Anda di halaman 1dari 18

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

MAKALAH UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH


DIKLAT KEMEHIRAN HUKUM PIDANA

Dosen Pengajar :
Sugiman, SH, MH

Disusun Oleh:
KELOMPOK I
Marlince Balingga : 170801012
Ainul Mardiya : 170801002
Muhammad Ja’far Shodiq : 170801007
Faizal Sakti Pratama :

PROGRAM STRATA SATU ( S-1 ) ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA
JAKARTA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia
dan rahmat-Nya, kami dapat menyusun dan menyelesaiakan tugas makalah
saya yang berjudul “RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM
PIDANA “ dengan lancar dan tepat waktu. Adapun maksud penyusunan
Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Hukum
Perdata Internasional .

Rasa terima kasih kami ucapkan kepada yang terhormat Bapak


Sugiman, SH, MH, selaku Dosen Pengajar kami. Besar Harapan kami
bahwa tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan untuk
menambah wawasan serta pengetahuan tentang ruang lingkup berlakunya
hukum pidana.

Kami menyadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna dengan keterbatasan yang kami miliki. Saran kritik dan masukan
dari dosen dan pembaca sangatlah kami harapkan dan terima dengan
tangan terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan
tugas-tugas makalah selanjutnya akhir kata sekian dan terima kasih.

Jakarta, 24 Mei 2021

Kelompok I

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................1

KATA PENGANTAR.................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah....................................................................4

B. Rumusan Masalah.............................................................................7

C. Tujuan Penulisan...............................................................................7

BAB II PEMBAHASAN

A. Hukum Pidana...................................................................................8

B. Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat


Dan Waktu.........................................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................16
B. Saran.................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal itu didasari oleh Pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam lingkup Negara hukum yang dijadikan landasan Negara ini, maka

Negara wajib dan harus melindungi kepentingan rakyat. Kepentingan disini

diartikan sebagai pelindungan hukum kepada rakyat atau masyarakat, apabila

individu atau kelompok dalam masyarakat berhadapan dengan hukum. Dalam

hal adanya suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang, maka seseorang

tersebut akan berhadapan dengan hukum Negara yaitu hukum pidana, ruang

lingkup hukum pidana terdiri atas hukum pidana substantif (materiil) maupun

hukum acara pidana (formil). Hukum acara pidana berfungsi untuk

menjalakankan hukum pidana substansif (materiil) sehingga disebut hukum

pidana formal atau hukum acara pidana.1

Dalam buku “Hukum Acara Pidana Indonesia” oleh Andi Hamzah

yang mengutip pernyataan dari W.P.J. Pompe dan D. Simons. Pompe

menyatakan, bahwa hukum pidana (materiil) sebagai keseluruhan peraturan

hukum yang menunjukkan perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana

dan dimana pidana itu seharusnya menjelma. Sedangkan Simons menyatakan,

1
1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Ed. 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
hlm. 4.

4
bahwa sebagai berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang

syarat-syarat dapatnya dipidana dan aturan tentang pemidanaan, mengatur

kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan. Dalam hal hukum

pidana formal (hukum acara pidana) mengatur tentang bagaimana negara

melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana.2

Selain itu menurut Moeljatno, hukum acara pidana adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang memberikan dasar-

dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara dan prosedur macam

apa ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan

apabila ada sangkaan bahwa seseorang telah melakukan delik tersebut. 3 Dalam

membicarakan hukum pidana dan hukum acara pidana tentu saja keduanya

tidak dapat di pisahkan dan keduanya saling berkaitan. Keterkaitan tersebut

dapat kita lihat secara nyata berdasarkan fungsi dari hukum acara pidana,

dimana fungsi dari hukum acara pidana adalah untuk melaksanakan atau

menegakkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum pidana.4

Setiap terjadinya tindak pidana yang menimbulkan kerugian dan

korban bagi pihak lain. Maka pelaku tindak pidana akan dijatuhkan suatu

hukuman sebagai sanksi hukum atau pertanggungjawaban terhadap pelaku

atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Dengan demikian tujuan umum

2
Ibid
3
Moeljatno, Hukum Acara Pidana, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1981), hlm.1.
4
Hari Soeskandi, Hukum Acara Pidana : Sebuah Ringkasan Tentang Pemeriksaan
Pendahuluan Menurut Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana, (Surabaya, FH Untag, 2017),
hlm.1.

5
daripembentukan hukum pidana adalah untuk memberikan sanksi hukum dan

sekaligus juga untuk menegakkan hukum dan keadilan ditengah-tengah

masyarakat tanpa membedakan Suku Agama Ras ataupun Golongan (SARA).5

Pada dasarnya, hukum pidana itu dibangun di atas substansi pokok

yaitu: (1) tindak pidana, (2) pertanggungjawaban pidana, dan (3) pidana dan

pemidanaan. Dalam perkembangannya, pidana dan pemidanaan selalu

mengalami perubahan yang disebabkan oleh adanya upaya masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya demi meningkatkan kesejahteraan. Tingkat

kriminalisasi dalam masyarakat pun meningkat akibat kebutuhan masyarakat

yang semakin meningkat disertai dengan kemiskinan yang relatif masih cukup

tinggi. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya pembaharuan hukum pidana

dalam penjatuhan suatu sanksi pidana yang nantinya akan menjadi peringatan

setiap orang agar berfikir dua kali dalam melakukan suatu tindak pidana.6

Hukum pidana adalah sebuah aturan-aturan yang mempunyai sanksi,

Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan

dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Berlakunya hukum pidana

menurut waktu mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan terjadinya

perbuatan pidana. Ketentuan tentang berlakunya hukum pidana menurut

waktu dapat dilihat dari pasal 1 KUHP.

5
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1980), hlm. 90.
6
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum
Pidana, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998) , hlm. 95.

6
Selanjutnya berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat
mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya
hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana.
Ketentuan tentang asas berlakunya hukum pidana ini dapat dilihat dalam pasal
2 sampai dengan pasal 9 KUHP.

Atas dasar hal tersebutlah, penulis tertarik untuk membahas lebih


lanjut dan memilih judul “RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM
PIDANA”.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa


permasalahan pokok yang dapat dibahas dan diungkapkan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:

1) Apa yang dimaksud dengan hukum pidana ?


2) Bagaimana ruang lingkup berlakunya hukum pidana menurut tempat dan
waktu ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam makalah ini


antara lain adalah:
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hukum pidana.
2) Untuk mengetahui ruang lingkup berlakunya hukum pidana menurut
tempat dan waktu.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. HUKUM PIDANA

a) Pengertian Hukum Pidana

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang


menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak
pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang
melakukannya7

Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum


Pidana Indonesia memberikan definisi hukum pidana yaitu : “ Hukum pidana
itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-
larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu
sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus”.
Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan
suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang
mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat
suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan
bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana
yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.8

Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian dari pada
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan-aturan untuk :

7
Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2006), hlm. 84
8
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,(Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2013). Hlm.2.

8
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.9

b) Asas-Asas Hukum Pidana

1) Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang
telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).
Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan
Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling
ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
2) Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld).
Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak
pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang
tersebut.
3) Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas
semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah
teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal
berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung
kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
4) Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia
berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun
ia berada (pasal 5 KUHP).

9
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008) ,hlm . 1.

9
5) Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia
berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara
(pasal 4 KUHP).10

B. Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana menurut Tempat Dan waktu

a. Berlakunya Hukum Pidana menurut Tempat


Teori tentang ruang lingkup berlakunya hukum pidana nasional
menurut tempat terjadinya. Perbuatan (yurisiksi hukum pidana nasional),
apabila ditinjau dari sudut negara ada 2 pendapat yaitu :

1) Perundang-undangan dimana hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan


pidana yang terjadi di wilayah negara, baik dilakukan oleh warga
negaranya sendiri maupun oleh orang lain (asas teritorial).
2) Perundang - undangan hukum pidana berlaku bagi semua pidana yang
dilakukan oleh warga negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana
itu dilakukan diluar wilayah negara. Pandangan ini disebut menganut asas
personal atau prinsip nasional aktif.11

Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat dapat


dibedakan menjadi empat asas, yaitu asas territorial (territorialiteitsbeginsel),
asas personal (personaliteitsbeginsel), asas perlindungan atau nasional yang
pasif (bescermingsbeginsel atau passief nationliteitsbeginsel), dan asas
universal (universaliteitsbeginsel). Menurut Pompe, yang mendasar sifat
hukum pidana adalah melindungi, maka asas perlindungan menjadi sumber
dari semua asas-asas, oleh karena itu keempat asas itu dapat dipersatukan

10
Fully Handayani, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti,.2011) hlm. 59-61
11
Prodjodikoro Wiejono, Asas-Asas Hukum Pidana, (Bandung: PT Refika
Aditama,2003), hlm .3

10
menjadi asas-asas perlindungan untuk kepentingan dan kewibawaan dari
setiap subjek hukum yang harus di lindungi.12

Berlakunya undang-undang hukum pidana berdasarkan asas hukum


menurut tempat, telah tercantumkan dalam ketentuan dari pasal 2-9 KUHP,
berikut uraina asas-asas hukum pidana menurut tempat, antara lain :

1) Asas Teritorial
Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan:
“Ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia ditetapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.

Perluasan dari asas teritorial diatur dalam pasal 3 KUHP yang


menyatakan: “Ketentuna pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi
setiap orang yang diluar wilayah Indonesia yang melakukan tindak pidana
didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.

2) Asas Personal (Nasional Aktif)


Asas personal (actief nationaliteit) yang terkandung dalam pasal 5 KUHP
dapat dibagi atas tiga golongan yaitu :
a) Padaws ayat (1) ke-1 menetukan beberapa perbuatan pidana yang
membahayakan kepentingan nasional bagi Indonesia, dan perbuatan-perbuatan
itu tidak dapat diharapkan dikenai pidana ataupun sungguh-sungguh untuk
dituntut oleh undang – undang hukum pidana negara asing, oleh karena itu
pembuat deliknya adalah warga negara Indonesia, maka kepada setiap warga
negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia yang melakukan perbuatan
pidana tertentu itu berlaku KUHP.
b) Ayat (1) ke-2 memperluas ketentuan golongan pertama, dengan syarat -syarat
bahwa:

12
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Balai Aksara,
1993), hlm 58

11
1. Perbuatan-perbuatan yang terjadi harus merupakan kejahatan menurut
ketentuan KUHP, dan
2. Juga harus merupakan perbuatan yang diancam dengan pidana oleh
undang-undang hukum pidana negara asing dimana perbuatan terjadi. Dua
syarat itu harus dipenuhi, sebab apabila menurut hukum pidana negara
asing tidak diancam dengan pidana, maka KUHP tidak berlaku sekalipun
sebagai kejahatan (diluar golongan pertama).
c) Pada ayat (2) untuk menhadapi kejahatan yang dilakukan dengan perhitungan
yang masak dan agar tidak lolos dari tuntutan hukum, yaitu apabila orang
asing diluar negeri melakukan kejahatan (golongan kedua) dan sesudah itu
melakukan naturalisasi menjadi warga negara Indonesia, maka penuntutan atas
kejahatan pasal 5 ayat (1) kedua masih dapat dilaksankan.

Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “Ditetapkan bagi warga


negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”, sehingga seolah-olah
mengandung asas personal akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas
melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif) karena ketentuan pidana
yang diberlakukannya bagi warga negara diluar wilayah teritorial wilayah
Indonesia tersebut hanya pasal – pasal tertentu saja, yang dianggap penting
sebagai pelindungan terhadap kepentingan nasional.

3) Asas Perlindungan (Nasional Pasif)


Asas perlindungan (nasional pasif) adalah asas yang menyatakan
berlakunya undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara bagi
setiap orang, warga negara atau orang asing yang melanggar kepentingan hukum
Indonesia atau melakukan perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan
nasional Indonesia di luar negeri.

Pasal 4 ke-1, ke-2 bagian akhir dan ke-3 KUHP mengandung asas nasional
pasif atau asas perlindungan (passief nasionaliteitsbeginsel atau
beschermingsbeginsel), dengan alasan menilik kejahatan-kejahatan yang ditunjuk

12
disitu semua kejahatan yang amat penting karena menyangkut martabak Negara
dan Kepala Negara, Pemerintah, Kaemanan Negara, maupun Keuangan atas
Perekonomian Negara.

4) Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan
perbuatan pidana dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia diluar
wilayah negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Namun tidak
mungkin semua kepentingan hukum didunia akan mendapat perlindungan,
melainkan hanya untuk kejahatan yang menyangkut tentang keuangan dan
pelayaran. Pasal 4 ke-2 kalimat pertama dan keempat KUHP mengandung asas
universal yang melindungi kepentingan hukum dunia terhadap kejahatan dalam
mata uang atau uang kertas dan pembajakan laut, yang dilakukan oleh setiap
orang, dan dimana saja dilakukan.13

b. Berlakunya Hukum Pidana menurut Waktu

Sumber utama tentang berlakunya undang -undang hukum pidana menurut


waktu, tersimpul dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dan pasal 1 ayat (2) KUHP.

1). Pasal 1 ayat (1) KUHP


Sesuai yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yang mengatakan
bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”. 14 Maka apabila perbuatan
tersebut telah dilakukan orang setelah suatu ketentuan pidana menurut undang –
undang itu benar-benar berlaku, pelakunya itu dapat dihukum dan dituntut
berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pidana tersebut.

13
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, cet.1, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016)
14
Pasal 1 ayat (1) kitab Undang-Undang Hukum Pidana

13
Ini berarti bahwa orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang itu hanya dapat dihukum dan
dituntut berdasarkan undang-undang pidana atau berdasarkan ketentuan pidana
menurut undang-undang yang berlaku, pada waktu orang tersebut telah
melakukan tindakannya yang terlarang dan diancam dengan hukuman.15

Didalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung asas legalitas, yakni


seseorang tidak dapat dikenai hukuman atau pidana jika tidak ada undang –
undang yang dibuat sebelumnya. Contoh : pada sekitar tahun 2003 di Yogyakarta
terjadi kasus cyber crime yang berupa carding, tetapi pada saat itu undang –
undang tentang cyber crime belum disahkan oleh karena itu para pelaku tidak bisa
diadili atau dikenai hukuman. Kemudian pada bulan Maret tahun 2008, Menteri
Komunikasi dan Informasi M.NUH sebagai wakil pemerintah dalam sidang
Paripurna mengapresiasikan sikap DPR yang menyetujui RUU ITE untuk
kemudian resmi menjadi undang-undang.

2). Pasal 1 ayat (2)


Konsep KUHP lebih memperinci perubahan undang-undang pidana
tersebut. Pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut
(reokraktif) undang-undang pidana. Berdasarkan pasal 1 ayat (2) KUHP
dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku surut, namun demikian aturan
undang-undang tersbeut haruslah yang paling ringan atau menguntungkan bagi
terdakwa. Dalam pasal 1 ayat (2) KUHP mempunyai 2 ketentuan pokok, yaitu :
a. Sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang – undangan.
b. Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan.

Menurut Bambang Poernomo, 2 ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) KUHP


itu menimbulkan pandangan dan masalah, sehingga perlu ditinjau kembali atas

15
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Cet. 1,.
(Bandung : PT. Refika Aditama, 2011)

14
kemanfaatan dari hukum peralihan yang perumusannya seperti itu akan ditiadakan
sama sekali dengan pertimbangan sebagai berikut:

Tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan
hukum yang lain sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan
perkembangan lapangan hukum yang lain.
a. Dasar perubahan undang – undang yang baru adalah karena bahan
perasaan/keyakinan/kesadaran hukum rakyat, yang melalui badan pembentuk
undang – undang membentuk undang – undang baru, untuk perbuatan pidana
yang terjadi kemudian sehingga perubahan undang – undang yang karena
sifatnya berlaku sementara tidak termasuk perubahan disini.
b. Perubahan undang – undang yang menyangkut berat atau ringannya ancaman
pidana tidak akan mempunyai arti, karena didalam prakteknya hakim tetap
memegang asas kebebasan didalam menjatuhkan pidana yang di ancam.
c. Asas lex temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis
adalah asas yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum.

Kemudian Bambang Poernomo lebih lanjut menyatakan bahwa hukum


peralihan yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2) KUHP hanyalah mempunyai arti
historis bagi suatu negara yang untuk pertama kali mempunyai dan membentuk
kodifikasi atau udang-undang hukum pidana sebagai peralihan dari keadaan
hukum yang teratur dan sewenang-wenang menuju tata tertib hukum pidana.16

16
https://www.baliadvocate.com/artikel/ruang-lingkup-berlakunya-
hukum-pidana/,diakses pada 26 juni 2021.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-


pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan yang di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan. Hukum pidana terdiri dari norma-norma yang
berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk
undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa
hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus”.

2. Ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana terbagi atas 2 yaitu menurut


tempat dan waktu.
a. Berlakunya hukum pidana menurut waktu, mempu-nyai arti penting
bagi penentuan saat kapan terjadinya perbuatan pidana. Ruang lingkup
berlakunya hukum pidana menurut waktu Ketentuan tentang
berlakunya hukum pidana menurut waktu dapat dilihat pada Pasal 1
KUHP.
b. Selanjutnya berlakunya hukum pidana menurut tempat mempunyai arti
penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya hukum
pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana.
Ruang lingkup berlakunya hukum pidana menurut tempat terbagi atas
empat asas, yaitu (1). Asas teritorial, (2). Asas personal, (3) Asas
perlindungan, (4) Asas universal. Ketentuan tentang asas berlakunya
hukum pidana menurut tempat dapat dilihat dalam Pasal 2 sampai
dengan Pasal 9 KUHP.

16
B. Saran

Berdasarkan pembahasan diatas adapun saran yang kelompok 1 hendak


sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Hukum pidana adalah salah satu bentuk dan cerminan Indonesia sebagai
Negara sebagai Negara hukum, Hukum pidana dalam pelaksanaan
menegakan hukum harus tetap mementingkan kepentingan umum dan
bukan kepentingan golongan tertentu , guna terwujudnya keadilan bagi
selaruh masyarakat.
2. Berdasarkan Ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana yang terbagi atas 2
yaitu menurut tempat dan waktu. Hendaklah dilaksanakan sebenar-
benarnya untuk melindungi seluruh masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

A. Referensi Buku

Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Ed. 2, Jakarta: Sinar Grafika,
2008.
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Balai Aksara, 1993.
Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan
Pengembangan Hukum Pidana. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998.
Erdianto Effendi. Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar. Cet. 1,.
Bandung : PT. Refika Aditama, 2011.
Fully Handayani. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti,
2011.
Hari Soeskandi. Hukum Acara Pidana : Sebuah Ringkasan Tentang
Pemeriksaan Pendahuluan Menurut Kitab undang-undang Hukum
Acara Pidana. Surabaya, FH Untag, 2017.
Moeljatno. Hukum Acara Pidana. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada,
1981.
Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Muchsin. Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2006.
P.A.F. Lamintan. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2013.
Prodjodikoro Wiejono. Asas-Asas Hukum Pidana. Bandung: PT Refika
Aditama,2003.
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeia, 1980.
Teguh Prasetyo. Hukum Pidana. cet.1, Jakarta : Rajawali Pers, 2016.

B. Referensi Peraturan Per-Undang-Undanga

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

C. Referensi Internet

https://www.baliadvocate.com/artikel/ruang-lingkup-berlakunya-hukum-
pidana/

18

Anda mungkin juga menyukai