dan penganiyaan

2. Delik formil

Adalah delik yang memang telah dilarang dan tidak melihat

bagaimana akibat dari delik ini, delik formil adalah delik yang

mengatur secara khsusu perbuatan pidana yang melarang sesorang

untuk berbuat yang dilarang oleh undang-undang, sehingga

meskipun delik ini belum dikatahui akibitanya

Contoh delik formi ini adalah pasal 362 KUHPidana dan pasal

209 tentang sumpah palsu


20

2.4. Tinjauan Umum Penerapan Sanksi

2.4.1. Pengertian Penerapan Sanksi

Aristoteles dalam buku suroso seorang filsuf yunani telah menggabarkan

pengertian 14
manusia sebagai mahluk sosial yang hidup dalam rangkaian

masyarakat dalam suatu kesatuan (zoon politicon), yang memeilki hubungan

saling membutuhkan satu dengan yang lainya, kebutuhan itu dapat berupa secra

langsung maupun secara tidak langsung baik hal itu berdasarkan kesepakatan

maupun hal yang bertentangan.

Dalam kehidupan bermasyarakat didapati antara kesenjagan sosial, yaitu

berupa hal yang memiliki karakter kesepahaman dan hal yang memilki karakter

bertentangan, dengan alasan kesepahaman dan bertentagan diadakanya suatu

regulasi yang dapat mengatur alur dalam terciptanya peradaban yang tertib guna

menciptakan perdamaian (Rust En Orde). Perdamaian yang dimaksud adalah

kehidupan yang aman dan damai sesuai engan petunjuk hidup serta pedoman

hidup, namun demikian yang menjadi tolak ukur peradaban setiap kelompok

masyarakat atau golongan adalah hukum yang tibul dan tumbuh berkembang

bersama mereka.

Apabia kita berbicara mengenai hukum sebaiknya memperhatikan

terlebih dahulu defenisi hukum yang diungkapkan oleh Utrech dikutip oleh

14
R.Suroso 2006 Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika Hlm 40
21

soeroso menegaskan bahwa15 “ ilmu hukum merupakan himpunan-himpunan

petunjuk hidup (peritah-perintah) dan larangan-larangan yang mengatur tata

tertib dalam sesuatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggta

masyarakat”. Apabila kita melihat pengertian hukum diatas telah ditemukan

titik terang apa yang diungkapkan oleh utrech bahwa hukum itu adalah

sekumpulan tulisan peraturan yang dibuat dalam satu buku sebagai pedoman

masyrakat luas.

Sedangkan menurut P.Borst memberikan defenisi tentang hukum itu

bahwa16 “keseluruhan peratuan perbuatan manusia didalam masyarakat yang

pelaksanaanya dapat dipaksakan dan bertujuan agar menimbulkan tata

kedamaian atau keadilan” menurut P.Borst yang memberikan defenisi hukum

lebih menit beratkan pada perbuatan manusia yang dilarang dan dapat

dipaksakan sebuah aturan guna mengaturnya.

Apabila kita melihat dua dfenisi yang diungkapkan oleh kedua ahli

hukum diatas hampis keduanya menghubungkan dengan sanksi dengan alasan

adanya sifat yang (Mengatur Dan Memaksa) yang artinya susatur hal yang

dianggap memilki potensi untuk merusak ketentraman masyarakat akan diatur

dan dilkukan secara memaksa, mekasa dalam artian apabila tidak diindahkan

akan dikeluarkan sanksi yang berat bagi pelanggarnya

15
Ibid Hlm 27
16
Ibid Hlm 27
22

Hans Kelsen juga memberika defenisi mengenai sanksi yaitu “ reaksi

koersif masyarakat atas tingkah laku manusia (fakta sosial) yang menggangu

masyarakat” pada pandagan kelsen yang dimana pemberlakuan Norma itu

selalu dibarengi dengan Sanksi, dikarenakan apabila suatu norma yang telah

dipamahami dan tidak dilaksanakan secara baik menurut kelsen akan diikuti

sanksi, sebagai esensi dalam organisiasi hukum, hal ini memenng disiapkan dan

diarancang guna menjaga semua perilaku sosial serta manusia pada umunya

yang diperhadapkan dengan situasi dan kondisi tertentu.

2.4.2. Jenis Jenis Sanksi

Didalam Ilmu Hukum Positif dikenal beberapa jenis sanksi dan

peristilanya yaitu:

1. Sanksi Pidana

Yaitu sanksi yang bersifat memaksa akibat dari esensi perilaku manusia

yang berbuat jahat atau lalai terhadap sesuatu yang mengakibatkan

seseorang mengalami kerugian, sanksi pidana sebenarya bersifat

memaksa guna membatasi dan mengatasi perilaku jahat tiap manusia

sebagai fungsi pencegahan ketertiban, apabila dilihat dari wujud

perbuatan jahat itu berupa perbuatan melawan hukum atau perbuatan

yang melanggar ketertiban masyarakat luas. Sanksi itu bersumber dari

kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sebagiamana induk dari

sanksi hukum pidana


23

Berikut bentuk sanksi pidana yang diatur pada pasal 10 KUHP:17

1. Pidana pokok

a. Pidana mati

b. Pidana penjara

c. Pidana kurungan

d. Pidana denda

e. Pidana tutupan

2. Pidana tambahan:

a. Pencabutan hak

b. Perampasasn barang-barang tertentu

c. Pengumuman putusan hakim

Kedua sanksi pidana diats dikenal dengan sanksi yang bisa diberikan

berdasrkan tingkat perbuatan jahat yang dilakukan setiap manusia.

2. Sanksi Perdata

Dalam hukum perdata dikenal dengan adanya berupa sanksi yaitu:

1. Sanksi yang diberikan bagi orang yang tidak memenuhi suatu

Prestasi

2. Adanya suatu keadaan dimana dianggap hukum itu telah hilang

Sehingga dalam suatu pemutusan sanksi hukum perdata suatu putusan

dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

17
Kuhpidana Pasal 10
24

1. Terciptanya suatu keadaan yang dimana putusan hukum itu bersifat

menegaskan sebuah sanksi (putusan declaratoir)

2. Terciptanya sebuah sanksi untuk menghukum pihak yang tidak

memenuhi sebuah prestasi agar membayar ganti rugi (putusan

comdemnatoir)

3. Terciptanya suatu keadaan dimana suatu putusan itu menghilangkan

aturan atau situasi hukum yang baru guna memutuskan suatu

perkara

3. Sanksi Adminstratif

Sanksi adnminstrasi adalah sanksi yang diberikan bagi suatu orang yang

telah melanggar administrasi atau tidak mematuhi aturan hukum dalam

keadan tertentu biasasnya sanksi administrasi diberikan

a. Sanksi denda

b. Sanksi pemberhentian sementara

c. Sanksi pencabutan izin atau pembekuan


25

2.5. Kerangka Pikir

KUHAP BUTIR KE 3 HURUF C

Asas Praduga Tak Bersalah Perwujudan Hak-Hak


Tersangka Pelaku Tindak Pidana

Bagaimanakah Perwujudan Asas


Praduga Tak Bersalah Perwujudan Faktor Yang Menghambat
Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Perwujudan Asas Praduga Tak
Pidana Bersalah Perwujudan Hak-Hak
Hak Perlindugan Hukum Tersangka Pelaku Tindak Pidana
Hak Pemeriksaan Profesionalitas penegak hukum
Hak Mengajukan Saksi Penasehat Hukum
Hak Penagguhan Kesadaran hukum tersangka

Mewujudkan Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak


Pidana
26

2.6. Defenisi Operational

1. Asas Praduga Tak Bersalah adalah asa yang memberikan kesempatan kepada

seorang tersangka untuk mendapatkan pembelaan hukum sebelum adanya

putusan pengadilan

2. Perwujudan Hak-Hak Tersangka adalah hak yang diberikan terhadap sesorang

tersangka berdasarkan peraturan perundang-undagan

3. Hak Perlindugan Hukum adalah hak yang diberikan dalam bentuk bantuan

hukum dan jaminan hukum

4. Hak Pemeriksaan adalah adalah yang diperoleh tersangka pada saat proses

pemeriksaan

5. Hak Mengajukan Saksi adalah hak yang diperoleh tersangka unuk

menghadirkan saksi guna kepentigan pembelaan

6. Hak Penagguhan adalah adalah hak yang diberikan terhadap tersangka untuk

tidak ditahan

7. Profesionalitas penegak hukum adalah adalah perilaku penegak hukum yang

dianggap sesuai dengan aturan hukum

8. Penasehat Hukum adalah seorang yang diberikan kewenagan untuk

melakukan pembelaan terhadap seorang tersangka

9. Kesadaran hukum tersangka adalah perilaku tersangka yang menyadari arti

pentingya penegakan hukum


27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian Normatif empiris atau biasa

disebut dengan jenis penelitian Doktrinal yang mana penelitian ini diasumsikan

untuk melihat langsung kejadian yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan

dihubungkan dengan beberapa teori dan pendapat dalam buku literatur biasa

juga jenis penelitian ini ditafsirkan bahwa metode yang menggunakan data atau

fakta kejadian peristiwa hukum yang terjadi ditengah-tengah masyarakat,

sebagaimana Asas Praduga Tak Bersalah Perwujudan Hak-Hak Tersangka

Pelaku Tindak Pidana, ini menujukkan bahwa adanaya sebuah peristiwa hukum

yang terjadi ditengah masyarakat

Jenis penelitian normatif empiris sebagaimana yang diungkapkan oleh

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad bahwa penelitian normatif empiris adalah

jenis penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris dari segi perilaku

manusia baik secara verbal maupun sacara nyata serta dilakukan pengamata

secara langsung dan diolah berdasarkan data literatur buku-buku dan pendapat

para ahli18

18
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif,
Pustaka Pelajar, hlm.280
28

3.2. Objek Penelitian

Objek penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Tersangka

Pelaku Tindak Pidana

3.3. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan dimana titik seorang untuk mengambil data

serta melakukan penelitian secara langsung, maka dari itu lokasi penelitian

yang dimaksud adalah Polda Gorontalo terdapat Asas Praduga Tak Bersalah

Perwujudan Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana serta waktu penelitian

yang direncanakan adalah selama 2 (dua) bulan yang dimulai dari bulan

September 2021 sampai Desember 2021 sesuai dengan penelitian, namun waktu

penelitian bisa saja berubah sesaui dengan rentan waktu kebutuhan data

penelitian.

3.4. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh atau keseluruhan intrumen yang dpat memberikan

informasi serta data dalam penelitian, baik benda bergerak maupun benda

tidak bergerak, yang memilki karakteristik pada suatu benda atau objek yang

akan diteliti

Pengertian populasi juga dikemukana oleh sujarweni mengungkapkan bahwa

populasi adalah kesatuan wilayah yang didiami oleh objek yang akan diteliti,

yang memilki karakteristik sebagaimana untuk penelitian19


19
Ibid hlm 285
29

Populasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah Asas Praduga Tak

Bersalah Perwujudan Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana, serta tokoh

masyarakat dan ahli hukum pidana, serta pihak kepolisian yang terlibat dalam

hal ini penaganan tindak pidana

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat dianggap mewakili

populasi sebagaimana dalam memberikan informasi dan data dalam penelitian,

pengertian Sampel yang diungkapkan oleh sugiyono bahwa sampel adalah

bagian dari dari populasi yang memiliki karakteristik yang akan diteliti20

Sampel yang dimaksud adalah

1. Penegak hukum : 2 (dua Orang) penyidik kepolisian

2. Ahli Pidana : 1 (Satu) Orang

Jumlah : 3 (Tiga) orang sampel

3.5. Sumber Data

3.5.1. Data Studi Literatur

20
Ibid hlm 289
30

Ini dilakukan melalui studi dengan mengumpulkan pendapat dari para ahli

hukum yang dapat dibaca dari literatur, yurisprudensi, majalah, dan surat

kabar yang berisi masalah yang sedang dipelajari.

Data studi literatur yaitu melakukan pengumpulan data dengan cara

mengambil berbagai macam pendapat pakar hukum melalui berbagai

macam literatur,serta kumpulan putusan hakim, dan data dari media cetak

yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti.21

3.5.2. Penelitian Melalui Studi Lapangan

Studi penelitian melalui studi lapangan yaitu metode pengumpulan data

yang dilakukan melalui pengumpulan berbagai macam data dari lokasi

penelitian yang dianggap sebagai subjek dari penelitian

3.6 Metode Pengumpulan Data

Yang dimaksud dengan metode pengumpulan data disini adalah:

3.6.1. Pengumpulan Data Melalui Observasi

Yaitu langsung elakukan penelitian dengan cara melihat dan

mencermati dan mengamati objek penelitian sehigga dapat ditarik suatu

kesimpulan pada objek penelitian

3.6.2. Pengumpulan Data Melalui Wawancara

Teknik ini tergolong teknik yang dianggap akurat dikarekan peneliti

langsung ke sumber masalah dan subjek yang mengetahui suatu masalah

atau melakukan langsung wanacara yang berhubungan dengan objek


21
Ibid hlm 291
31

penelitian salah satunya adalah orang-orang yang dianggap berhubungan

dengan objek penelitian

3.6.3. Pengumpulan Data Melalui Dokumentasi

Metode ini melakukan pengumpulan data melalui metode dokumentasi,

segala sesuatu yang dianggap memiliki hubungan dengan objek penelitian

dilakukan pengumpulan data melalui dokumentasi sebagai salah satu

bukti kesaahihan suatu penelitian22

3.7 Teknik Analisa data

Metode ini dengan cara mengumpulkan data berupa data sekunder

maupun data primer sebagai sumber data penelitian, setelah itu data yang telah

dikumpulkan akan diolah dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara

berusaha menjelaskan secara rinci apa saja yag ditemukan dalam penelitian23

Data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini

dikumpulkan secara sistematis dan deskriptif untuk analisis kualitatif dengan

menunjukkan paparan dan memberikan penjelasan rinci dan terperinci.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

22
Ibid hlm 295
23
Ibid hlm 299
32

Dengan terbentuknya Undang-undang Republik Indonesia No. 38  Tahun

2000, Provinsi Sulawesi utara di mekarkan menjadi 2 Provinsi yaitu :

Provinsi Sulawesi Utara & Provinsi Gorontalo.

 Langkah awal penyesuaian pemekaran wilayah Polda Sulut berdasarkan

Keputusan Kapolri No. Pol :  Kep/ 07 / XII / 2000 Tanggal  20 Desember 2000

dibentuklah Polwil Gorontalo Polda Sulut di Provinsi Gorontalo, dan ditunjuk

Mantan Kadit Diklat Polda Sulut Kombes Pol Drs. SUHANA HERYAWAN

sebagai pelaksana harian Kapolwil Gorontalo.

Berbagai langkah kebijakan yang menuntut perubahan dalam Institusi

Polda dipandang perlu untuk dilaksanakan Perubahan tersebut menuntut

reformasi Polri dalam segala aspek, termasuk pengembangan dan pembentukan

Polda baru dijajaran Polri.

Berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol  : Kep/ 12 /III / 2003  tanggal 13

Maret  2003, Polwil Gorontalo Polda Sulut ditingkatkan menjadi POLDA

GORONTALO  status persiapan dan menugaskan Kombes Pol Drs. SUHANA

HERYAWAN  sebagai pelaksana tugas Kapolda pada Polda persiapan

Gorontalo berdasarkan Telegram Kapolri No. Pol  : TR / 119 / II / 2003  tanggal

18 Pebruari  2003  dan ditindak lanjuti dengan Sprin Kapolda Sulut No. Pol  :

Sprin / 232 / V / 2003 tanggal 5  Mei  2003.

No Kapolda Mulai Menjabat Akhir Menjabat


33

Kepala Kepolisian Kewilayahan Gorontalo

Kombes.Pol. 20 Desember
1 13 Maret 2003
Drs. Suhana Heryawan 2000

Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo

Kombes.Pol.
2 13 Maret 2003
Drs. Suhana Heryawan

Kombes.Pol.
3 6 April 2006
Drs. Wawan Suharman

Konbes.Pol.
4 6 April 2006
Drs. Budi Santoso Mustari

Brigjen.Pol.
5 21 Februari 2008
Drs.H. Hendra Sukmana, M.H.

Brigjen.Pol. 13 Desember
6 21 Februari 2007
Drs. Bachrudin Ismail 2008

Brigjen.Pol. 13 Desember
7 2 April 2010
Drs. Sunaryono 2008

Brigjen.Pol.
8 2 April 2010 2 Juli 2012
Drs. Irwan Dahlan
34

Brigjen.Pol. 9 September
9 2 Juli 2012
Drs. Budi Waseso 2013

Brigjen.Pol. 9 September 3 September


10
Drs. Andjaja 2013 2015

Brigjen.Pol. 3 September 14 November


11
Drs. Hengkie Kaluara 2015 2016

Brigjen.Pol. 14 November
12 21 Oktober 2019
Drs. Rachmad Fudail, M.H. 2016

Brigjen.Pol.
13 21 Oktober 2019 3 Februari 2020
Drs. Wahyu Widada, M.Phil.

Irjen.Pol.
14 3 Februari 2020 3 Agustus 2020
Drs. Adnas, M.Si.

Irjen.Pol.
15 Dr. Akhmad Wiyagus, S.I.K., M.Si., 3 Agustus 2020 pertahana
M.M.

polda gorontalo mengalami kenaikan status dari tipe B menjadi tipe A

pada tanggal 22 April 2020.


35

Perubahan status Polda Gorontalo itu berdasarkan surat Telegram

Kapolri Idham Azis bernomor:ST/1189/IV/OTL.1.1.3./2020 tanggal 14 April

2020 tentang Pelaksanaan Upacara Peresmian peningkatan tipe polda24

Hasil Penelitian

Jumlah Tindak Pidana Menurut Kepolisian Daerah Provinsi


gorontalo
Provinsi 2018 2019 2020

GORONTALO 2 836 2 367 2 518

Sumber; Biro Pengendalian operasi, Markas Besar Kepolisian Negara


Republik Indonesia
Jumlah Tindak Pidana Menurut Kepolisian Daerah Provinsi gorontalo

berdsarkan data yang didapatkan penulis menujukkan bahwa pada tahun 2018

terdapat 2836 kasus tindak pidana yang terjadi, dan pada tahun 2019 2367

kasus tindak pidana serta pada tahun 2020 ada 2518 kasus tindak pidana yang

terjadi dan ditangani oleh pihak polda gorontalo

24
JANIS, I. A. (2020). PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP KASUS PENCURIAN LISTRIK DI GORONTALO (STUDI KASUS DI
POLDA GORONTALO). Skripsi, 1(1011416208).
36

Kasus Tertinggi Pada Tahun 2020 Didominasi Kasus Sebagai

berikut;

No Kasus 2020

1 Penganiyayaan 989

2 Pencurian 398

3 Penipuan 234

4 KDRT 182

5 Penggelepan 165

6 Fidusia 20

7 ITE 43

8 Pertambagan 8

9 Tipikor 4

10 Migas 5

11 Kehhutnan 1

12 Perbankan 1

13 Metrologi Ilegal 1

14 Konservasi SDA 1

15 Ekonomi 1

Perlindugan
16 1
Konsumen

17 Sumber Daya Air Dan 1


37

Budiya Tanaman

18 Korupsi 19

Sumber; Antara 2020 Data Diambil Dan Diolah

Rengking Kerawanan Wilayah Terjadinya Tindak Pidana Berdasarkan


Kejadian Pada Tahun 2020
Jumlah
No Kabupaten/ Kota
Kasus
1 Polres Gorontalo 1349

2 Polres Gorontalo Kota 771

3 Polres Pohuwato 356

4 Polres Bone Bolango 323

5 Polres Boalemo 252

Polres Gorontalo
6 211
Utara

Sumber; Antara 2020 Data Diambil Dan Diolah

Kerawanan Wilayah Terjadinya Tindak Pidana Berdasarkan Kejadian

Pada Tahun 2020 didimominasi oleh polres gorontalo sebanyak 1349 kasus

tindak pidana, kemudian diikuti oleh polres gorontalo kota dengan jumlah 771

kasus tindak pidana dan polres pohuwato 356 kasus tindak pidana , sedangkan

plores bone bolabgo mencatat masing masing 323 tindak pidana, polres bone

bolango 252 tindak pidana dan kasus yang paling rendah adalah polres

gorontalo utara 211 kasus tindak pidana

Pembahasan
38

4.2. Bagaimanakah Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah Perwujudan Hak-

Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana

4.2.1. Hak Perlindugan Hukum

Hak perlindugan merupakan upaya untuk memberikan perlindugan bagi

siapa saja yang diperhadapakan dengan hukum, khsusnya pelaku tindak pidana

pada saat proses tersangka Dapat di pahami bahwa sesorang tersangka dalam

suatu tindak pidana belum bisa dikatakan bersalah atau tidaknya sebelum

dijatuhkan putusan oleh pengadilan untuk membuktikan benar adanya tindak

pidana yang dilakukan oleh tersangka tersebut.

Definisi tersangka berdasarkan pasal 1 butir 14 KUHAP menyatakan

bahwa:

Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau

keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai

pelaku tindak pidana.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi hak-hak

tersangka adalah pelaksanaan atau penerapan mengenai hak-hak yang dimiliki

oleh orang yang berdasarkan bukti yang kuat diduga melakukan tindak pidana

Maka dari itu sebelum adanya putusan pengadilan yang mengikat bagi

sesorang tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku tidak pidana, atas apa yang

menjadi hak-haknya, Hak merupakan sesuatu yang diberikan kepada seseorang


39

tersangka, terdakwa, dan terpidana atau terhukum, sehingga apabila hak ini

dilanggar maka hak asasi tersangka, terdakwa, dan terpidan atau terhukum telah

dilanggar atau tidak dihormati

Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa hampir semua pelaku tindak

pidana yang sementara dalam proses penyidikan mendapatka perlindugan

hukum dari pihak kepolisian khususnya polda gorontalo didominasi oleh tindak

pidna korupsi yang mana pengguaan Perwujudan Asas Praduga Tak

Bersalah sangat dikedepankan guna memastikan pelaku tindak pidana tidak

dirugikan dalam bentuk apapun ssebelum ditetapkan oleh pengadilan


40

DATA LAPORAN POLISI MASIH DALAM PENANGANAN


DITRESKRIMSUS POLDA GORONTALO TA. 2022

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
SUBDIT III TIPIDKOR

LP 2016

1. Laporan Polisi Korupsi HERSON I WAYAN Proses Sidik IPDA


Nomor : Tipidkor HARUN SUDIARTA, ANDI M.
Dugaan Hasil ekspose
LP/159/IV/2016/SIAG (Angg. Polri) SE DKK DODA,
pekerjaan dengan
A-SPKT, tanggal 28 SH
pengbangunan instalasi Pasal 2 ayat BPKP terjadi
April 2016 biogas oleh CV. (1) dan/atau over prestasi
Sprin. Sidik / 132.a CATUR TUNGGAL Pasal 3 UU RI pekerjaan
/IV /2016 JAYA bersumber Nomor 31 Telah ekspos
/Ditreskrimsus tanggal APBD Kab. Boalemo Tahun 1999 di KPK RI
April 2016 TA. 2013 tentang tanggal 24-5-
pemberantasan 2017
tindak pidana
korupsi Telah Gelar
sebagaimana Perkara
telah diubah Khusus di
dan ditambah Direktorat
dengan UU RI Tipidkor
Nomor 20 Bareskrim
Tahun 2001 Polri tanggal
41

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
tentang 14 Desember
Tipidkor 2020

2. Laporan Polisi Korupsi USMAN DG DR. Proses Sidik AIPDA


Nomor : Dugaan Tipidkor MAROA, SH ALWARITZ Telah ekspos HERSON
LP/160/IV/2016/SIAG (Angg. Polri) NGGOLE,
Penyalahgunaan di KPK RI HARUN,
A-SPKT, tanggal 28 MP, DKK
Wewenang penggunaan tanggal 24-5- SAP
April 2016 dana fasilitas T.A 2015 Pasal 2 ayat 2017
Sprin. Sidik /133.a /IV di Kantor Bakorlu (1) dan/atau Telah Gelar
/2015 /Ditreskrimsus, Provinsi Gorontalo Pasal 3 UU RI Perkara
tanggal 28 April 2015 Nomor 31 Khusus di
Tahun 1999 Direktorat
SPDP Nomor : B
tentang
/15 /IV /2016 Tipidkor
pemberantasan Bareskrim
/Ditreskrimsus,
tindak pidana Polri tanggal
tanggal 28 April 2016
korupsi 14 Desember
sebagaimana 2020
telah diubah
dan ditambah
dengan UU RI
Nomor 20
Tahun 2001
tentang
Tipidkor
42

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
3. Penyidikan Laporan Korupsi ANTONI, SH ISWORO Proses sidik BRIGADI
Polisi Nomor : Dugaan tindak pidana (Angg. Polri) R AGUS
Pasal 2 ayat Penetapan
LP/298/XI/2016/Siaga SUSANT
korupsi pengadaan (1) dan/atau Tersangka
-SPKT tanggal 09 O, SH
peralatan fasilitas Pasal 3 UU RI
November 2016 kendala dari
kantor gedung kuliah Nomor 31 penyidik
Surat Perintah keperawatan hap II Tahun 1999 pada saat
Penyidikan Nomor : poltekes Gtlo TA 2015 tentang memanggil
Sprin. pemberantasan tersangka
Sidik/134.a/V/2018/Di tindak pidana tidak di
treskrimsus, tanggal korupsi penuhi
30 Mei 2018 sebagaimana karena sudah
telah diubah
SPDP Nomor : melarikan
dan ditambah
R/13/V/2018/Ditreskri diri
dengan UU RI
msus,tanggal 30 Mei
Nomor 20 penyidik
2018
Tahun 2001 telah
tentang mengeluarka
Tipidkor n daftar
pencarian
orang (DPO)
pada Tahun
2018 dan
sampai saat
ini belum ada
informasi
43

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
keberadaanny
a
sudah pernah
dilakukan
tracking/pela
cakan
terhadap
tersangka
ISWORO

LP 2018

4. Laporan Polisi Korupsi TUMPAL A. EFENDI Proses Sidik BRIPKA


Nomor :Tindak pidana korupsi SIALLAGAN TALUDIO AGUS
Berdasarkan
LP/287/XII/2018/SIA , SIK (Angg. (status SALIM
menyalahgunakan Putusan
GA-SPKT, tanggal 06 pada Polri) tersangka
kewenangan Gelar Perkara HAJI
Desember 2018 telah dicabut
proses pemberian jenis Khusus di ALI, SH
berdasarkan
Sprin.Sidik/137.a/X/ kredit KPNS di Bank Biro
putusan Hakim
2019/Ditreskrimsus, Sulutgo Kantor Cab. Wassidik
Praperadilan
tanggal 8 Oktober Boalemo Tahun 2015 Bareskrim
dan Gelar
2019 yang tidak berpedoman Polri tanggal
Perkara di
sesuai ketentuan 15 Desember
SPDP/50/X/2019/ Biro Wassidik
BPP/SOP yang berlaku 2020,
Ditreskrimsus, Bareskrim
Tanggal 8 Oktober di PT. Bank Sulutgo dilakukan
Polri)
44

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
2019 Cab. Tilamuta . Penghentian
untuk Surat
Perintah
Penyidikanny
a dan akan
diterbitkan
Surat
Perintah
Penyidikan
yang baru

LP 2019

5. Laporan Polisi Korupsi TUMPAL A. ERMAN Proses Sidik AIPDA


Nomor : Tipidkor SIALLAGAN PAERAH HERSON
Dugaan Berdasarkan
LP/223/X/2019/SIAG (Angg. Polri) HARUN,
menyalahgunakan Pasal 2 ayat Putusan
A-SPKT, tanggal 8 kewenangan pada (1) dan/atau Gelar Perkara S, Ap
Oktober 2019 proses pemberian jenis Pasal 3 UU RI khusus di
Sprin.Sidik/138.a/X/ kredit KPNS di Bank Nomor 31 Biro
2019/Ditreskrimsus, Sulutgo Kantor Cab. Tahun 1999 Wassidik
tanggal 8 Oktober Boalemo Tahun 2015 tentang Bareskrim
2019 yang tidak berpedoman pemberantasan Polri tanggal
sesuai ketentuan BPP tindak pidana 15 Desember
SPDP/51/X/2019/
(Buku Pedoman korupsi 2020, agar
Ditreskrimsus,
Perusahaan) dan SOP sebagaimana dilanjutkan
45

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
Tanggal 8 Oktober beserta surat keputusan telah diubah Penyidikanny
2019 Direksi tentang dan ditambah a
ketentuan kredit dengan UU RI
konsumtif yang berlaku Nomor 20
di PT. Bank Sulutgo Tahun 2001
Cab. Tilamuta tentang
Tipidkor

6. Laporan Polisi Korupsi TUMPAL A. RUM Proses Sidik BRIPKA


Nomor : Tipidkor SIALLAGAN PAGAU AGUS
Dugaan Berdasarkan
LP/224/X/2019/SIAG (Angg. Polri) SALIM
menyalahgunakan Pasal 2 ayat Putusan
A-SPKT, tanggal 8 kewenangan pada (1) dan/atau Gelar Perkara HAJI
Oktober 2019 proses pemberian jenis Pasal 3 UU RI khusus di ALI, SH
Sprin.Sidik/139.a/X/ kredit KPNS di Bank Nomor 31 Biro
2019/Ditreskrimsus, Sulutgo Kantor Cab. Tahun 1999 Wassidik
tanggal 8 Oktober Boalemo Tahun 2015 tentang Bareskrim
2019 yang tidak berpedoman pemberantasan Polri tanggal
sesuai ketentuan BPP tindak pidana 15 Desember
SPDP/52/X/2019/
(Buku Pedoman korupsi 2020, agar
Ditreskrimsus,
Perusahaan) dan SOP sebagaimana dilanjutkan
Tanggal 8 Oktober
beserta surat keputusan telah diubah Penyidikanny
2019
Direksi tentang dan ditambah a
ketentuan kredit dengan UU RI
konsumtif yang berlaku Nomor 20
46

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
di PT. Bank Sulutgo Tahun 2001
Cab. Tilamuta tentang
Tipidkor

LP 2021

7. Laporan Polisi Korupsi ISWANDI Belum Proses Sidik BRIGADI


Nomor : Dugaan tindak pidana UTINA, SH diketahui R
Pemeriksaan
LP/111/IV/2021/SIAG korupsi pada proses (Angg. Polri) ISWAND
Pasal 2 ayat terhadap
A-SPKT, tanggal 30 I UTINA,
pemberian dana hibah (1) dan/atau saksi-saksi
April 2021 SH
oleh Pemerintah Kab. Pasal 3 UU RI
Gorontalo kepada Nomor 31
KONI Kab. Gorontalo Tahun 1999
sebesar Rp. tentang
1.500.000.000 tahun pemberantasan
anggaran 2020, tindak pidana
anggaran Hibah Koni korupsi
Kab Gorontalo yang sebagaimana
tidak sesui dengan telah diubah
peruntukanya (Naskah dan ditambah
Perjanjian Hibah dengan UU RI
Daerah (NPHD) Nomor 20
Tahun 2001
tentang
47

SUBDIT/ K
N POSISI
DASAR TINDAK PIDANA PELAPOR TERLAPOR PENYIDI E
O KASUS
K T
1 3 4 5 6 7 8 9
Tipidkor

8. Laporan Polisi Korupsi WAHYU Belum Proses Sidik BRIGADI


Nomor : Dugaan tindak pidana ARDY diketahui R AGUS
Pemeriksaan
LP/112/IV/2021/SIAG korupsi pekerjaan jalan NUGROHO) SUSANT
Pasal 2 ayat terhadap
A-SPKT, tanggal 30 usaha tani (JUT) di (Angg. Polri) O, SH
(1) dan/atau saksi-saksi
April 2021 Dinas Pertanian Kab. Pasal 3 UU RI
Boalemo TA 2019 Nomor 31
sebanyak 42 (empat Tahun 1999
puluh dua) paket tentang
pekerjaan jalan usaha pemberantasan
tani (JUT) dengan tindak pidana
anggaran sejumlah Rp. korupsi
6.578.572.000 (enam sebagaimana
milyar lima ratus tujuh telah diubah
puluh delapan juta lima dan ditambah
ratus tujuh puluh dua dengan UU RI
ribu rupiah) Nomor 20
Tahun 2001
tentang
Tipidkor
48

Berdasarkan hasil penelitian data yang didaptkan dilokasi penelitian

diungkapkan bahwa ada delapan kasus khusunya tindak pidana korupsi yang

ditangani, hampir semua malakukan penagguhan penahanan sebelum adanya

putusan

Apabila kita melihat seorang tersangka yang diberikan hak Hak

Perlindugan Hukum oleh undang-undang-undang berupa

1. Tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum (pasal 54

KUHAP): Tersangka berhak didampingi oleh penasehat hukum,

baik ditingkat penyidik, penuntutan sampai pada tingkat

persidangan. Hak untuk didampingi penasehat hukum dapat

dilakukan sejak tersangka ditangkap, bahkan sampai pada

tahappenyidikan Dalam hal ini dapat dipahami bahwa seorang

tersangka berhak didampingi oleh penasehat hukum dari

penangkapan sampai tahappenyidik, agar hak-hak tersangka

terjamini dan dapat menghidar adanya diskriminasi dalam proses

pemeriksaan tersebut

2. Tersangka berhak memilih sendiri penasehat hukumnya,

sebagaimana dalam Pasal 55 KUHAP: untuk mendapatkan

penasihat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka atau terdakwa

berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.


49

3. Hak untuk didampingi penasihat hukum secara cuma-cuma,

sebagaimana menurut pasal 56ayat (1)KUHAP, bahwa: Dalam hal

tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak

pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana

lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu

yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak

mempunyai penasihat hukum sendiri, penjabat yang bersangkutan

pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib

menunjukan penasihat hukum bagi mereka Dari penjelasan diatas

dapat dipahami bahwa sesorang tersangka yang dapat dikatakan

tidak mampu untuk membiayai seorang penasihat hukum atau

pengacara maka negara wajib untuk menyediakan penasehat

hukum untuk tersangka.Karena dalam negara indonesia menganut

sistem demokrasi, yang dimana setiap warga negara memiliki hak

untuk mendapatkan keadilan dan hak untuk memdapatkan

peradilan yang adil dan tidak memihak.

4. Hak untuk menghubungi penasihat hukumnya, sebagaimana

menurut pasal 57 ayat (1)KUHAP tersangka yang dikenakan

penahanan, berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai

dengan ketentuan undang-undang.

Dari penjelasan pada BAB VI KUHAPdiatas dapat dipahami bahwa

tersangka atau terdakwa memiliki hak yang dimana sudah termuat pada
50

pasalpasal KUHAP yang tidak dapat digangu gugat lagi. Ini dilakukan agar 13

tersangka atau terdakwa merasa adanya kepastian hukum dan sama dimata

hukum beserta terjaminnya hak-hak asasi tersangka atau terdakwa.

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-

mata untuk menjamin pengakuan serta pengakuan atas hak dan kebebasan

orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan

moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu demokratis

Dalam hal penerapan Asas praduga tak bersalah merupakan asas yang

mengatur bahwa sebelum adanya putusan pengadilan yang bersifat tetap, tetapi

yang bersangkutan sudah dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana, sebagai

salah satu contoh kasus yang pernah terjadi dilingkup polda gorontalo

mengenai tindak pidana pencurian yang disangkakan terhadap sesorang pihak

penyidik tetap menghormati dan mengahargai hak-hak tersangka dengan

memberikan kesempatan untuk mendapatkan seorang pengacara

Namun berbeda yang diungkpakan yang diungkapkan oleh aristo

pangaribuan 25bahwa pentingya penggunaan asas praduga tak bersalah dalam

perkara tindak pidana bahwa Bukti permulaan yang berhasil diper-oleh oleh

pejabat berwenang tentu dapat kita maknai sebagai adanya asumsi dari

pejabat tersebut bahwa terdapat indikasi bahwa ses-eorang telah

melakukan tindak pidana dan negara (state) mempunyai justifikasi untuk


25
Pangaribuan, A. (2018). Paradoks Asas Praduga Tidak Bersalah. Al-Risalah, 16(02).
51

“melanggar hak asasi” seorang tersangka karena adanya bukti-bukti

permulaan yang menyatakan seseorang terlibat dalam suatu tindak pidana.

Negara tentunya akan berpikir bahwa asumsi pejabat berwenang ini tentu

kontras apabila dikaitkan dengan pengertian dari Asas Praduga Tidak

Bersalah. Adanya kewajiban untuk tetap menganggap seseorang tidak bersalah

sampai adanya putusan penga-dilan yang menyatakan sebaliknya akan san-

gat sulit untuk diterapkan dalam implementas-inya. Kenyataan bahwa

“menuduh” seseorang berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cu-kup

adalah pekerjaan negara melalui aparatur penegak hukumnya

Berdasarkan hal diatas menurut penulis pada dasarnya penerapan asas

praduga tak bersalah memang masih menjadi perdebadan panjang bagi

kalangan ahli hukum pidana bahwa adanya penetapan tersangka yang

mendapatka indikasi terjadinya tindak pidana serta ada juga yang berpendapat

asas praduga tak bersalah sudah sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh

negara berdasarkan kewenaganya melaui lembaga yang memiliki kapasitas

untuk melakukan penetapan tersangka dan tidak melanggar hak apapun

4.2.2. Hak Pemeriksaan


52

Sistem peradilan pidana Indonesia dikenal asas praduga tidak bersalah

atau Presumption Of Innocent. Maknanya, setiap orang yang disangka atau

didakwa melakukan suatu tindak pidana haruslah dianggap tidak bersalah

sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap. Selain

itu, menurut penulis, asas praduga tidak bersalah juga menempatkan kedudukan

tersangka dan terdakwa dalam setiap tingkat proses pidana sebagai subjek

pemeriksaan, bukan objek pemeriksaan. Meskipun berstatus tersangka atau

terdakwa, maka dia tetap harus diperlakukan dengan baik sesuai peraturan

perundang-undangan. Setiap tersangka dan terdakwa memiliki hak-hak yang

dijamin oleh undang-undang. Dengan demikian, setiap orang yang disangkakan

melakukan suatu tindak pidana, wajib untuk dilakukan proses hukum oleh

pihak berwenang. Pihak berwenang juga wajib menjamin hak-hak dari orang

yang menjalani proses penegakan hukum tersebut

Apabila kita menelisik mengenai hak pemeriksaan ada 2 hal yang perlu

dan penting untuk diketahui mengnai pemerikasan yaitu Tersangka dan

Terdakwa diatur dalam Pasal 1 angka 14 dan 15 Undang Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”),

yang berbunyi sebagai berikut:

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.


53

Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di

sidang pengadilan.

Berdasarkan KUHAP, berikut adalah hak-hak tersangka dan terdakwa:

Hak penyelesaian perkara (Pasal 50) Tersangka berhak segera mendapat

pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut

umum.

Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh

penuntut umum. Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan. Hak untuk

mengetahui apa yang dituduhkan kepadanya (Pasal 51) Tersangka berhak untuk

diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa

yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai; Terdakwa

berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya

tentang apa yang didakwakan kepadanya.

Dari beberap kasus yang ditangani pihak kepolisian setiap orang yang

ditetapkan sebagai tersangka tentunya diberikan kesempatan untuk

mendapatkan perlindugan hak sebagaimana yang diatur dalam Hak-hak

tersangka atau terdakwa diatur dalam BAB VI KUHAP, dapat dikelompokkan

berupa;

1. Mendapatkan Bantuan Hukum

2. Memilih Sendiri Penasehat Hukumnya


54

3. Didampingi Penasihat Hukum Secara Cuma-Cuma

4. Hak Untuk Menghubungi Penasihat Hukumnya

5. Hak untuk bebas memberikan keterangan

6. Hak untuk mendapatkan juru bahasa

7. Hak untuk menghubungi perawatan kesehatan,

8. Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya,

9. Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya

10. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan

11. Hak untuk mengajukan keberatan,

Terkhusus dalam kasus tertentu berdasarkan lama masa tuntutan pihak

jaksa seorang tersangka berhak mendapatkan pendampigan hukum ole kuasa

hukum Pengertian bantuan hukum menurut pasal 1 angka 9 Undang-undang

No. 18 Tahun 2003 tentang advokat, bahwa: “bantuan hukum adalah jasa

hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak

mampu.” Pasal 1 Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan

hukum, menegaskan:

1. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi

bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan

hukum

2. Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang

miskin.
55

3. Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau

organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum

berdasarkan undang-undang

Tunjuan Pemberian Bantuan Hukum Berdasarkan keputusan menteri

kehakiman R.I. No. 02.UM.09.08 Tahun 1980 tentang petunjuk pelaksanaan

pemberian bantuan hukum, dalam konsiderannya, bahwa “tujuan pemberian

bantuan hukum itu, adalah dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh

keadilan, perluadanya pemerantaan bantuan hukum khusus bagi mereka yang

tidak atau kurang mampu, sehingga di dalam pasal 22 ayat (1) Undang-Undang

No. 8 Tahun 2003 tentang Advokat, ditegaskan bahwa “Advokat wajib

memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang

tidak mampu.” Jadi sasaran bantuan hukum ini, adalah mereka/anggota

masyarakat yang tidak atau kurang mampu. Oleh karena itu, pemberian bantuan

hukum ini diselenggarakan melalui badan peradilan umum (Pasal 1 ayat (1)

Keputusan Menkeh Ri No.N.02.UM.09.08 Tahun 1980).

Dalam pemberian bantuan hukum merupakan hak-hak

tersangka/terdakwauntuk memperoleh bantuan hukum, sebagaimana di dalam

KUHAP dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman,

sebagai berikut:
56

1. Menurut pasal 37 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, bahwa

“setiap orang yang tersangka perkara berhak memperoleh bantuan

hukum.”

2. Menurut pasal 38 Undang-Undang No.4 Tahun 2004, bahwa

“Dalam perkara pidana seseorang tersangka sejak saat dilakukan

penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan

meminta bantuan advokat.”

Atas dasar hak tersangka pada saat proses pemeriksaan menurut penulis

setiap orang yang disangkakan perkara pidana berhak mendapatkan bantuan

hukum saat pemeriksaan agar tidak terjadinya proses yang dianggap dapat

merugikan hak tersangka demi mewujudkan kepastian hukum pada saat proses

penegakan hukum
57

4.2.3. Hak Mengajukan Saksi

Pengertian dan pengaturan mengenai saksi diatur dalam ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Menurut Pasal 1 butir 26

KUHAP saksi didefinisikan

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara

pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Selanjutnya, Pasal 1 butir 27 KUHAP mengatur sebagai berikut:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana

yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia

dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan

pengetahuannya itu”.

Saksi yang meringankan atau A de Charge  merupakan saksi yang

diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang

ditujukan pada dirinya. Hal ini dilandasi oleh ketentuan Pasal 65

KUHAP yakni:

“Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan

saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan

keterangan yang menguntungkan bagi dirinya”.


58

Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-

VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (“Putusan MK 65/PUU-VIII/2010”) makna

saksi telah diperluas menjadi sebagai berikut:

Menyatakan Pasal 1 angka 26 dan angka 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat

(3) dan ayat (4), serta Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

sepanjang pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27, Pasal 65,

Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP, tidak

dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam

rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak

selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Adapun disebutkan oleh PP No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara

Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia

(HAM), dalam Pasal 1 butir 3 Saksi adalah: “Orang yang dapat memberikan

keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atau

pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara pelanggaran hak asasi

manusia yang berat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri, yang

memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror dan

kekerasaan dari pihak manapun.”


59

Disebutkan dan dijelaskan oleh Wirjono Prodjodikoro Seorang saksi

adalah seorang manusia belaka atau manusia biasa. Ia dapat dengan sengaja

bohong, dan dapat juga jujur menceritakan hal sesuatu, seolah-olah hal yang

benar, akan tetapi sebetulnya tidak benar. Seseorang saksi harus menceritakan

hal yang sudah lampau dan tergantung dari daya ingat dari orang perorang, apa

itu dapat dipercaya atas kebenarannya26

Berdsarkan teori yang diungkapkan diatas maka penulis melakukan

analisis pada beberapa perkara pidana pencurian yang ditangani oleh pihak

polda gorontalo segaimana hasil wawacara mengungkapkan bahwa;

Saksi merupakan orang yang melihat, mendegar dan merasakan, saksi

begitu penting dalam megungkap tindak pidana, apabila ada saksi yang

menyaksikan secara langsung setiap erkara pidana maka penyidik akan

mudaha menyelesaiakan dan menemukan pelaku tidak pidana, namun

apabila tidak ada saksi yang melihat maka akan sangat sulit dalam

pembuktian serta menemukan alat bukti pada perkara pidana tersebut

Hasil penelitian penulis berdasarkan hasil wawancara bahwa dari setiap

hari kasus yang terjadi mengenai tindak pidana di polda gorontalo semua

tersangka diwajibkan untuk mengahadirkan saksi

26
Kawengian, T. A. (2016). Peranan Keterangan Saksi Sebagai Salah Satu Alat Bukti Dalam Proses
Pidana Menurut KUHAP. Lex Privatum, 4(4).
60

4.3. Faktor Yang Menghambat Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah

Perwujudan Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana

4.3.1. Profesionalitas Penegak Hukum


Profesionalitas Penegak hukum disebut profesional karena kemampuan

berpikir dan bertindak melampaui hukum tertulis tanpa menciderai nilai

keadilan Dalam menegakkan keadilan, dituntut kemampuan penegak

hukum mengkritisi hukum dan praktik hukum demi menemukan apa yang

seharusnya dilakukan sebagai seorang profesional

Penegakan hukum atau bisa disebut law enforcement mempunyai arti

yang cukup luas yaitu mencakup kegiatan untuk pelaksanaan serta penerapan

hukum dan juga melakukan tindakan hukum dari setiap pelanggaran atau

penyimpangan hukum yang dilakukan oleh oknum pelanggar hukum.

Dalam melakukan proses itu sendiri baik melalui prosedur peradilan atau

pun prusedur arbritrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya. Bahkan

adapun pengertian yang lebih luas lagi yaitu segala kegiatan yang berkaitan

dengan penegakan hukum mencakup pula segala aktivitas agar hukum sebagai

perangkat kaidah normatif yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan

masyarakat dan negara yang benar-benar harus ditaati dan dijalankan seperti

pada ketentuan yang semestinya.27

27
Kelik pramudya, dkk, 2010, pedoman etika profesi aparat hukum, pustaka yistisia,
Yogyakarta, Hal 110
61

Penegak hukum ialah suatu oknum atau kalangan yang membidangi suatu

instansi hukum dan mempunyai tugas sesuai dengan bagiannya masiang-

masing. Terdiri dari bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan

serta pemasyarakatan

Setiap oknum yang berkecimpung dalam bidang hukum mempuyai tugas

pokok masiang-masing dari yang mempunyai pangkat tinggi sampai pangkat

terendah. Namun semua tugas sangat berperan penting dalam menegakan

keadilan yang ada diwilayah itu sendiri.28

Oknum yang berkecimpung dalam menegakan hukum merupakan suatu

golongan yang dijadikan panutan bagi seluruh masyarakat sesuai dengan suara

rakyat. Maka dari itu oknum yang berkecimpung dalam menegakan hukum

harus bisa bercengkrama dan berkomunikasi agar bisa diterima oleh

masyarakat.29

Berdasarakan Hasil Penelitian Penulis mengenai Profesionalitas Penegak

Hukum yang ditemukan pada saat melakukan penelitian terdapat 4 faktor yang

membuat seorang penegak hukum dapat bekerja secara profesional adalah

sebagai berikut;

1. Kemanusiaan

28
Ibid, hal 20
29
Ibid, hal 34
62

Norma kemanusiaan menuntut supaya dalam penegakan hukum,

manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia memiliki

keluhuran pribadi.

2. Keadilan

Keadilan adalah kehendak yang ajeg dan kekal untuk memberikan

kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya.

3. Kepatutan

Kepatutan atau equity adalah hal yang wajib dipelihara dalam

pemberlakuan undang-undang dengan maksud untuk menghilangkan

ketajamannya. Kepatutan ini perlu diperhatikan terutama dalam

pergaulan hidup manusia dalam masyarakat.

4. Kejujuran

Pemelihara hukum atau penegak hukum harus bersikap jujur dalam

mengurus atau menangani hukum, serta dalam melayani justitiable

yang berupaya untuk mencari hukum dan keadilan. Atau dengan kata

lain, setiap ahli hukum diharapkan sedapat mungkin memelihara

kejujuran dalam dirinya dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan

yang curang dalam mengurus perkara.

Hal ini juga senada dengan apa yang menjadi prinsip Polri sebagai salah

satu dari lembaga pemerintahan yang membidangi keamanan dan ketertiban

masyarakat harus melakukan penguatan guna menghadapi dinamika perubahan


63

yang terjadi tersebut Kapolri dalam program prioritasnya “Mewujudkan Polri

Yang Presisi” melakukan transformasi organisasi melalui program menjadikan

Sdm Polri yang unggul di era police 4.0.

Maka dari itu perlu didukung adanya sumber daya manusia polri yang

profesional dan berkualitas. maka SSDM POLRI melakukan penguatan

khususnya pembenahan dalam dan seleksi penerimaan pendidikan

pembentukan Polri. adapun salah satu implementasinya adalah melalui

pembenahan sistem seleksi dengan mempedomani prinsip betah (bersih,

transparan, akuntabel dan humanis).

Selain itu menurut hasil wawancara penulis pada responden

mengungkapkan `bahwa Pada saat ini semua pihak penegak hukum harus

dituntut untuk menjadi pengayom masyarakat paling terdepan, serta

memberikan perlindugan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat

merasakan mafaat dari penegakan hukum, tidak dipungkiri masih banyak

beberapa oknum-oknum kepolisan yang melakukan hal hal-yang diatur dalam

aturan kepolisian, sehingga mereka tidak profesional, maka dari itu bagi

penegak hukum khsuya kepolisian apabila tidak lagi profeional maka

ancamanya sangat berat bisa-bisa pemecatan, seperti contoh kasus pada tahun

2022 ini tiga anggota polisi yang dipecat tersebut adalah Bripka Ariyanto Yusuf

anggota Banit Samapta Polsek Paguat, Brigadir Sumarlin Maksud anggota

Yanma Polda Gorontalo dan Briptu Ratno Saputra anggota Dit Samapta Polda
64

Gorontalo, Namun prestasi dan kebanggaan ini tercoreng oleh segelintir oknum

anggota kepolisian yang melakukan Tindakan indisipliner, melanggar kode etik

bahkan tindak pidana. ”Berapa pun anggota Polri yang merusak citra institusi,

akan tindak tegas, harus menyelamatkan anggota Polri yang melakukan

perilaku terpuji karena dirinya menyadari bahwa menjadi seorang Bhayangkara

ini adalah tugas mulia

Maka dari tugas sebagai penegak hukum harus menjalankan sesuai

dengan amanat undang-undang serta luhur bangsa guna mengedepankan

kepentigan umum dari pada kepentingan pribadi

4.3.2. Penasehat Hukum


Penasihat hukum merupakan profesi yang memberikan bantuan dan/atau

nasihat hukum. Penasihat hukum dapat berupa persekutuan maupun individu

Berdasarkan Pasal 1 ayat (13) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana KUHAP, penasihat hukum adalah seorang yang telah memenuhi syarat

berdasarkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum kepada

masyarakat

Selanjutnya, Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran No. 8 Tahun

1987 tentang Penjelasan dan Petunjuk-Petunjuk Keputusan Bersama Ketua

Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman tanggal 6 Juli 1987 No.

KMA/005/SKB/VII/1987 dan No. M. 03-PR.08.05 Tahun 1987

Sehingga dulunya, penasihat hukum terbagi dalam dua, yakni:


65

1. para pengacara advokat yang sudah diangkat oleh Menteri

Kehakiman dan memperoleh izin untuk melakukan kegiatan

praktek hukum di manapun.

2. para pengacara praktek yang telah mendapatkan izin dari Ketua

Pengadilan Tinggi untuk melakukan praktek hukum di dalam

daerah hukum Pengadilan Tinggi bersangkutan. 

Setelah berlakunya UU Advokat tidak ada perbedaan lagi mengenai

istilah konsultan hukum, advokat, kuasa hukum, penasihat

hukum. Misalnya, penasihat hukum, pengacara praktek, dan advokat disebut

sebagai Advokat.

Dalam hal perkara pidana setiap orang yang diperhadapkan dengan kasus

pidana berhak untuk mendapatan pendampigan dari penasehat hukum Dalam

setiap tahap pemeriksaan khususnya pada pemeriksaan di tahap penyidikan, hak

untuk mendapatkan bantuan hukum sudah harus diberikan kepada tersangka

khususnya bagi mereka yang kurang mampu dan bagi mereka yang belum

paham mengenai hukum. Sebagaimana yang di atur dalam pasal 54 UU No. 8

Tahun 1981 tentang KUHAP, disitu dikatakan bahwa : Guna kepentingan

pembelaan, tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum baik dari

seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingat

pemeriksaan, menurut tatacara yang di atur dalam undang-undang ini. Jelas

bahwa tersangka sejak dalam tahap pemeriksaan dipenyidikan sudah boleh


66

menikmati atau memperoleh haknya, salah satunya adalah hak untuk mendapat

bantuan hukum atau penasihat hukum. Dimana dalam UU No. 18 Tahun 2003

pasal 22 ayat 1 bahwa, Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara

cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ini memberikan suatu

pemahaman, dimana hak tersangka merupakan jaminan dari hak asasi manusia

(HAM), dengan adanya bantuan hukum atau penasihat hukum membantu

memberikan perlindungan terhadap tersangka dalam hal ini apa yang menjadi

hak tersangka itu tidak dapat dicabut atau diganggu gugat.

Jaminan hak asasi manusia terhadap hak tersangka menempatkan

tersangka kedalam posisi yang belum tentu bersalah, sehingga proses

pemeriksaannya harus menjunjung tinggi Hukum dan HAM oleh karena hak

tersangka tidak dapat dicabut atau diganggu gugat. Bagi tersangka yang telah

berada dalam proses penahanan penyidik tersangka memiliki hak-hak yang

terdapat dalam KUHAP Berhak menghubungi penasehat hukum

Namun yang sering menjadi kendala pada saat proses penyidikan adalah

seringya adanya kendala antara pandagan penasehat hukum tersangka dengan

penyidik kepolisan mengenai kasus yang sedang ditangani sehingga

mengahambat proses penyidikan, disatu sisi setaip perkara yang dilakukan

pihak kepolisian seharusnya pendampigan hukum harus disesuaikan dan

berkoordinasi dengan penegak hukum khsusnya kepolisan.


67

Selain itu juga da anggapan Bahwa Pelaksanaan KUHAP oleh aparat

penegak hukum sering kali tidak sesuai dengan aturan-aturan yang telah

digariskan dalam KUHAP. Untuk mendapatkan keterangan tersangka di tingkat

penyidikan, mereka ditangkap saja dulu, kemudian pengakuannya didapatkan

dengan cara intimidasi, kekerasan dan penyiksaan.

Mengingat bahwa tidak setiap orang itu mampu secara ekonomi untuk

menggunakan advokat/penasehat hukum dalam memperoleh bantuan hukum,

maka KUHAP menyatakan tentang mereka yang tidak mampu membayar

penasehat hukum untuk mendampinginya dalam hal mereka melakukan

perbuatan pidana yang diancam dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun atau

lebih. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Dalam Pasal 56

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat ketentuan mengenai

kewajiban pendampingan penasehat hukum terhadap pelaku tindak pidana

diancam hukuman diatas lima tahun. Berdasarkan dengan ketentuan tersebut

tentunya setiap pelaku tindak pidana yang diancam dengan hukuman diatas

lima tahun wajib didampingi penasehat hukum. Apabila pelaku tindak pidana

tersebut tidak mampu membayar penasehat hukum tentunya pengadilan

berkewajiban untuk menunjuk penasehat hukum guna mendampingi pelaku

tindak pidana tersebut.

Berdsarkan hasil penelitian diatas maka menurut penulis bahwa

dierlukanya koordinasi antara penasehat hukum rtersangka dan pihak kepolisian


68

dalam hal menagani perkara agar tidak ada pihak yang dirugikan baik,

tersangka dan penegak hukumnya agar tewujudnya kepastian hukum dan

keadilan

Meskipun sudah diatur dalam hukum positif di Indonesia, namun dalam

realitanya masalah penerapan Pasal 56 ayat (1) KUHAP selama ini masih

sangatlah riskan dalam pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia. Menurut

M. Sofyan Lubis lebih kurang 80% perkara yang termasuk kategori yang

disyaratkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP ternyata tersangkanya disidik tanpa

didampingi oleh penasehat hukum. Misalnya dalam perkara yang ancaman

hukumannya 5 (lima) tahun atau lebih ternyata banyak tersangka pada tahap

penyidikan tanpa didampingi oleh Penasehat Hukum sebagaimana digariskan

dalam Pasal 115 KUHAP30

Dalam proses penyelesaian perkara pidana, salah satu hak dari tersangka

dan terdakwa adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum, di samping hak-

hak lainnya seperti mendapat pemeriksaan, hak untuk diberitahukan

kesalahannya, hak untuk segara diajukan ke pengadilan, hak untuk

mendapatkan putusan hakim yang seadil-adilnya, hak untuk mendapat

kunjungan keluarga dan lain-lain.

30
M. Sofyan Lubis, Prinsip Miranda Rule: Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan: Jangan
Sampai Anda Menjadi Korban Peradilan, PT. Pusaka Buku, Jakarta, 2010, hal. 15.
69

4.3.3. Kesadaran Hukum Tersangka


Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang atau suatu

kelompok masyarakat kepada aturan-aturan atau hukum yang

berlaku.Kesadaran hukum sangat diperlukan oleh suatu masyarakat. Hal ini

bertujuan agar ketertiban, kedamaian, ketenteraman, dan keadilan dapat

diwujudkan dalam pergaulan antar sesama. Tanpa memiliki kesadaran hukum

yang tinggi, tujuan tersebut akan sangat sulit dicapai.

Namun dalam hal kesadaran hukum pada penelitian ini adalah kesadaran

hukum pihak tersangka guna mewujudkan asas praduga tak bersalah pentingnya

Asas Praduga Tak Bersalah (APTB) dalam proses peradilan pidana,

Ada beberap hal yang penting untuk diketahui berdasarkan hasil

penelitian yang didapatkan atas observasi langsung dilapangan ditemuka

bahwa;

1. Kesadaran untuk mengakui semua kesalahan pada proses penyidikan

Setiap orang dalam hal proses penyidikan maka sebisa mungkin untuk

mengaukui kesalahan dan megungkapkan hal-hal yang dapat

meringankan dan membantu proses penyidikan dan dianggap kooperatif,

sering kali para tersangka pada saat proses opentidikan tidak

mengindahkan panggilan olisi atau melakukan kebohongan pada fakta-

fakta di tempat kejadian perkara, sehingga mempersulit proses penyidikan

namun sebaliknya pra tersangka begitu kuat mnemperjuangkan hak-hak


70

tersangka tanpa memperdulikan proses penegakan hukum yang

dilakukan.

2. Kesadaran akan pemahaman penegakan hukum

Pentingya pemahaman mengenai proses openegakan hukum harus

dipahami semua unsur yang terlibat, baik penegak hukum, tersangka dan

pendamping hukum (pengacara) untuk saling kooperatif dalam

mengungkap tindak pidana yang terjadi

3. Kesadaran akan dilaksanakanya penegakan hukum

Beberapa para tersangka dan pengacara seringkali tidak memperdulikan

proses penegakan hukum khusnya dalam hal penyidikan suatu kasus dan

lebih baik megindari panggilan polisi, seperti salah satu kasus yang

terjadi dan ditangani polda gorontalo mengenai tindak pidana penipuan

tersangka sampai panggilan ke 3 tidak diindahkan sehingga pihak

penegak hukum melakukan dengan cara penagnkapan secara langsung

Maka dari itu menurut analisis penulis mengani hal yang mengahambat

perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah (APTB) dalam proses peradilan

pidana,adalah paling banyak dari kalangan pelaku tindak pidana sendiri karena

tidak koopertif pada kasus yang dialami sendiri


71

BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

1. Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak

Pidana dapat diwujudkan dengan empat instrumen yaitu Hak Perlindugan

Hukum, Hak Pemeriksaan ,Hak Mengajukan Saksi, Hak Penagguhan keempat

instrumen tersebut telah dijamin oleh undang-undang untuk melindugi hak-hak

tersangka dalam hal perwujudan Hak asasi manusia serta ditegaskan dalam

pasal 54 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: Guna kepentingan pembelaan,

tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau

lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat

pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang - Undang ini

2. Faktor Yang Menghambat Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah Perwujudan

Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana adalah yang pertama Profesionalitas

penegak hukum kedua Penasehat Hukum dan Kesadaran hukum tersangka

ketiga instrumen tersebut merupakan faktor yang sering menjadi penghambat

terwujudnya Asas Praduga Tak Bersalah Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak

Pidana
72

5.2. SARAN

1. Sebaiknya Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah Hak-Hak Tersangka

Pelaku Tindak Pidana dapat diwujudkan terhadap semua kasus tindak pidana

apapun, namun hal ini menjadi kendala karena danya ego sektoral yang harus

lebih diperbaiki dan ditingkatkan lagi

2. Sebaiknya penegak hukum dan pihak tersangka dan pendamping hukum

dalam hal penagagan perkara pidana terdahulu melakukan koordinasi guna

mewujukan Asas Praduga Tak Bersalah Hak-Hak Tersangka Pelaku Tindak

Pidana
73

Daftar Pustaka

Andi Hamzah 2006 Prinsip-Prinsi Hukum Pidana, Pustaka ,Jakarta

Erman Rajagukguk, Perlu Pembaharuan Hukum Dan Profesi Hukum, Pidato

Pengukuhan Sebagai Guru Besar Hukum, Suara Pembaharuan

Heni Siswanto , 2005 Hukum Pidana Bandar Lampung Universitas Lampung

Moeliatno, Asas-Asas Hukum Pidana Bina Aksara,Jakarta

Mukti Fajar Dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris &

Normatif, Pustaka Pelajar

Paf Lamintang 1984 Hukum Penentensier Indonesia Bandung:Armico

Romli Atmasasmita, 1997 Artikel Terobosan Dalam Hukum, Pikiran Rakyat

R.Suroso 2006 Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika

Tri Andarisman, 2006 Hukum Pidana,Asas-Asas Dan Aturan Umum Hukum Pidana

Indonesia Bandar Lampung , Universitas Lampung

Usman Simanjuntak 2012 Teknik Pemeliharaan Dan Upaya Hukum

Wirjono Prodjodikoro 2009 Hukum Pidana Indonesia Mandar Maju Jakarta


74

 Undang-undang

UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kehakiman,

 Jurnal

Jurnal diponegoro https://www.neliti.com/publications/55221/tinjauan-yuridis-


terhadap-pelaksanaan-asas-praduga-tak-bersalah-dalam-proses-per
Jurnal universitas muhammadiyah http://eprints.umm.ac.id/38853/3/BAB%20II.pdf
Roymen Yulius, Penerapan Asas Praduga Tak Bersalah Dalam Pemberitaan Pers
Oleh Media Massa Di-Kalbar, dalam :http://jurnal.untan.ac.id, diakses
pada 22 agustus 2021
Jurnal konsultan hukum https://konsultanhukum.web.id/hak-hak-tersangkaterdakwa-
dalam-kuhap/
75
76
77

Anda mungkin juga menyukai