Anda di halaman 1dari 17

HUKUM ACARA PIDANA

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata kuliah : Pengantar Tata Hukum Indonesia
Dosen : Dr. Leliya, S.H.,M.H

Oleh :
Abi Maulidin (2283110048)
Taufik Muhammad (2283110061)
Siti Derajah (2283110066)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI CIREBON
1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu pun. Tak lupa
penulis haturkan shalawat serta salam kepada jungjunan Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul ‘Hukum Acara Pidana’ bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
PTHI. Pada makalah ini diuraikan pengertian-pengertian hukum pidana,sumber hukum pidana dan
asas legalitas.

Makalah ini membahas tentang seputar pengertian hukum acara pidana, fungsi dan tujuan, dan
macam-macam asas-nya.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada {Ibu dosen mata kuliah}. Tugas yang
telah diberikan ini dapat pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Leliya S.H.,M.H selaku dosen mata kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia
2. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan
3. Saudara Taufik dan Dera

Akhirul kalam, Wassalamualaikum wr.wb

Cirebon, 06 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1

1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................. 2

1.3. TUJUAN ....................................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................. 3

1.1. PENGERTIAN HAC (HUKUM ACARA PIDANA) ............................................................... 3

1.2. FUNGSI HAC (HUKUM ACARA PIDANA) ........................................................................... 4

1.3. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA ................................................................................. 6

1.4. SUMBER HUKUM ACARA PIDANA ..................................................................................... 9

1.5. TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA ....................................................................................10

1.6. PEMERIKSAAN DAN PERKARA PIDANA ........................................................................12

BAB III PENUTUP.................................................................................................................................... 13

1.1. KESIMPULAN ..........................................................................................................................13

1.2. SARAN........................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena
itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana
badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus
bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. 1 Polri merupakan
salah satu aparat penegak hukum, karena Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya masyarakat yang menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 4, keamanan dan ketertiban tersebut dapat
tercipta dengan baik apabila setiap orang mau dan mampu mematuhi peraturan Undangundang
yang ada yaitu KUHAP.2

Salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah melakukan penyidikan.
Dalam proses penyidikan di antara kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
bahwa pejabat tersebut Penjelasan Pasal 4 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri
memiliki wewenang yang telah diatur dalam hukum pidana sehingga berwenang melakukan
tindakan-tindakan paksa kepada siapa saja yang menurut mereka dapat diduga telah melakukan
tindak pidana.3

Wewenang yang dimiliki oleh penyidik tersebut antara lain :

1. Menerima laporan atau pengaduan mengenai tindak pidana yang terjadi.


2. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
3. Memberhentikan tersangka dan memeriksa tanda pengenal tersangka..
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan

1
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 2-3
2
Penjelasan Pasal 4 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri
3
L & J Law Firm. 2009. Hak Anda Saat Digeledah, Disita, Ditangkap, Didakwa, Dipenjara. Jakarta : forum
Sahabat. Hal. 24

1
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
6. Mengambil sidik jari dan mengambil foto tersangka atau seseorang.
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
8. Mendatangkan ahli bila diperlukan dalam pemeriksaan perkara.
9. Menghentikan penyidikan.
10. Melakukan tindakan lain sesuai hukum yang bertanggung jawab.

Dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri, sesuai dengan fungsi
penyidik Polri yaitu penyidikan, maka dalam pelaksanaan fungsinya harus selalu memperhatikan
asas-asas yang terdapat dalam hukum acara pidana yang menyangkut hak-hak asasi manusia.
Dalam hukum acara pidana dikenal Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocence)
yakni setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.4

1.2. RUMUSAN MASALAH


A. Apa yang dimaksud dengan Hukum Acara Pidana ?
B. Bagaimana Fungsi atau Tujuan Adanya Hukum Acara Pidana ?

1.3. TUJUAN
A. Untuk Mengetahui Pengertian hukum acara pidana.
B. Fungsi dan Tujuan hukum acara pidana itu untuk mengatur kehidupan bermasyarakat.

4
Pasal 7 KUHAP

2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. PENGERTIAN HAC (HUKUM ACARA PIDANA)

Hukum Acara Pidana sering disebut juga dengan hukum pidana formil sedangkan hukum
pidana disebut dengan hukum materiil. Hukum pidana materiil atau hukum pidana itu berisi
petunjuk dan uraian tentang delik peraturan tentang syarat-syarat dapat dipidananya suatu
perbuatan, petunjuk tentang orang dapat dipidana dan aturan tentang pemidanaan yaitu mengatur
kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan, sedangkan Hukum Acara Formil
mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk mempidanakan dan
menjatuhkan pidana.5

1. Pengertian HAC Menurut Wirjono Prodjodikoro (Mantan Ketua Mahkamah Agung).


hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana dan merupakan suatu
rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan badan pemerintah yang berkuasa,
yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bertindak guna mencapai tujuan Negara
dengan mengadakan hukum pidana.

2. Eddy O.S Hiariej. pada hakekatnya Hukum Acara Pidana memuat aturan-aturan yang
mengatur mengenai penerapan atau prosedur antara lain aturan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, interogasi praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum dan penegakan
keputusan atau putusan pengadilan. Oleh karena itu pengertian pidana hukum acara dapat
dipahami sebagai hukum yang mengatur asas-asas acara dalam seluruh proses peradilan
pidana, mulai dari tingkat penyidikan, kejaksaan, penuntutan, dan pengadilan, hingga
pengambilan keputusan pengadilan, tindakan perbaikan, dan pelaksanaan putusan atau
putusan pengadilan dalam upaya untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil.

3. Van Apeldoorn. Hukum acara pidana, khususnya peraturan-peraturan yang mengatur


bagaimana pemerintah dapat menjaga kesinambungan dalam penegakan hukum pidana
substantif.

5
Luhut M.P.Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, Ke-1,Jakarta, Djambatan 2013, hlm. 76

3
Hukum Pidana dalam arti Formil dan Materil

Hukum Pidana Materill ialah hukum yang mengatur permususan dari kejahatan dan penyelenggara
serta syarat-syarat bila seseorang dapat di hukum. Hukum pidana materill membedakan adanya :
a. Hukum Pidana Umum
b. Hukum Pidana Khusus, misalnya hukum pidana Pajak(seseorang yang tidak membayar
pajak kendaraan bermotor, hukumannya tidak terdapat dalam hukum pidana umum, akan
teteapi diatur tersendiri dalam undang-undang (Pidana Pajak)
Sedangkan Hukum Pidana Formil ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum
seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari hukum pidana
materill). Dan karena memuat cara-cara untuk menghukum seseorang melanggar peraturan
pidana, maka hukum ini dinamakan juga hukum acara pidana. 6
1.2. FUNGSI HAC (HUKUM ACARA PIDANA)

Timbulnya penemuan hukum baru dan pembentukan peraturan perundang-undangan varu


terutama sejak pemerintah Orde baru cukup menggemberikan dan merupakan titik cerah dalam
kehidupan hukum di Indonesia, termasuk didalamnya adalah susunannya KUHAP. Apabila diteliti
beberapa pertimbangan yang menjadi alas an disusunnya KUHAP maka secara singkat KUHAP
memiliki lima tujuan sebagai berikut :
1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa).
2. Perlindungan atas kepentingan hukum pemerintahan.
3. Kodifikasi dan unifikasi Hukum Acara Pidana.
4. Mencapai kesatuan sikap dan Tindakan apparat penegak hukum.
5. Mewujudkan Hukum acara pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 7
Setiap norma hukum buatan manusia selalu mempunyai fungsi dan tujuan tertentu, fungsi
hukum pidana atau hukum acara pidana adalah untuk melaksanakan hukum pidana substantif,
yaitu mengatur bagaimana negara menggunakan alat-alatnya untuk menjalankan kewenangannya
menghukum atau membebaskan.

6
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2001,hlm
11-12.
7
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Kontemporer, Predana Media Group, Jakarta,2010, hlm,35

4
Menurut Bambang Poernomo, tugas dan fungsi hukum acara pidana melalui
perangkatnya adalah:
1. Mencari dan menemukan kebenaran menurut kebenaran.
2. Menerapkan hukum dengan putusan yang berlandaskan keadilan.
3. Menegakkan keputusan secara adil.
Menurut Van Bemmelen(Eddy.O.S.Hieriej 2016) dalam bukunya “Leerboek van het
Nederlandse Strafprocesrecht”, yang di kutip oleh Rd. Achmad S. Soemadipradja, berpendapat
bahwa hukum acara pidan pada hakikatnya mengatur hal-hal:
1. Menyelidiki kebenaran dugaan pelanggaran hukum acara pidana, melalui Negara yang
dirancang khusus untuk itu.
2. Upaya penindakan terhadap pelakunya.
3. Segala upaya akan dilakukan agar pelaku perbuatan ini bisa ditangkap dan bila perlu ditahan.
4. Alat bukti yang diperoleh dan dikumpulkan dari hasil pemeriksaan kebenaran dugaan telah
diserahkan kepada hakim, serta diproses agar tersangka dapat diajukan ke hadapan hakim.
5. Biarlah hakim yang memutuskan apakah tersangka dapat membuktikan perbuatan yang
dituduhkan dan tindakan atau hukuman apa yang akan diambil atau dijatuhkan di masa lalu.
Mengidentifikasi sarana banding yang dapat digunakan terhadap putusan hakim.
6. Keputusan akhir berupa kejahatan atau tindakan yang akan diambil.
Munculnya penemuan-penemuan hukum baru dan terbentuknya peraturan perundang-
undangan baru, terutama sejak pemerintahan Orde Baru, cukup menggembirakan dan menjadi
secercah harapan dalam kehidupan hukum di Indonesia, termasuk perkembangan KUHAP. Jika
mencermati beberapa pertimbangan yang menjadi alasan dikembangkannya KUHAP, secara
ringkas KUHAP memiliki lima tujuan sebagai berikut:

1. Perlindungan martabat (tersangka dan terdakwa).


2. Melindungi kepentingan hukum dan pemerintah.
3. Kodifikasi dan kesatuan KUHAP.
4. Mencapai konsistensi sikap dan tindakan penegakan hukum.
5. Melaksanakan hukum acara pidana menurut Pancasila dan UUD 1945.
Dalam Pedoman Penerapan KUHAP telah dirumuskan tujuan hukum acara pidana, yaitu

5
“Menemukan dan memperoleh atau setidak-tidaknya mengakses kebenaran materiil, yaitu
menegakkan kebenaran perkara pidana secara keseluruhan dengan menerapkan ketentuan-
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat untuk mengidentifikasi terdakwa yang
diduga melakukan tindak pidana sesuai dengan ketentuan KUHAP, dengan demikian meminta
kepada pengadilan untuk mempertimbangkan dan memutuskan apakah suatu tindak pidana dapat
dibuktikan atau tidak. kejahatan itu dilakukan dan apakah terdakwa dapat dipersalahkan.”

1.3. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA


1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 2(4) UU Kehakiman No. 48 Tahun 2009 yang
menyatakan bahwa: “Keadilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan dengan biaya lebih
rendah.” “Sederhana” di sini berarti pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan secara
efektif dan efisien. “Biaya rendah” berarti bahwa biaya suatu kasus dapat ditanggung oleh
masyarakat umum.
10 Istilah “cepat” sendiri berarti “segera”. Secara khusus, peradilan yang cepat
diperlukan untuk menghindari penahanan yang lama sebelum putusan hakim diambil, yang
tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan hak asasi manusia. Begitu pula dengan peradilan yang
bebas, adil dan tidak memihak bagi semua pihak, sebagaimana ditegaskan oleh undang-
undang.11 Namun dalam prakteknya, prinsip ini sulit dicapai. Berikut adalah contoh kasusnya:
Umumnya, orang yang memiliki kasus di pengadilan buta secara hukum, sehingga
mereka sering menyerahkan kasusnya kepada pengacara untuk menangani segala sesuatu yang
berkaitan dengan kasusnya di pengadilan. Jika ini terjadi, biaya perkara yang ditanggung tidak
murah, sehingga asas “biaya rendah” tidak akan tercapai. 8
2. Asas in praesentia
Pada dasarnya pengadilan memeriksa terdakwa di hadapan hakim, namun dengan
syarat dan pertimbangan tertentu, pengadilan dapat memeriksa terdakwa tanpa kehadiran
terdakwa (in absentia).
3. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum
Prinsip ini menyatakan bahwa pada hakikatnya masyarakat dapat mengunjungi
pengadilan. Artinya, masyarakat dapat mengikuti setiap proses persidangan sehingga dapat

8
M. Bakri, Pengantar Hukum Indonesia, UB Press, Malang, 2011, hlm 148.

6
dipertanggungjawabkan putusan hakim. Ini juga memastikan kemampuan untuk mencapai
kesepakatan antara pihak-pihak yang bermasalah.
Namun, dalam beberapa kasus atau keadaan, persidangan dapat dinyatakan tertutup
untuk umum. Kasus yang diperiksa di kamera melibatkan pertanyaan tentang moralitas atau
peristiwa yang dituduhkan oleh anak-anak.
4. Asas Persamaan di Muka Hukum (equality before the law)
Hukum memberikan jaminan dan kepastian tentang hak dan kewajiban warga negara.
Hukum juga tidak bisa membedakan warga kaya dan miskin, berkuasa atau tidak, namun di
mata hukum, semua warga negara memiliki hak yang sama.
Karena itu, lambang keadilan adalah dewi dengan mata tertutup. Artinya, seorang dewi
harus menghakimi tanpa harus mempertimbangkan keadaan warga negara yang bermasalah.
Sama halnya dengan seorang hakim tidak boleh membeda-bedakan orang.
Dalam Ayat 1 Pasal 5 Undang-Undang Pokok Keadilan No. 4 Tahun 2004 disebutkan
bahwa “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
5. Asas Pengawasan
Interogasi publik di persidangan bersifat akuator, artinya terdakwa menempati posisi
“berpihak” sejajar dengan pihak lawan, yaitu Jaksa Penuntut Umum. Seolah-olah kedua belah
pihak sedang “berdebat” di hadapan seorang hakim, yang akan memutuskan “perselisihan” itu
nanti. Kejaksaan di sini adalah untuk mengawasi pelaksanaan putusan Pengadilan dalam
perkara pidana.

6. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumpotion Of innocent)


Setiap orang wajib diduga tidak bersalah sebelum ada keputusan yang menyatakan sebaliknya.
Implikasi dari atas ini, bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana masih memiliki hak
untuk tidak dinyatakan bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan ia bersalah.

7. Asas ganti rugi dan rehabilitasi


Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkpa atau ditahan dituntut dan diadili tanpa alas an
yang berdasarkan UU atau karena kekeliriuan mengenai orangnya atau hukum diterapkan
menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini (Pasal 1 Butir 22 KUHAP) hal-hal yang

7
dapat dijadikan dasar alas an untuk menuntut ganti kerugian bukan hanya seperti yang
tercantum UU tersebut, tetapi juga mencakup meliputi pengertian Tindakan ialah kerugian
yang penyitaan tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan lebih lama daripada pidana
yang dijatuhkan (Penjelasan Pasal 95(1) KUHAP.9
8. Asas bantuan hukum (Asas Legal assistance)
Tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan Hukum Salah satu asas yang terdapat dalam
KUHAP adalah bahwa tersangka dan terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum. Asas ini
diatur dalam Pasal 64 s/d Pasal 74 KUHAP. Bantuan hukum yang dimaksud adalah hak untuk
mendapatkan bantuan hukum dari seorang advokat/pengacara.
Pada dasarya hak untuk mendapatkan bantuan hukum dengan didampingi seorang
advokat/pengacara merupakan konsep yang diadopsi dari “miranda rule” yang kemudian
diakomodir dalam KUHAP. Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum pada dasarnya
menghormati konsep miranda rule ini. Komitmennya terhadap penghormatan miranda rule
telah dibuktikan dengan mengadopsinya ke dalam Pasal 56 Ayat (1) KUHAP :
“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka
yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka.”
9. Asas Akusator
Asas akusator adalah asas yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai
subjek bukan sebagai objek dari setiap tindakan pemeriksaan. Asas ini merupakan asas yang
dianut KUHAP yang berbeda dengan asas inkuisatoir yang masih menempatkan kedudukan
tersangka/terdakwa sebagai objek pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara
Perdata. Kebebasan memberikan dan mendapatkan nasehat hukum menunjukkan bahwa
dengan KUHAP telah dianut asas Akusator itu. Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan
pendahuluan dan pemeriksaan siding pengadilan pada asasnya telah dihilangkan.
Sebagai telah diketahui, asas inkisator itu berarti tersangka dipandang sebagai objek
pemeriksaan yang dianut oleh HIR untuk memeriksaan pendahuluan. Sama halnya dengan
Ned. Sv yang lama yaitu tahun 1838 yang direvisi tahun 1885.

9 Hma Kuffal, S.H. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang2007: 281.

8
Sejak tahun 1926 yang berlakunya Ned. Sv. Yang baru di negeri belanda dengan padangan
bahwa pengakuan tersangka dipandang sebagai pihak pada pemeriksaan pendahuluan dalam
arti terbatas, yaitu pada pemeriksaan perkara-perkara politik, berlaku asas inkisator. 10
10. Asas Formalitas
Asas ini memberikan pengertian bahwa setiap proses mulai dari penyelidikan sampai pada
penutupan harus dilakukan secara formal tertulis.
11. Asas Oppurtinitas
Wewenang penutup menjadi kekuasaan sepenuhnya umum atau jaksa. Kekuasaan untuk
menuntut seseorang menjadi monopli penuntut umum, artinya bahwa orang lain atau badan
lain tidak berwenang untuk itu. Dengan demikian, hakim hanya menunggu dari tuntutan jaksa
untuk memeriksa suatu perkara pidana. Meskipun hakim tahu bahwa ada kasus pidana yang
belum diajukan ke pengadilan, dan tidak berwenang memintanya. Hukum Acara Oppurtinnitas
diatur dalam pasal 3 C Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik
Indonesia, dengan Tegas menyatakan atas oportunitas itu dianut oleh Indonesia. Pasal itu
berbunyi sebagai berikut “Jaksa Agung dapat Mengesampingkan perkara berdasarkan
kepentingan Umum”. Kepentingan umum artinya kepentingan negara dan masyarakat bukan
kepentingan pribadi.

1.4. SUMBER HUKUM ACARA PIDANA


Sumber Hukum Acara Pidana
Dalam mempertahankan hukum pidana formil, khususnya beracara di bidang hukum
pidana, tidak terlepas dari sumber-sumber hukum acara pidana yang berlaku. Sumber-sumber
hukum acara pidana tersebut antara lain :
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (LNRI Tahun 1981 No. 76) Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mulai berlaku 3 Desember 1981.
2. PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP yang mulai berlaku 1 Agustus 1983.
3. Undang-Undang No. 7 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi.
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah
oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

10
S.j Fockma Andrea, Rechegeleerd Handwoordemboek, Groningen, J.B Wolters, Jakarta, hlm 8.

9
5. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang
menggantikan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang
No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang
mulai berlaku tanggal 17 Desember Tahu 1970.
6. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.
7. Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
8. Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan. Dan peraturan perundang-
undangan lainnya.

1.5. TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA

Berdasarkan doktrin yang ada, tujuan hukum acara pidana adalah sebagai berikut :

1. Mencari dan menemukan kebenaran materiil, maksudnya adalah kebenaran yang


selengkap-lengkapnya dan sebenar-benarnya dari suatu perkara pidana melalui penerapan hukum
acara pidana secara tepat, untuk membuktikan bahwa tindak pidana yang dipersangkakan dan atau
telah didakwakan kepada seseorang benar-benar dilakukan serta membuktikan unsur kesalahan
dari tindak pidana tersebut, yang ditunjang dengan formalitas-formalitas hukum tertentu yang
diperiksa dalam proses persidangan. Berbeda dengan hukum acara perdata, kebenaran yang
diutamakan adalah kebenaran formal yaitu kebenaran yang didasarkan pada formalitas-formalitas
hukum.

2. Memperoleh putusan hakim, yaitu putusan yang ditetapkan hakim setelah melalui proses
pemeriksaan ( penyelidikan, penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan dalam persidangan yang
bersifat terbuka untuk umum kecuali dalam kasus tindak pidana kesusilaan terhadap anak proses
pemeriksaannya tertutup, walaupun pembacaan putusan tetap harus terbuka untuk umum). Dalam
proses pemeriksaan dan persidangan tersebut harus diterapkan azas Praduga tak bersalah
(Procesrium A Contrario) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 yang menegaskan bahwa:

“setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan
wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya
dan memperoleh kekuatan hukum tetap dan pasti.”

10
Seseorang yang dipersangkakan dan didakwa telah melakukan suatu tindak pidana harus diadili
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai hukum acara yang telah
ditetapkan, dengan kata lain, unsur kesalahan dari terdakwa harus dibuktikan didalam persidangan,
karena walaupun tindak pidananya terbukti tetapi apabila unsur kesalahannya tidak dapat
dibuktikan, maka tidak dapat dijatuhkan sanksi pidana sebagaimana azas dalam hukum pidana
yang menyatakan “Tiada pidana tanpa kesalahan”, untuk perkara demikian maka hakim akan
menjatuhkan putusan berupa putusan bebas (vrijsprak) atau putusan lepas.

3. Melaksanakan putusan hakim, sesuai ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP, putusan


pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat
berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang tersebut. Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
menentukan bahwa pemidanaan terhadap suatu perkara pidana meliputi beberapa jenis yaitu:

A. Pidana pokok : 1. Pidana mati

2. Pidana penjara

3. Pidana kurungan

4. Pidana denda

5. Pidana tutupan

B. Pidana tambahan: 1. Pencabutan beberapa hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim

Untuk melaksanakan putusan hakim tersebut, terdapat beberapa pihak yang harus ada agar
putusan termaksud dapat dilaksanakan. Pihak-pihak itu terdiri dari :

1. Terpidana;

11
2. Lembaga kejaksaan, sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan penuntutan
terhadap terdakwa serta melaksanakan putusan hakim yang bersifat pidana atau
pemidanaan;
3. Pihak lain yang tidak termasuk butir 1 dan 2 namun memiliki kewenangan dalam
melaksanakan putusan hakim seperti pencabutan hak tertentu, misalnya dalam
keanggotaan TNI dan sebagainya.
1.6. PEMERIKSAAN DAN PERKARA PIDANA

Hukum acara pidana di Indonesia sampai saat ini masih didasarkan pada Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981. Tahapan beracara dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana terdiri dari :

1. Penyelidikan
2. Penangkapan, penahanan, penggeledahan badan dan pemasukkan rumah, penyitaan dan
pemeriksaan surat
3. Penyidikan, kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan
4. Pemeriksaan di Kejaksaan, kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan
5. Pemeriksaan di pengadilan/Persidangan meliputi :
a. Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum
b. Nota Keberatan oleh Tedakwa atau kuasa hukumnya
c. Pembuktian (pemeriksaan saksi/saksi ahli, surat, petunjuk dan Terdakwa)
d. Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum
e. Nota Pembelaan/Pledoi oleh Terdakwa atau kuasa hukumnya
f. Replik oleh Jaksa Penuntut Umum
g. Duklik oleh Terdakwa atau kuasa hukumnya
h. Putusan
i. Upaya hukum banding, kasasi, Peninjauan Kembali

12
BAB III

PENUTUP

1.1. KESIMPULAN
A. Pengertian HAC Menurut Wirjono Prodjodikoro (Mantan Ketua Mahkamah Agung).
hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana dan merupakan suatu
rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan badan pemerintah yang berkuasa,
yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan bertindak guna mencapai tujuan Negara
dengan mengadakan hukum pidana.
B. Eddy O.S Hiariej. pada hakekatnya Hukum Acara Pidana memuat aturan-aturan yang
mengatur mengenai penerapan atau prosedur antara lain aturan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, interogasi praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum dan penegakan
keputusan atau putusan pengadilan. Oleh karena itu pengertian pidana hukum acara dapat
dipahami sebagai hukum yang mengatur asas-asas acara dalam seluruh proses peradilan
pidana, mulai dari tingkat penyidikan, kejaksaan, penuntutan, dan pengadilan, hingga
pengambilan keputusan pengadilan, tindakan perbaikan, dan pelaksanaan putusan atau
putusan pengadilan dalam upaya untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil.
C. Menurut Bambang Poernomo, tugas dan fungsi hukum acara pidana melalui
perangkatnya adalah:
1. Mencari dan menemukan kebenaran menurut kebenaran.
2. Menerapkan hukum dengan putusan yang berlandaskan keadilan.
3. Menegakkan keputusan secara adil.

1.2.SARAN

13
DAFTAR PUSTAKA

Marpaung Leden, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.


L & J Law Firm. 2009. Hak Anda Saat Digeledah, Disita, Ditangkap, Didakwa,
Dipenjara. Jakarta : forum.
Atmasasmita Romli, Sistem Peradilan Kontemporer, Predana Media Group,
Jakarta,2010.
Pasal 7 KUHAP
Luhut M.P.Pangaribuan, Hukum Acara Pidana, Ke-1,Jakarta, Djambatan 2013
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, Sinar Grafika,
Jakarta, 2001.
M. Bakri, Pengantar Hukum Indonesia, UB Press, Malang, 2011.
Hma Kuffal, S.H. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang2007.

14

Anda mungkin juga menyukai