Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM),

sebagaimana yang tercantum dalam pasl 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi

“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Pada hakekatnya, negara harus mempunyai kekuasaan yang diciptakan oleh

pemimpin dan kekuasaan tersebut berasal dari aspirasi dari segala kalangan yang

terdapat dalam kelompok masyarakat di negara tersebut. Kekuasaan tersebut

dilaksanakan oleh pemimpin yang berdaulat berdasarkan ketentuan undangundang

yang berlaku di Negara itu sendiri. Namun dalam menjalankan kekuasaan tersebut,

pemerintah tidak boleh menyalahgunakan wewenangnya, sebab kekuasaan tersebut

yang akan menjaga stabilitas hubungan kepentingan masyarakat di wilayahnya.

Kekuasaan tersebut merupakan sebuah instrumen yang menjamin segala hak yang

melekat dalam diri rakyatnya, oleh sebab itu instrumen tersebut merupakan hal yang

sangat inherent dalam sebuah negara. Instrumen tersebut adalah hukum.1

Hukum merupakan wujud dari perintah dan kehendak negara yang dijalankan

pemerintah untuk mengemban kepercayaan dan perlindungan bagi masyarakatnya,


1
Dikdik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom. 2007. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara
norma dan realita. Rajawali Pers. Jakarta.

1
baik di dalam maupun di luar wilayah Negara tersebut. Dalam menjalankan

pemerintahannya, Negara harus mempunyai alat-alat yang berperan untuk

menciptakan keamanan dan kesejahteraan yang menyeluruh dalam masyarakat. Hal

mendasar yang menjamin untuk menciptakan keamanan tersebut adalah hak asasi

manusia. Sebab hak asasi manusia adalah hal yang paling mendasar yang melekat

pada diri manusia dan berkaitan dengan realitas hidup manusia.

John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang

diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh

karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini

sifatnya mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan

hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan mansuia.2

Setiap orang yang disangka memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) yang sama

dengan setiap orang pada umumnya. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah prinsip-

prinsip atau norma-norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku

manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum. Demikian pun dengan

Hak dari Tersangka yang tertulis secara jelas dalam Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) pasal 50 sampai 68.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah

memberikan jaminan hukum atas diri tersangka guna mendapat perlindungan atas

hak-haknya dan mendapat perlakuan yang adil didepan hukum, pembuktian salah

2
Effendi, A Masyhur. 1994. Perkembangan Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum
Nasional dan Internasional. Ghalia Indonesia. Jakarta.

2
atau tidaknya seorang tersangka atau terdakwa harus dilakukan didepan sidang

Pengadilan yang terbuka untuk umum.

KUHAP yang berlaku sekarang sesungguhnya dibuat menggunakan prinsip

“due process of law” dengan memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi

pihak-pihak terkait, serta kerjasama fungsional antar penegak hukum dengan

mekanisme pengawasan atas pelaksanaan kewenangan mereka. dalam sistem

peradilan pidana, “due process of law” diartikan sebagai suatu proses hukum yang

baik, benar dan adil. Proses hukum yang demikian terjadi, bila aparat penegak hukum

yang terkait dengan proses tersebut, tidak hanya melaksanakan tugasnya sesuai

dengan aturan yang ada, tetapi juga memberikan semua hak tersangka/ terdakwa yang

telah ditentukan, serta mengimplementasikan asas-asas dan prinsip-prinsip yang

melandasi proses hukum yang adil tersebut meskipun asas atau prinsip tersebut tidak

merupakan peraturan hukum positif.

Aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya saat proses penyidikan

tersebut, tentunya haruslah melalui prosedur hukum yang benar sesuai dengan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan juga

peraturan perundang undangan lainnya. Dengan demikian, ideologi Indonesia sebagai

negara hukum benar-benar terwujud. Dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP yang berbunyi:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya”

3
Di dalam hukum acara pidana terdapat asas praduga tidak bersalah

(presumption of inncoent), sebagai mana terdapat dalam pasal 8 undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang

merumuskan sebagai berikut:

"Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di

depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan

yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap"

Bersumber pada bunyi pasal dan penjelasan diatas maka jelas dan sewajarnya

bahwa tersangka dalam proses peradilan pidana wajib mendapatkan hak-haknya.

Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah mengangkat dan

menempatkan tersangka dalam kedudukan yang adil. Hukum mesti ditegakkan.

Namun dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap tersangka tidak boleh

"ditelanjangi" hak tersangka yang melekat pada dirinya. Hak-hak Yuridis yang diatur

dalam KUHAP wajib diberikan kepada diri pribadi tersangka.

Penyidik dalam KUHAP Pasal 1 ayat (1) adalah pejabat polisi Negara

Republik atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dalam proses penyidikan seorang

penyidik memang memiliki wewenang khusus yang telah diatur dalam undang-

undang, Namun Implementasi tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di

lapangan. faktanya masih banyak ditemui pelanggaran hak-hak tersangka yang

dilakukan oknum polisi pada proses penyidikan yang tersebar di wilayah Indonesia.

4
Terkait dengan pelanggaran hak-hak tersangka yang di lakukan oknum polisi, terjadi

di kota kupang (maulafa) pada tahun 2020, kasus pelanggaran hak-hak tersebut yaitu

penyiksaan terhadap Frengky Riwu oleh anggota kepolisian pada proses penangkapan

atas tuduhan terlibat kasus pencurian telepon genggam (HP).3

Kejadian ini cukup menarik perhatian masyarakat dan juga menjadi Isu

nasional. Negara melalui Polisi telah gagal melakukan kewajibannya untuk

melindungi hak-hak tersangka yang telah diatur secara jelas oleh undang-undang.

KUHAP telah mengatur secara jelas dan tegas, berkaitan hak-hak tersangka (Pasal 50

sampai 68 KUHAP), dan aparat penegak hukum wajib menghormati hak-hak yuridis

menurut KUHAP yang telah diberikan Negara kepada tersangka dalam rangka

penyelesaian perkara pidana sebagaimana diisyaratkan dalam ketentuan KUHAP.4

Tidak profesionalnya oknum polisi dalam menerapkan peraturan yang ada

sangat jelas. Polisi benar-benar gagal dalam melaksankan penyidikan yang menjadi

nyawa dalam mengungkapkan kasus pidana. Dengan demikian harusnya menjunjung

tinggi HAM pada proses penyidikan. Berdasarkan apa yang diuraikan diatas, maka

penulis tertarik mengambil Judul "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

TERSANGKA PADA SAAT PROSES PENYIDIKAN PERKARA PIDANA DI

POLRES KUPANG KOTA”

B. RUMUSAN MASALAH

3
https://regional.kompas.com/read/2020/04/28/17042411/pria-yang-dianiaya-oknum-polisi-di-
polresta-kupang-dipukul-balok-dan-pipa?page=all
4
M. Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Penyidikan dan
Penuntutan, Cetakan Pertama. Edisi Kedua. Sinar Grafika. Jakarta.

5
Dari pemaparan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah pokok

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi tersangka pada saat penyidikan?

2. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan bagi penyidik pada saat proses

penyidikan perkara pidana?

C. TUJUAN PENILITIAN DAN KEGUNAAN PENILITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat mengemukakan

tujuan dan kegunaan penilitian sebagai berikut:

1. Tujuan Penilitian

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi tersangka pada saat proses

penyidikan

b. Untuk mengetahui Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan bagi penyidik

pada saat proses penyidikan perkara pidana.

2. Kegunaan Penilitian

Hasil penilitian ini diharapkan dapat berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan

dan sebagai bahan masukan bagi pihak yang berkompoten di bidang hukum pada

umumnya, hasil penilitian ini juga sebagai sarana memperluas wawasan bagi para

pembaca mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pada Saat Proses

Penyidikan.

D. KEASLIAN PENILITIAN

6
Bahwa penilitian ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka

Pada Saat Proses Penyidikan Perkara Pidana” sejauh penelusuran peneliti di Fakultas

Hukum Universitas Nusa Cendana belum ada tulisan yang menggangkat tulisan atau

judul yang sama. Di fakultas-fakultas lainnya di luar fakultas hukum universitas nusa

cendana kupang, juga tidak ditemukan tema atau topik yang sama. Oleh karena itu

penulis ini adalah satu-satunya yang akan di kaji dan diteliti. Dengan demikian

penulis ini merupakan asli buah karya peneliti serta dapat dikatan baru dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenaran tentang keaslian penelitian ini.

E. METODE PENILITIAN

Jenis penelitian yang digunakan ini adalah deskriptif analitis, yakni: "Suatu

penelitian yang berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam,

tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, dengan cara meneliti bahan

pustaka terhadap aspek yuridis dan melakukan wawancara terhadap aspek empiris di

lapangan tentang implemental perlindungan hukum bagi tersangka

1. Lokasi Penelitian

Penulis melakukan Penelitian yang berlokasi di Polresta Kupang Kota

2. Spesifikasi Penelitian

Yang menjadi spesifikasi penelitian ini adalah hukum empiric yaitu penelitian

tentang efektifitas hukum dan penerapannya dilapangan, dalam hal ini mengenai

7
perlindungan hukum terhadap tersangka pada saat proses penyidikan di Polres

Kupang Kota.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari responden atau

pihak terkait di Polres Kupang Kota

b. Data sekunder yakni data penunjang dan data pelengkap yang diperoleh

dari peraturan perundang-undangan, buku-buku serta dokumen-dokumen

yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti.

4. Aspek Penelitian

Aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana perlindungan hukum bagi tersangka pada saat penyidikan?

b. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan bagi penyidik pada saat proses

penyidikan perkara pidana?

5. Populasi dan Sampel

a. Populasi

populasi dalam penelitian ini mencakup pihak-pihak yang ada

hubungannya dengan perlindungan hukum terhadap tersangka pada saat

penyidikan di Polres Kupang Kota.

b. Sampel

Sampel dalam penelitian ditetapkan dengan teknik purposive

sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan

penelitian. Berdsarkan keterangan sampel di atas maka yang menjadi

responden/sampel dalam penilitian ini :

8
Tersangka : 1 orang

Penyidik : 1 orang

Jumlah : 2 orang

6. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

A. Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data di lakukan dengan prosedu studi kepustakaan

dan studi lapangan sebagai berikut:

a) Studi Kepustakaan

Studi kepustakan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian

kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku

literature serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan perundang-

undangan terkait dengan permasalahan.

b) Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan

wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha

mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai

dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

B. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang

diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data

dilakukan dengan tahap seleksi data, klarifikasi data dan penyusunan

data.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Perlindungan Hukum

a. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum dalam bahasa inggris dikenal istilah “protection of the law”.

Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun

wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam

penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, diantaranya menyatakan prindip, “Indonesia

adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan pemerintah berdasar atas

sistem konstitusi (hukum dasar)”, elemen pokok negara hukum adalah pengakuan dan

perlindungan terhadap “fundamental rights”( hak- hak dasar/asasi). Menurut Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak yang harus

dilindungi pemerintah terkait perlindungan hukum terhadap diri pribadi manusia atau

tersangka yang menjalani proses pemeriksaan perkara pidana, antara lain:

a. Hak Pelindungan

Berhak atas perlindungan pribadi, keluarga kehormatan, martabat dan hak

miliknya (Pasal 29 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999).

10
b. Hak Rasa Aman

Berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30 UU No.39 Tahun 1999).

c. Hak Bebas dari Penyiksaan

Berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang

kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya (Pasal

33 ayat (1) UU No,39 Tahun 1999).

d. Hak tidak diperlakukan Sewenang-wenang

Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dikucilkan, diasingkan, atau

dibuang secara sewenang-wenang (Pasal 34 UU No.39 Tahun 1999).

e. Hak tidak di Siksa

Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga

menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani

pada seseorang untuk memproleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari

orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau

diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang

didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan

tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan darim dengan persetujuan, atau sepengetahuan

siapapun dan atau pejabat publik (Pasal 1 butir 4 UU No.39 Tahun 1999).

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan

bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang

11
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada

pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Aspek dominan dalam konsep barat tentang hak asasi manusia menekankan

eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada kodrat manusia dan statusnya

sebagai individu, hak tersebut berada di atas negara dan diatas semua organisasi

politik dan bersifat mutlak sehingga tidak dapat diganggu gugat. Karena konsep ini,

maka sering kali dilontarkan kritik bahwa konsep Barat tentang hak-hak asasi

manusia adalah konsep yang individualistik. Kemudian dengan masuknya hak- hak

sosial dan hak-hak ekonomi serta kultural, terdapat kecenderungan mulai

melunturnya sifat individualistik dari konsep Barat.

Perumusan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, berlandaskan

Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi perlindungan hukum bagai

rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep Rechtstaat dan “Rule of The Law”.

Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan

pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan

dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada

Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan

bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada

pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. 5

5
Philipus M. Hadjon, 2017, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya:Bina Ilmu, hal. 38.

12
Soetjipto rahardjo mengemukakan bahwa perlndungan hukum adalah upaya

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan

pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah

memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu,

perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk

adanya kepastian ukum.6

Lebih lanjut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak

sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.7

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah

yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban

dalam pergaulan hidup antar sesama manusia. 8

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek

hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan

pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

6
Soetjipto Rahardjo, 2013, Persoalan Hukum Di Indonesia, (Bandung:Alumni), hal. 121.
7
Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta;Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret), hal. 3.
8
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi investor di Indonesia, (Surakarta; Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret), hal. 14.

13
a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah

dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini

terdapat dalam peraturan perundang- undangan dengan maksud untuk

mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-

batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan

perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman

tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan

suatu pelanggaran9.

Penggunaan kekerasan oleh polisi dalam penyidikan. Dapat ditelusuri dari dua

hal:

Pertama, dari segi historis. Muculnya polisi dilihat sebagai suatu badan spesial
distingtif di masyarakat, suatu badan publik yang menjalankan fungsi yang
spesifik. Fungsi tersebut adalah “menjaga keamanan domestik” yang berbeda
dengan cara penjagaan keamanan yang lama. Penjagaan kemanan dan
penumpasan kejahatan dijalankan dengan cara-cara gampang, tidak
membutuhkan pemikiran panjang, yaitu dengan menggunakan kekerasan.

Kedua, perlakuan penyidik terhadap tersangka dalam penyidikan tak dapat


dilepaskan dari rezim hukum pidana apa yang berlaku saat lalu. Sistem
inkuisitur yang seringkali dipertentangkan dengan sistem akusatur, yang
dipersepsikan sebagai sistem pemeriksaan yang kurang memperhatikan hak
asasi dari tersangka atau terdakwa karena dijadikan sebagai objek saja. meski
secara normatif model pemeriksaan inkuisitur telah diganti, akan tetapi dalam

9
Muchsin, Ibid, hlm. 20.

14
praktiknya masih terus diterapkan, bahkan menjadi modus utama untuk
memproleh pengakuan tersangka10.

2. Hak Asasi Manusia

a. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) sejauh ini sudah di kemukakan oleh

banyak penulis, salah satunya adalah Suryadi Radjab menurutnya Hak asasi manusia

(human rights) merupakan hak dimana manusia dikaruniai hati nurani dan akal

pikiran yang didapat dari Tuhan.

Soetandyo Wignjosoebroto berpendapat bahwa Hak Asasi manusia bersifat

universal yang berarti melampaui batas-batas negeri, kebangsaan, dan ditujukan pada

setiap orang, baik miskin maupun kaya, laki-laki atau perempuan, normal atau

penyandang cacat atau sebaliknya. Dikatakan universal karena hak-hak itu dinyatakan

sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna

kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultur dan agama atau

kepercayaan spiritualitasnya11.

Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum atau hak asasi manusia untuk

mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum, seperti halnya

yang terdapat dalam; Universal Declaration of Human Right, Pasal 7 yang

menyatakan; sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas
10
Sadjipto Raharjo, “Polisi Berwatak Sipil”, Makalah Seminar Nasional Membangun

Polisi Indonesia yang Berkarakter Sipil, diselenggakan oleh Pusat Studi Kepolisian

UNDIP, Semarang, 8 Juli 1999, hal. 22


11
Wignjosoe broto. Soetandyo. 2007. Hak Asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan
Pengertiannya dari Masa ke Masa. Elsam. Jakarta.

15
perlindungan hukum yang sama dengan tak ada perbedaan, Convnan on civil and

political right, pasal 26 yang menyatakan, semua orang adalah sama terhadap hukum

dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa deskriminasi.

Dalam penegakan perlindungan Hak Asasi Manusia khususnya dalam proses

penyidikan, perlu diketahui bahwa kedudukan tersangka telah tercantum dan diatur

dalam beberapa Undang-undang, yaitu dalam UU No. 4 tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman, secara jelas tertulis dalam Pasal 37 sampai 40. Dengan

berjalannya waktu UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang

mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas

penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama

bagi setiap orang dalam mencari keadilan, diubah menjadi UU Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman.

Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia dalam peraturan

hukum acara pidana mempunyai arti yang sangat penting sekali, karena sebagian

besar dalam rangkaiaan proses dari hukum acara pidana ini menjurus kepada

pembatasan-penbatasan hak-hak manusia seperti penangkapan, penahanan, penyitaan,

penggeledahan dan penghukuman yang pada hakekatnya adalah pembatasan-

pembatasan hak-hak manusia”.

Walaupun sudah ada jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia

yang dalam bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka, namun belum

sepenuhnya dilaksanakan, tidak terkecuali dalam bidang penegakan hukum itu

sendiri.

16
Dengan adanya perlindungan dan pengakuan hak-hak yang melekat pada diri

tersangka, maka dapat memberikan jaminan yang menghindarkan tersangka dari

tindakan sewenang-wenang penyidik dalam proses penyidikan.

Selama proses pemeriksaan berlangsung dari proses penyelidikan di

kepolisian sampai proses pemeriksaan dalam sidang di pengadilan, seseorang yang

disangka atau didakwa melakukan sesuatu tindak pidana dilindungi oleh hukum

sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai Pasal 68 KUHAP. Dalam Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merupakan salah

satu sumber hukum acara pidana, terdapat suatu asas fundamental yang sangat

berkaitan dengan hak-hak tersangka yaitu asas praduga tak bersalah yang berbunyi;

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, dituntut, dan atau dihadapkan di

muka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum diadakan putusan

yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum

tetap”.

Berdasarkan asas tersebut di atas telah jelas bahwa seseorang yang di sangka

atau didakwa melakukan suatu tindak pidana wajib ditempatkan sebagaimana

mestinya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

2. Tersangka

a. Pengertian Tersangka

Tersangka dalam Pasal 1 ayat (14) KUHAP, adalah seseorang yang karena

perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai

pelaku tindak pidana. Dengan demikian, tersangka merupakan seorang yang

menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya seorang tersangka

17
harus dilakukan dalam proses peradilan yang jujur dengan mengedepankan asas

persamaan dihadapan hukum.

tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya

berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai tindak pidana, sedangkan terdakwa

adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, diadili dan di sidang pengadilan.

Sementara dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 “tersangka adalah

seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaannya

patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”12.

b. Klasifikasi Tersangka

Gersan W. Bawengan mengemukakan bahwa tersangka dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu sebagai berikut

1. Tersangka yang kesalahannya sudah definitif atau dapat dipastikan

Untuk tersangka tipe I ini, maka pemeriksaan dilakukan untuk memperoleh

pengakuan tersangka serta pembuktian yang menunjukan kesalahan tersangka

selengkap-lengkapnya diperoleh dari fakta dan data yang dikemukakan di depan

sidang pengadilan.

2. Tersangka yang kelasahannya belum pasti

Untuk tersangka tipe II ini, maka pemeriksaan dilakukan secara hati-hati melalui

metode yang efektif untuk dapat menarik keyakinan kesalahan tersangka, sehingga

dapat dihindari kekeliruan dalam menetapkan salah atau tidaknya seseorang yang

diduga melakukan tindak pidana13.

c. Hak-Hak Tersangka
12
Suharto, Y.B. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

18
KUHAP telah menempatkan tersangka sebagai manusia yang utuh, yang memiliki

harkat, martabat dan harga diri serta hak asasi yang tidak dapat dirampas darinya.

Tersangka telah diberikan seperangkat hak-hak oleh KUHAP yang meliputi:

1. Hak untuk serega mendapat pemeriksaan. Tersangka berhak segera mendapat

pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut

umum, dan tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh

penuntut umum (Pasal 50 ayat 1 dan ayat 2).

Sebagai seseorang yang belum dinyatakan bersalah maka ia mendapatkan

hak-hak seperti: hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan dalam fase

penyidikan

Uli Parulian Sihombing, dkk, menyatakan bahwa seorang tersangka yang

telah di tangkap harus segera diperiksa oleh penyidik dan selanjutnya dapat

diajukan kepada penuntut umum, waktu maksimal untuk dilakukan

pemeriksaan adalah 1 x 24 jam, jika lewat dari waktu 1 x 24 jam, maka

mintalah untuk dilepaskan.

2. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang

dimergerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu

pemeriksaan dimulai (Pasal 51).

3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik. Dalam

pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa

13
Bawengan, Gersan W. 1989. Penyidik Perkara pidana dan Teknik introgasi. Pradnya Paramita.
Jakarta.

19
berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim

(Pasal 52).

4. Hak untuk mendapat juru bahasa dalam setiap pemeriksaan pada tingkat

penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap

waktu mendapat juru bahasa (Pasal 53).

5. Hak untuk dapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. Guna

kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan

hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama selama dalam waktu

dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata yang diatur dalam undang-

undang atau KUHAP (Pasal 54). tersangka berhak untuk didampingi

penasehat hukum. Bila seorang tersangka sedang berada dalam penangkapan

atau penahanan, anda berhak untuk menolak diperiksa sebelum permintaan

anda untuk didampingi penasehat hukum dipenuhi.

6. Tersangka berhak secara bebas memilih penasehat hukum, untuk didampingi

pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 55)

7. Hak untuk berubah menjadi wajib untuk mendapatkan bantuan hukum. Wajib

bagi tersangka untuk mendapat bantuan hukum bagi tersangka dalam semua

tingkat pemeriksaan jika sangkaan yang disangkakan diancam dengan pidana

mati atau ancaman pidana minimal 15 tahun atau lebih (Pasal 56).

8. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi

penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP (Pasal 57).

20
9. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghungi atau

menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatannya baik

yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal58)

10. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan

tentang penahanan atas dirirnya oleh pejabat yang berwenang, pada semua

tingkat pemeriksaan dalam proses pengadilan, kepada keluarga atau orang lain

yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk

mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (Pasal 59)

11. Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari

pihak yang mempunyai hubungan keluarga atau lainnya dengan tersangka

atau terdakwa juga mendapat jaminann bagi penangguhan penahanan ataupun

untuk usaha mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60).

12. Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantara

penasehat hukumnya menghubungi dan merima kunjungan sanak keluarganya

dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau

terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan

(Pasal 61).

13. Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan

penasehat hukumnya dan menerima surat dari penasehat hukumnya dan sanak

keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi

tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis (Pasal 62)

14. Tersngka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjunga dari

rohaniawan (Pasal 63)

21
15. Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi

dan atau seorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan

keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65)

16. Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66)

17. Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi

(Pasal 68).

3. Peyidikan

a. Pengertian Penyidikan

Penyidikan berarti membuat terang kejahatan, orang Belanda menyebutnya

opsporing dalam bahasa Inggris disebut investigation arti tegasnya mengusut,

sehingga dapat diketahui peristiwa pidana apa yang dilakakan dan siapa pelakunya.

Polisi sebagai apparat penegak hukum yang diberi wewenang oleh peraturan

perundang-undang seharusnya tidak melakukan perbuatan / tindakan kesewenang-

wenang. Dalam hal ini apparat penegak hukum adalah Polisi Republik Indonesia

(POLRI) sebagai penyidik, yaitu perilaku dan tindakan apparat penegak hukum

(POLRI) yang dalam melakukan proses pemeriksaan pendahuluan terhadap tersangka

sering kali menggunakan cara kekerasan dan penyiksaan. Padahal polisi sebagai

apparat penegak hukum wajib menghormati dan melimdungi hak orang yang

melakukan tindak pidana.

Penyidikan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1 butir 2 KUHAP,

penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang mana dengan bukti itu membuat terang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

22
b. Pejabat Penyidik dan Wewenang Penyidik

Menurut Pasal 6 ayat (1) KUHAP, penyidik adalah:

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang.

Kemudian dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP, disebutkan bahwa penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya

mempunyai wewenang, yaitu:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. Melalukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. Memanggil prang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

c. Tahap Penyidikan

23
Di dalam pemeriksaan pendahuluan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan

hasil-hasil investigasi yang dibuat secara tertulis dari pihak tersangka. Dalam tahapan

ini dikumpulkan bahan-bahan yang yang menjadi barang bukti dalam suatu rangkaian

berkas perkara, serta kelengkapan pemeriksaan lainnya dengan maksud untuk dapat

menyerahkan perkara ke pengadilan. Proses pemeriksaan pendahulian ini berupa

kegiatan yang rinciannya merupakan pemeriksaan persiapan, yaitu tindakan

penyilidikan dan penyidikan. Pasal 1 butir 2 KUHAP menentukan bahwa penyidikan

adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur

dalam undang-undang untuk mencari mengumpulkan, dan dengan bukti itu membuat

terang tindakan pidana yang terjadi dan menemukan tersangka14.

syarat seorang dapat ditangkap yaitu, sudah ada bukti permulaan yang cukup, adanya

surat perintah penangkapan yang menjelaskan tentang identitas tersangka, alasan

penangkapan, uraian singkat kejahatan dan tempat pemeriksaannya. Setelah

ditangkap seorang tersangka berhak

1. Minta menghubungi dan didampingi pengacara

2. Segera diperiksa oleh penyidik

3. Diperiksa tanpa ada tekanan seperti diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa

secara fisik.

4. Perlindungan Hukum Terhdap Hak-Hak Tersangka

Di Indonesia bentuk perlindungan dan penegakan hak asasi manusia,

termasuk di dalamnya perlindungan terhadap tersangka mencapai kemajuan ketika

pada tanggal 6 November 2000, DPR mengesahkan Undang-undang Nomor 26

14
Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafik. Jakarta. hlm 43.

24
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan kemudian diundangkan pada

tanggal 23 November 2000. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang

secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang mendasari adanya pengadilan

HAM di Indonesia yang berwenang mengadili para pelaku pelanggaran hak asasi

manusia.

Perlindungan hak asasi manusia dalam hal ini mengenai perlindungan

terhadap hak-hak tersangka. Berbicara mengenai hak tersangka tak terlepas dari asas-

asas hukum acara pidana yang menjadi dasar perlindungan hukum bagi tersangka.

Asas-asas hukum acara pidana yang wajib diberikan kepada tersangka sebagai hak

mutlak yang harus tersangka peroleh dan tidak boleh diabaikan. Asas-asas yang

dimaksud adalah Asas Legalitas (Pasal 1 ayat satu (1) KUHP), Asas Perlakuan Yang

sama Di Muka Hukum (Equality Before The Law), Asas Praduga Tak Bersalah

(Presumption Of Inncent), Secara khusus hak-hak tersangka pun mempunyai dasar

hukum yang tertulis secara jelas dalam undang-undang yaitu Pasal 50 sampai Pasal

68 KUHAP.

Secara umum fungsi dari undang-undang hukum acara pidana adalah untuk

membatasi kekuasaan negara dalam melindungi setiap warga masyarakat yang

terlibat dalam proses peradilan pidana, sehingga diharapkan terjamin perlilndungan

para tersangka dari tindakan aparat penegak hukum dan pengadilan. Dengan

demikian, hukum yang sama memberikan pula pembatasan-pembatasan terhadap hak

asasi warganya. Dengan kata lain, hukum acara pidana adalah alat yang memberi

kekuasaan terutama kepada penegak hukum yang juga sekaligus alat hukum untuk

membatasi wewenang kekuasaan tersebut.

25
Pada hakekatnya hak tersangka / terdakwa adalah hak yang diperoleh selama

proses penyidikan atau tahap pemeriksaan berdasarkan ketentuan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 atau yang lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP). Perlindungan hak tersangka tidak terlepas dari pelaksanaan

asas-asas dalam hukum pidana.

Didalam pengaturannya masih terjadi ketimpangan yang sangat besar antara

hak-hak tersangka/terdakwa. Dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwa Advokat wajib memberikan

bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma oleh Advokat bukan merupakan belas

kasihan, tetapi lebih kepada penghargaan terhadap hak asasi manusia dalam

mewujudkan keadilan dalam masyarakat.

Kalau selama ini wewenang dan fungsi Pengadilan Negeri mengadili dan

memutus perkara pidana dan perkara perdata sebagai tugas pokok maka terhadap

tugas pokok tadi diberi tugas tambahan untuk menilai sah atau tidaknya penahanan,

penyitaan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan yang dilakukan

penyidik atau penuntut umum, yang wewenang pemeriksaannya diberikan kepada

Praperadilan. Hal yang diuraikan di atas, dapat dibaca dalam rumusan Pasal 1 butir

10, yang menegaskan: Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk

memeriksa dan memutus:

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan,

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,

26
3. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau

pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan adalah sebagai

jaminan perlindungan dari perundang-undangan akan pengakuan hak-haknya yang

harus diakui dan dihormati oleh aparat penegak hukum dalam hal ini adalah penyidik

kepolisian (POLRI) maupun setiap personilnya, maka hak-hak tersangka tidak boleh

diabaikan.

Bentuk perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan yang

dimaksudkan adalah pelaksanaan hak yang dimiliki tersangka, antara lain: hak

priorimq penyelesaian perkara, Hal ini diatur Pasal 50 KUHAP.15

Perlindungan hukum merupakan hal yang sangat penting dalam tatanan

masyarakat hukum dijelaskan oleh Barda Nawawi bahwa berkaitan dengan masalah

perlindungan hukum ada 4 (empat) aspek dari perlindungan hukum yang perlu

mendapat perhatian, yaitu;

1. Masyarakat memerlukan perlindungan perbuata-perbuatan anti sosial yang

merugikan dan membahayakan masyarakat.

2. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap sifat-sifat bebahaya

seseorang.

3. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap penyalahgunaan sanksi /

reaksi dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat pada umumnya.

15
Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafik. Jakarta.

27
4. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap keseimbangan atau

keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu sebagai akibat

adanya kejahatan16.

Terkait dengan masalah perlindungan hukum terhadap hak tersangka, maka dapat

disimpulkan, bahwa perlindungan hukum terhadap hak tersangka adalah tempat

berlindung bagi seseorang atau beberapa orang dalam memperoleh hak-haknya

sebagai tersangka melalui ketentuan-ketentuan, kaidah-kaidah maupun peraturan-

peraturan yang mengatur tata kehidupan masyarakat yang diakui dan diikuti oleh

anggota masyarakat itu sendiri.

Konsep Perlindungan hukum bagi tersangka adalah terlaksananya keseluruhan hak-

hak tersangka, sehingga dapat di katakan bahwa perlindungan hukum bagi tersangka

telah terpenuhi, karena dalam setiap proses-proses yang dilalui, tersangka telah

menerima hak-haknya, dan itu adalah suatu pencapaian dalam hal perlindungan

hukum.

16
Barada Nawawi Arief. 1998. Polisi Sebagai Penegak Hukum Masalah-Masalah Hukum, Undip,
Semarang.

28
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pada Saat Proses Penyidikan

Perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan adalah sebagai

jaminan perlindungan dari perundang-undangan akan pengakuan hak-hak tersangka

yang harus diakui dan dihormati oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah

penyidik, maka hak-hak tersebut tidak boleh diabaikan.

Tujuan hukum untuk mencari dan mendapatkan kebenaran, yakni kebenaran dari

suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur

dan tepat dengan tujuan agar mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan

pelanggaran hukum.

Asas-asas hukum acara pidana yang mengatur mengenai hak-hak dari terangka

atau terdakwa demi mewujudkan tujuan hukum di atas, dalam hal mencari keberanan

agar keadilan ditegakan dan hak-hak tersangka juga dilindungi.

Tersangka memiliki hak asasi yang sama dengan manusia pada umumnya, dan

undang-undang pun telah menagtur secara jelas dengan adanya asas-asas hukum

acara pidana, sehingga asas-asas tersebut menjadi dasar pedoman yang mengandung

nilai-nilai, sehingga tersangka harus diperlakukan sama dihadapan hukum, dianggap

tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum

tetap, dan juga mendapat bantuan hukum.

Seorang dapat dikatakan sebagai tersangka ketika orang tersebut diduga

melakukan tindak pidana, yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan

bukti permulaan. Di pertegas lagi dengan asas praduga tidak bersalah, dalam Pasal 8

29
Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman yaitu “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,

dituntut, dan/ atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah

sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap17”.

Tersangka yang diadili pun harus diperlaukan sama di muka hukum sesuai dengan

asas perlakuan yang sama di muka hukum (Equality Before The Law) yang tertulis

jelas dalam undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat satu (1), harus

diterapkan kepada semua tersangka tanpa harus di beda-bedakan tiap orang dalam

setiap perlakuan.

Setiap proses yang dilalui seorang tersangka, harus sesuai dengan aturan atau

hukum yang berlaku, yaitu dari proses penangkapan, proses penyidikan, proses

penahanan di tingkat Kepolisian, harus diperhatikan oleh polisi dalam hal ini adalah

penyidik yang yang ditugaskan untuk melakukan penangkapan, penyidikan dan

penahan terhadap tersangka.

Penangkapan terhadap tersangka yang di duga melakukan tindakan yang

melanggar hukum, harus disertai dengan surat perintah penangkapan yang resmi dari

pihak penyidik. Setelah di tangkap, tersangka diperiksa oleh penyidik, dan

selanjutnya dapat diajukan kepada Penuntut Umum. Waktu maksimal untuk

dilakukan pemeriksaan adalah 1 x 24 jam, jika tidak terdapat alasan untuk ditahan

maka tersangka dapat dilepaskan, tetapi jika memenuhi unsur penahanan maka yang

17
Pasal 8 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman.

30
bersangkutan dapat ditahan. Masa penahan di tingkat Kepolisian, paling lambat 20

hari dan dapat di perpanjang paling lama 40 hari oleh Penuntut Umum.

Undang-undang mengatur untuk melidungi seorang tersangka agar terwujudnya

hak asasi manusia dalam mewujudkan keadilan, sehingga di pertegas dengan

tersangka wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan dari Majelis Hakim

dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk itu perlu adanya perlindungan

hukum bagi seorang tersangka, sehingga hak-hak tersangka yang di atur dalam

KUHAP Pasal 50 sampai Pasal 68 dapat dilaksanakan.

Konsep Perlindungan hukum bagi tersangka, dimana terlaksananya keseluruhan

hak-hak tersangka, sehingga dapat di katakan bahwa perlindungan hukum bagi

tersangka telah terpenuhi. jika dalam setiap proses penyidikan yang dilalui dan

tersangka menerima hak-haknya, maka itu adalah suatu pencapaian hukum dalam hal

perlindungan hukum.

Berdasarkan wawancara (Selasa, 22 Agustus 2022) dengan BA Sat Reskrim

Polres kupang kota BRIPKA Yandri Yandri Perin S.H, menyampaikan bahwa dalam

setiap melaksanakan tugas sebagai penyidik, tentu selalu memperhatikan hak-hak dari

tersangka agar tidak menyimpang dari aturan yang tertulis dalam KUHAP mengenai

hak-hak yang harus dihargai dan dilaksankan. Beliau pun menjelaskan tata cara

pemeriksaan sebagai berikut18:

1) Jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka kepada penyidik diberikan

tanpa tekanan dari siapapun dan dengan bentuk apapun juga, memberikan

18
Hasil wawancara dengan bapak Yandri Perin S.H, sebagai BA sat reskrim Polres kupag kota, pada
tanggal 22 Agustus 2022.

31
keterangan harus bebas berdasar kehendak dan kesadaran nurani, tidak

dipaksa dengan cara apapun baik dengan penekanan fisik dengan tindakan

kekerasan dan penganiayaan, maupun dengan tekanan penyidik maupun dari

pihak luar. Dalam pelaksanaan proses pemeriksaan sangat sulit bagi tersangka

membuktikan keterangan yang diberikan Apabila dalam pemeriksaan adalah

hasil paksaan dan tekanan. Kontrol yang tepat untuk menghindari terjadinya

penekanan atau ancaman dalam pemeriksaan penyidikan ialah kehadiran

penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan. Apabila ternyata

keterangan yang diberikan tersangka dalam berita acara pemeriksaan

dilakukan dengan tekanan, ancaman atau paksaan maka hasil pemeriksaan itu

tidak sah. Penasihat hukum dapat menempuh jalur praperadilan atas alasan

penyidik telah melakukan cara-cara pemeriksaan tanpa alasan yang

berdasarkan Undang-undang;

2) Semua keterangan tersangka tentang apa yang sebenarnya telah dilakukannya

sehubungan dengan tindak pidana yang disangkakan kepadanya dicatat oleh

penyidik sesuai dengan keterangan tersangka. Pencatatan disesuaikan dengan

kata-kata dan kalimat yang dipergunakan tersangka. Penyidik boleh

menyesuaikan dengan susunan kalimat yang lebih memenuhi kemudahan

membacanya, asal maksud yang dikemukakan tersangka tidak dirubah.

Keterangan tersangka dicatat dalam berita pemeriksaan oleh penyidik. Setelah

selesai ditanyakan atau diminta persetujuan dari tersangka tentang kebenaran

isi acara tersebut. Persetujuan ini bisa dengan jalan membacakan isi berita

acara, atau menyuruh membaca sendiri berita acara pemeriksaan kepada

32
tersangka, apakah ia menyetujui isinya atau tidak. Kalau tersangka tidak

setuju harus memberitahukan kepada penyidik bagian mana yang tidak

disetujui untuk diperbaiki. Apabila tersangka menyetujui isi keterangan yang

tertera dalam berita acara, tersangka dan penyidik membubuhkan tanda tangan

dalam berita acara yang dimaksud. Apabila tersangka tidak mau

membubuhkan tanda tangan dalam berita acara pemeriksaan, penyidik

membuat catatan berupa penjelasan atau keterangan serta alasan kenapa

tersangka tidak mau menandatanganinya;

3) Melaksanakan Pasal 114 KUHAP yang isinya bahwa "Dalam hal seorang

disangka melakukan tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh

penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya

mendapatkan bantuan hukum atau wajib didampingi penasihat hukum pada

kasus tertentu. diberikannya hak-hak tersangka sebagaimana terdapat dalam

Pasal 56, Hak tersangka untuk memperoleh bantuan hukum dalam proses

penyidikan, diberitahukan ancaman pidananya terlebih dahulu, yaitu apabila

ancaman pidananya 5 tahun atau lebih dan tersangka merupakan prang yang

kurang mampu, maka penyidik akan menyediakan bantuan hukum secara

cuma-cuma. Namun apabila ancaman pidananya dibawah 5 tahun, karena

berdasarkan aturan yang berlaku penyidik tidak wajib menyediakan bantuan

hukum kepada tersangka, namun pada ancaman pidananya dibawah 5 tahun,

penyidik tetap wajib memberitahukan kepada tersangka dan menanyakan

apakah tersangka hendak didampingi penasihat hukum atau tidak didampingi

penasihat hukum saat diperiksa. Apabila tersangka hendak menggunakan

33
penasihat hukum pada tindak pidana yang ancamannya dibawah 5 tahun

tersangka bisa mencari penasihat hukumnya sendiri atas biayanya sendiri,

apabila tersangka tidak menggunakan penasihat hukum saat proses

penyidikan, maka penyidik akan membuat surat pernyataan yang isinya

bahwa tersangka menolak untuk didampingi penasihat hukum.

Berikut adalah data-data yang diperoleh penulis di lapangan yang berkaitan

dengan perlindungan hukum bagi tersangka.

Tabel 1. Jumlah Penyidik/Penyidik Pembantu di Polres Kupang Kota


No. Penyidik Penyidik Pembantu Jumlah
1. 5 26 31
Jumlah 31
Sumber Polres Kupang Kota, Oktober 2022
Tabel 2. Jenis-Jenis Kasus yang Sering Terjadi 3 Bulan Terakhir
No. Bulan - Tahun Jenis Kasus Laporan
- Pengeroyokan 43
1. Juli - 2022
- Penganiayaan 50
- Pencurian 42
- Pengeroyokan 44
2. Agustus – 2022 - Penganiayaan 48
- Pencurian 32
- Pengeroyokan 48
3. Septeber - 2022 - Penganiayaan 39
- Pencurian 40
Sumber Polres Kupang Kota, Oktober 2022

Data kasus yang sering terjadi 3 bulan terkahir terhitung dari watu penelitian

yang di lakukan oleh penulis terdapat total kasus 384 kasus, kasus yng paling sering

34
ditemukan adalah pengeroyokan, pencurian dan penganiayaan. Maka pelanggaran

yang sering terjadi terhadap tersangka perihal dengan pengabaian hak-hak tersangka,

apabila di amati dari bentuknya, pelanggaran-pelanggaran tersebut cenderung

terhadap hak asasi. Pelanggaran tersangka dapat dikategorikan dalam 2 (dua) bagian,

yaitu:

1. Pelanggaran Administrasi dan prosedural penyidikan

2. Pelanggaran terhadap diri pribadi (jiwa, raga)

Sekalipun bentuk-bentuk pelanggaran tersebut dapat ditinju dalam berbagai

bentuk sebagaimana disebutkan di atas, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa

dalam suatu perkara terjadi beberapa bentuk pelanggaran, baik pelanggaran

administrasi, procedural, maupun pelanggaran terhadap diri pribadi tersangka.

1. Pelanggaran Administrasif dan Prosedural

Pelanggaran administrasi dan prosedural dalam tingkat penyelidikan dapat terjadi

dalam bentuk yang ringan sampai dengan kasus yang tergolong pelanggaran

prosedural yang berat. Beberapa jenis kasus yang tergolong ringan, dimana hak-hak

asasi tersangka diabaikan secara sengaja yang disebabkan oleh tingkah laku penyidik,

ataupun karena ketentuan norma dalam KUHAP maupun ketentuan pelaksanaannya,

antara lain sebagai berikut:

a. Penyidik tidak memberitahukan hak tersangka untuk didampingi

Penasehat Hukum

Hak untuk mendapatkan bantuan hukum, Pasal 54 KUHAP, yang menyebutkan

“guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak kepentingan

mendapatkan bantuan hukum dari seorang penasihat hukum selama dalam waktu dan

35
pada setiap tangka pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-

undang ini”. Hal ini berhubungan dengan Pasal 114 KUHAP sebagai kewajiban

penyidik terhadap tersangka, yang berbunyi: “Dalam hal seorang tersangka

melakukan tindak pidana sebelum dimulai pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib

memberitahukan kepadanya tentang haknya mendapatkan bantuan hukum atau wajib

didampingi penasehat hukum pada kasus tertentu.

Substansi bantuan hukum di Indonesia paling mendasar, yaitu apakah bantuan

hukum itu bersifat wajib ataukah baru diwajibkan setelah beberapa syarat tertentu

dipenuhi. Bantuan hukum adalah instrument penting dalam system Peradilan Pidana

karena merupakan bagian dari perlindungan HAM, khususnya terhadap hak

kebebasan dan hak atas jiwa raga.

Sesungguhnya pendampingan Penasehat hukum ini merupakan pelaksanaan

Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidanan (KUHP) yang biasanya disebut

dengan asas legalitas. Ketentuan ini mempunyai substansi dan tujuan yang sama,

yaitu sebagai wujud perlindungan hukum atas hak-hak kebebasan dan hak atas jiwa-

raga seorang tersangka. Dengan demikian maka layak apabila bantuan hukum

dipandang sebagai wujud nyata dari asas legalitas tersebut.

Fungsi bantuan hukum selanjutnya dalam perkembangan hukum Indonesia,

merupakan bagian dari subsistem penegakan hukum yang dilaksanakan oleh advokat

atau penasehat hukum. Hal ini dapat ditelusuri dari penjelasan umum Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan “Dalam usaha

mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan

36
bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan

instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. 19Melalui jasa hukum yang

diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan

berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha

memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan

hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan, merupakan salah satu

pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia”.

Apabila Pasal 54 KUHAP dikaji dan ditelusuri maknanya lebih jauh, menjadi

jelas bahwa pada prinsipnya hak atas bantuan hukum itu diakui, tetapi tidak termasuk

ke dalam hak yang bersifat “wajib”. Ada kondisi atau persyaratan tertentu yang harus

dipenuhi sebelum hak atas bantuan hukum tersebut menjadi “wajib” atau keharusan.

Syarat khusus tersebut menyangkut; (i) kemampuan finansial; serta (ii) ancaman

hukum bagi tindak pidanan yang disangkakan sebagaimana di maksud pada Pasal 56

ayat (1) dan (2) KUHAP.

Apabila ketentuan wajib tersebut diabaikan, maka sesungguhnya akan

berakibat pada tidak dapat diterima atau tidak sahnya tuntutan Jaksa Penuntun

Umum. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September

1993 dalam pertimbangan menyebutkan20: “Apabila syarat-syarat penyidikan tidak

dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjukan penasehat hukum bagi tersangka

sejak awal penyidikan, tuntutan Penuntut Umum dinyatakan tidak diterima.

19
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
20
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1565 K/Pid/1991. Tanggal 16 September 1993.

37
Berdasarkan hasil wawancara dengan tersangka Polce (Senin, 22 Agustus

2022) di Polres Kupang Kota. Tersangka mengatakan bahwa saat diawal pemeriksaan

penyidik telah menjelaskan tentang hak untuk memberikan keterangan secara bebas,

hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak keluarga, tapi tidak

menjelaskan tentang hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum (Pasal 114

KUHAP) atau memilih penasehat hukum (Pasal 55 KUHAP).21

Dan wawancara dengan tersangka Ferdinan (Senin, 22 Agustus 2022) di

Polres Kupang Kota. Tersangka Ferdinan juga mengatakan bahwa pada saat

pemeriksaan oleh penyidik, tersangka mendapat penjelasan mengenai hak-hak

tersangka. Tentang hak untuk memberi keterangan secara bebas, hak untuk

menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak keluarga, hak untuk mendapat

bantuan hukum22. Tetapi saat penulis menjelaskan bahwa bantuan hukum yang

dimaksud dalam Pasal 54 KUHAP adalah bantuan hukum yang akan bersifat wajib

jika memenuhi suatu kondisi atau persyaratan tertentu, dimana tindak pidana yang

dilakukan diancam dengan pidana mati atau pidana lima tahun penjara. Setelah

tersangka mendengarkan penjelasan yang disampaikan penulis, tersangka

mengatakan bahwa ia baru mengerti, karena saat penyidik menjelaskan secara umum

sehingga tersangka berpikir bahwa ia akan mendapat bantuan hukum secara Cuma-

Cuma, padahal tuduhan tindak pidana yang dilakukan adalah penganiayaan diancam

dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

21
Hasil waancara dengan Polce sebagai tersangka, pada tanggal 22 Agustus 2022.
22
Hasil wawancara dengan ferdinan sebagai tersangka, pada tanggal 22 Agustus 2022.

38
Menurut penulis bahwa pengabaian dalam penerapan bantuan hukum masih

terjadi, pada saat tersangka ditangkap dan diintrogasi penyidik tidak memberitahukan

kepadanya tentang hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum (Pasal 114). Hal

yang didapat ketahui dari wawancara dengan Bapak Leonard Ndoen selaku BA Sat

Reskrim Polres Kupang berkaitan mengenai hasil wawancara penulis dan tersangka.

Beliau mengatakan bahwa: 23


“Kami mengakui bahwa penyimpamgan hukum yang

dilakukan oknum itu pada proses penyidikan itu masih ada. Tersangka mengatakan

bahwa penyidik tidak diberitahukan mengenai haknya untuk mendapat bantuan

hukum. Kewajiban seorang penyidik adalah menyapaikan kepada tersangka untuk

memberitahukan hak yang dimiliki tersangka, yakni tentang hak tersangka

mendapatkan bantuan hukum. Itu membuktikan bahwa oknum penyidik tidak

melaksanakan kewajibannya sebagai seorang penyidik dan menganggap sepele

bahwa tindak pidana yang dilakukan tersangka hanya kasus ringan, yaitu

pengeroyokan atau main hakim sendiri (Pasal 351 ayat (1) KUHP).

b. Penerapan Batas Maksimal Jangka Waktu Penahanan pada tahap

Penyidikan

Pasal 50 ayat (1) KUHAP menyebutkan; “Tersangka berhak segera

mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada

Penuntut Umum”. Penerapan batas maksimal 60 hari jangka waktu penahanan pada

tahap Penyidikan yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), merupakan

pelanggaran terhadap hak tersangka.

23
Hasil wawancara dengan bapak Leonard Ndoen sebagai BA Sat Reskrim Polres kupang kota, pada
tanggal 22 Agustus 2022.

39
Dengan alasan untuk kepentingan Penyidikan dan alasan lain yang

sesunggunya dapat diantisipasi, seperti dikhawatirkan akan menghilangkan barang

bukti dan menghambat proses penyidikan, penyidik menerapkan jangka waktu

penahanan maksimal terhadap tersangka, sedangkan kenyataannya tersangka hanya

diperiksa dalam rangka pembuatan BAP hanya beberapa kali saja dan tidak selama

waktu penahan tersebut.

Keadaan seperti ini merupakan pembiaran tersangka dalam keadaan yang

tidak pasti sehingga sulit membedakan antara seorang tersangka yang diduga

melakukan tindak pidana yang sederhana, dengan tindak pidana Yang rumit dan

berat. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman, mengharuskan tentang pelaksanaan penegakan

hukum itu untuk memedomani asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta

tidak berbeli-belit. Dari rumusan itu diketahui bahwa setiap “kelambatan”

penyelesaian perkara pidana yang disengaja oleh apparat penegak hukum merupakan

pelanggaran terhadap HAM.

1. Pelanggaran Terhadap Keamanan dan kebebasan Jiwa-Raga

Bentuk perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan, dimana

terlaksananya hak yang dimiliki tersangka, yang diatur dalam Pasal 50 KUHAP,

menyebutkan:

1) Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan

selanjutnya dapat diajukan ke Penuntut Umum,

2) Tersangka berhak perkaranya segera diajukan ke Pengadilan oleh Penuntut

Umum,

40
3) Terdakwa berhak segera diadili oleh Pengadilan. Dari pasal tersebut di atas

dapat simpulkan bahwa pasal tersebut menginginkan proses penyelesaian

perkara ditangani dengan cepat sehingga semuanya bisa dituntaskan dalam

waktu yang singkat. Tujuan dari hak ini adalah agar adanya kepastian hukum

dan dapat diketahui bagaimana nasib tersangka sehingga tidak terkatung-

katung terutama bagi tersangka yang ditahan.

Berdasarkan hasil wawancara (Selasa, 23 Agustus 2022) dengan bapak Sixtus

Tobe selaku Penyidik Pembantu, memberikan keterangan bahwa dalam menangani

kasus, para penyidik atau penyidik pembantu, melakukan pemeriksaan atau

penyidikan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. Keteranga tersangka pun di

berikan tanpa adanya paksaan atau tekanan, apalagi kekerasan fisik.24

Pengakuan dari tersangka masih merupakan target utama penyidik sebagai

kelengkapan dalam BAP agar tidak terjadi penolakan oleh Kejaksaan. Hal ini

berbanding terbalik dengan apa yang diinginkan oleh KUHAP, bahwa pengakuan

tersangka tidak lagi menjadi hal utama, akan tetapi bergeser ke arah keterangan

tersangka.

Mengenai keterangan tersangka, KUHAP Pasal 52 dengan jelas mengatur

tentang hak memberi keterangan secara bebas. Sedangkan hal yang diharapkan

penyidik pada saat pemeriksaan adalah keterangan dari tersangka karena dari

keterangan tersebut diharapkan dapat memberikan titik terang atas perkara tersebut.

Sebagai bukti bahwa hak untuk memberikan keterangan secara bebas di jamin oleh

24
Hasil wawancara dengan bapak sixtus tobe, sebagai Penyidik Pembantu di Polresta kupang kota,
pada tanggal 23 Agustus 2022

41
hukum, Pasal 52 KUHAP yang berbunyi, sebagai berikut; “Dalam pemeriksaan pada

tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan

keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim”. Hal ini juga di atur dalam

Pasal 117 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut; “Keterangan tersangka dan atau

saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk

apapun”.

Hak untuk mendapatkan bantuan hukum (Pasal 54 KUHAP) yang berbunyi

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan

hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap

tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.

Hal ini berhubungan dengan Pasal 114 KUHAP sebagai kewajiban penyidik terhadap

tersangka, yang berbunyi: “Dalam hal seorang disangka melakukan tindak pidana

sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan

kepada tersangka tentang haknya mendapatkan bantuan hukum atau wajib didampingi

penasihat hukum pada kasus tertentu”. diberikannya hak-hak tersangka sebagaimana

terdapat dalam pasal 56. Mengenai hak ini telah diatur dalam Pasal 56 KUHAP yang

berbunyi: Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman 15 tahun atau lebih

bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih

yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada

semua tindak pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum

bagi mereka. Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) memberi bantuannya dengan cuma-cuma.

42
Tujuan diberikan hak ini kepada tersangka adalah untuk menghindari

terjadinya kekeliruan dan kesewenang-wenangan dari aparat hukum yang dapat

merugikan tersangka. Dengan adanya pembela atau penasihat hukum dari tahap

penyidikan sampai dengan tahap persidangan pengadilan maka pembela dapat

melihat dan mendengarkan jalannya pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka.

Namun pada kenyataannya masih ditemui adanya tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh penyidik, yang kurang menghargai hak-hak dari pada tersangka.

Penyimpangan perilaku penyidik merupakan gambaran umum tentang kegiatan yang

tidak sesuai dengan wewenang resmi sebagai penyidik. Hal ini dapat dikatakan

bahwa kekerasan yang dilakukan oleh penyidik merupakan perilaku menyimpang,

dan bahkan menjadi modus utama untuk memperoleh pengakuan dari tersangka yang

diperiksa, hal ini berkaid erat dengan kekuasaan dan wewenang yang ada pada

penyidik.

Berikut adalah contoh kasus berdasarkan wawancara terhadap tersangka yang

mengalami tindakan main fsik dan non fisik pada saat proses penyidikan:

1) Berdasarkan hasil wawancara (Senin, 22 Agustus 2022) di Polres Kupang

Kota. Pengakuan dari tersangka Dens bahwa adanya tekanan yang diberikan

penyidik pada proses penyidikan25. Tersangka pada kasus pengeroyokan di

Oebobo, Kupang. Dens mengaku di tekan oleh penyidik saat proses BAP.

Tersangka di paksa untuk mengakui perbuatannya, serta diancam hukuman

akan diterima semakin berat jika tersangka tidak mengakui perbuatannya.

25
Hasil wawancara dengan dens sebagai tersangka kasus pengeroyokan, pada tanggal 22 Agustus
2022.

43
Ancaman yang diberikan membuat tersangka memiliki rasa takut akan

hukuman yang akan diterima. Padahal seharusnya seorang penyidik dalam

melakukan tugasnya, tidak boleh adanya tekanan yang di berikan kepada

tersangka.

2) Wawancara kedua (Senin, 22 Agustus 2022) di Polres Kupang Kota.

Pengakuan dari Erik adalah tersangka kasus pengeroyokan, mengatakan

bahwa saat penyidik melakukan pemeriksaan, dalam hal meminta keterangan

pada dirinya26. Erik di bentak serta ditampar karena saat ditanya Erik diam.

Tersangka mengaku bahwa ia tidak menjawab karena masih dalam perasaan

takut, sehingga ia lamban dalam menjawab.

Hal ini berbanding terbalik dengan keterangan yang diberikan oleh pada saat

wawancara (Rabu, 24 Agustus 2022) dengan Bapak Leonard Riwu selaku Kasat

Reskrim Polres Kupang Kota27. Beliau tidak setuju adanya paksaan atau tekanan yang

diberikan penyidik terhadap tersangka. Menurutnya Bapak Leonard Riwu, tidak

adanya kekerasaan dalam pemeriksaan terhadap tersangka pada proses penyidikan,

karena hal tersebut telah melanggar aturan mengenai hak-hak tersangka yang perlu di

lindungi28. Bapak Leonard Riwu berkata “Sebagai seorang penyidik, kami melakukan

tugas sesuai aturan tanpa menyepelehkan hak-hak dari pada tersangka”29.

Menurut penulis dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik, ada oknum

penyidik tertentu yang masih mengabaikan hak-hak yang seharusnya di berikan


26
Hasil wawancara dengan Erik sebagai tersangka kasus pengeroyokan, pada tanggal 22 Agustus
2022.
27
Hasil wawancara dengan bapak Bapak Leonard Riwu sebagai Kasat Reskrim Polres Kupang kota
tanggal 24 Agustus 2022.
28
Ibid.
29
Ibid.

44
kepada seorang tersangka. Penyidik mempunyai kewajiban untuk menyampaikan

kepada tersangka mengenai hak yang dimiliki tersangka dan penyidik pun melakukan

pemeriksaan tersangka yang berkaitan dengan penyidikan harus sesuai dengan aturan

yang berlaku tanpa mengabaikan hak-hak dari tersangka sehingga perlindungan

hukum bagi tersangka yang diharapkan dapat terlaksana sesuai undang-undang yang

berlaku.

Konsep perlindungan hukum memiliki dua makna, yakni abstrak dan konkrit.

Perlindungan hukum yang berbentuk abstrak bagi tersangka dalam penyidikan adalah

adanya jaminan perlindungan dari perundang-undangan akan pengakuan hak-haknya

yang harus diakui dan dihormati oleh penyidik. Beberapa hak tersangka yang harus

dihormati oleh penyidik dan menjadi fokus dalam pembahasan ini adalah hak untuk

segera di periksa (Pasal 50 KUHAP), hak untuk memberikan keterangan secara bebas

tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun (Pasal 52 dan Pasal 117),

dan hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum (Pasal 54-55 dan Pasal 114).

Perlindungan hukum dalam arti konkrit berupa perwujudan dari hak-hak yang

abstrak dalam perundang-undangan. Menjadi kewajiban negara untuk mewujudkan

apa yang abstrak menjadi konkrit. Negara menjamin pemenuhan hak-hak tersangka

dalam setiap tahap pada proses penyidikan, agar terwujudnya proses hukum yang

adil. Tekanan ataupun kekerasan yang diterima tersangka dalam proses penyidikan di

Polres Kupang Kota, sebagaiman tergambar pada hasil penelitian tersebut diatas,

membuktikan bahwa telah terjadinya pelanggaran HAM atas hak-hak tersangka yang

seharusnya di lindungi oleh negara.

45
Beberapa hak-hak tersangka / terdakwa yang diatur dalam KUHAP, dapat

diuraikan sebagai berikut;

a. Hak prioritas penyelesaian perkara

Tersangka berhak untuk perkaranya dapat diselesaiakan dengan waktu yang

ditentukan

b. Hak mendapat bantuan hukum

Untuk mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai dengan peraturan yang

berlaku

c. Hak menghubungi

Untuk menghubungi keluarga, penasehat hukum, dan sebaliknya.

Berdasarkan hak-hak tersebut di atas, maka penyidik wajib menjamin

terlaksananya hak-hak seorang tersangka selama proses penyidikan berlangsung,

disinilah peran penyidik dalam memberikan jaminan pelaksanaan hak bagi tersangka

dalam perkara pidana.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah meletakkan

landasan prinsip legalitas dan pendekatan pemeriksaan dalam semua tingkat, dengan

sistem akusator. Menempatkan tersangka dan terdakwa dalam setiap tingkat

pemeriksaan sebagai manusia yang mempunyai hak asasi dan harkat martabat harga

diri. Sebagai perisai untuk membela dan mempertahankan hak asasi dan harkat

martabat kemanusiaan tersangka atau terdakwa.

Keterangan tersangka hanya dapat dipergunakan bagi dirinya sendiri,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat (3) KUHAP. Di dalam rumusan

perundang-undangan Hukum Acara Pidana yang berdasarkan suatu pengakuan

46
tersangka tidaklah dipergunakan sebagai alat bukti. Pengakuan tersangka menempati

urutan terakhir sebagai alat bukti seperti dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dengan

penyebutan "keterangan tersangka bukan suatu pengakuan tersangka"

Dengan demikian seharusnya penyidik yang melakukan pemeriksaan dengan

cara kekerasan demi memperoleh keterangan atau pengakuan tersangka, menghindari

persepsinya yang keliru tersebut, karena penyidikan masih bersandar pada

"pengakuan tersangka", apalagi pengakuan itu diperoleh dengan cara kekerasan.

Adapun sanksi pidana atas perbuatan tercela atau penyimpangan yang telah

dilakukan penyidik tersebut, yaitu:

a) Menggunakan sarana paksaan atau kekerasan untuk memperoleh pengakuan

maupun keterangan, yaitu Pasal 422 KUHP, ancaman Pidana maksimum 4

tahun;

b) Apabila penganiyayaan mengakibatkan luka-luka berat, yaitu Pasal 351 ayat

2, pidana maksimum 5 tahun penjara;

c) Apabila penganiyayaan itu menyebabkan kematian, yaitu Pasal 351 ayat 3

KUHP (pidana maksimum 7 tahun).

Apabila segala perbuatan-perbuatan Penyidik tersebut terbukti, kesemuanya ini

disertai pertimbangan dicabutnya hak-hak keanggotaannya sebagai anggota Polri.

47
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana, antara lain:

1. Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan untuk selanjutnya dapat

diajukan kepada Penuntut Umum (Pasal 50 KUHAP)

2. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan dari

pihak manapun (Pasal 52 dan Pasal 117 KUHAP)

3. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat

pemeriksaan (Pasal 114, Pasal 54, Pasal 56 KUHAP)

Perlindungan bagi tersangka dalam proses penyidikan yang dilakukan aparat

penegak hukum dalam praktik, pada dasarnya sudah dilaksanakan, namun belum

dilakukan dengan baik atau secara menyeleuruh oleh setiap personil. masih dijumpai

adanya penyimpangan hukum, pemeriksaan dengan cara kekerasan dan ancaman

kekerasan baik yang bersifat fisik maupun nonfisik yang dilakukan oleh oknum

aparat, selain itu masih diabaikannya pemberian hak-hak yuridis yang dimiliki oleh

tersangka seperti hak memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan, hak

memperoleh penasehat hukum, hak untuk diberitahukan kepadanya tentang hak

mendapat bantuan hukum, dan lain sebagainya.

48
B. Saran

Penyidik perlu meningkatkan profesionalisme dalam menjalani tugas sebagai

seorang penyidik yaitu:

1. Bekerja sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku

2. Tidak melakukan pelanggaran berupa tekanan atau paksaan baik fisik maupun

psikis kepada tersangka selama proses pemeriksaan (penyidikan)

3. Serta melaksanakan asas praduga tidak bersalah.

B. HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIALAMI DALAM MELAKUKAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERSANGKA PADA SAAT PENYIDIKAN

Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh penyidik terhadap tersangka dalam

memberikan keterangan sewaktu dilakukan pemeriksaan. Di dalam pemeriksaan yang

dilakukan oleh tersangka yang melakukan perbuatan pidana terdapat beberapa

kepentingan seperti kepentingan penyidik untuk mengungkap perbuatan pidana yang

dilakukan oleh tersangka menjadi terang sehingga dapat diberikan hukuman yang

setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya akan tetapi disisi lain tersangka juga

mempunyai hak untuk supaya perbuatannya dapat dihukum yang lebih ringan bahkan

bila bisa bebas dari jeratan hukum. Dari dua kepentingan ini, maka penyidik harus

bisa profesional dalam melakukan penyidikan, sehingga tujuan untuk mengungkap

perbutan tersangka dapat dilakukan dengan baik. Untuk melakukan penyidikan oleh

tersangka tidaklah semudah yang kita bayangkan, hal ini karena terdapat tersangka

yang sudah berpengalaman dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan

oleh penyidik dalam menghindari tuntutan yang lebih berat, sehingga terdapat

kendala-kendala yaitu:

49
1. Barang bukti tidak ditemukan atau hilang.

2. Tersangka melarikan diri/DPO.

3. Minimnya saksi atau saksi berada di luar wilayah hukum atau luar pulau.

4. Faktor aparat penegak hukum proses penyelesaian suatu perkara tindak pidana

juga perlu ditunjang dengan adanya aparat penegak hukum. Berhasil dengan

tidaknya proses penyelesaian proses perkara sangat tergantung pada

manusianya. Kurangnya kemampuan teknis dibidang penegak hukum, justru

akan menghambat pelaksanaan penegakan hukum. Sehubungan dengan

kurangnya kemampuan dari aparat penegak hukum dalam melaksanakan

tugasnya akan membawa dampak negative.

5. Faktor sarana dan prasarana Tanpa adanya sarana atau fasilitas yang

mendukung, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan

lancar. Sebaliknya kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung

pelaksanaan tugas, hasilnya tentu tidak seperti yang diharapkan. Sarana atau

fasilitas tersebut antara lain organisasi yang baik, peralatan yang memadai

serta keuangan yang cukup. Kalau hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil

penegakan hukum akan mencapai tujuan yang maksimal.

6. Faktor masyarakat Kesadaran hukum masyarakat yang relative rendah

tentunya akan membawa pengaruh negatif terhadap pelaksanaan penegakan

hukum yaitu mempengaruhi proses penuntutan perkara. Adanya keenggangan

anggota masyarakat jadi saksi, di samping disebabkan kesadaran hukum yang

rendah juga ada faktor lain seperti kesibukan atau karena di ancam oleh

terdakwa atau tersangka. Upaya penyidik untuk mengatasi hambatan dalam

50
proses penyidikan tindak pidana yaitu dengan cara menegakan hukum kepada

masyarakat tanpa memandang suku, ras atau kebangsaan sesuai dengan

peraturan dan undang-undang yang berlaku kepada masyarakat, agar proses

penyidikan berjalan tanpa ada kendala. Penegakan hukum dan keadilan,

secara teoritis menyatakan bahwa efektifitas penegakan hukum baru akan

terpenuhi dengan baik termasuk penegakan hukum dalam penaganan kasus

tindak pidana tersebut yaitu:

1) anggaran untuk penyidikan perlu ditambah

2) Jumlah penyidik dan penyidik pembantu yang terbatas disebabkan

minimnya minat polisi untuk menjadi seorang penyidik maupun

penyidik pembantu.;

3) Aparat penegak hukumnya diperlukan pengiriman untuk pelatihan-

pelatihan, seminar serta pendidikan khusus penyidikan dalam

mengungkap keterangan tersangka;

4) Kurangnya Fasilitas Sarana Dan Prasarana Untuk Penyidikan

Penegakan hukum memerlukan sarana atau fasilitas yang memadai

baik secara kuantitas maupun kualitas. Minimnya jumlah sarana dan

prasarana sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum. Sarana

dan prasarana merupakan alat yang membantu utuk proses penyidikan

dimana sarana dan prasarana ini bagian hal terpenting.

Dari hambatan dan pemecahan dalam menghadapi hambatan tersebut

diharapkan penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka yang

51
melakukan perbuatan pidana dapat terlaksana dan berjalan sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku.

52

Anda mungkin juga menyukai