HUKUM INTERNASIONAL
Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
2020
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
a. Pengertian dan Batasan ................. ............................................ 1
b. Istilah Hukum Internasional ..................... ................................. 2
c. Bentuk Perwujudan 3
HI .................................................................
d. Hukum Internasional dan Hukum Dunia.................................... 3
e. Masyarakat internasional 4
f. Kedaulatan Negara: Hakikat dan Fungsinya Dalam Masyarakat 4
Internasional..............................................................................
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum internasional dalam arti luas atau umum meliputi hukum internasional
publik dan hukum internasional privat. Sedangkan dalam arti sempit hanyalah meliputi
hukum internasional pubik. Dalam kepustakaan ilmiah, kata publik sering dihilangkan
sehingga hanya disebut hukum internasional. Sedangkan kata privat atau perdata selalu
digunakan untuk menyebut hukum perdata internasional.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional publik yaitu
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur persoalan yang melintasi batas
negara yang bukan bersifat perdata. Sedangkan Hukum Perdata Internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi
batas negara.1
Hukum internasional dan hukum perdata internasional mempunyai persamaan
dan perbedaan. Persamaannya, keduanya mengatur persoalan yang melintasi batas
negara, sedangkan perbedaannya terletak pada sifat hubungan yang diatur (objeknya)
bukan subjeknya.
Beberapa sarjana hukum internasional memberikan definisi hukum
internasional, antara lain :
1. Charles Cheny Hyde2 menyatakan bahwa hukum internasional adalah
sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas asas dan peraturan tingkah
laku yang mengikat negara-negara dan karena itu biasanya ditaati dalam
hubungan antarnegara dan yang meliputi :
1
Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni Bandung, 2002, hlm
.2
2
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar maju, Bandung, 2002, hlm. 4
1
ii) peraturan-peraturan hukum tertentu mengenai individu dan kesatuan
bukan negara, sepanjang hak atau kewajiban individu dan kesatuan
itu merupakan masalah persekutuan internasional.
2. J.G Starke
Hukum internasional adalah keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinspi dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa
dirinya terikat untuk menaati, sehingga benar-benar ditaati secara umum dalam
hubungan mereka satu sama lain.3
3. Brierly
Hukum internasional adalah sekumpulan aturan-aturan dan asas-asas untuk berbuat
sesuatu yang mengikat negara-negara beradab di dalam hubungan mereka satu sama
lain.4
2
Hukum bangsa-bangsa digunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
yang berlaku pada jaman kerajaan, kemudian istilah Hukum antar bangsa menunjuk
pada kaidah yang mengatur hubungan antara angota masyarakat bangsa-banga yang
dikenal sejak adanya nation state.Sedangkan hukum internasional digunakan dalam
arti modern artinya selain mengatur hubungan antar negara, mengatur pula hubungan
antara negara dengan subjek hukum internasional yang lain.9
9
Ibid.
10
Dedi Supriyadi, Hukum Internasional (dari Konsepsi sampai Aplikasi), Pustaka Setia, Bandung,
2013, hlm. 22-23.
11
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, op.cit., hlm.9
3
Sesungguhnya adanya hukum internasional itu menganggap terlebih dulu
adanya suatu masyarakat internasional yang diatur oleh tertib hukum itu. Sesuai
dengan pepatah ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat di situ ada hukum)
Dengan kata lain untuk dapat meyakini adanya hukum internasional terlebih dahulu
harus ditunjukkan adanya suatu masyarakat internasional. 12 Unsur-unsur masyarakat
internasional adalah :
1. Adanya sejumlah negara di dunia
2. Negara-negara tersebut melakukan hubungan yang tetap antara anggota
masyarakat internasional
Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan internasional ini
dibutuhkan hukum guna menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam
setiap hubungan yang teratur
3. Adanya asas hukum yang bersamaan
Faktor pengikat yang bersifat non materiil adalah adanya asas kesamaan
hukum antara bangsa-bangsa di dunia. Asas pokok hukum yang bersamaan ini
dikenal sebagai asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradab yang merupakan penjelmaan hukum alami.
BAB II
12
I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 14
13
Mochtar Kusumaatmadja, op. cit., hlm. 18
4
SEJARAH , HAKIKAT DAN DASAR BERLAKUNYA HUKUM
INTERNASIONAL SERTA HUBUNGAN ANTARA
HI DAN HUKUM NASIONAL
b. Yahudi
Dalam kitab Perjanjian Lama sudah mengenal perlakuan terhadap orang
asing dan cara malakukan perang. Akan tetapi dalam hukum perang masih
dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan.
Terhadap musuh bebuyutan boleh dilakukan penyimpangan dari ketentuan
hukum perang.
c. Yunani
Dalam lingkungan Yunani sudah mengenal aturan yang mengatur
hubungan antara berbagai kumpulan manusia. Membedakan penduduk kota
menjadi dua golongan yaitu orang yunani dan orang luar Yunani dan sudah
mengenal arbitrase. Sumbangan lain yang dihasilkan oleh Yunani adalah dalam
bidang pemikiran, terutama pemikiran Aristoteles yang kemudian menjadi
basis bagi kelompok hukum alam.
d. Romawi
Pada jaman ini hukum internasional tidak berkembang karena dalam satu
imperium Roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan
14
I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 26-28
5
kebudayaan Romawi, namun hukum romawi telah menyumbangkan banyak
sekali konsep atau asas yang kemudian diterima dalam hukum internasional.
Pengertian hukum bangsa-bangsa berasal dari pengertian ius gentium yang
telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang diterima dalam
hukum internasional. Konsep hukum Romawi yang berasal dari hukum perdata
yang kemudian memegang peranan penting dalam hukum internasional antara
lain, occupation, servitut dan bonafides, dan asas pacta sunt servanda.
2. Jaman Modern
Hugo de Groot atau Grotius, penulis dari Belanda merupakan orang yang
paling berpengaruh atas keadaan hukum internasional modern. Grotius
mendasarkan sistem hukum internasional atas berlakunya hukum alam yang telah
dilepaskan dari pengaruh gereja. Beliau juga telah meletakkan dasar bagi sistematik
pembahasan hukum internasional yang sebagian besar masih dipakai dewasa ini
yang terdapat dalam buku karyanya yaitu De Jurre Belli ac Pacis ( on the law of
war and peace) yang diterbitkan tahun 1625. 15
Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara lahir dengan kelahiran masyarakat internasional
yang didasarkan atas negara-negara nasional. Perjanjian Perdamaian West Phalia
1648 , dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah yang meletakkan dasar
masyarakat internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Isi
perjanjian perdamaian West Phalia antara lain sebagai berikut :16
6
a. Diadakan perjanjian West Phalia tahun 1648
b. Diadakan Konferensi perdamaian Den Haag tahun 1899 dan 1907
2. Tahap konsolidasi bagi negara-negara kolonial ( 1907-1945)
a. Diadakan perjanjian melarang Perang (Briand-Kellog Pact)
b. Didirikan Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1919.
Pada tahap konsolidasi ini, tercatat peristiwa-peristiwa penting, antara lain
diadakan Konferensi Perdamaian Den Haag tahun 1907. Ada tiga hal yang
dianggap penting sebagai ciri konsolidasi, yaitu :
1). Negara sebagai kesatuan politik teritorial yang didasarkan atas
kebangsaan telah menjadi kenyataan,
2). Diadakan berbagai konferensi internasional yang dimaksudkan sebagai
konferensi untuk mengadakan perjanjian internasional yang bersifat
umum dan meletakkan kaidah hukum yang berlaku secara universal.
3). Dibentuk Mahkamah Internasional arbitrase Permanen
Ada suatu pertanyaan yang menarik untuk dikaji. Apakah sebenarnya yang
menjadi dasar kekuatan mengikat hukum internasional? Pertanyaan ini menarik karena
hukum internasional tidak memiliki lembaga-lembaga yang diasosiasikan dengan
hukum dan pelaksanaannya berbeda dengan hukum nasional
Dengan adanya kelemahan ini, ada beberapa sarjana antara lain; Hobbes
Spinoza dan Austin yang menyatakan bahwa hukum internasional bukan merupakan
hukum tapi hanya merupakan etik atau moral belaka, karena menurut Austin, hukum
adalah aturan yang dibuat oleh badan legislative yang berdaulat.
Perkembangan ilmu hukum telah membuktikan bahwa pendapat Austin tidak
benar karena dalam praktik negara di dunia dikenal adanya hukum kebiasaan
internasional dan di Indonesia terdapat hukum adat yang tidak dikeluarkan oleh badan
legislative tapi dapat mengikat dan ditaati oleh masyarakat. Demikian juga terhadap
7
hukum internasional walaupun tidak dikeluarkan oleh suatu badan legislatif ditaati
oleh mayarakat internasional.18
Saat ini sebagian besar negara sudah menerima hukum internasional sebagai
hukum dan menaatinya. Kenyataan ini dapat dilihat dalam penaatan perjanjian-
perjanjian internasional yang telah dibuat. Namun ada beberapa sarjana yang
berpendapat, antara lain Frist Kalsohouven mengatakan bahwa hakikat hukum
internasional adalah hukum yang didukung oleh moral internasional. Sementara
Burhan Tsani berpendapat bahwa international law is the weak law, maksudnya
hukum internasional merupakan hukum yang lemah karena negara kuat (super power)
sulit mendapat sanksi atas pelangaran hukum internasional yang dilakukan, contohnya
adalah agresi Israel yang didukung Amerika Serikat di Jalur Gaza tahun 2009. Dewan
Keamanan PBB tidak mampu bertindak karena adanya sistem hak veto. Namun bukan
berarti hukum internasional tidak berfungsi sama sekali dalam masyarakat
internasional. Bukti-bukti dari eksistensi hukum internasional dapat ditemukan ketika
terjadi pelanggaran terhadap perdamaian, pembajakan, perompakan di laut, penaatan
perjanjian internasional dan penaatan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Internasional.
Menurut Oppenheim hukum internasional adalah hukum yang sesusungguhnya
bukan sekedar kaidah moral belaka. Masalah penegakan hukum yang lemah harus
dipisahkan dari eksistensi HI itu sendiri. 19
18
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm. 46
19
Sefriani, op.cit., hlm.9
20
Mohtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm. 45-53
8
Menurut Zorn, hukum internasional tidak lain dari hukum tata negara yang
mengatur hubungan luar suatu negara. Kelemahan teori ini ialah :
- bahwa mereka tidak dapat menerangkan secara memuaskan bagaimana caranya
hukum internasional yang tergantung dari kehendak negara dapat mengikat negara
itu.
- bagaimana jika negara secara sepihak membatalkan niatnya untuk terikat pada
hukum itu
- Mengapa suatu negara baru, sejak munculnya dalam masyarakat internasional
sudah terikat oleh hukum internasional lepas dari mau atau tidak mau tunduk
padanya
3. Teori Madzab Wina
Menurut aliran ini, kekuatan mengikat kaidah hukum internasional didasarkan
suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada kaidah
yang lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya sampai pada puncak piramida
dimana terdapat kaidah dasar (grundnorm), yang tidak dapat lagi dikembalikan
pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi, melainkan harus diterima adanya suatu
hipotese awal yang tidak dapat diterangkan secara hukum.
Hans Kelsen mengemukakan asas pacta sunt servanda sebagai kaidah dasar
hukum internasional. Kelemahannya: aliran ini mengembalikan segala sesuatu
kepada suatu kaidah dasar, tetapi tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar
itu sendiri mengikat. Dengan pengakuan bahwa grundnorm merupakan suatu
persoalan di luar hukum yang tidak dapat diterangkan maka persoalan mengapa
hukum internasional mengikat dikembalikan kepada nilai-nilai kehidupan di luar
hukum yakni rasa keadilan dan moral. Dengan demikian akhirnya akan kembali
pada teori hukum alam.
9
pertentangan, maka akan dibahas manakah dari kedua sistem hukum itu yang lebih
diutamakan.
Dalam teori ada dua pandangan tentang hukum internasional yaitu pandangan
voluntarisme, mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara.
Yang menimbulkan aliran dualisme dan pandangan objektivis yang mendasarkan
berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan Negara, menimbulkan aliran
monisme.
Aliran dualisme sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Pemukanya adalah
Triepel dan Anzilotti. Menurut aliran ini hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua sistem hukum yang terpisah, alasannya karena :
1). kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber hukumnya yang
berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedang hukum
internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara
2). Kedua perangkat hukum mempunayai subjek hukum yang berbeda. Subjek
hukum nasional adalah individu sedang subjek hukum internasional adalah negara.
3). Perbedaan strukur hukumnya. Hukum nasional mempunyai lembaga-
lembaga yang jelas sedang hukum internasional tidak mempunyai lembaga-lembaga.
Aliran dualisme ini mempunyai akibat penting yaitu :
a. kaidah hukum yang satu tidak bersumber atau berdasar pada
perangkat hukum yang lain
b. Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu,
mungkin hanya ada penunjukan (renvoi) saja.
Sedangkan menurut aliran monisme berpendapat bahwa hukum internasional
dan hukum nasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan kesatuan hukum yang
mengatur kehidupan manusia. Akibatnya ada persoalan hirarki
Menurut teori monisme dengan primat hukum nasional, menganggap bahwa
hukum nasional lebih tinggi dari hukum internasional. Hukum internasional tidak lain
merupakan lanjutan hukum. nasional untuk urusan luar negeri. Sedangkan menurut
teori monisme dengan primat hukum internasional, hukum nasional itu bersumber
pada hukum internasional yang merupakan suatu perangkat hukum yang secara hukum
hirarkis lebih tinggi.21
Melihat uraian di atas mengenai persoalan monisme dan dualisme dalam
hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional, kedua paham atau teori itu
tidak mampu memberi jawaban yang memuaskan. Ada beberapa alternatif teori yang
dapat diterapkan, yaitu :22
1. Teori transformasi
Menurut teori ini peraturan-peraturan internasional untuk dapat berlaku
sebagai hukum nasional harus melalui proses transformasi atau alih bentuk
baik secara formal maupun substansial. Secara formal artinya mengikuti bentuk
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional. Sedangkan secara
substansial artinya materi dari peraturan hukum internasional itu harus sesuai
dengan materi hukum nasional.
21
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm. 63
22
I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 307-308
10
2. Teori delegasi.
Menurut teori ini, implemetasi hukum internasional diserahkan kepada
negara-negara atau hukum nasional masing-masing. Oleh karena itu masing-
masing negara berwenang menentukan hukum internasional mana yang akan
diterapkan di dalam wilayahnya.
3. Teori harmonisasi
Menurut teori ini hukum internasional dan hukum nasional harus diartikan
sedemikian rupa sehingga antara keduanya terdapat keharmonisan.
BAB III
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
11
Perkataan sumber hukum dapat dipakai dalam dua arti yaitu sumber hukum
dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti
material menyelidiki masalah : apakah yang pada hakikatnya menjadi dasar kekuatan
mengikat hukum. Sedangkan sumber hukum dalam arti formal memberi jawaban atas
pertanyaan : di manakah kita mendapatkan ketentuan hukum yang dapat diterapkan
sebagai kaidah dalam satu persoalan yang konkrit ?
Sumber hukum formal hukum internasional terdapat dalam Pasal 38 (1) Statuta
Mahkamah Internasional yaitu :
1. Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang
mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa
2. Hukum kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang
telah diterima sebagai hukum (International custom as evidence of a general
practice accepted as law) .
3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (the general
principle of law recognized by civilized nations)
4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai
negara sebagai sumber tambahan bagi penetapan kaidah hukum.
1. Perjanjian Internasional
Dewasa ini, perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum
internasional yang penting untuk mengatur pergaulan masyarakat internasional dan
menjamin kepastian hukum. Secara umum pengertian perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan
untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.23 Dari batasan tersebut diketahui bahwa
untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh
subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Menurut
Pasal 2 Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian, Perjanjian internasional
adalah persetujuan yang dilakukan oleh negara-negara bentuknya tertulis dan diatur
oleh hukum internasional
Beberapa istilah lain yang dipakai untuk menyebut perjanjian internasional .
Istilah-istilah lain dari perjanjian internasional adalah : treaty, convention, pact,
agreement, covenant, declaration, protocol, Modus Vivendi, Mou, dll.
Disamping adanya berbagai istilah lain dari perjanjian internasional, perjanjian
nternasional juga dapat diklasifikasikan atau digolongkan menjadi macam. Ada
beberapa penggolongan perjanjian internasional.24
a. Berdasarkan keanggotaannya dibedakan menjadi perjanjian bilateral dan
multilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak sedangkan
multilateral lebih dari dua pihak.
b. Berdasarkan kaidah hukum yang berlaku dibedakan menjadi treaty contract
dan law making treaties.
23
Mochtar Kusumaatmadja, op. cit., hlm. 117
24
I Wayan Parthiana, Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1, Mandar Maju Bandung, 2002, hlm.
12
Treaty contract artinya perjanjian hanya megikat bagi para pihak yang
membuat, contohnya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Malaysia,
perjanjian perbatasan wilayah antara dua negara. Sedangkan Law making treaty
artinya perjanjian yang meletakkan kaidah hukum bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan, contohnya, Konvensi Jenewa 1949 mengenai Perlindungan
Korban Perang, Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, Konvensi Wina 1961
tentang Hubungan Konsuler, dan lain-lain.
13
5. Dibuat perjanjian baru untuk mengakhiri perjanjian yang lama
14
Keputusan pengadilan dan doktrin para sarjana ini tidak mengikat artinya tidak dapat
menimbulkan suatu kaidah hukum. Walaupun tidak mengikat, keputusan pengadilan
mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional.28
Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana
hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh
para sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan dan pedoman untuk
menemukan apa yang menjadi hukum internasional. Pendapat para sarjana hukum
internasional lebih berpengaruh jika tergabung dalam asosiasi : International Law
Comission atau International Law Association.
Selain berdasarkan sumber hukum yang tercantum dalam Pasal 38 ayat 1
Statuta Mahkamah Internasional, Mahkamah internasional juga dapat memutuskan
perkara tidak berdasarkan hukum tetapi berdasarkan kepatutan dan kepantasan atau ex
aequo et bono menurut Pasal 38 ayat 2, namun prinsip ini jarang digunakan.
BAB IV
28
Jawahir Thontowi , op.cit., hlm. 66
29
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit. 155
30
Malcom N. Shaw, International Law, Cambridge University Press, 1997, hlm.137
15
dipandang sebagai subjek HI, namun dalam perkembangannya banyak bermunculan
subjek-subjek hukum yang baru. Subjek hukum internasional terdiri dari :
1. Negara
Negara merupakan subjek hukum yang utama dan pertama. Negara juga
merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum lainnya. 31
Dalam Konvensi Montevideo 1933 terdapat syarat-syarat berdirinya suatu negara,
yaitu :
a. Penduduk yang tetap
b. Wilayah yang pasti
c. pemerintahan
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Dari empat syarat di atas dibagi menjadi unsur riil atau nyata dan unsur
yang tidak riil. Unsur riilnya adalah unsur a, b, dan c. Sedangkan unsur tidak riil
adalah d yakni kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
Unsur yang sangat penting dalam hukum internasional adalah kemampuan untuk
mengadakan hubungan dengan negara lain karena hal ini yang membedakan
negara dengan unit-unit lain bukan negara, misalnya negara bagian.32
2. Organisasi Internasional
Saat ini organisasi internasional telah mampu menunjukkan dirinya
sebagai subjek hukum internasional. Kenyataan ini dikuatkan ketika PBB
meminta nasihat hukum kepada Mahkamah Internasional dalam kasus
terbunuhnya mediator PBB di Yerussalem tahun 1949 (Reparation Case).33
Menurut Boer Mauna, organisasi Internasional adalah perhimpunan
negara-negara merdeka untuk mencapai tujuan.34 Sedangkan menurut Maryan
Green, organisasi internasional adalah persetujuan yang dilakukan oleh tiga
negara atau lebih.
Secara umum organisasi internasional dibagi menjadi dua yaitu
Intergovermental Organization atau Organisasi antarpemerintah (IGO) dan Non
Govermental Organization (NGO). IGO beranggotakan negara-negara dan tunduk
pada hukum publik sedangkan NGO anggotanya adalah selain negara dan tunduk
pada hukum privat (nasional).35
Organisasi internasional dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam.
Klasifikasi Intergovermental Organizations (IGO) menurut DW. Bowett,
berdasarkan kewenangannya dibagi menjadi :36
a. IGO yang beranggotakan umum dengan tujuan umum, contohnya
PBB.
31
Huala Adolf, Aspek Negara Dalam Hukum Internasional cetakan ke-5, Keni Media, Bandung, 2015,
hlm.1
32
I Wayan Parthiana, Pengantar..op.cit., hlm.93
33
Jawahir thontowi dan Pranoto iskandar, op.cit., hlm.119
34
Boer Mauna, op.cit., hlm.420
35
Sumaryo Suryokusumo, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 2
36
DW Bowett, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm. 14
16
b. IGO yang anggotanya umum dengan tujuan khusus, contohnya,
badan-badan khusus PBB seperti ILO dan WHO.
c. IGO yang anggotanya terbatas, dengan tujuan umum, contohnya
Uni Eropa, Liga Arab.
d. IGO yang anggotanya terbatas dengan tujuan khusus, contohnya
NATO, AFTA, NAFTA
Sebagai subjek hukum, organisasi internasional mempunyai personalitas hukum
(legal personality) sehingga mempunyai kemampuan untuk bertindak Personalitas
hukum organisasi internasional ada dua macam :37
a. Personalitas hukum berkaitan dengan hukum nasional, yaitu menyangkut
markas besar (sekretariat) organisasi yang berada di dalam suatu negara.
Dalam hal ini diadakan Headquater Agreement (persetujuan markas besar)
antara organisasi dengan negara tuan rumah karena menyangkut pemberian hak
istimewa dan kekebalan terhadap organisasi internasional tersebut.
b. Personalitas hukum berkaitan dengan hukum internasional, yaitu menyangkut
hubungan organisasi dengan subjek-subjek hukum internasional yang lain.
3. Vatican
Tahta suci sebagai subjek hukum internasional telah ada sejak dulu. Hal ini
terjadi dengan adanya perjanjian antara Italia dan tahta suci tanggal 11-2-1929
(Lateran Treaty) yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Tahta suci
dan memungkinkan didirikan negara Vatikan.
Kewenangan tahta suci hanya terbatas pada masalah kemanusiaan dan
perdamaian umat sehingga tampak sebagai kekuatan moral belaka. Namun
wibawa Paus sebagai kepala tahta suci telah diakui di seluruh dunia. Tahta suci
juga menjadi negara peserta dalam berbagai macam perjanjian internasional.38
5. Individu
Dalam arti yang sangat terbatas individu sudah agak lama dianggap sebagai
subjek hukum internasional.
a. Dalam Perjanjian Perdamaian Versailles 1919 memungkinkan orang perorangan
mengajukan perkara ke mahkamah arbitrase Internasional.
37
Sumaryo Suryokusumo, op.cit, hlm. 113
38
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, op.cit., hlm.123
39
Sefriani, op.cit., hlm.149
17
b. Dalam pengadilan penjahat perang Nuremberg dan Tokyo, individu dapat dituntut
sebagai pelaku kejahatan perang dengan asas individual criminal responsibility.
c. Mahkamah Pidana Internasional juga telah dianut prinsip yang sama tentang
pertanggungjawaban pidana secara individu.40
40
Ibid., hlm. 146
41
Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter , ICRC, Jakarta, 1999, hlm. 30
42
Ibid.
43
Boer Mauna, op.cit, hlm. 55
18
BAB V
WILAYAH NEGARA
19
terdiri dari tiga dimensi yaitu darat, laut dan udara, namun ada beberapa negara
tertentu yang tidak mempunyai wilayah laut.
Menurut Brownlie, status wilayah dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :44
a. Kedaulatan teritorial, wilayah yang berada di bawah kedaulatan suatu negara yang
meliputi ; daratan, perairan pedalaman, laut teritorial dan tanah di bawahnya.
b. Wilayah yang memiliki status tersendiri, contohnya wilayah perwalian.
c. Res nullius yaitu wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan suatu negara.
d. Res comunis yaitu wilayah yang tidak dapat dimiliki oleh suatu negara dan
merupakan wilayah bersama, antara lain ruang angkasa dan laut bebas.
Setiap negara memiliki kemungkinan untuk menambah atau memperluas
wilayahnya. Dilihat dari praktik ada beberapa cara negara untuk memperoleh wilayah
yaitu :
1). Okupasi
Okupasi adalah penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di bawah
kedaulatan negara manapun (res nullius). Penguasaan tersebut harus dilakukan
oleh negara bukan orang-perorangan. Syarat okupasi adalah adanya penemuan dan
penguasaan harus efektif.45
2). Akresi
Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah, misalnya
terbentuknya pulau karena endapan lumpur di muara sungai , atau karena letusan
gunung berapi di laut.
3). Aneksasi
Aneksasi adalah perolehan secara paksa yang istilahnya sama dengan penaklukan
atau conquest. Penggunaan cara ini sudah lama ditinggalkan karena bertentangan
dengan prinsip-prinsip Piagam PBB.
4). Peskripsi
Preskripsi adalah pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan
damai untuk jangka waktu tertentu terhadap wilayah yang sebenarnya berada di
bawah kedaulatan negara lain.
5). Cessi
Cessi adalah cara penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan
melalui suatu perjanjian perdamaian yang mengakhiri perang.46
20
2). Negara mempunyai jurisdiksi khusus dan terbatas pada zona tambahan;
3). Negara mempunyai jurisdiksi eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya
alamnya, yaitu zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen;
4). Berada di bawah opengaturan internasional khusus, yaitu daerah dasar laut
samudra dalam (Kawasan/international Sea bed area);
5). Tidak berada di bawah kedaulatan negara manapun, yaitu laut lepas.
1. Perairan pedalaman
Perairan pedalaman adalah perairan yang terletak pada sisi darat dari garis
pangkal. Di perairan pedalaman ini negara memiliki kedaulatan penuh sehingga
tidak ada kapal asing yang diperbolehkan masuk ke wilayah ini yang meliputi
sungai, teluk, dan pelabuhan. Perbedaan prinsipil antara perairan pedalaman
dengan laut teritorial adalah bahwa di perairan pedalaman kedaulatan negara
berlaku mutlak tanpa adanya pembatasan oleh hukum internasional dalam bentuk
memberikan hak lintas damai bagi kapal-kapal asing.47
2. Laut teritorial
Laut teritorial adalah laut yang terletak di luar garis pangkal dengan jarak
maksimal 12 mil. Negara mempunyai kedaulatan atas dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atas laut teritorial. Di laut teritorial terdapat hak
lintas damai yaitu hak suatu kapal asing untuk melintasi di laut teritotial secara
damai, terus-menerus dan tidak berhenti kecuali dalam keadaan darurat.
3. Zona Tambahan
Zona tambahan adalah zona yang lebarnya tidak boleh melebihi 24 mil laut
dari garis pangkal. Negara mempunyai kedaulatan terbatas di zona tambahan
untuk melakukan pencegahan pelanggaran dalam empat bidang yaitu: bea cukai,
fiscal, imigrasi dan kesehatan.
5. Negara Kepulauan
Negara kepulauan adalah negara yang seluruh wilayahnya terdiri dari satu atau
lebih kepulauan termasuk pulau-pulau lain yang erat hubungannya satu sama lain,
47
I Wayan Parthiana, Pengantar..., op.cit., hlm. 165
21
termasuk perairan di dalamnya serta wujud alamiah lainnya, memiliki kedaulatan
di perairan kepulauan yaitu perairan yang terletak di sisi dalam garis-garis pangkal
lurus kepulauan. Garis-garis pangkal lurus kepulauan menghubungkan titik-titik
terluar dari pulau-pulau dan karang kering treluar dari negara kepulauan tersebut.
6. Landas Kontinen
Landas kontinen adalah daerah di bawah dasar laut dan tanah di bawahnya di
luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga
pinggiran luar tepi kontinen atau hingga jarak 200 mil Di landas kontinen negara
mempunyai hak berdaulat untuk eksplorasi dan eskploitasi sumber daya alam.
7. Laut Lepas
Pada prinsipnya di laut lepas tidak berlaku kedaulatan negara. Laut lepas
merupakan res communis yaitu laut yang terbuka dan bebas bagi semua negara.
Beberapa kebebasan itu adalah kebebasan berlayar, kebebasan penerbangan,
kebebasan menangkap ikan dan melakukan riset.
8. Kawasan
Kawasan atau Area merupakan dasar laut dan samudra dalam beserta tanah
di bawahnya yang terletak di luar yurisdiksi nasional. Di kawasan ini negara-
negara tidak mempunyai kebebasan untuk memanfaatkan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya karena Kawasan merupakan warisan bersama umat
manusia (common heritage of mankind) yang pengelolaannya diserahkan kepada
Otorita (the International Sea bed Authority)
48
Teuku May Rudi, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung, hlm. 14
22
Pada awalnya kedaulatan negara tidak ditetapkan batasnya secara vertikal,
namun kemudian dalam perkembangannya dibatasi dengan adanya pengaturan
mengenai ruang angkasa. Status hukum ruang angkasa adalah res communis sehingga
tidak boleh dimiliki oleh suatu negara. Perkembangan tekonologi ruang angkasa
dimulai sejak diluncurkannya Satelit Sputnik I oleh Uni Sovyet pada tahun 1957.
Kemudian Majelis Umum segera mengatur penggunaan dan eksplorasi di ruang
angkasa serta benda angkasa lainnya dengan ditandatanginya Treaty on Principle
Governing the Activities of State in the Exploration and Uses Outer space, including
the Moon and other Celestial Bodies ( Space Treaty )1967. Perjanjian-perjanjian ruang
angkasa lain, antara lain sebagai berikut :
1. Traktat pelarangan Uji Coba Nuklir tahun 1963, yang menyatakan bahwa
negara-negara peserta berkewajiban untuk melarang, mencegah dan tidak
melakukan peledakan uji coba nuklir di luar batas-batas atmosfer.
2. Rescue Agreement 1968. Perjanjian tentang penyelamatan para astronot,
pengembalian astronot, pengembalian objek yang diluncurkan ke ruang
angkasa
3. Konvensi tentang tanggung jawab internasional bagi kerugian yang disebabkan
oleh objek luar angkasa (Convention on International Liability for Damage
Caused by Space Objects 1972)
4. Konvensi tentang pendaftaran objek-objek yang diluncurkan ke ruang angkasa
(Convention on Registration of Object Launched into Outer space selanjutnya
disebut Registration Convention 1975).
BAB VI
PENGAKUAN
Negara adalah subjek hukum internasional yang bersifat dinamis, artinya dapat
berubah dari waktu ke waktu. Ada negara yang takluk dan dikuasai negara lain,
adapula negara yang baru lahir. Pemerintahan lama terguling, pemerintah baru
berkuasa. Dengan adanya perubahan-perubahan ini anggota masyarakat internasional
dihadapkan pada dua pilihan untuk menyetujui atau menolak kehadirannya. Dalam
menghadapi pilihan-pilihan ini lembaga pengakuan mulai berperan. Dalam bab ini
23
akan menelah mengenai pengertian, fungsi dan macam-macam pengakuan dalam
hukum internasional
Menurut Brierly pengakuan adalah tindakan politis suatu Negara untuk
mengakui Negara baru sebagai subjek hukum internasional yang mengakibatkan
hukum tertentu. Sedangkan Lauterpacht menegaskan bahwa pengakuan bukanlah
masalah hukum. Ia menyatakan bahwa praktik negara-negara tidak sama dan tidak
menunjukkan adanya aturan-aturan hukum dalam masalah pengakuan.49
Fungsi pengakuan adalah untuk menjamin Negara baru dapat menduduki
tempat yang wajar sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat dalam masyarakat
internasional.
49
Huala Adolf, op.cit., hlm. 66
50
Ibid., hlm.69
51
Ibid., hlm.71
24
Akibat hukum dari adanya pengakuan adalah :
1). Negara yang diakui dapat mengadakan hubungan diplomatik dengan Negara
yang mengakui
2). Negara tersebut menikmati kekebalan diplomatik di Negara yang mengakui
3). Negara yang diakui dapat menuntut di wilayah Negara yang mengakui
25
Tidak ada tindakan formal namun dilakukan secara diam-diam melalui
beberapa cara tertentu, antara lain : pengiriman ucapan selamat, dan
pembukaan hubungan diplomatik.
c.Pengakuan Belligerensi
Pemberontakan yang terjadi di dalam suatu negara adalah merupakan masalah
dalam negeri negara yang bersangkutan dan pada umumnya terkait dengan perang
saudara. Dalam pergaulan internasional, sebuah negara ke tiga menghadapi kesulitan
jika di negara lain terjadi pemberontakan. Hal itu terjadi karena sebuah negara harus
melindungi berbagai kepentingan dan mempertimbangkan prinsip non intervensi.
Menurut Brierly ada dua syarat dalam pengakuan belligerensi :53
1). pertempuran yang berlangsung telah menyerupai peperangan
2). perkembangan peperangan itu sedemikian rupa sehingga Negara lain tidak
mungkin terus berdiri di luar garis saja.
BAB VII
JURISDIKSI NEGARA
53
Brierly, op.cit., hlm. 134
54
Sefriani. op.cit., hlm.199
26
Menurut Imre Anthony Csabafi55, jurisdiksi negara adalah hak suatu negara
untuk mengatur atau mempengaruhi dengan tindakan yang bersifat legislatif, eksekutif
atau yudikatif atas hak hak individu, milik, harta kekayaannya, perilaku atau peristiwa
yang tidak semata-mata merupakan masalah dalam negeri
Dari pengertian ini terdapat unsur-unsur jurisdiksi, yaitu :56
a. hak, kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh suatu negara yang
berdaulat
b. mengatur, yaitu mencakup ajaran trias politika seperti legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
c. Objek (orang, benda, peristiwa hukum)
d. Tempat, yaitu dimana objek itu berada
e. Dasar hukum, yaitu yang dijadikan landasan untuk bertindak, tidak semata-
mata merupakan masalah dalam negeri tapi juga harus berdasarkan hukum
internasional.
Berdasarkan kewenangannya, jurisdiksi Negara di dalam wilayahnya dibagi
menjadi :
1. kekuasaan legislatif , yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan
2. kekuasaan eksekutif, yaitu kewenangan untuk memaksakan atau menegakkan
hukum
3. kekuasaan yudicial, yaitu kekuasaan untuk mengadili orang yang melanggar
hukum
Prinsip ini merupakan prinsip yang paling mapan dalam hukum internasional.
Menurut prinsip ini negara mempunyai jurisdiksi terhadap kejahatan yang
dilakukan di dalam wilayahnya.
Terdapat dua perluasan prinsip teritorial :58
1). Prinsip teritorial subjektif membenarkan negara melakukan jurisdiksi atas
perbuatan yang mulai dilakukan di wilayahnya namun berakhir di wilayah
negara lain.
55
I Wayan Parthina, Pengantar..op.cit., hlm.346
56
Ibid., hlm. 347-349
57
Huala Adolf, op.cit, hlm. 159-172
58
Ibid., hlm. 160
27
2). Prinsip teritorial objektif, membenarkan negara melakukan jurisdiksi atas
perbuatan yang tidak dimulai di wilayahnya namun menimbulkan akibat atau
berakhir di wilayahnya.
Ada beberapa ketentuan yang berlaku dalam prinsip territorial, antara lain :
1. Terhadap kapal berbendera asing di laut teritorial
i). Di atas kapal asing biasa
Jurisdiksi kriminal negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas kapal asing yang
sedang melintasi laut teritorial, kecuali :
a. Bila kejahatan itu dirasakan di negara pantai
b. Kejahatan termasuk jenis yang mengganggu kedamaian negara
c. Diminta bantuan oleh nahkoda kapal
d. Bila diperlukan untuk menumpas perdagangan gelap narkotika
3. Pelabuhan
Pelabuhan adalah salah satu bagian dari perairan pedalaman sehingga
negara berdaulat penuh di pelabuhan ini. Negara pantai memiliki jurisdiksi pidana
terhadap tindakan yang mengganggu perdamaian dan ketertiban di pelabuhan
Ada pengecualian terhadap jurisdiksi teritorial, bahwa dalam hal tertentu
jurisdiksi teritorial tidak berlaku terhadap :
28
a. Negara dan kepala negara asing
Alasan-alasan diberikan kekebalan terhadap Negara karena :
1). Negara berdaulat, merdeka dan sederajat
2). Adanya phrase hukum “Par in Parem Non Habet Inperium “ artinya suatu
Negara yang berdaulat tidak dapat menjalankan jurisdiksinya terhadap Negara
berdaulat lainnya. Namun sekarang kekebalan ini tidak mutlak, karena ada dua status
Negara :
1). Iure imperii : tindakan Negara yang hanya berkaitan dengan kedaulatan
Negara (kekebalan mutlak)
2). Iure gestionis : berkaitan dengan kegiatan komersial (kekebalan tidak
mutlak).
e. Organisasi internasional
Dalam suatu negara, organisasi internasional memiliki kekebalan tertentu
terhadap jurisdiksi negara setempat. Kekebalan ini perlu untuk melaksanakan
tujuan-tujuan dari organisasi internasional. Kekebalan organisasi internasional dan
pegawainya biasanya diatur dalam suatu perjanjian internasional. Contohnya,
29
Kekebalan PBB diatur dalam The General Convention on the Previleges and
Immunities 1946.
BAB VIII
59
Huala Adolf, op.cit., hlm. 170
30
Negara mempunyai kedaulatan, namun dengan adanya kedaulatan tersebut
tidak berarti bahwa negara itu bebas dari tanggung jawab. Yang menjadi latar
belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu bahwa
tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-
hak negara lain. Setiap pelanggaran terhadap hak negara lain menyebabkan negara
tersebut wajib untuk memperbaiki pelanggaran hak itu.60
31
Sistem tanggung jawabnya adalah tanggung jawab absolute. Hal ini telah
diatur dalam Space Liability tahun 1972 (Convention on International
liability for Damage Caused by Space Objects).
b. Eksplorasi Nuklir
Negara bertanggung jawab terhadap setiap kerusakan yang disebabkan
karena kegiatan-kegiatannya dalam bidang eksplorasi nuklir. Sistem
tanggung jawabnya adalah tanggung jawab absolute.
c. Kegiatan –Kegiatan Lintas Batas Nasional
Latar belakang lahirnya tanggung jawab negara terhadap kegiatan-kegiatan
ini yaitu setiap negara harus mengawasi dan mengatur setiap kegiatan di
dalam wilayahnya, yang tampaknya kegiatan itu dapat melintasi batas
negara dan menimbulkan kerugian terhadap negara lain.
32
dilakukan secara cash dan secepat mungkin. Effective artinya pihak yang menerima
pembayaran harus dapat memanfaatkannya. Misalnya dengan jumlah ganti rugi
tersebut ia mampu mendirikan perusahaan yang baru untuk menggantikan perusahaan
yang diambil alih. Adequat berarti jumlah ganti ruginya adalah mempunyai nilai yang
sama dengan usahanya pada waktu dinasionaalisasi ditambah dengan bunganya sampai
keputusan pengadilan dikeluarkan.
Pendapat ini ditentang oleh negara-negara berkembang. Menurut negara
berkembang ganti rugi untuk nasionalisasi tidak perlu mengikuti prinsip tersebut tapi
cukup ganti rugi yang sewajarnya (fair compensation) menurut hukum nasionalnya.
63
Ibid., hlm. 223-226
33
pengawasan suatu negara yang membuatnya tidak dapat memenuhi kewajiban
internasional
d. Tindakan yang sangat diperlukan (doctrine of necessity)
Doctrine of necessity menyatakan bahwa suatu negara dapat melakukan
suatu tindakan yang merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
kepentingan yang esensiil terhadap bahaya yang sangat besar. Contohnya
dalam kasus
BAB IX
SUKSESI NEGARA
34
Sebenarnya suksesi merupakan pengertian hukum perdata. Menurut hukum perdata
suksesi berarti penggantian suatu subjek hukum oleh subjek hukum yang lain. Suksesi
adalah pergantian subjek hukum oleh subjek hukum yang lain. Suksesi negara
dipergunakan untuk menyebut penggantian identitas negara yang terjadi karena hilang
atau berubahnya kedaulatan wilayah negara tersebut yang disertai perolehan
kedaulatan wilayah baru oleh negara lain.64
Pengertian suksesi ini digunakan dalam hukum internasional dan digunakan
dalam dua peristiwa yaitu suksesi negara dan suksesi pemerintahan. Istilah untuk
negara pengganti disebut sucessor state sedangkan negara yang diganti disebut
predecessor state
Permasalahan hukum yang timbul dalam suksesi itu ialah sejauh mana hak dan
kewajiban internasional negara yang lama masih berlaku dan sejauh mana hak dan
kewajiban negara yang lama beralih kepada negara baru. Hal ini telah diatur dalam
Konvensi Wina 1978 tentang suksesi negara dalam hubungannya dengan perjanjian
internasional dan Konvensi Wina 1983 tentang suksesi negara dalam Hubungannya
dengan Milik, Arsip dan Hutang Negara.
Menurut Pasal 2 (b) Konvensi Wina 1978, Suksesi negara berarti perpindahan
tanggung jawab dari suatu negara kepada negara lain dalam kaitannya dengan praktik
hubungan internasional dari wilayah tersebut.
Suksesi negara ditinjau dari wilayahnya ada dua macam yaitu :
1. Suksesi universal, terjadi perubahan atas seluruh wilayah negara
sehingga identitas negara hilang.
2. Suksesi partial, terjadi suksesi atas sebagian wilayah negara dan tidak
menghilangkan identitas negara.
Menurut J.G. Starke ada beberapa macam peristiwa suksesi negara, antara lain
65
:
a. Sebagian wilayah A bergabung dengan B
b. Sebagian wilayah A menjadi negara baru
c. Seluruh wilayah A terbagi-bagi menjadi negara baru dan A tidak eksis lagi.
Contohnya, Uni Sovyet dan Cekoslovakia
d. Seluruh wilayah A dimasukkan dalam negara B.
Contohnya, penyerapan Korea oleh Jepang tahun 1910
e. Lahirnya negara baru yang sebelumnya merupakan wilayah jajahan .
64
Jawahir Thontowi, op.cit., hlm.212
65
JG Starke, op.cit., hlm. 433
35
Sebagai contoh adalah suksesi yang terjadi di Cekoslowakia, Yogoslavia dan Uni
Soviet. Cekoslowakia pecah menjadi Republik Ceko dan Slowakia. 66
Suksesi negara dapat disebabkan antara lain karena, perang, revolusi dan
penyerahan secara damai. Sedangkan suksesi pemerintah dapat disebabkan karena
kudeta atau dengan cara konstitusional, misalnya melalui pemilu.
c. Akibat Hukum Suksesi Negara
66
Jawahir Thontowi, op.cit, hlm 220
67
Ibid. hlm. 216
36
berbeda. Terhadap masalah ini PBB mempunyai perlakuan yang berbeda. Jika
suatu negara dianggap sebagai negara lama atau penerus sebelumnya maka tidak
perlu mengajukan keanggotaan yang baru di PBB. Contohnya, ketika India pecah
menjadi India dan Pakistan, India dianggap sebagai negara lama, sedangkan
Pakistan dianggap sebagai negara baru yang tentunya harus mengajukan
permohonan sebagai anggota baru PBB.68
Sebagai perbandingan akan dijelaskan mengenai suksesi pemerintah . Suksesi
pemerintah adalah penggantian pemerintah lama oleh pemerintah baru.
Penggantian ini dapat berlangsung secara konstitusional dan inskonstitusional.
Dalam suksesi pemerintah berlaku asas kontinuitas artinya pemerintah yang baru
tetap harus melanjutkan hak dan kewajiban dari pemerintah yang lama.
BAB X
68
Ibid, hlm. 219
37
sengketa internasional , macam-macam sengketa dan cara-cara penyelesaian sengketa
internasional.
a. Pengertian sengketa internasional
Menurut Starke sengketa internasional adalah sengketa yang terjadi antara
negara dengan negara, negara dengan individu, badan korporasi serta badan badan
bukan negara di pihak lain. 69 Dalam studi hukum internasional dikenal ada dua
macam sengketa internasional yaitu sengketa hukum dan sengketa politik.
Sebenarnya tidak ada kriteria yang jelas dan diterima umum mengenai pengertian
kedua istilah tersebut. Yang sering dipakai menjadi ukuran suatu sengketa
dipandang sengketa hukum yaitu manakala sengketa tersebut bisa atau dapat
diselesaikan oleh pengadilan internasional.70
Menurut Waldock penentuan suatu sengketa menjadi sengketa politik atau
hukum tergantung dari para pihak. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai
sengketa hukum maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum. Sebaliknya jika
sengketa tersebut membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum
internasional, misalnya perlucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa
politik.71
38
3.Jasa-jasa Baik (Good Offices)
Jasa-jasa baik adalah penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga.
fungsi utama jasa baik adalah mempertemukan para pihak untuk mau bernegosiasi.
4.Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga
(mediator), dimana ia ikut aktif dalam proses negosiasi. Mediator bisa negara,
organisasi internasional, atau individu (politikus, ahli hukum atau ilmuwan).
Fungsi utama mediator adalah mencari berbagai solusi, mengidentifikasi
hal-hal yang disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat
mengakhiri sengketa.
5.Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau suatu
komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. (sifat lebih formal dari
mediasi).
Komisi konsiliasi bisa sudah terlembaga atau ad hoc. Sidang ada dua tahap
tertulis dan lisan. Berdasarkan fakta yang diperoleh konsiliator menyerahkan
laporan disertai kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa. Usulan ini tidak
mengikat.
6. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat.
Penyerahan sengketa melalui arbitrase ada 2 cara , yaitu
1). Pembuatan compromise (dibuat setelah lahir sengketa)
2). Clause Compromissoire (pembuatan klausul arbitrase sebelum lahir sengketa).
Arbitrase memiliki beberapa unsur positif antara lain :
a. Pemilihan arbitrator tergantung para pihak.
b. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan hukum acara atau
persyaratan bagaimana putusan akan didasarkan.
c. Para pihak yang menentukan tujuan atau tugas arbitrase tersebut.
39
dari Piagam PBB (Pasal 92 Piagam). Statuta ini tidak dimasukkan ke dalam
Piagam tetapi dijadikan sebagai lampiran.
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim. Hakim dipilih oleh Majelis
Umum & Dewan Keamanan PBB (Pasal 8 Statuta Mahkamah Internasional).
Pemilihan hakim mempertimbangkan perwakilan geografis dan sistem hukum
yang ada di dunia. Praktik yang berlaku, adalah Lima orang dari negara barat, tiga
dari Afrika (satu dari negara yang berbahasa Perancis yang menganut civil law, 1
dari negara yang berbahasa Inggris yang menganut common law dan satu dari
Arab), tiga dari Asia , dua dari Eropa Timur dan dua dari Amerika latin.72
Dalam Mahkamah Internasional dikenal pula adanya hakim ad hoc, yaitu
apabila suatu negara dalam suatu sengketa tidak memiliki hakim yang
berkebangsaan negaranya ia dapat meminta agar dipilih hakim ad hoc.
Ada pula yang disebut dengan chamber, yaitu sengketa yang diperiksa oleh
beberapa orang hakim tertentu yang dipilih oleh Mahkamah secara rahasia. Putusan
chamber dianggap sebagai putusan mahkamah.
72
Jawahir Thontowi, op.cit.,, hlm. 234
40
- sifat dan ruang lingkup ganti rugi yang dibuat atas pelanggaran kewajiban
internasional.
2. Advisory Opinion
Mahkamah mempunyai fungsi konsultatif yaitu memberikan pendapat-
pendapat yang tidak mengikat (advisory opinion) kepada organ utama PBB atau
organ PBB lainnya.
73
J G Starke,op. cit, hlm. 679
41
BAB XI
Sejarah perang sama tuanya dengan adanya manusia di permukaan bumi ini.
Perang merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan tetapi harus diusahakan untuk
memanusiawikan perang. Dalam bab ini akan ditelaah mengenai pengertian hukum
humaniter, sumber-sumber hukum humaniter, penegakannya serta hubungan Hukum
humaniter dan Hak Asasi Manusia (HAM).
42
a. Istilah dan Ruang Lingkup Hukum humaniter internasional
Istilah hukum humaniter ( international humanitarian law) berawal; dari istilah
hukum perang (laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa
bersenjata (laws of armed conflict), yang akhirnya sekarang dikenal dengan hukum
humaniter.74
Mengenai ruang lingkup hukum humaniter ada pendapat dari beberapa sarjana.
Haryomataram 75, membagi hukum humaniter menjadi dua aturan pokok, yaitu :
1. Hukum yang mengatur cara dan alat berperang ( Hukum Den Haag).
2. Hukum yang mengatur perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil
(Hukum Jenewa).
74
Alina Permansasri dkk, Pengantar Hukum Humaniter Internasional, ICRC, Jakarta, 1999, hlm.1
75
Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter Internasional, RajawaliPress, Jakarta, 2005, hlm..
76
Ibid, hlm. 11
43
Pihak yang bersengkata diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan,
dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan
luka yang berlebihan.
78
Arlina Permanasari, op.cit., hlm. 12
44
3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam.
1. Konvensi Den Haag/ KDH 1899 terdiri dari 3 Konvensi dan 3 deklarasi
2. KDH 1907 terdiri dari 13 Konvensi
3. Konvensi Jenewa (KJ) 1949, terdiri dari 4 ketentuan yaitu :
a. KJ I tentang Perbaikan keadaan tentara yang luka dan sakit di medan perang
darat
b. KJ II tentang Perbaikan keadaan Tentara yang luka dan Sakit di medan
Perang laut
c. KJ III tentang Perlindungan tawanan perang
d. KJ IV tentang Perlindungan penduduk sipil
4. Protokol Tambahan I /PT I 1977 tentang Sengketa Bersenjata Internasional
5. Protokol Tambahan II 1977tentang Sengketa Bersenjata Non Internasional
6. Sumber-Sumber hukum lainnya, antara lain :
a. Deklarasi paris 1858 tentang perang di Laut
b. Protokol Jenewa 1925 tentang Pelarangan Penggunaan Gas Cekik dan Macam-
Macam Gas lain dalam peperangan.
c. KDH 1954 tentang Perlindungan benda-benda Budaya Pada Waktu pertikaian
Bersenjata
Pengertian sengketa bersenjata
Protokol Tambahan I 1977 mengatur tentang Sengketa Bersenjata Intermasional.
Yang dimaksud sengketa bersenjata internasional adalah :
a. Sengketa yang terjadi antara negara dengan negara
45
b. Antara bangsa (people) melawan Colonial domination, Alien occupation, dan
Rasict Regim. (CAR conflict) dalam upaya untuk melakukan hak menentukan
nasib sendiri.
Yang dimaksud bangsa atau people adalah, sekelompok masyarakat yang
berada dalam wilayah yang memiliki bahasa sama, kesamaan etnik dan budaya
yang mempunyai faktor persamaan dan keinginan politik untuk hidup bersama
sebagai suatu bangsa.79
Mengenai Sengketa bersenjata Non Internasional (SBNI) diatur dalam
Protokol Tambahan II 1977. Pengertian SBNI adalah Sengketa yang terjadi
a. antara negara dan pihak lain selain negara , dapat dilihat sebagai situasi di mana
terjadi pertempuran antara angkata bersenjata dengan kelompok senjata terorganisir
di dalam wilayah suatu negara.
b. Sengketa antara faksi-faksi bersenjata tanpa intervensi dari angkatan bersenjata
pemerintah yang sah.
79
Ibid.
80
Arlina Permanasari, ibid, hlm. 181-190
46
penjahat perang di bekas Yugoslavia yang melakukan genocide terhadap kaum
muslim Bosnia.
d. International. Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dengan Res. DK No. 955
Tahun 1994 untuk mengadili orang- orang yang melakukan genocide di
Rwanda yaitu suku Hutu terhadap Suku Tutsi.
47
c. larangan perbudakan
Diatur dalam Pasal 8 Kovenan mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan Protokol
Tambahan II 1977 Pasal 4 (2).
d. jaminan peradilan
Pada mulanya tidak pernah ada perhatian mengenai hubungan antara hak asasi
Manusia dan HHI. Kesadaran akan adanya hubungan antara HAM dan HHI terjadi
pada akhir tahun 1960-an. Kesadaran ini semakin meningkat dengan terjadinya
sengketa bersenjata seperti dalam perang kemerdekaan di Afrika dan berbagai negara
lainnya. Konferensi Internasional mengenai HAM yang diselenggarakan oleh PBB
tahun 1968 secara resmi menjalin hubungan antara HAM dan HHI.
Dalam kepustakaan ada tiga aliran mengenai hubungan antara HHI dan HAM
yaitu:82
1. Aliran integrasionis
Menurut aliran ini, sistem hukum yang satu berasal dari sistem hukum yang lain,
maka ada dua kemungkinan :
a. HAM menjadi dasar bagi HHI, dalam arti HHI merupakan cabang dari HAM
b. HHI merupakan dasar dari HAM, dalam arti HAM merupakan bagian dari
hukum humaniter
2. Aliran separatis
Aliran ini melihat HAM dan HHI sebagai sistem hukum yang sama sekali tidak
berkaitan karena keduanya berbeda. Perbedaan kedua sistem hukum tersebut
terletak pada :
a. Objeknya, HHI mengatur sengketa bersenjata, sedangkan HAM mengatur
hubungan antara pemerintah dengan warga negaranya.
b. Sifatnya, HHI bersifat mandatory-a political serta peremptory, sedangkan
HAM bersifat declaratory-political
c. Saat berlakunya, HHI berlaku pada saat perang sedangkan HAM berlaku
pada saat damai.
3. Aliran komplementaris
Aliran ini melihat HAM dan HHI melalui proses yang bertahap, berkembag
sejajar dan saling melengkap
BAB XII
82
Effendi, Masyhur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Penyusunan
Hukum Hak asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia, Jakarta .2005, hlm.30
48
Masalah lingkungan hidup global merupakan refleksi masyarakat internasional
terhadap terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan yang melanda dunia akibat
adanya pembangunan, misalnya masalah perubahan iklim yang mengakibatkan global
warming. Masalah lingkungan yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu akan
berpengaruh pula pada negara atau kawasan lain.
Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia
untuk memberikan perhatian besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan
bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditangani bersama demi
kelangsungan hidup.
a. Pengertian
Menurut Ida Bagus Wyasa Putra83, hukum lingkungan internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas-asas yang terkandung dalam perjanjian internasional
maupun hukum kebiasaan internasional yang berobjek lingkungan hidup dan
diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat internasional.
2. Perkembangan Tahap ke dua Kesadaran lingkungan lahir (1960 sampai 1970 – an)
Perkembangan tahap kedua terjadi bersamaan dengan bangkitnya kesadaran
lingkungan internasional dengan terbitnya buku The Silent of Spring oleh
Rachel Carson yang menggambarkan buruknya akibat kerusakan lingkungan
terhadap kehidupan.
83
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional,
RefikaAditama, Bandung, 2003, hlm. 1
84
Ibid, hlm. 17-22
49
a. Komitmen moral Negara-negara
Mendorong PBB menyelenggarakan konferensi tentang lingkungan hidup
tahun 1972 di Stockholm yang menghasilkan Deklarasi tentang Lingkungan
Hukum internasional terdiri dari mukadimah dan 26 asas dan Rencana Aksi
Lingkungan Hidup Manusia.
b. Perkembangan pada Bidang-bidang hukum internasional khusus
Pada tahap ini, disamping berkembang secara mandiri, hukum lingkungan
internasional juga berkembang melalui bidang-bidang hukum internasional
khusus Misalnya , Hukum laut internasional, sejak tahun 1954 sudah
membentuk International Convention for the Prevention of Pollution of the Sea
by Oil. Konvensi ini menetapkan bahwa tanggung jawab pencemaran adalah
tanggung jawab Negara tempat kapal tersebut diregristasikan. Di bidang
hukum ruang angkasa diatur dalam space treaty 1967 yang mengatur bahwa
Negara yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa dilarang
menimbulkan kerugian bagi Negara lain
3. Kesadaran internasional dengan ciri-ciri perlindungan global
Perkembangan Huklin pada tahap ke tiga ditandai dengan munculnya berbagai
ketentuan internasional yang berorientasi pada perlindungan lingkungan global
seperti Konvensi Perubahan Iklim 1992, Konvensi keragaman Hayati 1992,
Konvensi Hutan tropis 1992 dll.
Ketentuan- ketentuan tersebut, telah berorientasi pada perlindungan lingkungan
sebagai suatu keseluruhan dan didominasi oleh pemikiran-pemikiran perlindungan
lingkungan dengan wawasan global, seperti konsep perlindungan keseimbangan
ekologi.
Perjanjian - perjanjian internasional yang mengatur tentang lingkungan hidup
antara lain :
1. Deklarasi Stockholm 1972
Dalam Deklarasi ini diatur tentang ecodevelopment bahwa pembangunan di
negara berkembang wajib memuat pertimbangan lingkungan. Prinsip yang penting
dalam Deklarasi Stockholm adalah Prinsip ke-21 tentang tanggung jawab negara.
Prinsip 21 menyebutkan bahwa negara mempunyai hak berdaulat untuk
mengeksploitasi sumber daya alamnya dan bertanggung jawab untuk menjamin
bahwa kegiatan di dalam wilayahnya atau di bawah pengawasannya tidak
merugikan negara lain.
50
3.Konvensi tentang Perubahan Iklim 1992 dengan tujuan menstabilkan gas-gas
rumah kaca dalam atmosfer pada tingkatan yang tidak mengacaukan iklim
global.
4.Protokol Kyoto 1997 sebagai kerangka kerja Konvensi Perubahan Iklim yang
mengatur tentang kewajiban negara-negara maju untuk menurunkan emisi gas
rumah kaca.
DAFTAR PUSTAKA
51
---------------, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta.
Brownlie, Ian, 1990, Principles of Public International Law, Oxford, Clarendon Press.
Effendi, Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Proses Penyusunan Hukum Hak asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia,
Jakarta .
Mauna, Boer, 2000 Hukum internasional pengertian Peranan dan fungsi dalam era
Dinamika global, Alumni, Bandung.
52
Suryokusumo, Sumaryo, 1997, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta.
Starke, J.G., 1999, Pengantar Hukum Internasional, terjemahan oleh Bambang Iriana,
Sinar Grafika, Jakarta.
Wyasa Putra, Ida Bagus, 2003. Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis
Internasional, Refika Aditama, Bandung.
53
54