INTERNASIONAL
MAKALAH
Disusun Oleh
1. Cecep Kholik Suparman (cecep.31622016@mahasiswa.unikom.ac.id)
2. Annisa Nurfadila (annisa.31622005@mahasiswa.unikom.ac.id)
3. Tiara Dita (tiara.31622023@mahasiswa.unikom.ac.id)
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2024
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Identifikasi Masalah..................................................................................2
C. Rumusan Masalah.....................................................................................2
D. Tujuan........................................................................................................2
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hingga dewasa ini di antara para ahli hukum masih sukar untuk mengenal hukum
dengan penglihatannya. Untuk mengenal hukum dengan baik sama halnya usaha untuk
mengenal udara dengan penglihatannya. Udara hanya dapat dikenal atau dilihat melalui
penjelmaan dari udara itu sendiri, seperti dalam balon, dalam ban mobil atau motor,
hembusan udara sejuk dan sebagainya. Jadi yang dapat dikenal bukan dari wujud udara
itu sendiri. Demikian halnya dengan hukum, apabila hukum dilihat dari serangkaian
pasal-pasal dalam undangundang atau peraturan perundangan atau melalui proses
peradilan dalam sidang-sidang di pengadilan, berarti yang dilihat adalah penjelmaan
dari hukum. Bila demikian halnya maka setiap orang akan dapat melihat hukum. Namun
apabila hukum itu dilihat sebagai penjelmaan dari pergaulan hidup manusia dalam
masyarakat yang teratur, maka gambaran atau penglihatan tentang hukum akan
berbeda.1
Hukum bukan merupakan serangkaian pasalpasal yang diam pada setiap peraturan
perundangan atau bukan merupakan pasal-pasal yang “diadu” dalam proses peradilan,
namun hukum merupakan sesuatu yang hidup, merupakan serangkaian kaidahyang
hidup dalam masyarakat. Sehingga manfaat hukum dapat segera dirasakan dalam
kehidupan masyarakat.
Demikian juga dengan hukum internasional. Untuk mendapatkan gambaran tentang
hukum internasional tidak cukup bila hanya mengenal pasalpasal dalam Konvensi atau
Perjanjian Internasional saja, namun juga melihat pada serangkaian kaidah yang hidup
dalam pergaulan antar negara. Hukum internasional harus diasosiasikan dalam
kehidupan masyarakat internasional. Hukum internasional terjelma dalam masyarakat
internasional yang tertib dan teratur.2 Sekalipun sering didengar adanya perkosaan
terhadap perdamaian, adanya sengketa antar negara, bahkan aturan-aturan hukum
internasional justru dipakai sebagai alasan pembenar atas tindakan suatu negara dalam
rangka melawan negara lain;1 adanya pelanggaran hak asasai manusia dimanamana.
1
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. R. (2021). Pengantar hukum internasional. Penerbit Alumni.
2
Sunyowati, D. (2013). Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum dalam Hukum Nasional (Dalam
Perspektif Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional di Indonesia). Jurnal Hukum dan
Peradilan, 2(1), 67-84.
2
Dalam kondisi yang demikian maka sering hukum internasional dianggap bukan sebagai
hukum, karena pada kenyataannya hukum internasional tidak dapat bekerja secara
efektif.
Namun apabila dicermati, banyaknya pelanggaran terhadap hukum internasional
sama halnya yang terjadi pada hukum nasional. Sekalipun sudah ada hukum pidana
nasional, namun masih banyak pencurian, perkosaan, pembunuhan dan sebagainya.
Terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum (internasional) hendaknya dianggap sebagai
suatu gejala luar biasa atau perkecualian atas norma-norma atau kaidahkaidah standar
yang berlaku dalam masyarakat (internasional). Pelanggaran, pada hakikatnya hanya
menyangkut efektifitas hukum, bukan menyangkut validitas hukum.
B. Identifikasi Masalah
1. Untuk menjawab keragu-raguan terhadap eksistensi hukum internasional.
2. Menganalisis eksistensi hukum sebagai dasar kekuatan mengikat hukum
internasional.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Hakikat Hukum Internasional?
2. Ada berapa Aliran Mengenai Berlakunya Hukum Internasional?
D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Hakikat Hukum Internasional.
2. Untuk mengetahui Aliran Mengenai Berlakunya Hukum Internasional.
3
BAB II
ASPEK HUKUM DAN TEORI
3
Widagdo, S., Suryokumoro, H., Widhiyanti, H. N., Puspitawati, D., Audrey, P., Kusumaningrum, A., ...
& Susanto, F. A. (2019). Hukum Internasional dalam Dinamika Hubungan Internasional. Universitas
Brawijaya Press.
4
4
Rosdiyanti, E., & Abustan, A. (2020). Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum dalam Hukum
Nasional (Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Di
Indonesia). JIHAD: Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi, 2(2).
5
5
Samekto, F. A., & SH, M. (2018). Negara dalam dimensi hukum internasional. PT Citra Aditya Bakti.
6
person). Badan hukum bertindak melaksanakan hak dan kewajiban seperti sekumpulan
manusia. Dalam hukum internasional, subyek hukumnya lebih beragam bila
dibandingkan dengan hukum nasional. Hukum internasional mengakui subyek-subyek
hukum internasional yaitu:
1. Negara merupakan subyek hukum internasional yang sudah diakui sejak hukum
internasional di zaman kerajaan. Negara-negara di dunia membuat hukum
internasional dan melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan hukum
internasional.
2. Takhta Suci (Vatican) adalah subyek hukum internasional yang sudah ada sejak
zaman dahulu di samping negara. Penyematan takhta suci sebagai subyek
hukum internasional dikarenakan factor dari sejarah dimana pada saat itu Paus
bukan hanya sebagai kepala gereja Roma, namun juga memiliki kekuasaan
duniawi. Takhta suci memiliki perwakilan diplomatik di banyak ibu kota.
3. Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross) adalah
yaitu lembaga bantuan yang pada saat itu membantu menolong korban-korban
perang dunia yang terluka tanpa mengenal dari mana asal muasal korban
tersebut. Palang Merah Internasional menjadi subyek hukum dikarenakan
perannya di sejarah dunia internasional dan peran-perannya yang diakui oleh
konvensi-konvensi palang merah. Namun, walaupun sebagai subyek hukum
internasional, kewenangannya sebagai subyek hukum internasional terbatas
sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.
4. Organisasi internasional adalah badan-badan hukum internasional yang memiliki
hak dan kewajiban sesuai dengan konvensi-konvensi internasional. Organisasi
internasional memiliki hal-hal yang khusus yang dinaungi untuk membantu
menyelesaikan ataupun membuat hukum untuk mengatur masalah-masalah
khusus tersebut.
5. Individu merupakan orang per seorangan, dalam artian bahwa manusia itu
sendiri yang menjadi subyek hukum internasional. Pengakuan terhadap
diakuinya subyek hukum internasional sebagai subyek hukum internasional
sudah berlangsung lama. Perjanjian Perdamaian Versailles 1919 dan perjanjian
antara Jerman dan Polandia mengenai Silesia Atas (Upper Silesia)
7
6
Hasim, H. (2019). Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Perspektif Teori Monisme dan
Teori Dualisme. Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab.
8
BAB III
PEMBAHASAN
7
Latipulhayat, A. (2021). Hukum internasional: Sumber-Sumber Hukum. Sinar Grafika.
10
tindak pidana/kejahatan perang selama perang Dunia II yang dlakukan oleh tentara
Jepang dan Jerman.9
2. Aliran/paham positivisme
Aliran ini mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional atas kehendak
negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut penganut positivis,
“pada dasarnya negaralah yang merupakan sumber segala hukum, dan hukum
internasional itu mengikat karena negara itu atas kemauan sendiri mau tunduk pada
hukum internasional”. Pengertian kehendak negara (state will) ini berasal dari ahli
filsafat Jerman yang terkenal yaitu Hegel. Adapun pemuka-pemuka aliran kehendak
negara ini adalah :
a. George Jellineck yang terkenal dengan “selbst-limitation theorie” (pembatasan
secara sukarela);
b. Zorn, berpendapat bahwa hukum internasional tidak lain adalah “hukum tata
negara yang mengatur hubungan luar suatu negara (auszeres staatrecht)”.
Menurutnya hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang
mempunyai kekuatan mengikat di luar kemauan negara.
Teori kehendak negara ini juga memiliki kelemahankelemahan, yaitu :
a. Mereka tidak dapat menerangkan dengan memuaskan bagaimana caranya
hukum internasional yang tergantung dari kehendak negara itu dapat mengikat
negara-negara;
b. Bagaimana apabila suatu negara secara sepihak membatalkan niatnya untuk mau
terikat pada hukum tersebut ?
c. Teori ini tidak dapat menjawab pertanyaan, mengapa suatu negara yang baru
merdeka dan berdiri di tengah-tengah masyarakat internasional sudah terikat
oleh hukum internasional, terlepas dari mau atau tidaknya tunduk pada hukum
tersebut ?
d. Teori ini juga tidak dapat menerangkan adanya hukum kebiasaan yang mengikat
negara-negara.
Kelemahan dan keberatan terhadap ajaran di atas dicoba untuk diatasi oleh Triepel
dalam bukunya “Volkerrecht und Landesrecht” (1899), yang menyandarkan kekuatan
mengikatnya hukum internasional pada kemauan bersama negara-negara. Menurut
9
Ali, M. (2017). Pemetaan Tesis dalam Aliran-Aliran Filsafat Hukum dan Konsekuensi
Metodologisnya. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 24(2), 213-231.
13
hukum yakni rasa keadilan dan moral. Pada akhirnya teori mengenai dasar berlakunya
atau kekuatan mengikatnya hukum internasional kembali kepada teori hukum alam.
3. Aliran/paham kenyataan sosial (feit social)
Paham lain yang berusaha menerangkan kekuatan mengikatnya hukum internasional
tidak dengan teori yang spekulatif dan abstrak, melainkan menghubungkannya dengan
“kenyataan hidup manusia”. Paham ini disebut sebagai mazhab Perancis. Pemuka
mashab ini antara lain Fauchile, Scelle, dan Duguit yang mendasarkan kekuatan
mengikat hukum internasional (juga hukum pada umumnya) pada “factor biologis,
sosial, dan sejarah kehidupan manusia” yang mereka namakan fakta kemasyarakatan
(fait social). Fakta inilah yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya segala hukum,
termasuk hukum internasional.
Menurut penganut mashab ini persoalannya dapat dikembalikan kepada sifat alami
manusia sebagai makhluk sosial, hasratnya untuk bergabung dengan manusia lain dan
kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri sosial manusia sebagai orang-
perorangan, menurut mereka juga dimiliki oleh bangsa-bangsa. Dengan demikian dasar
kekuatan mengikat hukum (internasional) terdapat dalam kenyataan sosial, bahwa
mengikatnya hukum itu mutlak perlu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan manusia
(bangsa) untuk hidup bermasyarakat.10
10
Hasim, H. (2019). Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Perspektif Teori Monisme dan
Teori Dualisme. Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa hukum
internasional berkembangan sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat internasional. Kalau dulu masyarakat internasional itu hanya beranggotakan
kerajaan atau Negara kota, namun kini anggota masyarakat internasional telah
berkembang selain negara, juga individu, lembaga atau organisasi internasional, juga
perusahaan multinasional. Demikian juga persoalan yang diatur oleh hukum
internasional tentunya juga berkembang, tidak hanya menyangkut urusan dalam negeri
suatu negara namun menyangkut urusan-urusan luar negerinya, bahkan menyangkut
urusan negara lain. Kalau dulu negara hanya berdaulat dalam batas-batas wilayahnya,
kini muncul hak berdaulat negara. Namun demikian tidak bisa dipungkiri, bahwa
efektifitas hukum internasional sebagai hukum koordinasi, tergantung pada sikap pelaku
hukum dalam hubungan internasional dalam masyarakat internasional.
B. Saran
Hubungan Internasional yang dilakukan atau dilaksanakan oleh masyarakat
Internasional (Negara dengan Subyek Hukum Internasional Lainnya) diharapkan
mampu untuk menjaga kedaulatan antar negara atau dengan subyek hukum
internasional lainnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (2017). Pemetaan Tesis dalam Aliran-Aliran Filsafat Hukum dan Konsekuensi
Metodologisnya. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 24(2), 213-231.
Hasim, H. (2019). Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Perspektif
Teori Monisme dan Teori Dualisme. Mazahibuna: Jurnal Perbandingan
Mazhab.
Hasim, H. (2019). Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Perspektif
Teori Monisme dan Teori Dualisme. Mazahibuna: Jurnal Perbandingan
Mazhab.
Kusumaatmadja, M., & Agoes, E. R. (2021). Pengantar hukum internasional. Penerbit
Alumni.
Latipulhayat, A. (2021). Hukum internasional: Sumber-Sumber Hukum. Sinar Grafika.
Rosdiyanti, E., & Abustan, A. (2020). Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum
dalam Hukum Nasional (Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional Dan
Hukum Nasional Di Indonesia). JIHAD: Jurnal Ilmu Hukum dan
Administrasi, 2(2).
Safriani, A. (2018). Hakikat Hukum Dalam Perspektif Perbandingan Hukum. Jurnal
Jurisprudentie, 5(2), 23-31.
Samekto, F. A., & SH, M. (2018). Negara dalam dimensi hukum internasional. PT Citra
Aditya Bakti.
Sunyowati, D. (2013). Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum dalam Hukum
Nasional (Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional dan Hukum
Nasional di Indonesia). Jurnal Hukum dan Peradilan, 2(1), 67-84.
Widagdo, S., Suryokumoro, H., Widhiyanti, H. N., Puspitawati, D., Audrey, P.,
Kusumaningrum, A., ... & Susanto, F. A. (2019). Hukum Internasional dalam
Dinamika Hubungan Internasional. Universitas Brawijaya Press.
17
A.Manajemen sumberdaya
informasi merupakan
sebuah ide yang waktunya
telah
B.tiba. Sementara
gagasannya telah ada
selama lebih dari satu
dekade, perkembangan
C.terakhir di bidang
pemrosesan informasi telah
membuat konsep dan
filosofi yang
D.mendasari itu, bukan
hanya layak tetapi juga
penting. Ditafsirkan secara
harfiah,
18