Anda di halaman 1dari 18

JUDUL

PENGERTIAN- PENGERTIAN TENTANG PENANGKAPAN DALAM


PERSPEKTIF HUKUM ACARA PIDANA DAN BAGAIMANA DIATUR DALAM
KUHAP
Daftar Isi
Daftar Isi....................................................................................................................i

Latar Belakang..........................................................................................................1

Rumusan Masalah.....................................................................................................5

Pembahasan...............................................................................................................6

Penangkapan.............................................................................................................6

Pengertian Penangkapan...........................................................................................6

Kewenangan Untuk Melakukan Penangkapan.........................................................6

Alasan Penangkapan.................................................................................................6

Syarat-Syarat Penangkapan Di Dalam KUHAP.......................................................7

Jangka Waktu Penangkapan.....................................................................................7

Kesimpulan dan Saran..............................................................................................8

Kesimpulan...............................................................................................................8

Daftar Pustaka...........................................................................................................9

i
Latar Belakang

Melihat dari aspek filosofis hukum merupakan ujung tombak masyarakat dalam
mendapat keadilan dari kebenaran hakiki serta kemanfaatan dari produk hukum yang di
buat atau yang lebih di kenal dengan “positivtik” juga dapat memberikan kapastian bagi
masyarakat bertujuan untuk menghindari kekosongan dan kesamaran di dalam hukum
itu sendiri, hukum memberi jaminan di tengah konflik yang terjadi terkhusus pada
hukum yang tertulis atau di undang kan dengan tujuan agar hukum tersebut dapat di
taati, hukum telah ada sebelum negara itu ada serta hukum itu juga dapat berubah seiring
dengan perkembangan jaman, hukum itu bagaikan tanaman yang hidup dan mengakar
hukum pula disebut sebagai alat pengontrol masyarakat “ law is a tools of engineering”
berperan sangat vital bagi masyarakat atau suatu negara dengan control yang ada maka
masyarakat dalam suatu negara dapat hidup dengan nyaman dan damai, di damping itu
hukum sebagai alat pengontrol masyarakat pula memiliki nila-nilai yang terkandung di
dalam nya seperti etika, dogmatika, efesiensi, meminjam karya ahli hukum yakni
Richard A posner dalam buku nya yang berjudul “economic analysis of law” yang
mengatakan bahwa manusia yang bertindak menerapkan hukum pula meninjau dari sisi
economis, karena menurut Posner manusia merupakan makhluk economis yang
mempertimbangkan nila-nilai keefisienan, telah kita bahas dari sisi filosofis menurut
hikmat penulis bahwa tiada seorang pun yang dapat mendefinisikan hukum secara
mutlak mengingat hukum adalah suatu cabang ilmu yang berdiri sendiri sui generis,
setiap pakar dan ahli hukum pasti memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung cara
seseorang itu melihatnya.

Melihat dari aspek sosiologis, yang sebelumnya kita telah mengerti bahwa hukum
merupakan alat pengontrol di dalam suatu masyarakat tertentu, disini dapat kita maknai
bahwa hukum memiliki nilai fungsional yang hidup yakni sebagai alat pengontrol,
pertanyaannya mengapa perlu di control?, apakah tanpa control masyarakat tidak dapat
hidup?, Thomas Hobbes seorang filsuf beraliran empiris dalam teori nya mengatakan
bahwa manusia bagaikan serigala bagi manusia lain (Homo homini lupus) oleh karena
itu manusia saling berperang dengan manusia lain (bellum om nium contra omnes) agar
tetap bertahan hidup serta mempertahankan wilayah nya, dari hal tersebut dapat kita
maknai bahawa pada jaman hobbes belum ada aturan yang tertulis untuk mengontrol
2
perilaku manusia pada saat itu, dapat kita bayangkan bagaimana keosnya dan betapa
brutalnya manusia tanpa aturan, maka menurut penulis dalam kedua hal yang telah di
jabarkan di atas terdapat korelasi antara hukum dan masyarakat sangatlah erat dan
berperan penting dalam berkehidupan, seiring dengan perkembangan jaman yang sangat
pesat mau tidak mau hukum itu sendiri dapat berubah menyesuaikan di mana hukum itu
berada bagaikan air yang di tuangkan dalam gelas pasti mengikuti bentuk dari gelas
tersebut, maka ketika hukum yang telah ada namun tidak di perbaharui dan karena tidak
dapat mengikat atau ketika tindakan yang melanggar norma namun belum ada hukum
yang mengatur maka terjadi kekosongan aturan pada saat itu juga.

Telah kita simak dan mengetahui dari aspek filosofis dan sosiologis mengenai
hakikat hukum dan bagaimana hukum itu dapat berperan sangat penting bagi kehidupan
bermasyarakat agar cita-cita hukum yakni keadilan,kemanfaatan dan kepastian dapat
tercapai, sekarang mari kita bahas dari aspek yuridis-normatif dan bagaimana cara
penerapannya secara langsung bagi kehidupan bermasyarakat, secara yuridis-normatif
hukum yang di maksud ialah hukum positif yakni hukum yang di tungkan menjadi
undang-udang, mengingat undang-udang hanya dapat di buat oleh suatu organisasi besar
di suatu wilayah dan jumlah masyarakat yang besar yakni Negara, hanya Negara lah
yang dapat membuat undang-undang berdasarkan aspek fundamental di Negara tersebut,
maka penulis memakai contoh yang lebih konkret dalam penjelasnnya denga maksud
agar pembaca dapat memahami dengan mudah, maka penulis menggunakan contoh
undang-udang Negara Indonesia supaya terdapt korelasi dengan rumusan masalah yang
akan di bahas.

Indonesia mengakui terdpat 3 (tiga) hukum yang hidup yakni hukum positif, hukum
adat dan hukum agama islam, namun hanya satu hukum yang bersifat mengikat secara
nasional dan semua warga Negara tanpa terkeculi harus tunduk pada hukum tersebut
yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat segala ketentuan
dan larangan (materiil) serta hukum yang memuat tata cara dan prosedur (formil)
pelaksanaanya yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kedua
kitab tersbut bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, dalam
penerapannya ketika seseorang melanggar ketentuan dalam KUHP maka seseoran
tersebut di anggap telah melawan Negara dan Negara dalam hal ini melalui alat
3
pelengkapnya yakni kepolisian dapat melakukan tindakan tegas dengan cara
mengangkap yang di duga sebagai pelaku dengan berdasarkan ketentuan di dalam
KUHAP.

KUHAP mengatur segala tata cara mula dari tahap


penyidikan,penyelidikan,pengangkapan dan penahanan serta ketentua lainnya sampai
pada tahap persidangan di muka pengadilan, lantas pertanyaannya bagaiman ketika
kepolisian bertindak atau mengambil tindakan yang melampaui batas serta tidak dengan
berdasarkan oleh ketentuan di dalam KUHAP?, serta bagaimana cara kita ketika
mengetahui hal tersebut di lakukan,dan bagaimana kita sebagai yuris menyikapi hal
tersebut, maka penulis akan membahasnya satu persatu di sertai contoh faktual yang
terjadi dalam rumusan masalah, pembahasan, saran, dan kesimpulan.

4
Rumusan Masalah

1. Bagaimana langkah-langkah prosedur penangkapan sesuai ketentuan KUHAP?


2. Mengapa aparat penegak hukum melakukan Tindakan diluar ketentuan KUHAP?
3. Apakah penegak hukum tidak mengetahui prosedur penangkapan sesuai dengan
KUHAP?

5
Pembahasan

Penangkapan

Pengertian Penangkapan

Beberapa definisi atau pengertian penangkapan menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
1. Menurut Prof. Dr. Mahmud Tahir, penangkapan merupakan proses penahanan
seseorang oleh petugas yang berwenang berdasarkan alasan dan prosedur hukum
tertentu karena adanya dugaan keterlibatan dalam tindak pidana.
2. Menurut Prof. Dr. Suherman Rosyidi, penangkapan adalah tindakan atau upaya
untuk meniadakan atau membatasi kebebasan pribadi seseorang, baik dengan cara
memasukkan ke dalam tempat tertutup atau menahan di suatu tempat secara pribadi
maupun dengan tindakan-tindakan yang lain.
3. Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz Saleh, penangkapan adalah suatu tindakan resmi
dari aparat penegak hukum yang dilakukan untuk menahan seseorang karena adanya
dugaan keterlibatannya dalam tindak pidana.
4. Menurut Prof. Dr. Saldi Isra, penangkapan adalah tindakan yang dilakukan
petugas penegak hukum untuk menahan seorang tersangka atau terdakwa berdasarkan
bukti awal atau perintah yang dikeluarkan oleh penyidik, penyidik pegawai negeri sipil,
atau penuntut umum.
Pengertian penangkapan menurut para ahli tersebut menggambarkan bahwa
penangkapan merupakan upaya petugas penegak hukum untuk menahan seseorang
dengan tujuan membatasi kebebasan pribadinya karena adanya dugaan keterlibatan
dalam tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa, Penangkapan
adalah suatu Tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan dan
penuntutandan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini. Tujuan dengan dilakukan penangkapan sudah dijelaskan pada Pasal 1 angka
20 KUHAP, untuk kepentingan penyidikan atau penuntutan dan peradilan.

6
Dan beberapa jenis penangkapan Penangkapan yang diatur didalam KUHAP
dapat dibagi atas dua bagian yaitu :

1. Penangkapan yang disertai dengan surat penangkapan.

2. Penangkapan yang tidak disertai dengan surat penangkapan (tertangkap tangan).

Adapun penjelasan penangkapan yang diatur di dalam KUHAP dapat penulis uraikan
bahwa sebagai berikut ;

1.1 ad.1. Penangkapan yang disertai dengan surat penangkapan.

Di dalam hal tidak tertangkap tangan penangkapan yang diduga keras


melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup harus dilakikan
dengan menggunakan surat penangkapan.

Pelaksanaan penangkapan dengan disertai dengan surat penangkapan ini diatur


pada pasal 18 ayat 1 KUHAP yang menyatakan pelaksanaan petugas penangkapan
dilakukan oleh petugas polisi nagara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat
tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan serta uraian
singkat atas perkara kejahatan yang disangkakan serta tempat ia dioperiksa.

1.2 ad.2. Penangkapan yang tidak disertai dengan surat penangkapan


(tangkap tangan).

Pasal 18 ayat 2 KUHAP menyatakan dalam hal tertangkap tangan penangkapan


dilakukan tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada penyidik/pendikik pembantu.

Pada kejadian tertangkap tangan, KUHAP memberikan landasan cara-cara penelesaian


melakukan penangkapan tertangkap tangan yang diatur pada Pasal 111 KUHAP yaitu :

a.Dalam tertangkap tangan setiap orang berhak sedangkan setiap orang yang mempunyai
wewenang dalam tugas ketertiban ketentraman dan keamanan umum wajib menangkap
tersangka guna diserahkan beserta atau barang bukti kepada penyelidik/penyidik.
b.Menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 penyelidikan atau
7
penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka
penyidikan.
c.Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ketempat
kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat selama pemeriksaan
disitu belum selesai.

d.Melanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal ditempat sampai pemeriksaan


dimaksud diatas selesai.

Kewenangan Untuk Melakukan Penangkapan

Pemberian kewenangan menurut KUHAP hanya kepada penyidik untuk melakukan


penangkapan. Tetapi untuk kepentingan penyelidikan, sehingga penyidik dapat
memerintah penyelidik untuk melakukan penangkapan. Hal ini berdasarkan Pasal 16
ayat (1) KUHAP. Maka dari itu penyelidik memiliki kewenangan untuk melakukan
penangkapan hanya pada tahap penyelidikan dan hal tersebut atas perintah penyidik.
Apabila penyidik tidak memberi perintah, maka penyelidik tidak berwenang melakukan
penangkapan.

Alasan Penangkapan

Berdasarkan definisi penangkapan dalam Pasal 1 angka 20 KUHAP, penangkapan


diperbolehkan apabila “terdapat cukup bukti”. Dengan demikian mengacu pada Pasal 17
KUHAP, frase “terdapat cukup bukti” ini dimaknai sebagai “seseorang yang diduga
keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”. Mengenai
makna bukti permulaan yang cukup yaitu penangkapan hanya dilakukan oleh penyidik
atau penyelidik atas perintah penyidik serta didasarkan dengan minimal dua alat bukti
yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa:
“alat bukti yang sah ialah:
1. keterangan saksi ;
2. keterangan ahli;
3. surat;
4. petunjuk;
5. keterangan terdakwa.”

8
Oleh karena itu, guna meminimalisir subjektifitas terhadap penyidik atau penyelidik
dalam melakukan penangkapan, serta agar penangkapan yang dilakukan oleh penyidik
tetap menghormati hak asasi manusia terdakwa.

Syarat- Syarat Melakukan Penangkapan Di Dalam KUHAP

Pekerjaan Polisi dan kewenangan polisi sebagai penyidik luar biasa penting dan sulit,
mengingat adanya fungsi dalam tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Kepublik
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta
terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi penegak
hukum yakni sebagai penyidik dalam bidang pengadilan. Tugas tersebut terutama
ditujukan terhadap tindak pidana yang merintangi tujuan mencapai masyarakat adil dan
makmur. Dalam melaksanakan tugas pokok Polri memiliki fungsi dan peranan sebagai
pengabdi, pelindung dan pengayom masyarakat. Oleh karena fungsi dan peran tersebut
diatas, maka terhadap masyarakat yang tersebut yaitu masyarakat yang melanggar
peraturan hukum dan perundangan-undang serta berbagai macam bentuk pidana, maka
polri harus cepat dan tanggap untuk mengambil tindakan berdasarkan peraturan dan
hukum yang berlaku.

Tidak dapat disangka bahwa didalam suatu masyarakat membutuhkan polisi.


Sudah menjadi suatu kenyataan di masyarakat didapati selalu sering terjadi kejahatan.
Hal ini tentunya menjadi tugas dan kewajiban kita untuk memberantas dan menegakan
hukum terhadap perilaku kejahatan tersebut khususnya pihak kepolisian sebagai
petugas yang diberikan mandat oleh negara untuk menyidik tindak kejahatan agar
dapat diperoses dipengadilan.

Suatu hal yang tidak dapat dibantai siapapun, semua manusia adalah ciptaan
Tuhan dan semua mesti kembali kepada Tuhan, tidak ada kelebihan dan kemuliaan
antara satu dengan lainnya, semua adalah sama-sama mempunyai harkat dan martabat
yang sesuai dengan hak-hak azasi yang melekat pada tiap diri manusia.

Manusia sebagai hamba tuhan yang juga sebagai mahluk yang sama derajatnya
dengan manusia lainnya harus ditempatkan pada keluruhan harkat dan martabatnya
sebagai mahluk tuhan. Sebagai manusia memiliki hak dan kodrat kemanusia serta
9
martabat harkat pribadi yang harus dihormati dan penangkapan tidaklah semudah
seperti kita membalikan telapak tangan karena dalam pelaksanaannya membutuhkan
pemahaman manusia dan kemanusian, dimana disitu pihak terdapat suatu harkat dan
martabat yang mesti dilindungi dan dilain pihak ada pemenuhan tujuan tindakan
penegakan hukum yaitu untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan
masyarakat.

Dalam pelaksanaan penegakan hukum guna untuk mempertahankan dan melindungi


masyarakat jangan sampai mengorbankan dilindungi oleh setiap orang tanpa kecuali,
tidak ada seorangpun yang ingin direndahkan dan diperlakukan dengan tidak layak.
Semua manusia tidak sudi mendapat perlakukan yang berbeda dengan manusia
lainnya, Manusia tidak akan pernah senang dan akan terluka hatinya setiap perilakuan
yang biadab.

Bersumber dari landasan persamaan derajat hak dan kewajiban serta harkat dan
martabat yang ada pada setiap diri manusia tersebut melahirkan suatu keinginan
kebutuhan akan adanya suatu peraturan hukum yang benar- benar adil atau paling tidak
mendekati keadilan yang mampu menjamin kepastian hukum bagi setiap manusia
untuk diperlakukan secara wajar dengan cara-cara manusiawi, sekalipun yang dihadapi
dan diperiksa oleh polisi itu adalah seorang tersangka termasuk didalam hal tersebut
diatas termasuk tindakan penangkapan.

Dalam menghadapi dan memeriksa sesuatu tindakan pidana (melakukan


penyilidikan/penyidikan) khususnya hak dan martabat tersangka atau juga sebaliknya
demi melindungi dan menjunjung harkat dan martabat tersangka dikorbankan
kepentingan masyarakat. Polri yang dalam hal ini mempunyai salah satu wewenang
untuk mengambil suatu tindakan penangkapan memegang peranan penting dan
menempati posisi yang vital dan utama didalam penentuan serta pemenuhan tujuan
dimaksud.

Penyidik atau penyelidik memperlihatkan surat tugas Ketika melakukan


penangkapan, kemudian memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan
yang mencamtumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta
uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan dan tempat ia diperiksa, Apabila
tertangkap tangan, tidak diperlukan lagi surat perintah penangkapan. Tetapi, penangkap
harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik
10
atau penyidik pembantu yang terdekat, setelah melakukan penangkapan surat perintah
penangkapan harus segera diberikan kepada pihak keluarganya. sebagaimana diatur
dalam Pasal 18 KUHAP.

11
12
13
14
Jangka Waktu Penangkapan

Dalam hal penangkapan juga memiliki batas waktu diatur dalam Pasal 19 ayat (1)
KUHAP. Berdasarkan Pasal tersebut menyatakan bahwa penangkapan dapat dilakukan
paling lama satu hari. Hal ini artinya penyidik atau penyelidik dapat menangkap
seseorang kurang dari 24 jam, tetapi tidak boleh lewat dari 24 jam. Jika penangkapan
dilakukan lewat dari satu hari atau 24 jam, maka terjadi pelanggaran hukum yang
menyebabkan tersangka harus dibebaskan demi hukum atau batal demi hukum.

1
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

disimpulkan bahwa penangkapan bertujuan untuk kepentingan penyidikan atau


penuntutan dan/atau peradilan. Penangkapan harus dilakukan berdasarkan Pasal 17
KUHAP, yaitu dilakukan terhadap seorang tersangka yang diduga keras melakukan
tindak pidana dan dugaan tersebut didasarkan pada permulaan bukti yang cukup.
Penangkapan juga tidak boleh dilakukan lebih dari satu hari.

2
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai