Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM PIDANA

Ruang dan Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

Dosen pengampu:
Titin Purwaningsi, M. H

Disusun Oleh :
Weni masning
203502042

Sekolah TinggiAgama Islam Stai Al Maarif Way Kanan


2021

1
KATA PENGANTAR
 

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Hukum pidana yang insyaallah
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa adanya
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada:
Ibu Titin Purwaningsih M.H. selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum Pidana.
Teman Kelompok selaku Penulis dan pembuat Makalah ini. Dan untuk teman teman yang lain
yang tergabung dalam kelas “Ahwal Al-Syakhshiyyah”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak terdapat banyak kekurangan.
Akhirnya, kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penulis butuhkan untuk dijadikan
pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Way Kanan, 6 September 2021.
-

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR................................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN.…………………………………………............………….. 4
1.1 Latar belakang.................................................................................. 4
1.2 Rumusan permasalahan................................................................... 4
1.3 Manfaat............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 6
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 16

3
A. Latar Belakang

Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa
yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Hukum pidana disusun dan dibentuk dengan maksud
untuk diberlakukan di dalam masyarakat agar dapat dipertahankan dari segala kepentingan
hukum yang dilindungi dan terjaminnya kedamaian dan ketertiban
Sumber utama dari hukum pidana di indonesia hukum yang tertulis (KUHP), disamping itu di
daerah-daerah tertentu dan orang-orang tertentu hukum pidana yang tidak tertulis juga dapat
menjadi sumber hukum pidana yakni apa yang disebut dengan hukum adat.
Hukum pidana adalah bagian dari hukum positif yang berlaku di suatu negara dan dibagi
menurut waktu, tempat yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan mengenai tindakan
larangan dan tindakan keharusan dan bagi siapa yang melanggarnya diancam dengan pidana.
Dalam makalah ini maka saya akan membahas mengenai berlakunya KUHP menurut tempat

4
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa saja asas-asas hukum pidana menurut tempat?
2. Apa maksud dari asas-asas tersebut?

5
C. MANFAAT

Suatu kenyataan bahwa manusia disebut sebagai makhluk sosial dimana manusia itu
tidak dapat hidup sendiri dan seiring dengan waktu mengadakan hubungan dengan sesamanya.
hubungan ini terjadi karena manusia memiliki kebutuhan, dan untuk memenuhi kebutuhannya
manusia tidak mungkin menjalaninya sendiri. sebagai manusia tentunya setiap orang
menginginkan kebebasan, namun kebebasan tersebut tidak selalu membawa hasil yang baik,oleh
karena itu harus ada aturan yang mengatur manusia agar manusia tersebut bisa diterima oleh
kelompok sosialnya.

Aturan-aturan tersebut terdapat perintah dan larangan, larangan ini jika dilanggar harus
diberikan sanksi dan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku, di sini saya ingin
membuat makalah tentang berlakunya KUHP menurut tempat agar para pembaca bisa
memahami dari isi makalah ini.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A berlakunya hukum pidana menurut tempat


Pembentuk undang-undang dapat menetapkan ruang berlakunya undang-undang yang
dibuatnya. Pembentuk undang-undang pusat dapat menentukan ruang berlakunya undang-
undang pidana terhadap tindak-tindak pidana yang terjadi di dalam atau di luar wilayah negara
sedang pembentuk undang-undang di daerah hanya terbatas pada daerahnya masing-masing.
Wilayah suatu negara itu hanya pengertian dalam hokum tata negara. Wilayah suatu negara
meliputi : 1. Daratan negara, 2. Peraiaran laut territorial yang lebarnya ditentukan oleh hukum
internasional, 3.udara yang ada di atas wilayah negara itu.

Mengenai ruang berlakunya  peraturan-peraturan pidana menurut tempatnya dapat


disebutkan beberapa azas sebagai berikut yaitu :
1. Asas territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah negara
2. Asas personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif
atau asas subyektif
3. Asas perlindungan   (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif
4. Asas universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.

1. asas teritorial
Azas ini terdapat dalam pasal 2 kuhp, yang berbunyi :
“aturan pidana dalam undang-undang indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah indonesia.” Setiap orang disini berarti baik
orang indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan
tindak pidana itu, orang tidak perlu berada di wilayah indonesia. Seseorang yang berada
diluar negeri dapat pula melakukan delik di indonesia. Hal ini adalah persoalan mengenai
“tempat terjadinya delik”.1

1
Prof,Dr.Prastyo Teguh,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010
7
Azas territorial ini diperluas dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 3 KUHP, yang
menyatakan bahwa “peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan pada setiap orang yang
berada diluar negeri yang melakukan suatu tindak pidana dalam perahu
Indonesia.”

Pasal ini merupakan luasnya kekuasaan undang-undang pidana Republik Indonesia berlaku
kepada siapa dan dimana.

Dalam hal ini dikecualikan orang-orang bangsa Asing yang menurut hokum internasional diberi
hak “exterritorialiteit”, tidak boleh diganggu-gugat, sehingga ketentuan-ketentuan pidana
Indonesia tidak berlaku kepadanya dan mereka itu hanya tunduk kepada undang-undang pidana
negaranya sendiri. Mereka itu ialah misalnya:

Para kepala Negara asing yang berkunjung di Indonesia dengan sepengetahuan


pemerintah kita;
Para korps diplomatik Negara-negara asing seperti ambassador, duta istimewa, dan
lain sebagainya;

Para konsul seperti konsul Djenderal, konsul, wakil konsul dan agen konsul apabila
memang ada perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Negara asing yang
saling mengakui adanya hak tidak boleh diganggu-gugat (immuniteit diplomatic)
untuk para konsul negaranya masing-masing;

Pasukan-pasukan tentara asing dan para anak buahkapal-kapal perang asing yang ada
di bawah pimpinan langsung dari komandonya, yang dating di Indonesia atau melalui
wilayah Indonesia atau melalui wilayah Indonesia dengan setahu pemerintah kita;

Para wakil dari badan-badan internasional seperti para utusan perserikatan bangsa-
bangsa, palang merah internasional dan lain-lainnya.

8
Dasar berlakunya hukum adalah tempat  atau wilayah negara tanpa mempersoalkan
kualitas atau kewarganegaraan siapapun yang melakukan tindak pidana.
Wilayah indonesia :

Keputusan konstituante no. 47/k/1957 — wilayah bekas hindia belanda dulu menurut
keadaan pada saat perang pasifik

UU No. 4/PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ---- batas-batas teritorial Indonesia
lebarnya 12 mil dari titik-titik terluar dari pulau Indonesia

Wilayah udara adalah wilayah di atas daratan dan laut Indonesia

“Dalam Indonesia” berarti di seluruh daratan wilayah Indonesia dengan ruangan udara di
atas daratan itu, termasuk pula lautan sepanjang pantai sejauh 3 mil (3X1851,50 m) diukur
dari pantai waktu air surut, yang biasa disebut laut territorial.
Diperluas dalam pasal 3 kuhp :

“ketentuan pidana dalam perundang-undangan indonesia berlaku bagi setiap orang yang
di luar wilayah indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat
udara Indonesia.”

Ini merupakan pengeluasan dari apa yang ditentukan dalam pasal 2, ialah bahwa ketentuan-
ketentuan pidana Indonesia juga berlaku diluar wilayah Indonesia, akan tetapi orang itu
harus berbuat tindak pidana dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.

Yang dimaksud dengan kendaraan air Indonesia ialah kapal atau perahu Indonesia, lihatlah
ketentuan dalam Pasal 95 KUHP, dan yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia
lihtalah pasal 95a KUHP.2

2
Prof,Dr.Prastyo Teguh,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

9
Contoh kasus: pembunuhan Munir yang terjadi di pesawat garuda,dimana saat itu beliau
sedang terbang ke amsterdam,namun karena beliau meninggal di pesawat indonesia,maka
hukum yang berlaku saat itu adalah hukum indonesia,dan pelakunya diadili di indonesia.

Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif atau asas


subyektif

Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga
Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri, maupun di luar negeri.
Seakan-akan asas ini berkata bahwa peraturan undang-undang pidana itu bergantung atau
mengikuti subyek hukum atau orangnya yakni warga negara di manapun keberadaannya
(nasional aktif).

Asas Personal atau Asas Nasional yang aktif tidak mungkin digunakan sepenuhnya


terhadap warga Negara yang sedang berada dalam wilayah Negara lain yang
kedudukannya sama-sama berdaulat. Apabila ada warga Negara asing yang berada dalam
suatu wilayah Negara telah melakukan tindak pidana dan tindak pidana dan tidak diadili
menurut hokum Negara tersebut maka berarti bertentangan dengan kedaulatan Negara
tersebut. Pasal 5 KUHP hukum Pidana Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesa di
luar Indonesia yang melakukan perbuatan pidana tertentu Kejahatan terhadap keamanan
Negara, martabat kepala Negara, penghasutan, dll.
Pasal 5 KUHP menyatakan :

“(1). Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga


Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I
dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu
perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana
perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.

10
(2). Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika
terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan”.

Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan bagi warga Negara
Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas
personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi
kepentingan nasional (asas nasional pasif)karena :

Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial wilyah
Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap penting sebagai
perlindungan terhadap kepentingan nasional. Sedangkan untuk asas personal, harus
diberlakukan seluruh perundang-undangan hukum pidana bagi warga Negara yang
melakukan kejahatan di luar territorial wilayah Negara.

Ketentuan pasal 5 ayat (2) adalah untuk mencegah agar supaya warga Negara asing yang
berbuat kejahatan di Negara asing tersebut, dengan jalan menjadi warga Negara Indonesia
(naturalisasi).

Bagi Jaksa maupun hakim Tindak Pidana yang dilakukan di negara asing tersebut, apakah
menurut undang-undang disana merupakan kejahatan atau pelanggaran, tidak menjadi
permasalahan, karena mungkin pembagian tindak pidananya berbeda dengan di Indonesia,
yang penting adalah bahwa tindak pidana tersebut di Negara asing tempat perbuatan
dilakukan diancam dengan pidana, sedangkan menurut KUHP Indonesia merupakan
kejahatan, bukan pelanggaran.3

Ketentuan pasal 6 KUHP :


“ Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan
pidana mati, jika menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan dilakukan
terhadapnya tidak diancamkan pidana mati”.

3
Prof,Dr.Prastyo Teguh,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

11
Latar belakang ketentuan pasal 6 ayat (1) butir 2 KUHP adalah untuk melindungi
kepentingan nasional timbal balik (mutual legal assistance). Oleh karena itu menurut
Moeljatno, sudah sewajarnya pula diadakan imbangan pulu terhadap maksimum pidana
yang mungkin dijatuhkan menurut KUHP Negara asing tadi.

Contoh: kasus siti aisyah yang merupakan warga negara indonesia namun dia melakukan
tindak pidana di malaysia,kemudian dia diadili di malaysia,berhubung negara malaysia
tidak ada perjanjian extradisi,maka siti aisyah diadili di malaysia,namun jika ada maka siti
aisyah bisa dideportasi dan diadili di Indonesia

3)   Asas Perlindungan
Sekalipun asas personal tidak lagi digunakan sepenuhnya tetapi ada asas lain yang
memungkinkan diberlakukannya hukum pidana nasional terhadap perbuatan pidana yang
terjadi di luar wilayah Negara
Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan ditambah berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun
1976)

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan  Indonesia diterapkan bagi setiap orang


yang melakukan di luar Indonesia :

1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131

2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara
atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh
Pemerintah Indonesia;

3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan suatu daerah atau bagian
daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda bunga yang
mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat
tersebut atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan,
seolah-olah asli dan tidak palsu.

12
4.   Salah satu kejahatan yang disebut dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446
tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada
kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara
melawan hukum, pasal 479 l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan
penerbangan sipil.  

Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas melindungi kepentingan yaitu melindungi
kepentingan nasional dan melindungi kepentingan internasional (universal). Pasal ini
menentukan berlakunya hukum pidana nasional bagi setiap orang (baik warga Negara
Indonesia maupun warga negara asing) yang di luar Indonesia melakukan kejahatan yang
disebutkan dalam pasal tersebut. 

Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena pasal 4 KUHP ini memberlakukan


perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara
Indonesia melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu :
 Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat / kehormatan
Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1)

 Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel /
materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2)4

 Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang yang


dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3)

 Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara
Indonesia (pasal 4 ke-4)

4
Prof,Dr.Prastyo Teguh,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

13
 4)  Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.

Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam hukum
internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas universal) adalah
dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum
sedunia (hukum internasional).

Dikatakan melindungi kepentingan internasional (kepentingan universal) karena rumusan


pasal 4 ke-2 KUHP (mengenai kejahatan pemalsuan mata uang atau uang kertas) dan pasal
4   ke-4 KUHP (mengenai pembajakan kapal laut dan pembajakan pesawat udara) tidak
menyebutkan mata uang atau uang kertas Negara mana yang dipalsukan atau kapal laut dan
pesawat terbang negara mana yan dibajak. Pemalsuan mata uang atau uang kertas yang
dimaksud dalam pasal 4 ke-2 KUHP menyangkut mata uang atau uang kertas Negara
Indonesia, akan tetapi juga mungkin menyangkut mata uang atau uang kertas Negara asing.
Pembajakan kapal laut atau pesawat terbang yang dimaksud dalam pasal 4 ke-4 KUHP
dapat menyangkut kapal laut Indonesia atau pesawat terbang Indonesia, dan mungkin juga
menyangkut kapal laut atau pesawat terbang Negara asing.

Jika pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal, laut atau pesawat terbang
adalah mengenai kepemilikan Indonesia, maka asas yang berlaku diterapkan adalah asas
melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif). Jika pemalsuan mata uang atau
uang kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat terbang adalah mengenai kepemilikan
Negara asing, maka asas yang berlaku adalah asas melindungi kepentingan internasional
(asas universal).

Pasal 7 KUHP :

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang
di luar Indonsia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab
XXVIII Buku Kedua”.

14
Pasal ini mengenai kejahatan jabatan yang sebagian besar sudah diserap menjadi tindak
pidana korupsi. Akan tetapi pasal-pasal tersebut (pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417,
418, 419, 420, 423, 425, 435) telah dirubah oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dengan rumusan tersendiri sekalipun masih menyebut unsur-unsur yang terdapat
dalam masing-masing pasal KUHP yang diacu. Dalam hal demikian apakah pasal 7 KUHP
masih dapat diterapkan ? Untuk masalah tersebut harap diperhatikan pasal 16 UU No. 31
Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi : “setiap orang
di luar wilayah Negara republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan,
sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana
yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,
pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 14”.

Pasal 8 KUHP :

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku nahkoda dan penumpang


perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu
tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua  dan Bab IX buku
5
ketiga, begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di
Indonesia, maupun dalam ordonansi perkapalan”.

Dengan telah diundangkannya tindak pidana tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan
terhadap sarana / prasarana penerbangan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1976 yang
dimasukkan dalam KUHP pada Buku Kedua Bab XXIX A. Pertimbangan lain untuk
memasukkan Bab XXIX A Buku Kedua ke dalam pasal 8 KUHP adalah juga menjadi
kenyataan bahwa kejahatan penerbangan sudah digunakan sebagai bagian dari kegiatan
terorisme yang dilakukan oleh kelompok terorganisir pasal 9 KUHP.

Diterapkannya pasal-pasal 2-5-7 dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang


diakui dalam hukum-hukum internasional.

5
Prof,Dr.Prastyo Teguh,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

15
Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
a.Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai hak
eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka
b. Duta besar Negara asing beserta keluarganya meeka juga mempunyai hak eksteritorial.
c. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di luar
kapal. Menurut hukum internasional kapal perang adalah teritoirial Negara yang
mempunyainya.
d. Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan persetujuan Negara itu.

16
e.

BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan penulis diatas, dapat disimpulkan bahwa ruang berlakunya  peraturan-


peraturan pidana menurut tempatnya dapat disebutkan beberapa azas sebagai berikut yaitu
:
a.Asas Territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah Negara;

Asas ini terdapat dalam dalam pasal 2 KUHP, yaiyu yang berbunyi : “aturan pidana dalam
undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana
di wilayah Indonesia.” Setiap orang disini berarti baik orang Indonesia maupun orang asing
yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan tindak pidana itu, orang tidak perlu
berada di wilayah Indonesia. Seseorang yang berada diluar negeri dapat pula melakukan
delik di Indonesia. Hal ini adalah persoalan mengenai “tempat terjadinya delik”.

b. Asas Personal  (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif atau


asas subyektif;

Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga
Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri, maupun di luar negeri.
Terdapat dalam pasal 5 KUHP, dan di perlunak oleh pasal 6 KUHP.

c.Asas Perlindungan (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif;

Berlakunya hukum pidana didasarkan atas kepentingan hukum suatu negara yang dilanggar
di luar wilayah Indonesia.6

6
Prof,Dr.Prastyo Teguh,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

17
Ketentuan hukum pidana indonesia dapat diberlakukan terhadap wni maupun wna baik di
dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan hukum
Indonesia seperti yang di sebut pasal 4 KUHP.

Pasal 4 KUHP adalah jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum Indonesia
yang mendasar, berupa keamanan dan keselamatan negara, perekonomian Indonesia, serta
sarana dan prasarana angkutan Indonesia

d. Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.


Asas berlakunya hukum pidana yang didasarkan atas kepentingan hukum Internasional
yang dilanggar oleh suatu perbuatan.

Berdasarkan ketentuan ini, maka ketentuan hukum pidana indonesia dapat berlaku terhadap
setiap WNI ataupun WNA, baik di dalam wilayah maupun di luar wilayah Indonesia.
Terutama pasal 4 (2), 4 (3) dan 4 (4) KUHP.

18
DAFTAR PUSTAKA

Prof,Dr.Prastyo Teguh,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

A. Zainal Abidin Farid, 1995

Erdianto Effendi, 2011. HUKUM PIDANA INDONESIA Suatu Pengantar.

Kitab undang-undang hukum pidana cetakan 2016

Asas-asas hukum pidana Prof.moeljatno,S.H.

19

Anda mungkin juga menyukai