Anda di halaman 1dari 58

BAHAN KULIAH

HUKUM INTERNASIONAL

Disusun Oleh :

Dr. Aryuni Yuliantiningsih, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2020
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
a. Pengertian dan Batasan ................. ............................................ 1
b. Istilah Hukum Internasional ..................... ................................. 2
c. Bentuk Perwujudan 3
HI .................................................................
d. Hukum Internasional dan Hukum Dunia.................................... 3
e. Masyarakat internasional 4
f. Kedaulatan Negara: Hakikat dan Fungsinya Dalam Masyarakat 4
Internasional..............................................................................

BAB II SEJARAH , HAKIKAT DAN DASAR BERLAKUNYA HUKUM


INTERNASIONAL SERTA HUBUNGAN ANTARA
HI DAN HUKUM NASIONAL ....................................................... 5

a. Sejarah Hukum Internasional..................................................... 11


b Hakikat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional ................
c. Hubungan Antara HI dan Hukum Nasional ..............................
.

BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAl............................................ 12

BAB IV SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL ........................................ 16


BAB V WILAYAH NEGARA ................................................................. 20
BAB VI PENGAKUAN ............................................................................. 24
BAB VII JURISDIKSI NEGARA ............................................................. 27
BAB VIII TANGGUNG JAWAB NEGARA .............................................. 31
BAB IX SUKSESI NEGARA ..................................................................... 35
BAB X PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL .................. 38
BAB XI HUKUM HUMANITER DAN HAM ........................................... 43
BAB XII HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL .............................. 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 55

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallohu wa Ta’ala yang


telah melimpahkan anugerah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaiakan pembuatan bahan kuliah Hukum Internasional.
Bahan kuliah ini dibuat untuk mendukung proses pembelajaran Hukum
Internasional sehingga diharapkan dapat mempermudah mahasiswa dalam mempelajari
dan mendalami materi Hukum Internasional di samping membaca literatur yang sudah
ada. Mata kuliah Hukum Internasional ini membahas mengenai, pengertian, istilah
hukum internasional, hakikat berlakunya hukum internasional, hubungan hukum
internasional dan hukum nasional, sumber hukum internasional, subjek hukum
internasional, wilayah negara, jurisdiksi negara, pengakuan negara, suksesi negara,
hukum humaniter internasional dan hukum lingkungan internasional.
Semoga bahan kulian ini dapat memberi manfaat bagi pekbaca. Penulis
mengharap kritik dan saran pembaca sebagai masukan untuk menyempurnakan
penulisan di masa mendatang,

Purwokerto, ........ Maret 2020

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum internasional sebagai cabang ilmu hukum telah mengalami


perkembangan yang spektakuler. Di satu pihak, makna dan cakupan hukum
internasional selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan dinamis dalam masyarakat
internasional. Untuk memahami terjadinya perubahan besar dalam hukum
internasional perlu dipahami tentang apa yang dimaksud dengan pengertian, istilah,
perbedaan antara hukum internasional publik dan privat, hukum internasional dan
hukum dunia, masyarakat internasional, konsep kedaulatan, dengan harapan dapat
mendukung pemahaman komprehensif atas bab-bab selanjutnya.

a. Pengertian dan Batasan

Hukum internasional dalam arti luas atau umum meliputi hukum internasional
publik dan hukum internasional privat. Sedangkan dalam arti sempit hanyalah meliputi
hukum internasional pubik. Dalam kepustakaan ilmiah, kata publik sering dihilangkan
sehingga hanya disebut hukum internasional. Sedangkan kata privat atau perdata selalu
digunakan untuk menyebut hukum perdata internasional.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional publik yaitu
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur persoalan yang melintasi batas
negara yang bukan bersifat perdata. Sedangkan Hukum Perdata Internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi
batas negara.1
Hukum internasional dan hukum perdata internasional mempunyai persamaan
dan perbedaan. Persamaannya, keduanya mengatur persoalan yang melintasi batas
negara, sedangkan perbedaannya terletak pada sifat hubungan yang diatur (objeknya)
bukan subjeknya.
Beberapa sarjana hukum internasional memberikan definisi hukum
internasional, antara lain :
1. Charles Cheny Hyde2 menyatakan bahwa hukum internasional adalah
sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas asas dan peraturan tingkah
laku yang mengikat negara-negara dan karena itu biasanya ditaati dalam
hubungan antarnegara dan yang meliputi :

i) peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga


dan organisasi internasional itu masing-masing serta hubungannya
dengan negara dan individu dan,

1
Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni Bandung, 2002, hlm
.2
2
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar maju, Bandung, 2002, hlm. 4

1
ii) peraturan-peraturan hukum tertentu mengenai individu dan kesatuan
bukan negara, sepanjang hak atau kewajiban individu dan kesatuan
itu merupakan masalah persekutuan internasional.

2. J.G Starke
Hukum internasional adalah keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinspi dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa
dirinya terikat untuk menaati, sehingga benar-benar ditaati secara umum dalam
hubungan mereka satu sama lain.3

3. Brierly
Hukum internasional adalah sekumpulan aturan-aturan dan asas-asas untuk berbuat
sesuatu yang mengikat negara-negara beradab di dalam hubungan mereka satu sama
lain.4

b. Istilah Hukum Internasional

Hukum internasional adalah istilah umum yang dipakai dalam pengertian


hukum internasional publik. Istilah lain hukum internasional sesuai dengan istilah
aslinya adalah international law yang dipakai pertama kali oleh pakar hukum Inggris
Jeremy Bentham pada tahun 1780.5 Selain istilah hukum internasional terdapat
istilah lainnya yaitu : Hukum bangsa-bangsa (law of nations), Hukum antar bangsa
(law among nations), atau Hukum antar negara, ius gentium, droit de gens, volkerecht,
dan droit de nation.6 Istilah terakhir untuk hukum internasional yang cukup populer
adalah hukum transnasional (transnational law). Istilah ini digunakan oleh para pakar
yang tidak setuju pada pembagian hukum internasional publik dan hukum perdata
internasional.7
Mochtar Kusumaatmajda8 menggunakan istilah hukum internasional. Alasan
beliau menggunakan istilah hukum internasional karena :
1. Istilah hukum internasional mendekati kenyataan dengan sifat hubungan dan
masalah yang menjadi objek bidang hukum tersebut
2. Istilah itu tidak mengandung keberatan dan sudah lazim dipakai untuk segala
perso alan yang melintasi batas negara.
3. Bermaksud mengadakan pembedaan dalam penggunaan beberapa istilah, sehingga
masing-masing menunjukkan taraf perkembangan tertentu.
3
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Bagian 1 terj Bambang Iriana Djajaatmadja, cetakan ke
sepuluh, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.3
4
Brierly, The Law of Nations, Oxford: Oxford University Press, 1963.
5
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,
Alumni, Bandung, 2005, hlm.2
6
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm.4.
7
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm. 3
8
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, op.cit., hlm. 6

2
Hukum bangsa-bangsa digunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
yang berlaku pada jaman kerajaan, kemudian istilah Hukum antar bangsa menunjuk
pada kaidah yang mengatur hubungan antara angota masyarakat bangsa-banga yang
dikenal sejak adanya nation state.Sedangkan hukum internasional digunakan dalam
arti modern artinya selain mengatur hubungan antar negara, mengatur pula hubungan
antara negara dengan subjek hukum internasional yang lain.9

c. Bentuk Perwujudan Hukum Internasional


Terdapat tiga bentuk perwujudan hukum internasional yaitu hukum
internasional umum, hukum internasional regional (kawasan) dan hukum internasional
khusus. Hukum internasional umum adalah hukum internasional yang berlaku secara
umum di seluruh dunia terhadap sebagian atau semua subjek hukum internasional.
Contohnya adalah perjanjian-perjanjian internasional yang berbentuk konvensi,
Universal Deklaration of Human Rights. Hukum internasional regional adalah HI yang
berlaku di suatu bagian dunia tertentu atau terbatas daerah berlakunya, misalnya
aturan tentang suaka politik di kawasan Amerika Latin dan European law. Hukum
internasional khusus adalah HI yang berlaku secra khusus terhadap subjek-subjek
hukum yang bersangkutan. Sebagai contoh perjanjian antara dua negara tentang
ekstradisi, kerjasama ekonomi dll.10

d. Hukum internasional dan Hukum Dunia


Untuk menjelaskan konsep hukum internasional perlu dijelaskan mengenai
persamaan dan perbedaan antara konsep hukum internasional dan hukum dunia (world
law). Persamaannya adalah bahwa keduanya menunjuk pada konsep tertib hukum
masyarakat dunia. Sedangkan perbedaannya terletak pada pangkal tolak berpikirnya
Hukum internasional didasarkan atas pikiran adanya suatu masyarakat
internasional yang terdiri dari negara yang berdaulat dan merdeka. Tidak ada suatu
badan yang berdiri di atas negara-negara baik dalam bentuk negara dunia maupun
badan supranasional. Konsep ini merupakan suatu tertib hukum yang bersifat
koordinasi, sedangkan hukum dunia dipengaruhi oleh analogi ilmu Hukum Tata
Negara. Hukum dunia merupakan semacam negara dunia yang meliputi semua negara
di dunia negara dunia secara hirarki kedudukannya berdiri di atas negara nasional.
Konsep ini merupakan suatu tertib hukum yang bersifat sub ordinasi.11

e. Masyarakat dan Hukum internasional

9
Ibid.
10
Dedi Supriyadi, Hukum Internasional (dari Konsepsi sampai Aplikasi), Pustaka Setia, Bandung,
2013, hlm. 22-23.
11
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, op.cit., hlm.9

3
Sesungguhnya adanya hukum internasional itu menganggap terlebih dulu
adanya suatu masyarakat internasional yang diatur oleh tertib hukum itu. Sesuai
dengan pepatah ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat di situ ada hukum)
Dengan kata lain untuk dapat meyakini adanya hukum internasional terlebih dahulu
harus ditunjukkan adanya suatu masyarakat internasional. 12 Unsur-unsur masyarakat
internasional adalah :
1. Adanya sejumlah negara di dunia
2. Negara-negara tersebut melakukan hubungan yang tetap antara anggota
masyarakat internasional
Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan internasional ini
dibutuhkan hukum guna menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam
setiap hubungan yang teratur
3. Adanya asas hukum yang bersamaan
Faktor pengikat yang bersifat non materiil adalah adanya asas kesamaan
hukum antara bangsa-bangsa di dunia. Asas pokok hukum yang bersamaan ini
dikenal sebagai asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradab yang merupakan penjelmaan hukum alami.

f. Kedaulatan Negara: Hakikat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.

Prinsip kedaulatan negara merupakan salah satu prinsip yang sangat


fundamental di dalam hukum internasional. Kedaulatan dalam bahasa Inggris disebut
souvereignity artinya kekuasaan yang tertinggi. Pengertian kedaulatan sebagai
kekuasaan yang tertinggi ini yang menimbulkan banyak salah paham, karena jika
diartikan demikian pada hakikatnya merupakan penyangkalan terhadap hukum
internasional.
Pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mempunyai pembatasan.
Ada dua pembatasan penting yaitu :13
1. kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara itu
2. Kekuasaan berakhir jika kekuasaan negara lain dimulai.
Jadi kedaulatan suatu negara itu terbatas dan batas-batas ini terdapat dalam
kedaulatan negara lain yang merupakan konsekuensi logis dari paham kedaulatan itu
sendiri. Jika dilihat demikian maka paham kedaulatan tidak usah bertentangan dengan
adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri dari negara-nega

BAB II

12
I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 14
13
Mochtar Kusumaatmadja, op. cit., hlm. 18

4
SEJARAH , HAKIKAT DAN DASAR BERLAKUNYA HUKUM
INTERNASIONAL SERTA HUBUNGAN ANTARA
HI DAN HUKUM NASIONAL

a. Sejarah Perkembangan Hukum Internasional

Apabila hukum internasional diambil dalam arti luas, termasuk pengertian


hukum bangsa-bangsa, maka dapat dikatakan sejarah hukum internasional telah tua
sekali, namun bila digunakan dalam arti sempit, hukum internasional baru berusia
beberapa ratus tahun. Tonggak sejarah lahirnya negara-negara nasional modern yaitu
ditandai dengan adanya Perjanjian West Phalia pada tahun 1648 yang mengakhiri
Perang Tiga Puluh tahun di Eropa.
Sejarah Hukum internasional dapat dibagi menjadi :14
1. Jaman kuno, yang terdiri dari :
a. India Kuno
Dalam lingkungan India kuno telah terdapat kaidah dan lembaga hukum yang
mengatur hubungan antara kasta-kasta, suku-suku dan raja-raja. Dikenal
adanya undang-undang Manu tentang hukum kerajaan, hak istimewa utusan
raja, terdapat kebiasaan yang mengatur hubungan raja yang disebut Desa
Dharma. Dalam hukum perang sudah mengadakan pembedaan antara
combatan dan non-combatant, dan perlakuan terhadap tawanan perang secara
manusiawi.

b. Yahudi
Dalam kitab Perjanjian Lama sudah mengenal perlakuan terhadap orang
asing dan cara malakukan perang. Akan tetapi dalam hukum perang masih
dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan.
Terhadap musuh bebuyutan boleh dilakukan penyimpangan dari ketentuan
hukum perang.
c. Yunani
Dalam lingkungan Yunani sudah mengenal aturan yang mengatur
hubungan antara berbagai kumpulan manusia. Membedakan penduduk kota
menjadi dua golongan yaitu orang yunani dan orang luar Yunani dan sudah
mengenal arbitrase. Sumbangan lain yang dihasilkan oleh Yunani adalah dalam
bidang pemikiran, terutama pemikiran Aristoteles yang kemudian menjadi
basis bagi kelompok hukum alam.

d. Romawi
Pada jaman ini hukum internasional tidak berkembang karena dalam satu
imperium Roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan
14
I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 26-28

5
kebudayaan Romawi, namun hukum romawi telah menyumbangkan banyak
sekali konsep atau asas yang kemudian diterima dalam hukum internasional.
Pengertian hukum bangsa-bangsa berasal dari pengertian ius gentium yang
telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang diterima dalam
hukum internasional. Konsep hukum Romawi yang berasal dari hukum perdata
yang kemudian memegang peranan penting dalam hukum internasional antara
lain, occupation, servitut dan bonafides, dan asas pacta sunt servanda.

2. Jaman Modern
Hugo de Groot atau Grotius, penulis dari Belanda merupakan orang yang
paling berpengaruh atas keadaan hukum internasional modern. Grotius
mendasarkan sistem hukum internasional atas berlakunya hukum alam yang telah
dilepaskan dari pengaruh gereja. Beliau juga telah meletakkan dasar bagi sistematik
pembahasan hukum internasional yang sebagian besar masih dipakai dewasa ini
yang terdapat dalam buku karyanya yaitu De Jurre Belli ac Pacis ( on the law of
war and peace) yang diterbitkan tahun 1625. 15
Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara lahir dengan kelahiran masyarakat internasional
yang didasarkan atas negara-negara nasional. Perjanjian Perdamaian West Phalia
1648 , dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah yang meletakkan dasar
masyarakat internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Isi
perjanjian perdamaian West Phalia antara lain sebagai berikut :16

1. Mengakhiri perang tiga puluh tahun.


2. mengakhiri untuk selama-lamanya usaha kaisar Romawi untuk
menegakkan kembali imperium Roma
3. Hubungan antarnegara dilepaskan dari persoalan gereja dan
didasarkan pada kepentingan nasional negara masing-masing.

Adapun ciri-ciri masyarakat internasional yang diletakkan oleh perjanjian West


phalia antara lain :
1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat. Setiap negara dalam
batas wilayahnya mempunyai kekuasaan tertinggi yang eksklusif.
2. Hubungan nasional satu dengan yang lain didasarkan atas kemerdekaan dan
persamaan derajat
3. Negara mengakui adanya hukum internasional sebagai hukum yang
mengatur hubungan antara negara-negara.
Secara ringkas dapat dikemukakan tiga tahap penting sejarah dan
perkembangan hukum internasional sampai sekarang sebagai berikut :17
1. Tahap memperjuangkan Hak hidup bangsa (1648-1907)
15
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama,
Bandung, 2006, hlm. 39
16
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm.30
17
I Wayan Parthiana, op.cit, hlm.41- 61

6
a. Diadakan perjanjian West Phalia tahun 1648
b. Diadakan Konferensi perdamaian Den Haag tahun 1899 dan 1907
2. Tahap konsolidasi bagi negara-negara kolonial ( 1907-1945)
a. Diadakan perjanjian melarang Perang (Briand-Kellog Pact)
b. Didirikan Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1919.
Pada tahap konsolidasi ini, tercatat peristiwa-peristiwa penting, antara lain
diadakan Konferensi Perdamaian Den Haag tahun 1907. Ada tiga hal yang
dianggap penting sebagai ciri konsolidasi, yaitu :
1). Negara sebagai kesatuan politik teritorial yang didasarkan atas
kebangsaan telah menjadi kenyataan,
2). Diadakan berbagai konferensi internasional yang dimaksudkan sebagai
konferensi untuk mengadakan perjanjian internasional yang bersifat
umum dan meletakkan kaidah hukum yang berlaku secara universal.
3). Dibentuk Mahkamah Internasional arbitrase Permanen

3.Tahap Emansipasi (1945- sekarang)


Pada tahap ini, ditandai dengan munculnya negara-negara yang baru
merdeka dan bangsa-bangsa yang terjajah. terdapat hal-hal yang penting antara
lain:
a. Setelah LBB bubar, didirikannya PBB pada tahun 1945 dengan tujuan
untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
b. munculnya negara-negara baru yang merdeka, sederajad dan berdaulat.
c. Adanya Penghormatan HAM
d. Munculnya organisasi-organisasi internasional
e. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang mendorong
berkembangnya cabang-cabang ilmu hukum internasional, antara lain
Hukum Organisasi internasional, Hukum Udara dan Ruang Angkasa dan
Hukum Humaniter Internasional.

b. Hakikat dan Dasar Berlakunya hukum internasional

Ada suatu pertanyaan yang menarik untuk dikaji. Apakah sebenarnya yang
menjadi dasar kekuatan mengikat hukum internasional? Pertanyaan ini menarik karena
hukum internasional tidak memiliki lembaga-lembaga yang diasosiasikan dengan
hukum dan pelaksanaannya berbeda dengan hukum nasional
Dengan adanya kelemahan ini, ada beberapa sarjana antara lain; Hobbes
Spinoza dan Austin yang menyatakan bahwa hukum internasional bukan merupakan
hukum tapi hanya merupakan etik atau moral belaka, karena menurut Austin, hukum
adalah aturan yang dibuat oleh badan legislative yang berdaulat.
Perkembangan ilmu hukum telah membuktikan bahwa pendapat Austin tidak
benar karena dalam praktik negara di dunia dikenal adanya hukum kebiasaan
internasional dan di Indonesia terdapat hukum adat yang tidak dikeluarkan oleh badan
legislative tapi dapat mengikat dan ditaati oleh masyarakat. Demikian juga terhadap

7
hukum internasional walaupun tidak dikeluarkan oleh suatu badan legislatif ditaati
oleh mayarakat internasional.18
Saat ini sebagian besar negara sudah menerima hukum internasional sebagai
hukum dan menaatinya. Kenyataan ini dapat dilihat dalam penaatan perjanjian-
perjanjian internasional yang telah dibuat. Namun ada beberapa sarjana yang
berpendapat, antara lain Frist Kalsohouven mengatakan bahwa hakikat hukum
internasional adalah hukum yang didukung oleh moral internasional. Sementara
Burhan Tsani berpendapat bahwa international law is the weak law, maksudnya
hukum internasional merupakan hukum yang lemah karena negara kuat (super power)
sulit mendapat sanksi atas pelangaran hukum internasional yang dilakukan, contohnya
adalah agresi Israel yang didukung Amerika Serikat di Jalur Gaza tahun 2009. Dewan
Keamanan PBB tidak mampu bertindak karena adanya sistem hak veto. Namun bukan
berarti hukum internasional tidak berfungsi sama sekali dalam masyarakat
internasional. Bukti-bukti dari eksistensi hukum internasional dapat ditemukan ketika
terjadi pelanggaran terhadap perdamaian, pembajakan, perompakan di laut, penaatan
perjanjian internasional dan penaatan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Internasional.
Menurut Oppenheim hukum internasional adalah hukum yang sesusungguhnya
bukan sekedar kaidah moral belaka. Masalah penegakan hukum yang lemah harus
dipisahkan dari eksistensi HI itu sendiri. 19

Mengenai dasar mengikatnya hukum internasional ada 4 teori, yaitu :20


1. Teori Hukum Alam
Teori ini merupakan teori yang tertua. Menurut teori hukum alam yang
diciptakan oleh Grotius, hukum alam diartikan sebagai hukum ideal yang
didasarkan atas hakikat manusia sebagai mahkluk yang berakal atau kesatuan
kaidah yang diilhamkan alam pada akal manusia. Hukum internasional itu
mengikat karena hukum internasional tidak lain daripada hukum alam yang
diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa.
Keberatan teori ini adalah apa yang dimaksud hukum alam sangat samar dan
bergantung dari pendapat yang bersifat subjektif. Misalnya mengenai keadilan,
kepentingan masyarakat internasional.
2. Teori Kehendak negara
Salah satu sarjana yang terkemuka dari aliran ini adalah George Jellineck.
Menurut teori ini negaralah yang merupakan sumber segala hukum dan hukum
internasional mengikat karena negara itu atas kemauan sendiri mau tunduk pada
hukum internasional. Kekuatan mengikat hukum internasional atas kehendak
negara. Pada dasarnya negara yang merupakan sumber segala hukum, dan hukum
internasional mengikat karena negara atas kemauan sendiri tunduk pada hukum
internasional.

18
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm. 46
19
Sefriani, op.cit., hlm.9
20
Mohtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm. 45-53

8
Menurut Zorn, hukum internasional tidak lain dari hukum tata negara yang
mengatur hubungan luar suatu negara. Kelemahan teori ini ialah :
- bahwa mereka tidak dapat menerangkan secara memuaskan bagaimana caranya
hukum internasional yang tergantung dari kehendak negara dapat mengikat negara
itu.
- bagaimana jika negara secara sepihak membatalkan niatnya untuk terikat pada
hukum itu
- Mengapa suatu negara baru, sejak munculnya dalam masyarakat internasional
sudah terikat oleh hukum internasional lepas dari mau atau tidak mau tunduk
padanya
3. Teori Madzab Wina
Menurut aliran ini, kekuatan mengikat kaidah hukum internasional didasarkan
suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada kaidah
yang lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya sampai pada puncak piramida
dimana terdapat kaidah dasar (grundnorm), yang tidak dapat lagi dikembalikan
pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi, melainkan harus diterima adanya suatu
hipotese awal yang tidak dapat diterangkan secara hukum.
Hans Kelsen mengemukakan asas pacta sunt servanda sebagai kaidah dasar
hukum internasional. Kelemahannya: aliran ini mengembalikan segala sesuatu
kepada suatu kaidah dasar, tetapi tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar
itu sendiri mengikat. Dengan pengakuan bahwa grundnorm merupakan suatu
persoalan di luar hukum yang tidak dapat diterangkan maka persoalan mengapa
hukum internasional mengikat dikembalikan kepada nilai-nilai kehidupan di luar
hukum yakni rasa keadilan dan moral. Dengan demikian akhirnya akan kembali
pada teori hukum alam.

3. Teori Madzab Perancis


Madzab Perancis dengan para pemukanya antara lain Fauchillle, Scelle dan
Duguit mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada faktor
biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan faktor
kemasyarakatan (fait social). Persoalannya dapat dikembalikan pada sifat alami
manusia sebagai makhluk sosial, hasratnya untuk bergabung dengan manusia
manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri ini juga
dimiliki oleh bangsa-bangsa.

c. Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Pembahasan persoalan tempat atau kedudukan hukum internasional dalam


rangka hukum secara keseluruhan didasarkan atas anggapan hukum internasional
merupakan bagian hukum pada umumnya. Dari segi teoritis persoalan hubungan antara
hukum internasional dan hukum nasional merupakan suatu masalah yang menarik.
Persoalan yang dibahas dalam teori hubungan antara hukum internasional dan hukum
nasional adalah penerapan hukum internasional dalam hukum nasional atau undang-
undang nasional suatu negara. Selanjutnya jika diantara kedua sistem hukum itu ada

9
pertentangan, maka akan dibahas manakah dari kedua sistem hukum itu yang lebih
diutamakan.
Dalam teori ada dua pandangan tentang hukum internasional yaitu pandangan
voluntarisme, mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara.
Yang menimbulkan aliran dualisme dan pandangan objektivis yang mendasarkan
berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan Negara, menimbulkan aliran
monisme.
Aliran dualisme sangat berpengaruh di Jerman dan Italia. Pemukanya adalah
Triepel dan Anzilotti. Menurut aliran ini hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua sistem hukum yang terpisah, alasannya karena :
1). kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber hukumnya yang
berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedang hukum
internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara
2). Kedua perangkat hukum mempunayai subjek hukum yang berbeda. Subjek
hukum nasional adalah individu sedang subjek hukum internasional adalah negara.
3). Perbedaan strukur hukumnya. Hukum nasional mempunyai lembaga-
lembaga yang jelas sedang hukum internasional tidak mempunyai lembaga-lembaga.
Aliran dualisme ini mempunyai akibat penting yaitu :
a. kaidah hukum yang satu tidak bersumber atau berdasar pada
perangkat hukum yang lain
b. Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu,
mungkin hanya ada penunjukan (renvoi) saja.
Sedangkan menurut aliran monisme berpendapat bahwa hukum internasional
dan hukum nasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan kesatuan hukum yang
mengatur kehidupan manusia. Akibatnya ada persoalan hirarki
Menurut teori monisme dengan primat hukum nasional, menganggap bahwa
hukum nasional lebih tinggi dari hukum internasional. Hukum internasional tidak lain
merupakan lanjutan hukum. nasional untuk urusan luar negeri. Sedangkan menurut
teori monisme dengan primat hukum internasional, hukum nasional itu bersumber
pada hukum internasional yang merupakan suatu perangkat hukum yang secara hukum
hirarkis lebih tinggi.21
Melihat uraian di atas mengenai persoalan monisme dan dualisme dalam
hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional, kedua paham atau teori itu
tidak mampu memberi jawaban yang memuaskan. Ada beberapa alternatif teori yang
dapat diterapkan, yaitu :22
1. Teori transformasi
Menurut teori ini peraturan-peraturan internasional untuk dapat berlaku
sebagai hukum nasional harus melalui proses transformasi atau alih bentuk
baik secara formal maupun substansial. Secara formal artinya mengikuti bentuk
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional. Sedangkan secara
substansial artinya materi dari peraturan hukum internasional itu harus sesuai
dengan materi hukum nasional.
21
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm. 63
22
I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 307-308

10
2. Teori delegasi.
Menurut teori ini, implemetasi hukum internasional diserahkan kepada
negara-negara atau hukum nasional masing-masing. Oleh karena itu masing-
masing negara berwenang menentukan hukum internasional mana yang akan
diterapkan di dalam wilayahnya.

3. Teori harmonisasi
Menurut teori ini hukum internasional dan hukum nasional harus diartikan
sedemikian rupa sehingga antara keduanya terdapat keharmonisan.

BAB III
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

11
Perkataan sumber hukum dapat dipakai dalam dua arti yaitu sumber hukum
dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti
material menyelidiki masalah : apakah yang pada hakikatnya menjadi dasar kekuatan
mengikat hukum. Sedangkan sumber hukum dalam arti formal memberi jawaban atas
pertanyaan : di manakah kita mendapatkan ketentuan hukum yang dapat diterapkan
sebagai kaidah dalam satu persoalan yang konkrit ?
Sumber hukum formal hukum internasional terdapat dalam Pasal 38 (1) Statuta
Mahkamah Internasional yaitu :
1. Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang
mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa
2. Hukum kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang
telah diterima sebagai hukum (International custom as evidence of a general
practice accepted as law) .
3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (the general
principle of law recognized by civilized nations)
4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai
negara sebagai sumber tambahan bagi penetapan kaidah hukum.

1. Perjanjian Internasional
Dewasa ini, perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum
internasional yang penting untuk mengatur pergaulan masyarakat internasional dan
menjamin kepastian hukum. Secara umum pengertian perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan
untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.23 Dari batasan tersebut diketahui bahwa
untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh
subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Menurut
Pasal 2 Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian, Perjanjian internasional
adalah persetujuan yang dilakukan oleh negara-negara bentuknya tertulis dan diatur
oleh hukum internasional
Beberapa istilah lain yang dipakai untuk menyebut perjanjian internasional .
Istilah-istilah lain dari perjanjian internasional adalah : treaty, convention, pact,
agreement, covenant, declaration, protocol, Modus Vivendi, Mou, dll.
Disamping adanya berbagai istilah lain dari perjanjian internasional, perjanjian
nternasional juga dapat diklasifikasikan atau digolongkan menjadi macam. Ada
beberapa penggolongan perjanjian internasional.24
a. Berdasarkan keanggotaannya dibedakan menjadi perjanjian bilateral dan
multilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak sedangkan
multilateral lebih dari dua pihak.
b. Berdasarkan kaidah hukum yang berlaku dibedakan menjadi treaty contract
dan law making treaties.
23
Mochtar Kusumaatmadja, op. cit., hlm. 117
24
I Wayan Parthiana, Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1, Mandar Maju Bandung, 2002, hlm.

12
Treaty contract artinya perjanjian hanya megikat bagi para pihak yang
membuat, contohnya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Malaysia,
perjanjian perbatasan wilayah antara dua negara. Sedangkan Law making treaty
artinya perjanjian yang meletakkan kaidah hukum bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan, contohnya, Konvensi Jenewa 1949 mengenai Perlindungan
Korban Perang, Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, Konvensi Wina 1961
tentang Hubungan Konsuler, dan lain-lain.

Mengenai tahap pembuatan perjanjian internasional, berdasarkan praktik


beberapa negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Melalui 2 tahap yakni perundingan dan penandatanganan, biasanya untuk
perjanjian yang isinya sederhana, bersifat teknis dan dapat langsung berlaku.
2. Melalui lebih dari dua tahap tahap yakni :
a. Perundingan (negotiation)
Perundingan dilakukan oleh utusan /wakil yang sah dari negara
dengan menunjukkan surat kuasa penuh atau credentials.
b. Penerimaan naskah (adoption of the text) , adalah tindakan menerima
naskah oleh 2/3 anggota yang hadir.
c. Pengesahan naskah (authentication of the text) ,adalah tindakan
formal mengesahkan bunyi naskah yang akibatnya naskah tidak
boleh dirubah lagi.
d. Persetujuan negara untuk mengikatkan diri (cosent to be bound by a
treaty)
Negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dapat
melalui, penandatanganan, ratifikasi, aksesi persetujuan dan
sebagainya.
Dalam perjanjian internasional juga dikenal adanya reservasi. Reservasi adalah
pernyataan sepihak suatu negara untuk mengesampingkan atau menolak akibat hukum
suatu ketentuan dalam perjanjian internasional. Reservasi dapat dilakukan ketika
melakukan pernyataan terikat pada suatu perjanjian yaitu ketika penandatangan,
ratifikasi aksesi dan sebagainya.
Beberapa asas penting dalam hukum perjanjian internasional, antara lain
25
adalah:
a. Itikad baik (good faith)
b. Pacta Sunt Servanda, perjanjian mengikat seperti undang-undang bagi
para pihak
c. Pacta tertiis nex nocent nex prosunt, artinya perjanjian tidak
memberikan hak dan kewajiban bagi para pihak
Secara umum suatu perjanjian berakhir karena beberapa sebab berikut ini :
1. Telah tercapai tujuan perjanjian itu
2. Habis waktu berlakunya
3. Musnahnya salah satu subjek atau objek perjanjian itu
4. Ada persetujuan antara para pihak untuk mengakhiri
25
Sefriani, op.cit., hlm. 35

13
5. Dibuat perjanjian baru untuk mengakhiri perjanjian yang lama

2. Hukum kebiasaan internasional

Kebiasaan merupakan sumber hukum yang paling tua dalam hukum


internasional. Akan tetapi saat ini kebiasaan tidak lagi dominan seperi masa
sebelumnya karena makin tinggi aktifitas Komisi Hukum Internasional dalam
membentuk perjanjian multilateral.26
Tidak setiap kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum
internasional. Pasal 38 ayat 1 sub b menyatakan : international custom, as evidence of
a general practice accepted as law. Artinya suatu kebiasaan internasionaluntuk dapat
menjadi sumber hukum harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a. Terdapat kebiasaan yang bersifat umum (unsur material )
Kebiasaan bersifat umum jika :
1). ada pola tindak yang berlangsung lama ,
2). pola tindak mengenai hal dan keadaan yang serupa dan bersifat umum
bertalian dengan hubungan internasional.
b. Harus diterima sebagai hukum (unsur psikologis)
Unsur psikologis artinya kebiasaan dirasakan memenuhi kewajiban hukum
(opinio juris sive necessitatis) Dilihat secara praktis suatu kebiasaan internasional
dapat dikatakan diterima sebagai hukum apabila negara-negara menerima dan tidak
menyatakan keberatan. Contoh ketentuan hukum internasional yang terjadi melalui
proses kebiasaan adalah hukum mengenai perlakukan tawanan perang menurut
perikemanusiaan, penggunaan bendera putih sebagai bendera parlementer.

3.Prinsip Hukum Umum


Asas hukum umum adalah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern.
Sistem hukum modern adalah sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan
hukum negara Barat yang sebagian besar didasarkan atas asas hukum Romawi.
Perlu ditegaskan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah hukum umum dan
tidak hanya asas hukum internasional. Adanya asas hukum umum secagai sumber
hukum primer disamping perjanjian internasional dan kebiasaan internasional sangat
penting bagi perkembangan hukum internasional. Pertama, hakim tidak dapat menolak
perkara dengan alasan tidak ada hukumnya ( non liquest) dan kedua Mahkamah
internasional dapat membentuk dan menemukan hukum baru.27

4. a. Sumber hukum tambahan : Keputusan Pengadilan dan Doktrin para


sarjana terkemuka di dunia
Keputusan pengadilan dan doktrin para sarjana ini merupakan sumber hukum
tambahan. Artinya dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum
internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer.
26
Jawahir Thontowi, op.cit., hlm.61
27
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm. 150

14
Keputusan pengadilan dan doktrin para sarjana ini tidak mengikat artinya tidak dapat
menimbulkan suatu kaidah hukum. Walaupun tidak mengikat, keputusan pengadilan
mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional.28
Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana
hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh
para sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan dan pedoman untuk
menemukan apa yang menjadi hukum internasional. Pendapat para sarjana hukum
internasional lebih berpengaruh jika tergabung dalam asosiasi : International Law
Comission atau International Law Association.
Selain berdasarkan sumber hukum yang tercantum dalam Pasal 38 ayat 1
Statuta Mahkamah Internasional, Mahkamah internasional juga dapat memutuskan
perkara tidak berdasarkan hukum tetapi berdasarkan kepatutan dan kepantasan atau ex
aequo et bono menurut Pasal 38 ayat 2, namun prinsip ini jarang digunakan.

b. Keputusan badan perlengkapan Organisasi Internasional


Pertumbuhan organisasi internasional dewasa ini telah mengakibatkan
timbulnya berbagai keputusan dari organisasi yang tidak dapat diabaikan dalam
pembahasan sumber hukum internasional. Keputusan itu ada yang mempunyai
pengaruh besar, contohnya: Resolusi Majelis Umum PBB tentang Universal
Declaration of Human Right
Sebenarnya pernyataan umum ini tidak mempunyai kekuatan mengikat bersifat
sebagai soft law (hukum lunak), artinya instrument hukum yang mengandung norma-
norma yang diharapkan dapat menjadi acuan tanpa memiliki kekuatan hukum
memaksa. Namun dalam praktiknya hukum lunak dapat menjadi hard law (hukum
keras). Seperti asas-asas yang termuat dalam Pernyataan Umum mengenai hak-hak
asasi manusia ini telah mengilhami dan dimuat dalam undang-undang dasar di
berbagai negara.29

BAB IV

SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Dalam hukum internasional terdapat subjek hukum yang pada umumnya


merupakan entitas yang diberikan hak dan kewajiban oleh hukum itu sendiri.30 Pada
awal mula kelahiran hukum internasional, hanya negara satu-satunya entitas yang

28
Jawahir Thontowi , op.cit., hlm. 66
29
Mochtar Kusumaatmadja, op.cit. 155
30
Malcom N. Shaw, International Law, Cambridge University Press, 1997, hlm.137

15
dipandang sebagai subjek HI, namun dalam perkembangannya banyak bermunculan
subjek-subjek hukum yang baru. Subjek hukum internasional terdiri dari :
1. Negara
Negara merupakan subjek hukum yang utama dan pertama. Negara juga
merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum lainnya. 31
Dalam Konvensi Montevideo 1933 terdapat syarat-syarat berdirinya suatu negara,
yaitu :
a. Penduduk yang tetap
b. Wilayah yang pasti
c. pemerintahan
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Dari empat syarat di atas dibagi menjadi unsur riil atau nyata dan unsur
yang tidak riil. Unsur riilnya adalah unsur a, b, dan c. Sedangkan unsur tidak riil
adalah d yakni kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
Unsur yang sangat penting dalam hukum internasional adalah kemampuan untuk
mengadakan hubungan dengan negara lain karena hal ini yang membedakan
negara dengan unit-unit lain bukan negara, misalnya negara bagian.32

2. Organisasi Internasional
Saat ini organisasi internasional telah mampu menunjukkan dirinya
sebagai subjek hukum internasional. Kenyataan ini dikuatkan ketika PBB
meminta nasihat hukum kepada Mahkamah Internasional dalam kasus
terbunuhnya mediator PBB di Yerussalem tahun 1949 (Reparation Case).33
Menurut Boer Mauna, organisasi Internasional adalah perhimpunan
negara-negara merdeka untuk mencapai tujuan.34 Sedangkan menurut Maryan
Green, organisasi internasional adalah persetujuan yang dilakukan oleh tiga
negara atau lebih.
Secara umum organisasi internasional dibagi menjadi dua yaitu
Intergovermental Organization atau Organisasi antarpemerintah (IGO) dan Non
Govermental Organization (NGO). IGO beranggotakan negara-negara dan tunduk
pada hukum publik sedangkan NGO anggotanya adalah selain negara dan tunduk
pada hukum privat (nasional).35
Organisasi internasional dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam.
Klasifikasi Intergovermental Organizations (IGO) menurut DW. Bowett,
berdasarkan kewenangannya dibagi menjadi :36
a. IGO yang beranggotakan umum dengan tujuan umum, contohnya
PBB.

31
Huala Adolf, Aspek Negara Dalam Hukum Internasional cetakan ke-5, Keni Media, Bandung, 2015,
hlm.1
32
I Wayan Parthiana, Pengantar..op.cit., hlm.93
33
Jawahir thontowi dan Pranoto iskandar, op.cit., hlm.119
34
Boer Mauna, op.cit., hlm.420
35
Sumaryo Suryokusumo, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 2
36
DW Bowett, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm. 14

16
b. IGO yang anggotanya umum dengan tujuan khusus, contohnya,
badan-badan khusus PBB seperti ILO dan WHO.
c. IGO yang anggotanya terbatas, dengan tujuan umum, contohnya
Uni Eropa, Liga Arab.
d. IGO yang anggotanya terbatas dengan tujuan khusus, contohnya
NATO, AFTA, NAFTA
Sebagai subjek hukum, organisasi internasional mempunyai personalitas hukum
(legal personality) sehingga mempunyai kemampuan untuk bertindak Personalitas
hukum organisasi internasional ada dua macam :37
a. Personalitas hukum berkaitan dengan hukum nasional, yaitu menyangkut
markas besar (sekretariat) organisasi yang berada di dalam suatu negara.
Dalam hal ini diadakan Headquater Agreement (persetujuan markas besar)
antara organisasi dengan negara tuan rumah karena menyangkut pemberian hak
istimewa dan kekebalan terhadap organisasi internasional tersebut.
b. Personalitas hukum berkaitan dengan hukum internasional, yaitu menyangkut
hubungan organisasi dengan subjek-subjek hukum internasional yang lain.

3. Vatican
Tahta suci sebagai subjek hukum internasional telah ada sejak dulu. Hal ini
terjadi dengan adanya perjanjian antara Italia dan tahta suci tanggal 11-2-1929
(Lateran Treaty) yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Tahta suci
dan memungkinkan didirikan negara Vatikan.
Kewenangan tahta suci hanya terbatas pada masalah kemanusiaan dan
perdamaian umat sehingga tampak sebagai kekuatan moral belaka. Namun
wibawa Paus sebagai kepala tahta suci telah diakui di seluruh dunia. Tahta suci
juga menjadi negara peserta dalam berbagai macam perjanjian internasional.38

4. Komite Palang Merah Internasional (International Comitte of The Red Cross/


ICRC)
ICRC mempunyai tempat tersendiri (unik) dalam sejarah hukum internasional.
Organisasi ini didirikan oleh Henry Dunant bersama 4 rekannya di Swiss pada
tahun 1863. Organisasi ini mendapat simpati, kemudian meluas di berbagai negara
dan kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian internasional, antara lain
Konvensi Jenewa 1949. ICRC ini merupakan NGO yang diakui sebagai subjek
hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.39

5. Individu
Dalam arti yang sangat terbatas individu sudah agak lama dianggap sebagai
subjek hukum internasional.
a. Dalam Perjanjian Perdamaian Versailles 1919 memungkinkan orang perorangan
mengajukan perkara ke mahkamah arbitrase Internasional.
37
Sumaryo Suryokusumo, op.cit, hlm. 113
38
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, op.cit., hlm.123
39
Sefriani, op.cit., hlm.149

17
b. Dalam pengadilan penjahat perang Nuremberg dan Tokyo, individu dapat dituntut
sebagai pelaku kejahatan perang dengan asas individual criminal responsibility.
c. Mahkamah Pidana Internasional juga telah dianut prinsip yang sama tentang
pertanggungjawaban pidana secara individu.40

6. Belligerent (Pemberontak) dan Organisasi Pembebasan bangsa


Kaum belligerent adalah kaum pemberontak yang sudah mencapai tingkatan
yang lebih kuat, mapan, bak secara politik organisasi dan militer sehingga
tampak sebagai kesatuan politik yang mandiri. Terhadap kelompok ini harus
diberlakukan hukum nasional
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan sebagai
belligerent dengan syarat-syarat tertentu. Syarat untuk adanya belligerent
adalah :41
a. Kaum pemberontak harus terorganisir dan teratur di bawah pemimpinnya yang
jelas.
b. Harus menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan identitasnya.
c. Harus sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif.
d. Harus mendapat dukungan dari rakyat di wilayah yang diduduki.
Beberapa waktu yang lalu timbul perkembangan baru yang mirip dengan
pengakuan status belligerent, namun memiliki ciri lain yang khas yakni
pengakuan terhadap gerakan pembebasan seperti Gerakan Pembebasan Palestina
(PLO). Pengakuan terhadap gerakan pembebasan ini merupakan penjelmaan dari
suatu konsepsi baru yang terutama dianut oleh negara-negara dunia ketiga
mengenai arti bangsa (peoples). Bangsa dianggap memiliki beberapa hak asasi
seperti menentukan nasib sendiri, hak memilih kebebasan ekonomi dan hak
menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.42

7. Multinational Corporation (MNC)


Mengenai MNC yang dianggap sebagai subjek hukum internasional ini masih
terjadi perbedaan pendapat dari para sarjana. Sejak beberapa dekade ini,
masyarakat internasional mempunyai perhatian khusus terhadap perusahaan-
perusahaan multinasional yang memiliki kantor pusat di suatu negara dan
melakukan kegiatan-kegiatannya di wilayah banyak negara.
Sebenarnya MNC tersebut berstatus swasta dan merupakan kesatuan non
pemerintah dan tidak berstatus international legal person. Perusahaan tersebut
pada umumnya tidak mempunyai hak dan kewajiban sesuai hukum internasional,
namun dalam hal tertentu perusahaan dapat membuat persetujuan dengan
pemerintah suatu negara dan memberlakukan prinsip-prinsip hukum internasional
yang disebut dengan internationalized contract.43

40
Ibid., hlm. 146
41
Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter , ICRC, Jakarta, 1999, hlm. 30
42
Ibid.
43
Boer Mauna, op.cit, hlm. 55

18
BAB V

WILAYAH NEGARA

Konsep dasar dari berlakunya kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi negara


dibatasi oleh wilayah negara itu, sehingga negara memiliki kekuasaan tertinggi di
dalam batas wilayahnya. Dengan demikian wilayah menjadi konsep yang paling
mendasar dalam hukum internasional untuk menunjukkan adanya kekuasaan tertinggi
dan ekslusif negara dalam batas-batas wilayahnya. Pada umumnya wilayah Negara

19
terdiri dari tiga dimensi yaitu darat, laut dan udara, namun ada beberapa negara
tertentu yang tidak mempunyai wilayah laut.
Menurut Brownlie, status wilayah dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :44
a. Kedaulatan teritorial, wilayah yang berada di bawah kedaulatan suatu negara yang
meliputi ; daratan, perairan pedalaman, laut teritorial dan tanah di bawahnya.
b. Wilayah yang memiliki status tersendiri, contohnya wilayah perwalian.
c. Res nullius yaitu wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan suatu negara.
d. Res comunis yaitu wilayah yang tidak dapat dimiliki oleh suatu negara dan
merupakan wilayah bersama, antara lain ruang angkasa dan laut bebas.
Setiap negara memiliki kemungkinan untuk menambah atau memperluas
wilayahnya. Dilihat dari praktik ada beberapa cara negara untuk memperoleh wilayah
yaitu :
1). Okupasi
Okupasi adalah penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di bawah
kedaulatan negara manapun (res nullius). Penguasaan tersebut harus dilakukan
oleh negara bukan orang-perorangan. Syarat okupasi adalah adanya penemuan dan
penguasaan harus efektif.45
2). Akresi
Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah, misalnya
terbentuknya pulau karena endapan lumpur di muara sungai , atau karena letusan
gunung berapi di laut.
3). Aneksasi
Aneksasi adalah perolehan secara paksa yang istilahnya sama dengan penaklukan
atau conquest. Penggunaan cara ini sudah lama ditinggalkan karena bertentangan
dengan prinsip-prinsip Piagam PBB.
4). Peskripsi
Preskripsi adalah pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan
damai untuk jangka waktu tertentu terhadap wilayah yang sebenarnya berada di
bawah kedaulatan negara lain.
5). Cessi
Cessi adalah cara penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan
melalui suatu perjanjian perdamaian yang mengakhiri perang.46

a. Wilayah dan Jurisdiksi Negara di Laut


Pengaturan tentang kedaulatan dan jurisdiksi negara di laut telah diatur dalam
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS atau Konvensi PBB
tentang Hukum laut 1982). Konvensi Hukum laut mengakui hak negara-negara
untuk mengklaim atas berbagai zona maritim dengan status hukum yang berbeda-
beda, yaitu
1). Berada di bawah kedaulatan penuh begara meliputi : laut pedalaman, laut
teritorial dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;
44
Brownlie, The Principles of Public International law, oxford univercity press 3rd.ed, hlm.109
45
Mochtar,op.cit., hlm.167
46
Huala Adolf, op.cit., hlm.125

20
2). Negara mempunyai jurisdiksi khusus dan terbatas pada zona tambahan;
3). Negara mempunyai jurisdiksi eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya
alamnya, yaitu zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen;
4). Berada di bawah opengaturan internasional khusus, yaitu daerah dasar laut
samudra dalam (Kawasan/international Sea bed area);
5). Tidak berada di bawah kedaulatan negara manapun, yaitu laut lepas.

1. Perairan pedalaman
Perairan pedalaman adalah perairan yang terletak pada sisi darat dari garis
pangkal. Di perairan pedalaman ini negara memiliki kedaulatan penuh sehingga
tidak ada kapal asing yang diperbolehkan masuk ke wilayah ini yang meliputi
sungai, teluk, dan pelabuhan. Perbedaan prinsipil antara perairan pedalaman
dengan laut teritorial adalah bahwa di perairan pedalaman kedaulatan negara
berlaku mutlak tanpa adanya pembatasan oleh hukum internasional dalam bentuk
memberikan hak lintas damai bagi kapal-kapal asing.47

2. Laut teritorial
Laut teritorial adalah laut yang terletak di luar garis pangkal dengan jarak
maksimal 12 mil. Negara mempunyai kedaulatan atas dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atas laut teritorial. Di laut teritorial terdapat hak
lintas damai yaitu hak suatu kapal asing untuk melintasi di laut teritotial secara
damai, terus-menerus dan tidak berhenti kecuali dalam keadaan darurat.

3. Zona Tambahan
Zona tambahan adalah zona yang lebarnya tidak boleh melebihi 24 mil laut
dari garis pangkal. Negara mempunyai kedaulatan terbatas di zona tambahan
untuk melakukan pencegahan pelanggaran dalam empat bidang yaitu: bea cukai,
fiscal, imigrasi dan kesehatan.

4. Zona Ekonomi Eksklusif


Konsep ini merupakan konsep baru dalam hukum internasional. ZEE adalah
zona yang lebarnya 200 mil diukur dari garis pangkal. Negara mempunyai hak
berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi konservasi dan pengelolaan
sumber daya alam baik hayati maupun non hayati di dalam ZEE.
Di ZEE, negara pantai juga memiliki hak-hak berdaulat untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu misalnya, produksi energi dari air, arus dan
angin, pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi, bangunan, riset ilmiah
kelautan serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.

5. Negara Kepulauan
Negara kepulauan adalah negara yang seluruh wilayahnya terdiri dari satu atau
lebih kepulauan termasuk pulau-pulau lain yang erat hubungannya satu sama lain,
47
I Wayan Parthiana, Pengantar..., op.cit., hlm. 165

21
termasuk perairan di dalamnya serta wujud alamiah lainnya, memiliki kedaulatan
di perairan kepulauan yaitu perairan yang terletak di sisi dalam garis-garis pangkal
lurus kepulauan. Garis-garis pangkal lurus kepulauan menghubungkan titik-titik
terluar dari pulau-pulau dan karang kering treluar dari negara kepulauan tersebut.

6. Landas Kontinen
Landas kontinen adalah daerah di bawah dasar laut dan tanah di bawahnya di
luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga
pinggiran luar tepi kontinen atau hingga jarak 200 mil Di landas kontinen negara
mempunyai hak berdaulat untuk eksplorasi dan eskploitasi sumber daya alam.

7. Laut Lepas
Pada prinsipnya di laut lepas tidak berlaku kedaulatan negara. Laut lepas
merupakan res communis yaitu laut yang terbuka dan bebas bagi semua negara.
Beberapa kebebasan itu adalah kebebasan berlayar, kebebasan penerbangan,
kebebasan menangkap ikan dan melakukan riset.

8. Kawasan
Kawasan atau Area merupakan dasar laut dan samudra dalam beserta tanah
di bawahnya yang terletak di luar yurisdiksi nasional. Di kawasan ini negara-
negara tidak mempunyai kebebasan untuk memanfaatkan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya karena Kawasan merupakan warisan bersama umat
manusia (common heritage of mankind) yang pengelolaannya diserahkan kepada
Otorita (the International Sea bed Authority)

9. Negara tidak berpantai dan Negara yang secara georafis tidak


beruntung (landlocked and geographically disadvantaged states)
Negara-negara ini memiliki hak untuk berperan atas dasar keadilan dalam
kegiatan eksploitasi dan eksplorasi bagian yang pantas dari kelebihan surplus
sumber daya alam di ZEE Negara pantai yang berada di region yang sama.
Negara-negara tidak berpantai memiliki hak akses ke dan dari laut dan kebebasan
untuk transit melalui wilayah dari Negara transit.

b. Ruang udara dan ruang angkasa


Wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah negara di darat dan
di laut. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan
Sipil Internasional yang menetapkan : “Setiap Negara memiliki kedaulatan penuh dan
eksklusif pada ruang udara di atas wilayahnya”.
Secara teoritis dengan adanya kedaulatan negara di ruang udara di atas
wilayahnya, setiap negara dapat melakukan larangan bagi negara-negara lain untuk
terbang di atas wilayahnya, kecuali jika telah diperjanjikan sebelumnya.48

48
Teuku May Rudi, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung, hlm. 14

22
Pada awalnya kedaulatan negara tidak ditetapkan batasnya secara vertikal,
namun kemudian dalam perkembangannya dibatasi dengan adanya pengaturan
mengenai ruang angkasa. Status hukum ruang angkasa adalah res communis sehingga
tidak boleh dimiliki oleh suatu negara. Perkembangan tekonologi ruang angkasa
dimulai sejak diluncurkannya Satelit Sputnik I oleh Uni Sovyet pada tahun 1957.
Kemudian Majelis Umum segera mengatur penggunaan dan eksplorasi di ruang
angkasa serta benda angkasa lainnya dengan ditandatanginya Treaty on Principle
Governing the Activities of State in the Exploration and Uses Outer space, including
the Moon and other Celestial Bodies ( Space Treaty )1967. Perjanjian-perjanjian ruang
angkasa lain, antara lain sebagai berikut :
1. Traktat pelarangan Uji Coba Nuklir tahun 1963, yang menyatakan bahwa
negara-negara peserta berkewajiban untuk melarang, mencegah dan tidak
melakukan peledakan uji coba nuklir di luar batas-batas atmosfer.
2. Rescue Agreement 1968. Perjanjian tentang penyelamatan para astronot,
pengembalian astronot, pengembalian objek yang diluncurkan ke ruang
angkasa
3. Konvensi tentang tanggung jawab internasional bagi kerugian yang disebabkan
oleh objek luar angkasa (Convention on International Liability for Damage
Caused by Space Objects 1972)
4. Konvensi tentang pendaftaran objek-objek yang diluncurkan ke ruang angkasa
(Convention on Registration of Object Launched into Outer space selanjutnya
disebut Registration Convention 1975).

BAB VI
PENGAKUAN

Negara adalah subjek hukum internasional yang bersifat dinamis, artinya dapat
berubah dari waktu ke waktu. Ada negara yang takluk dan dikuasai negara lain,
adapula negara yang baru lahir. Pemerintahan lama terguling, pemerintah baru
berkuasa. Dengan adanya perubahan-perubahan ini anggota masyarakat internasional
dihadapkan pada dua pilihan untuk menyetujui atau menolak kehadirannya. Dalam
menghadapi pilihan-pilihan ini lembaga pengakuan mulai berperan. Dalam bab ini

23
akan menelah mengenai pengertian, fungsi dan macam-macam pengakuan dalam
hukum internasional
Menurut Brierly pengakuan adalah tindakan politis suatu Negara untuk
mengakui Negara baru sebagai subjek hukum internasional yang mengakibatkan
hukum tertentu. Sedangkan Lauterpacht menegaskan bahwa pengakuan bukanlah
masalah hukum. Ia menyatakan bahwa praktik negara-negara tidak sama dan tidak
menunjukkan adanya aturan-aturan hukum dalam masalah pengakuan.49
Fungsi pengakuan adalah untuk menjamin Negara baru dapat menduduki
tempat yang wajar sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat dalam masyarakat
internasional.

a.Pengakuan Negara Baru


Secara garis besar terdapat dua teori mengenai pengakuan terhadap negara
baru :
1). Teori Konstitutif
Bahwa suatu Negara menjadi subjek hukum internasional hanya melalui
pengakuan. Suatu teori yang menegaskan bahwa tindakan pengakuan dari
negara lain yang memiliki pengaruh atas dimulaianya eksistensi negara baru.
Para penganutnya antara lain Oppenheim, Lauterpacht, dan Hans Kelsen.50
2). Teori Deklaratif
Bahwa pengakuan tidak menciptakan suatu Negara karena lahirnya suatu
Negara merupakan fakta tertentu. Jadi pengakuan hanya merupakan
penerimaan suatu Negara baru oleh Negara lainnya.51
Untuk mengakui suatu Negara baru pada umumnya memakai kriteria antara
lain :
1). keyakinan adanya stabilitas,
2). dukungan umum dari penduduk kesanggupan untuk melaksanakan
kewajiban internasional

Ada beberapa macam pengakuan terhadap Negara, antara lain :


a. Pengakuan Kolektif, bentuknya deklarasi bersama oleh kelompok Negara dan
melalui penerimaan Negara baru menjadi pihak dalam perjanjian internasional
b. Pengakuan terpisah
Pengakuan diberikan pada suatu Negara baru namun tidak kepada
pemerintahnya atau sebaliknya
c. Pengakuan Mutlak
Pengakuan yang telah diberikan pada suatu Negara baru tidak dapat ditarik lagi
d. Pengakuan bersyarat
Suatu pengakuan yang diberikan kepada suatu Negara baru yang disertai
dengan syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh Negara baru tersebut.

49
Huala Adolf, op.cit., hlm. 66
50
Ibid., hlm.69
51
Ibid., hlm.71

24
Akibat hukum dari adanya pengakuan adalah :
1). Negara yang diakui dapat mengadakan hubungan diplomatik dengan Negara
yang mengakui
2). Negara tersebut menikmati kekebalan diplomatik di Negara yang mengakui
3). Negara yang diakui dapat menuntut di wilayah Negara yang mengakui

b. Pengakuan Pemerintahan Baru


Pengakuan pemerintah ialah suatu pernyataan dari suatu Negara bahwa Negara
tersebut telah siap dan bersedia berhubungan dengan pemerintahan yang baru diakui
sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya.
Kriteria yang menjadi pertimbangan untuk mengakui pemerintah baru, antara
lain :
1). pemerintah yang permanen
2). pemerintah yang ditaati rakyatnya
3). penguasaan wilayah secara efektif
Doktin-doktrin berkaitan dengan Pengakuan Pemerintahan Baru, antara lain ,
pertama Doktrin Tobar (Menteri luar neger Equador Tahun 1907) yang menyatakan
bahwa suatu Negara harus berusaha untuk tidak mengakui suatu pemerintah asing bila
dibentuk atas dasar kudeta militer. Kedua Doktrin Estrada (Menlu Meksico) Tahun
1930, menyatakan bahwa Negara harus terus melanjutkan hubungan diplomatiknya
dengan suatu Negara meskipun di Negara tersebut telah berlangsung perebutan
kekuasaan.
Macam-Macam pengakuan terhadap pemerintah baru adalah :52
1). Pengakuan de facto
Pengakuan de facto adalah pengakuan yang diberikan kepada pemerintahan
yang belum sah secara konstitusional.
2). Pengakuan de Jure
Pengakuan yang diberikan jika pemerintah telah memenuhi ciri-ciri sebagai
berikut :
a. efektivitas, kekuasaan yang diakui di seluruh wilayah Negara
b. regularitas, berasal dari pemilu atau telah disahkan oleh konstitusi
c. eksklusivitas, hanya pemerintah itu sendiri yang mempunyai
kekuasaan.
Dalam pengakuan kadang terjadi penyalahgunaan pengakuan pemerintah baru.
Penyalahgunaan pengakuan artinya pengakuan yang diberikan kepada suatu
pemerintah baru bersifat sebagai alat politik nasional guna menekannya supaya
memberikan konsesi politik kepada Negara yang hendak memberi pengakuan.
Pengakuan dapat dilakukan dengan cara-cara :
1. Secara tegas
Melalui pernyataan secara tegas yang dapat dilakukan dengan deklarasi
atau melalui perjanjian
2. Secara diam-diam
52
Jawahir Thontowi, op. cit., hlm. 135

25
Tidak ada tindakan formal namun dilakukan secara diam-diam melalui
beberapa cara tertentu, antara lain : pengiriman ucapan selamat, dan
pembukaan hubungan diplomatik.

c.Pengakuan Belligerensi
Pemberontakan yang terjadi di dalam suatu negara adalah merupakan masalah
dalam negeri negara yang bersangkutan dan pada umumnya terkait dengan perang
saudara. Dalam pergaulan internasional, sebuah negara ke tiga menghadapi kesulitan
jika di negara lain terjadi pemberontakan. Hal itu terjadi karena sebuah negara harus
melindungi berbagai kepentingan dan mempertimbangkan prinsip non intervensi.
Menurut Brierly ada dua syarat dalam pengakuan belligerensi :53
1). pertempuran yang berlangsung telah menyerupai peperangan
2). perkembangan peperangan itu sedemikian rupa sehingga Negara lain tidak
mungkin terus berdiri di luar garis saja.

d.Pengakuan terhadap Gerakan pembebasan Nasional


Perkembangan baru dalam hukum internasional yaitu diberikannya pengakuan
terbatas pada gerakan-gerakan pembebasan nasional seperti Palestine Liberation
Organization (PLO) yang memungkinkan ikut dalam PBB atau organisasi
internasional tertentu.

e.Pengakuan Terhadap perolehan Wilayah Baru Secara Tidak Sah


Dalam hal ini dikenal adanya Doktrin Stimson (Doktin of non recognition).
Doktrin Stimson adalah doktrin yang menolak diakuinya suatu keadaan yang lahir
sebagai akibat penggunaan kekerasan atau pelanggaran terhadap perjanjian yang ada
sebab perolehan wilayah dengan cara kekerasan bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum internasional.54

BAB VII
JURISDIKSI NEGARA

Jurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, persamaan


derajat negara dan prinsip tidak campur tangan suatu negara terhadap urusan domestic
negara lain. Masalah jurisdiksi negara timbul karena dalam masyarakat internasional
masing-masing merupakan anggota berdaulat dan hubungan-hubungan berlaku dalam
masyarakat internasional melampaui batas-batas satu negara. Kata jurisdiksi berasal
dari bahasa Inggris jurisdiction atau jurisdictio dalam bahasa latin yang berarti hak,
kekuasaan atau kewenangan menurut hukum.

53
Brierly, op.cit., hlm. 134
54
Sefriani. op.cit., hlm.199

26
Menurut Imre Anthony Csabafi55, jurisdiksi negara adalah hak suatu negara
untuk mengatur atau mempengaruhi dengan tindakan yang bersifat legislatif, eksekutif
atau yudikatif atas hak hak individu, milik, harta kekayaannya, perilaku atau peristiwa
yang tidak semata-mata merupakan masalah dalam negeri
Dari pengertian ini terdapat unsur-unsur jurisdiksi, yaitu :56
a. hak, kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh suatu negara yang
berdaulat
b. mengatur, yaitu mencakup ajaran trias politika seperti legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
c. Objek (orang, benda, peristiwa hukum)
d. Tempat, yaitu dimana objek itu berada
e. Dasar hukum, yaitu yang dijadikan landasan untuk bertindak, tidak semata-
mata merupakan masalah dalam negeri tapi juga harus berdasarkan hukum
internasional.
Berdasarkan kewenangannya, jurisdiksi Negara di dalam wilayahnya dibagi
menjadi :
1. kekuasaan legislatif , yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan
2. kekuasaan eksekutif, yaitu kewenangan untuk memaksakan atau menegakkan
hukum
3. kekuasaan yudicial, yaitu kekuasaan untuk mengadili orang yang melanggar
hukum

Jurisdiksi dapat dibedakan antara jurisdiksi perdata dan pidana. Jurisdiksi


perdata adalah kewenangan hukum pebgadilan terhadap perkara-perkara yang
menyangkut perdata. Jurisdiksi pidana adalah kewenangan pengadilan terhadap
perkara-perkara bersifat kepidanaan.
Selain itu jurisdiksi dapat digolongkan dalam prinsip-prinsip jurisdiksi sebagai
57
berikut : jurisdiksi teritorial, jurisdiksi personal, jurisdiksi perlindungan dan jurisdiksi
universal.
a. Prinsip Jurisdiksi Teritorial

Prinsip ini merupakan prinsip yang paling mapan dalam hukum internasional.
Menurut prinsip ini negara mempunyai jurisdiksi terhadap kejahatan yang
dilakukan di dalam wilayahnya.
Terdapat dua perluasan prinsip teritorial :58
1). Prinsip teritorial subjektif membenarkan negara melakukan jurisdiksi atas
perbuatan yang mulai dilakukan di wilayahnya namun berakhir di wilayah
negara lain.

55
I Wayan Parthina, Pengantar..op.cit., hlm.346
56
Ibid., hlm. 347-349
57
Huala Adolf, op.cit, hlm. 159-172
58
Ibid., hlm. 160

27
2). Prinsip teritorial objektif, membenarkan negara melakukan jurisdiksi atas
perbuatan yang tidak dimulai di wilayahnya namun menimbulkan akibat atau
berakhir di wilayahnya.

Ada beberapa ketentuan yang berlaku dalam prinsip territorial, antara lain :
1. Terhadap kapal berbendera asing di laut teritorial
i). Di atas kapal asing biasa
Jurisdiksi kriminal negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas kapal asing yang
sedang melintasi laut teritorial, kecuali :
a. Bila kejahatan itu dirasakan di negara pantai
b. Kejahatan termasuk jenis yang mengganggu kedamaian negara
c. Diminta bantuan oleh nahkoda kapal
d. Bila diperlukan untuk menumpas perdagangan gelap narkotika

ii) di atas kapal perang dan kapal pemerintah asing


Kapal perang dan kapal pemerintah Negara asing hanya tunduk pada
jurisdiksi legislatif Negara pantai. Sepanjang menyangkut kapal perang dan
kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan non komersial, terdapat dua
teori, yakni :
1). Teori Pulau terapung (the floating island) artinya kapal-kapal tersebut
harus diperlakukan oleh Negara lain sebagai bagian dari wilayah Negara.
Menurut teori ini jurisdiksi negara tidak berlaku terhadap setiap tindakan
yang dilakukan di atas kapal atau menahan seseorang yang melakukan
kejahatan di atas kapal tersebut.
2). Teori yang menyatakan pengadilan negara pantai memberikan kekebalan
tertentu kepada kapal asing beserta wakilnya.
Kapal-kapal perang yang melanggar perundang-undangan negara pantai
berkenaan dengan lintasan melalui laut teritorial dan yang tidak mengindahkan
penaatan terhadap hukum dapat diminta untuk meninggalkan laut teritorial
dengan segera

2. Terhadap orang asing


Jurisdiksi teritorial terhadap orang asing sama dengan terhadap warga
negaranya. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan kepada orang asing, kecuali
adanya imunitas tertentu seperti yang dimiliki oleh diplomat.

3. Pelabuhan
Pelabuhan adalah salah satu bagian dari perairan pedalaman sehingga
negara berdaulat penuh di pelabuhan ini. Negara pantai memiliki jurisdiksi pidana
terhadap tindakan yang mengganggu perdamaian dan ketertiban di pelabuhan
Ada pengecualian terhadap jurisdiksi teritorial, bahwa dalam hal tertentu
jurisdiksi teritorial tidak berlaku terhadap :

28
a. Negara dan kepala negara asing
Alasan-alasan diberikan kekebalan terhadap Negara karena :
1). Negara berdaulat, merdeka dan sederajat
2). Adanya phrase hukum “Par in Parem Non Habet Inperium “ artinya suatu
Negara yang berdaulat tidak dapat menjalankan jurisdiksinya terhadap Negara
berdaulat lainnya. Namun sekarang kekebalan ini tidak mutlak, karena ada dua status
Negara :
1). Iure imperii : tindakan Negara yang hanya berkaitan dengan kedaulatan
Negara (kekebalan mutlak)
2). Iure gestionis : berkaitan dengan kegiatan komersial (kekebalan tidak
mutlak).

b. Perwakilan diplomatik dan konsuler


Kekebalan diplomatik diatur dalam Konvensi Wina 1961 tentang
Hubungan Diplomatik. Untuk melancarkan dalam menjalankan fungsinya, staf
diplomatik dan konsuler diberi hak istimewa dan kekebalan di negara penerima.
Menurut Pasal 31 (1), seorang diplomat menikmati kekebalan terhadap
jurisdiksi kriminal, perdata dan administratif.
Negara penerima dapat menyatakan persona non grata atau pernyataan
tidak mempercayai seorang pejabat diplomat, sehingga negara pengirim harus
menarik diplomatnya.
Sebagaimana halnya dengan diplomatik, konsul mewakili negaranya di
negara lain. Perbedaannya konsul tidak berkecimpung dalam hubungan politik
namun melaksanakan fungsi non politis seperti mengeluarkan paspor, visa,
perdagangan dan lain-lain.
Konsul memiliki kekebalan terhadap jurisdiksi perdata dan pidana hanya
terhadap perbuatannya yang berhubungan dengan tugas resminya. Hal ini diatur
dalam Konvensi Wina 1963 tentang hubungan konsuler.
c. Kapal pemerintah negara asing
Kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan non komersial tidak pernah
tunduk pada jurisdiksi suatu Negara baik di laut lepas maupun laut territorial.
Meskipun kapal pemerintah menikmati kekebalan, namun tetap harus menaati
peraturan Negara pantai.

d. Angkatan bersenjata negara asing


Latar belakang diberi kekebalan karena angkatan bersenjata asing merupakan
salah satu organ Negara yang dibentuk untuk memelihara kemerdekaan.
Kekuasaan dan keselamatan Negara tersebut.

e. Organisasi internasional
Dalam suatu negara, organisasi internasional memiliki kekebalan tertentu
terhadap jurisdiksi negara setempat. Kekebalan ini perlu untuk melaksanakan
tujuan-tujuan dari organisasi internasional. Kekebalan organisasi internasional dan
pegawainya biasanya diatur dalam suatu perjanjian internasional. Contohnya,

29
Kekebalan PBB diatur dalam The General Convention on the Previleges and
Immunities 1946.

c. Prinsip Jurisdiksi Personal (nasionalitas)


Suatu negara dapat mengadili warga negaranya yang melakukan kejahatan
dimanapun juga.
Ada dua macam prinsip personal
1). Prinsip personal aktif, Negara memiliki jurisdiksi terhadap warga negaranya
yang melakukan kejahatan di luar negeri. ( warga negaranya sebagai pelaku ).
Tentunya harus melalui proses ekstradisi.
2). Prinsip personal pasif, Negara memiliki jurisdiksi terhadap orang asing yang
melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar negeri (warga
negaranya sebagai korban).

c. Prinsip jurisdiksi perlindungan


Suatu negara dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap warga negara asing
yang melakukan kejahatan di luar negeri yang diduga dapat mengancam
kepentingan keamanan, integritas dan kemerdekaannya. Misalnya, berkomplot
untuk menggulingkan pemerintah, pemalsuan uang dan spionase.
Dewasa ini ada kecenderungan yang tampak dalam praktik Amerika Serikat.
Negara ini membuat peraturan yang bertujuan untuk memberikan jurisdiksi kepada
pengadilannya untuk mengadili segala hal yang mempunyai akibat terhadap
Amerika Serikat. Hal ini disebut dengan doktrin effect (the effect doctrine).59

d. Prinsip jurisdiksi universal


Menurut prinsip ini, setiap negara berhak melaksanakan Jurisdiksinya terhadap
pelaku tindak pidana yang membahayakan masyarakat internasional dan sangat berat
(serius crime) . Pemikiran yang mendasari munculnya prinsip universal adalah
anggapan apabila kejahatan tersebut telah menjadi kejahatan bagi seluruh umat
manusia (hostis humanis generis).
Kejahatan-kejahatan yang telah diterima sebagai kejahatan yang tunduk pada
prinsip jurisdiksi universal adalah perompakan dan kejahatan perang

BAB VIII

TANGGUNG JAWAB NEGARA

Bab ini membahas mengenai kewajiban negara terhadap negara lain


sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan oleh negara tersebut. Untuk itu akan
ditelaah mengenai hakikat pertanggungjawaban negara dan macam-macam tanggung
jawab negara.

59
Huala Adolf, op.cit., hlm. 170

30
Negara mempunyai kedaulatan, namun dengan adanya kedaulatan tersebut
tidak berarti bahwa negara itu bebas dari tanggung jawab. Yang menjadi latar
belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu bahwa
tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-
hak negara lain. Setiap pelanggaran terhadap hak negara lain menyebabkan negara
tersebut wajib untuk memperbaiki pelanggaran hak itu.60

a. Pengertian Tanggung jawab Negara


Persoalan tanggung jawab negara masih belum ada ketegasan dalam proses
perkembangannya, karena sampai saat ini belum ada ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang tegas membahas tanggung jawab negara. Tanggung jawab negara
muncul sebagai akibat dari prinsip persamaan dan kedaulatan negara yang terdapat
dalam hukum internasional. Prinsip ini memberi kewenangan bagi suatu negara yang
terlanggar haknya untuk menuntut reparasi.
Biasanya pertanggungjawaban muncul diakibatkan oleh pelanggaran atas
hukum internasional. Suatu negara dikatakan bertanggung jawab dalam hal negara
tersebut melakukan pelanggaran atas perjanjian internasional, melanggar kedaulatan
wilayah negara lain, menyerang negara lain, mencederai wakil diplomatik negara lain
bahkann memperlakukan warga asing dengan seenaknya.
Menurut Shaw yang menjadi karateristik penting adanya tanggung jawab
negara ada tiga faktor, yaitu :61
1. adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara
2. adanya perbuatan atau kelalaian yang melanggar hukum internasional
3. ada kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar
hukum atau kelalaian
Tanggung jawab negara sebagai pemulihan atas pelanggaran hukum
internasional ini dapat berupa satisfaction dan monetary compensation. Satisfaction
merupakan pemulihan atas perbuatan yang melanggar kehormatan negara yang dapat
dilakukan melalui perundingan diplomatik dan cukup diwujudkan dengan permintaan
maaf secara resmi atau jaminan tidak akan terulangnya perbuatan itu, selain itu juga
dapat dalam bentuk penghukuman atas individu yang bertanggung jawab. Sedangkan
monetery compensation dilakukan bila pelanggaran itu menimbulkan kerugian
material.

b. Macam-macam Tanggung Jawab Negara

1. Pertanggungjawaban atas Perbuatan Melawan Hukum


Tanggung jawab seperti ini dapat lahir dari setiap kesalahan atau kelalaian
suatu negara terhadap orang asing di wilayah negara lain. Hal ini timbul karena
a. Eksplorasi ruang angkasa
Negara peluncur satelit selalu bertanggung jawab terhadap setiap kerugian
yang disebabkan oleh satelit terhadap benda-benda objek) di negara lain.
60
Ibid., hlm. 197
61
Shaw, International Law, Butterworths, 2nd, 1986, hlm. 406

31
Sistem tanggung jawabnya adalah tanggung jawab absolute. Hal ini telah
diatur dalam Space Liability tahun 1972 (Convention on International
liability for Damage Caused by Space Objects).
b. Eksplorasi Nuklir
Negara bertanggung jawab terhadap setiap kerusakan yang disebabkan
karena kegiatan-kegiatannya dalam bidang eksplorasi nuklir. Sistem
tanggung jawabnya adalah tanggung jawab absolute.
c. Kegiatan –Kegiatan Lintas Batas Nasional
Latar belakang lahirnya tanggung jawab negara terhadap kegiatan-kegiatan
ini yaitu setiap negara harus mengawasi dan mengatur setiap kegiatan di
dalam wilayahnya, yang tampaknya kegiatan itu dapat melintasi batas
negara dan menimbulkan kerugian terhadap negara lain.

2. Tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian


a. Pelanggaran suatu perjanjian
Pelanggaran terhadap suatu perjanjian melahirkan kewajiban untuk
membayar ganti rugi. Sifat dan berapa ganti rugi untuk pelanggaran
suatu perjanjian internasional dapat ditentukan oleh Mahkamah
Internasional, pengadilan atau melalui perundingan.
b. Pelanggaran Kontrak
Suatu negara dapat mengadakan kontrak-kontrak komersial dengan
negara lain atau perusahaan asing. Jika suatu negara melanggar kontrak,
maka pihak lainnya dapat menuntut negara tersebut untuk membayar
ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Dalam hal pelanggaran
kontrak internasional seperti ini hukum yang mengaturnya bergantung
pada hukum nasional yang disepakati atau dipilih para pihak.

3. Pertanggungjawaban atas ekspropriasi


Masalah ini timbul terutama ketika perang Dunia II selesai banyak negara
yang memproklamasikan kemerdekaannya. Setelah itu negara baru tersebut
pada umumnya menasionalisasi atau mengambil alih perusahaan dagang milik
negara penjajah. Ekspropriasi adalah pengambilalihan perusahaan asing untuk
kepentingan umum yang disertai ganti rugi.
Pengambilalihan suatu perusahaan asing adalah suatu pelanggaran hukum,
namun tindakan ini dapat dibenarkan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :62
a. Untuk kepentingan umum (publik purposes)
b. Ganti rugi yang pantas (appropriate compensation)
c. Non disktriminasi
d. Menurut hukum
Menurut negara – negara barat, suatu pengambilalihan perusahaan asing dapat
dibenarkan jika tindakan itu diikuti oleh ganti rugi yang prompt, adequat and effective.
Konsep ganti rugi. (disebut dengan Formula Hull). Promt berarti pembayaran
62
Huala Adolf, op.cit., hlm.227

32
dilakukan secara cash dan secepat mungkin. Effective artinya pihak yang menerima
pembayaran harus dapat memanfaatkannya. Misalnya dengan jumlah ganti rugi
tersebut ia mampu mendirikan perusahaan yang baru untuk menggantikan perusahaan
yang diambil alih. Adequat berarti jumlah ganti ruginya adalah mempunyai nilai yang
sama dengan usahanya pada waktu dinasionaalisasi ditambah dengan bunganya sampai
keputusan pengadilan dikeluarkan.
Pendapat ini ditentang oleh negara-negara berkembang. Menurut negara
berkembang ganti rugi untuk nasionalisasi tidak perlu mengikuti prinsip tersebut tapi
cukup ganti rugi yang sewajarnya (fair compensation) menurut hukum nasionalnya.

4.Pertanggungjawaban atas orang asing


Seperti dalam soal ekspropriasi, tanggung jawab negara terhadap orang asing
juga terdapat dua pandangan yang berbeda. Ada dua doktrin perlakuan terhadap
orang asing, yaitu :
a. Ukuran Perlakuan Internasional (International Minimun Standar)
Maksudnya suatu perlakuan yang harus diberikan kepada orang asing dimana
ia tinggal harus sesuai dengan ukuran-ukuran internasional.
b. Ukuran perlakuan nasional (National minimum satndar/Doktrin Calvo)
Prinsipnya seorang asing tidak boleh menuntut hak-hak yang lebih banyak
daripada warga negara.
5.Tanggung jawab negara atas lingkungan
Tanggung jawab negara terhadap lingkungan dipertegas dalam KTT Bumi
tahun 1992. Tercantum dalam prinsip 21 Deklarasi Stockholm yang pada intinya
menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas semua kegiatan yang
dilakukan di dalam wilayahnya atau di bawah pengawasannya agar tidak
merugikan negara lain.
Dalam keadaan-keadaan tertentu, suatu pelanggaran terhadap suatu
kewajiban internasional tidak mengakibatkan negara tersebut bertanggung jawab.
Secara umum keadaan-keadaan yang dimaksud adalah :63
a. Tindakan dilakukan dengan persetujuan dari negara yang dirugikan
Tindakan tersebut dilakukan dengan persetujuan negara yang dirugikan.
Sebagai contoh pengiriman tentara atas permintaan negara penerima.
b. Diterapkannya sanksi-sanksi yang sah
Suatu tindakan pelanggaran dikesampingkan manakala tindakan itu
dilakukan sebagai upaya yang sah menurut hukum internasional sebagai akibat
adanya pelanggaran internasional yang dilakukan oleh negara lainnya
c. Keadaan memaksa (force Majeure)
Force majeure adalah adanya kekuatan yang tidak dapat dihindari atau
karena adanya kejadian yang tidak dapat diduga sebelumnya di luar

63
Ibid., hlm. 223-226

33
pengawasan suatu negara yang membuatnya tidak dapat memenuhi kewajiban
internasional
d. Tindakan yang sangat diperlukan (doctrine of necessity)
Doctrine of necessity menyatakan bahwa suatu negara dapat melakukan
suatu tindakan yang merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
kepentingan yang esensiil terhadap bahaya yang sangat besar. Contohnya
dalam kasus

e. Tindakan bela diri (self defence)


Yang menjadi tolok ukur dari suatu tindakan pembelaan diri adalah bahwa
tindakan tersebut harus sesuai dengan Piagam PBB, jika tidak tindakan tersebut
tidak menghapus tanggung jawab negara.

Dalam pertanggungjawaban negara dikenal adanya dua teori kesalahan, yaitu :


1. Teori objektif/Teori Resiko
Menurut teori objektif, tanggung jawab negara adalah mutlak artinya jika
seorang pejabat telah melakukan tindakan yang merugikan orang lain, maka negara
bertanggung jawab.
2. Teori subjektif/ teori kesalahan
Menurut teori subjektif, tanggung jawab negara ditentukan adanya unsur kesalahan
atau kelalaian pada pejabat atau agen negara yang bersangkutan.
Dalam pembahasan mengenai tanggung jawab negara ini cukup penting untuk
meninjau tentang doktrin imputabilitas. Latar belakang doktrin ini yaitu bahwa negara
sebagai suatu kesatuan hukum yang abstrak tidak dapat melakukan tindakan-tindakan
nyata. Negara melakukan tindakan hukum yang nyata melalui pejabat-pejabat atau
perwakilan-perwakilan yang sah , sehingga tidak bertanggung jawab atas tindakan
semua warga negaranya tetapi hanya bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan
oleh pejabat negara

BAB IX
SUKSESI NEGARA

Pembahasan materi suksesi sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu


suksesi negara dan suksesi pemerintah. Namun dalam Bab ini hanya akan menelaah
tentang suksesi negara, sedangkan suksesi pemerintah hanya merupakan pembanding.
a. Pengertian

34
Sebenarnya suksesi merupakan pengertian hukum perdata. Menurut hukum perdata
suksesi berarti penggantian suatu subjek hukum oleh subjek hukum yang lain. Suksesi
adalah pergantian subjek hukum oleh subjek hukum yang lain. Suksesi negara
dipergunakan untuk menyebut penggantian identitas negara yang terjadi karena hilang
atau berubahnya kedaulatan wilayah negara tersebut yang disertai perolehan
kedaulatan wilayah baru oleh negara lain.64
Pengertian suksesi ini digunakan dalam hukum internasional dan digunakan
dalam dua peristiwa yaitu suksesi negara dan suksesi pemerintahan. Istilah untuk
negara pengganti disebut sucessor state sedangkan negara yang diganti disebut
predecessor state
Permasalahan hukum yang timbul dalam suksesi itu ialah sejauh mana hak dan
kewajiban internasional negara yang lama masih berlaku dan sejauh mana hak dan
kewajiban negara yang lama beralih kepada negara baru. Hal ini telah diatur dalam
Konvensi Wina 1978 tentang suksesi negara dalam hubungannya dengan perjanjian
internasional dan Konvensi Wina 1983 tentang suksesi negara dalam Hubungannya
dengan Milik, Arsip dan Hutang Negara.
Menurut Pasal 2 (b) Konvensi Wina 1978, Suksesi negara berarti perpindahan
tanggung jawab dari suatu negara kepada negara lain dalam kaitannya dengan praktik
hubungan internasional dari wilayah tersebut.
Suksesi negara ditinjau dari wilayahnya ada dua macam yaitu :
1. Suksesi universal, terjadi perubahan atas seluruh wilayah negara
sehingga identitas negara hilang.
2. Suksesi partial, terjadi suksesi atas sebagian wilayah negara dan tidak
menghilangkan identitas negara.

b. Macam-macam peristiwa suksesi Negara

Menurut J.G. Starke ada beberapa macam peristiwa suksesi negara, antara lain
65
:
a. Sebagian wilayah A bergabung dengan B
b. Sebagian wilayah A menjadi negara baru
c. Seluruh wilayah A terbagi-bagi menjadi negara baru dan A tidak eksis lagi.
Contohnya, Uni Sovyet dan Cekoslovakia
d. Seluruh wilayah A dimasukkan dalam negara B.
Contohnya, penyerapan Korea oleh Jepang tahun 1910
e. Lahirnya negara baru yang sebelumnya merupakan wilayah jajahan .

Di samping dekolonisasi merupakan motif timbulnya negara, hancurnya


komunis memberikan persoalan yang menarik bagi proses pembentukan negara baru.

64
Jawahir Thontowi, op.cit., hlm.212
65
JG Starke, op.cit., hlm. 433

35
Sebagai contoh adalah suksesi yang terjadi di Cekoslowakia, Yogoslavia dan Uni
Soviet. Cekoslowakia pecah menjadi Republik Ceko dan Slowakia. 66
Suksesi negara dapat disebabkan antara lain karena, perang, revolusi dan
penyerahan secara damai. Sedangkan suksesi pemerintah dapat disebabkan karena
kudeta atau dengan cara konstitusional, misalnya melalui pemilu.
c. Akibat Hukum Suksesi Negara

1. Terhadap status individu (nasionalitas)


Ian Brownlie menyatakan bahwa sudah merupakan hal yang umum apabila
nasionalitas mengikuti kedaulatan.67 Penduduk dari negara yang mengalami
suksesi dapat diberi kesempatan untuk memilih kewarganegaraan baik secara
individu (opsi) atau secara kolektif (plebisit)

2. Terhadap perjanjian internasional


Akibat suksesi negara terhadap perjanjian internasioanal diatur dalam
Konvensi Wina 1978 tentang Suksesi Negara Dalam Hubungannya dengan
Perjanjian Internasional
Bila suatu negara hapus karena hilangnya kedaulatan wilayahnya
maka tidak mengakibatkan peralihan hak dan kewajiban kepada negara
penggantinya kecuali jika perjanjian internasional yang telah dibuat oleh negara
sebelumnya untuk kepentingan yang bersifat universal seperti mengatur kesehatan,
narkotika dan hak asasi manusia.
Menurut ahli hukum ada 3 alternatif teori :
a. Teori negatif (clean state theory), semua perjanjian yang dibuat oleh negara
yang digantikan tidak mengikat negara pengganti
b. Teori positif yaitu semua perjanjian internasional yang dibuat oleh negara
yang digantikan beralih secara langsung dan mengikat negara pengganti
c. Inherritance/devolution agreement/perjanjian peralihan , artinya Negara
pengganti menentukan sendiri sikapnya terhadap perjanjian tersebut untuk
melanjutkan atau tidak.

3. Terhadap milik, arsip dan hutang negara


Hal ini diatur dalam Konvensi Wina 1983 tentang Suksesi negara dalam
hubungannya dengan milik, arsip dan hutang negara. Negara pengganti mengambil
alih, dana umum, barang, harta benda milik umum dari negara yang digantikan.
Arsip diserahkan kepada negara pengganti tanpa kompensasi dan pemindahan
hutang dilakukan dalam proporsi yang adil.
4. Suksesi dan Keanggotaan dalam Organisasi Internasional
Suksesi atas keanggotaan organisasi internasional tergantung pada apakah
negara tersebut baru dibentuk atau merupakan negara lama yang memiliki bentuk

66
Jawahir Thontowi, op.cit, hlm 220
67
Ibid. hlm. 216

36
berbeda. Terhadap masalah ini PBB mempunyai perlakuan yang berbeda. Jika
suatu negara dianggap sebagai negara lama atau penerus sebelumnya maka tidak
perlu mengajukan keanggotaan yang baru di PBB. Contohnya, ketika India pecah
menjadi India dan Pakistan, India dianggap sebagai negara lama, sedangkan
Pakistan dianggap sebagai negara baru yang tentunya harus mengajukan
permohonan sebagai anggota baru PBB.68
Sebagai perbandingan akan dijelaskan mengenai suksesi pemerintah . Suksesi
pemerintah adalah penggantian pemerintah lama oleh pemerintah baru.
Penggantian ini dapat berlangsung secara konstitusional dan inskonstitusional.
Dalam suksesi pemerintah berlaku asas kontinuitas artinya pemerintah yang baru
tetap harus melanjutkan hak dan kewajiban dari pemerintah yang lama.

BAB X

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, negara dengan


individu maupun negara dengan organaisasi internasional tidak selamanya terjalin
dengan baik, namun kadang-kadang timbul sengeketa di antara subjek hukum
internasional tersebut. Manakala hal demikian terjadi, hukum internasional memainkan
peranannya dalam penyelesaian sengketa. Dalam bab ini dibahas mengenai pengertian

68
Ibid, hlm. 219

37
sengketa internasional , macam-macam sengketa dan cara-cara penyelesaian sengketa
internasional.
a. Pengertian sengketa internasional
Menurut Starke sengketa internasional adalah sengketa yang terjadi antara
negara dengan negara, negara dengan individu, badan korporasi serta badan badan
bukan negara di pihak lain. 69 Dalam studi hukum internasional dikenal ada dua
macam sengketa internasional yaitu sengketa hukum dan sengketa politik.
Sebenarnya tidak ada kriteria yang jelas dan diterima umum mengenai pengertian
kedua istilah tersebut. Yang sering dipakai menjadi ukuran suatu sengketa
dipandang sengketa hukum yaitu manakala sengketa tersebut bisa atau dapat
diselesaikan oleh pengadilan internasional.70
Menurut Waldock penentuan suatu sengketa menjadi sengketa politik atau
hukum tergantung dari para pihak. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai
sengketa hukum maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum. Sebaliknya jika
sengketa tersebut membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum
internasional, misalnya perlucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa
politik.71

b. Cara penyelesaian sengketa


Pada prinsipnya setiap sengketa harus diselesaikan secara damai sesuai dengan
prinsip-prinsip penyelesaian sengketa internasional. Sejak munculnya Piagam
PBB diakui bahwa penggunaan kekerasan atau perang dilarang dalam hubungan
internasional sehingga negara-negara harus menggunakan cara-cara damai dalam
menyelesaikan sengketa.
Dalam praktiknya ada dua macam cara penyelesaian sengketa yaitu secara
damai dan secara paksa. Cara penyelesaian secara damai telah diatur dalam Pasal
33 Piagam PBB damai meliputi :
1. Negosiasi
Cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali
ditempuh jika para pihak bersengketa. Negosiasi adalah penyelesaian sengketa
dengan melakukan perundingan secara langsung. Dalam pelaksanaannya memiliki
dua bentuk utama yaitu bilateral dan multilateral.
2. Pencarian fakta ( Inquiry)
Jika suatu segketa pada intinya mempersoalkan perbedaan mengenai fakta
maka perlu campur tangan pihak lain untuk menyelidiki fakta yang sebenarnya.
Biasanya para pihak tidak meminta pengadilan tetapi meminta pihak ketiga yang
sifatnya kurang formal. Cara inilah yang disebut dengan pencarian fakta (fact
finding)
69
J.G Starke, op.cit., hlm. 645
70
Huala Adolf , Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 3
71
Ibid.

38
3.Jasa-jasa Baik (Good Offices)
Jasa-jasa baik adalah penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga.
fungsi utama jasa baik adalah mempertemukan para pihak untuk mau bernegosiasi.
4.Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga
(mediator), dimana ia ikut aktif dalam proses negosiasi. Mediator bisa negara,
organisasi internasional, atau individu (politikus, ahli hukum atau ilmuwan).
Fungsi utama mediator adalah mencari berbagai solusi, mengidentifikasi
hal-hal yang disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat
mengakhiri sengketa.
5.Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau suatu
komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. (sifat lebih formal dari
mediasi).
Komisi konsiliasi bisa sudah terlembaga atau ad hoc. Sidang ada dua tahap
tertulis dan lisan. Berdasarkan fakta yang diperoleh konsiliator menyerahkan
laporan disertai kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa. Usulan ini tidak
mengikat.

6. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat.
Penyerahan sengketa melalui arbitrase ada 2 cara , yaitu
1). Pembuatan compromise (dibuat setelah lahir sengketa)
2). Clause Compromissoire (pembuatan klausul arbitrase sebelum lahir sengketa).
Arbitrase memiliki beberapa unsur positif antara lain :
a. Pemilihan arbitrator tergantung para pihak.
b. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan hukum acara atau
persyaratan bagaimana putusan akan didasarkan.
c. Para pihak yang menentukan tujuan atau tugas arbitrase tersebut.

7. Mahkamah Internasional (International Court of Justice)


Salah satu alternatif penyelesaian sengketa secara hukum dalam hukum
internasional adalah penyelesaian melalui badan peradilan internasional. Badan-
badan peradilan internasional yang ada dewasa ini antara lain, International
Tribunal for the law of the Sea, (ITLOS ) menangani sengketa hukum laut
internasional, International Court of Justice (ICJ/ Mahkamah Internasional),
International Criminal Court (ICC/ Mahkamah Pidana Internasional), dan lain-
lain.
Mahkamah internasional dahulu disebut dengan Mahkamah Tetap Internasional
(Permanent Court of International Justice). Statuta ICJ merupakan bagian integral

39
dari Piagam PBB (Pasal 92 Piagam). Statuta ini tidak dimasukkan ke dalam
Piagam tetapi dijadikan sebagai lampiran.
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim. Hakim dipilih oleh Majelis
Umum & Dewan Keamanan PBB (Pasal 8 Statuta Mahkamah Internasional).
Pemilihan hakim mempertimbangkan perwakilan geografis dan sistem hukum
yang ada di dunia. Praktik yang berlaku, adalah Lima orang dari negara barat, tiga
dari Afrika (satu dari negara yang berbahasa Perancis yang menganut civil law, 1
dari negara yang berbahasa Inggris yang menganut common law dan satu dari
Arab), tiga dari Asia , dua dari Eropa Timur dan dua dari Amerika latin.72
Dalam Mahkamah Internasional dikenal pula adanya hakim ad hoc, yaitu
apabila suatu negara dalam suatu sengketa tidak memiliki hakim yang
berkebangsaan negaranya ia dapat meminta agar dipilih hakim ad hoc.
Ada pula yang disebut dengan chamber, yaitu sengketa yang diperiksa oleh
beberapa orang hakim tertentu yang dipilih oleh Mahkamah secara rahasia. Putusan
chamber dianggap sebagai putusan mahkamah.

Jurisdiksi Mahkamah Internasional


1. Jurisdiksi atas sengketa (contentious jurisdiction)
Merupakan kewenangan untuk mengadili sengketa antara dua negara atau
lebih. Pasal 34 Statuta MI menyatakan hanya negara yang dapat menyerahkan
sengketa ke Mahkamah.
Syarat berperkara harus ada kesepakatan dari masing-masing negara yang
tertuang dalam suatu perjanjian.
Yurisdiksi mahkamah dapat dilaksanakan melalui cara-cara berikut ini :
a. Berdasarkan Pasal 36 (1) Statuta MI
Yurisdiksi pengadilan mencakup semua sengketa yang diserahkan oleh para
pihak dan semua persoalan yang ditetapkan dalam Piagam PBB yang
dituangkan dalam perjanjian atau konvensi internasional yang berlaku.
Disamping itu para pihak dapat juga membuat akta perjanjian untuk
menyerahkan sengketa ke MI.
b. Doktrin forum prorogatum
Menurut doktrin ini, yurisdiksi timbul jika hanya satu negara yang menyatakan
secara tegas persetujuananya atas yurisdiksi mahkamah. Kesepakatan pihak
lainnya diberika secara diam-diam.
c. The optional clause Pasal 36 (2)
Negara peserta dapat setiap waktu menyatakan penerimaan wajib yurisdiksi
mahkamah dan tanpa adanya perjanjian khusus atas semua sengketa hukum mengenai :
- penafsiran suatu perjanjian
- setiap masalah HI
- eksistensi suatu fakta yang jika terjadi merupakan pelanggaran kewajiban
internasional

72
Jawahir Thontowi, op.cit.,, hlm. 234

40
- sifat dan ruang lingkup ganti rugi yang dibuat atas pelanggaran kewajiban
internasional.

2. Advisory Opinion
Mahkamah mempunyai fungsi konsultatif yaitu memberikan pendapat-
pendapat yang tidak mengikat (advisory opinion) kepada organ utama PBB atau
organ PBB lainnya.

Penyelesaian sengketa Secara Paksa :


Penyelelesaian sengketa secara paksa atau dengan cara kekerasan sebenarnya
sudah dilarang dalam Piagam PBB dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Piagam
PBB. Cara-cara penyelesaian sengketa secara paksa melalui :73
a. Perang
Perang adalah pertentangan yang disertai penggunaan kekerasan angkatan
bersenjata masing-masing pihak dgn tujuan menundukkan lawan dan
menetapkan persyaratan perdamaian secara sepihak.
b. Retorsi
Retorsi adalah pembalasan yang dilakukan oleh suatu Negara terhadap
tindakan yang tidak pantas dari Negara lain. Retorsi merupakan perbuatan yang
sah yang tidak bersahabat, Contohnya pemutusan hubungan diplomatik,
penghapusan hak istimewa diplomatik.
c. Repraisal
Repraisal adalah pembalasan yang dilakukan oleh suatu Negara terhadap
tindakan yang melanggar hukum dari Negara lawan. Repraisal merupakan
tindakan yang illegal. Contohnya, berupa pemboikotan barang, embargo,
demonstrasi angkatan laut.
d. Blokade masa damai
Blokade adalah suatu pengepungan wilayah untuk memutuskan hubungan
wilayah itu dengan pihak luar. Ada 2 macam blokade yaitu blockade masa
damai dan masa perang. Blokade masa damai pada umumnya ditujukan untuk
memaksa Negara yang diblokade memenuhi tuntutan Negara yang
memblokade.
e. Intervensi
Menurut Lauterpacht, intervensi adalah campur tangan secara diktator oleh
suatu Negara terhadap urusan dalam negeri lainnya dengan maksud untuk
memelihara, atau mengubah keadaan, situasi atau barang di negeri tersebut.
Dalam Piagam PBB, larangan intervensi terdapat dalam Pasal 2 (4) dan 2(7).

73
J G Starke,op. cit, hlm. 679

41
BAB XI

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA

Sejarah perang sama tuanya dengan adanya manusia di permukaan bumi ini.
Perang merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan tetapi harus diusahakan untuk
memanusiawikan perang. Dalam bab ini akan ditelaah mengenai pengertian hukum
humaniter, sumber-sumber hukum humaniter, penegakannya serta hubungan Hukum
humaniter dan Hak Asasi Manusia (HAM).

42
a. Istilah dan Ruang Lingkup Hukum humaniter internasional
Istilah hukum humaniter ( international humanitarian law) berawal; dari istilah
hukum perang (laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa
bersenjata (laws of armed conflict), yang akhirnya sekarang dikenal dengan hukum
humaniter.74
Mengenai ruang lingkup hukum humaniter ada pendapat dari beberapa sarjana.
Haryomataram 75, membagi hukum humaniter menjadi dua aturan pokok, yaitu :
1. Hukum yang mengatur cara dan alat berperang ( Hukum Den Haag).
2. Hukum yang mengatur perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil
(Hukum Jenewa).

Mochtar Kusumaatmadja, membagi hukum perang sebagai berikut :


1. Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur dalam hal
bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata
2.Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi :
a. Hukum yang mengatur cara perang (Hukum Den Haag)
b. Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi
korban perang. (Hukum Jenewa)

b. Pengertian hukum humaniter


1. Jean Pictet
International humanitarian law in the wide sesnse is constitutional legal
provision, wether written and customary ensuring respect for individual and
hukum internasionals well being.
2. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum humaniter adalah bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-
ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang
mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara
melakukan perang itu sendiri.

c. Asas- asas dan Prinsip-Prinsip hukum humaniter


Dalam hukum humaniter terdapat tiga asas utama yaitu :76
1. Asas kepentingan militer (military necessity)
Berdasarkan asas ini pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan
kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan
perang.
2. Asas perikemanusiaan (humanity)

74
Alina Permansasri dkk, Pengantar Hukum Humaniter Internasional, ICRC, Jakarta, 1999, hlm.1
75
Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter Internasional, RajawaliPress, Jakarta, 2005, hlm..
76
Ibid, hlm. 11

43
Pihak yang bersengkata diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan,
dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan
luka yang berlebihan.

3. Asas kesatriaan (chivalry)


Di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak
terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat
dilarang.
Selain ketiga asas tersebut di atas terdapat pula prinsip-prinsip hukum humaniter,
antara lain :
1. Prinsip proporsionalitas
Harus ada keseimbangan antara serangan militer dengan resiko yang
ditimbulkan akibat serangan tersebut.
2. Prinsip Pembedaan
Dalam pertempuran harus dibedakan antara combatant (orang yang ikut aktif
dalam pertempuran) dan civilian (penduduk sipil). Combatan boleh dijadikan
sasaran tempur sedangkan penduduk sipil tidak boleh dijadikan sasaran.
3. Prinsip Pembatasan
Prinsip pembatasan ini berkaitan dengan tiga hal, yaitu:77
a. Pembatasan sasaran lawan, artinya hanya lawan yang dapat diserang
dengan mengupayakan kekerasan minimal
b. Pembatasan sasaran wilayah, adanya larangan menghancurkan tempat
ibadah, peninggalan kebudayaan, ilmu penengetahuan dan wilayah
yang tak dipertahankan, rumah sakit, pasar dan lain-lain.
c. Prinsip pembatasan sasaran keadaan, tindakan perang dilarang
melakukan pengkhianatan dalam arti tindakan pura-pura/ menjebak
lawan dan memberi cedera yang berlebihan.

d. Tujuan dan Sejarah Hukum Humaniter


Hukum humaniter tidak bertujuan untuk melarang perang karena dari sudut
pandang hukum humaniter, perang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
dihindari. Hukum humaniter mencoba untuk mengatur agar suatu perang dapat
dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan. Ada beberapa
tujuan hukum humaniter, antara lain :78
1. Memberi perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari
penderitaan yang tidak perlu.
2. Menjamin HAM yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke tangan
musuh.
77
Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Penyusunan
Hukum Hak asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia, Jakarta .2005, hlm.30

78
Arlina Permanasari, op.cit., hlm. 12

44
3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam.

Sejarah hukum humaniter internasional dapat dibagi menjadi :


1. Zaman kuno
Para pimpinan militer telah memerintahkan untuk memperlakukan tawanan perang
dengan baik, menyelamatkan penduduk sipil musuh, memperlakukan tawanan
perang dengan baik.
2. Abad Pertengahan
Dipengaruhi oleh ajaran agama. Agama Kristen memberi sumbangan terhadap
konsep “Perang yang Adil”. Ajaran Agama Islam tentang perang dapat dipandang
sebagai sarana pembelaan diri dan menghapuskan kemungkaran (Surat Al
Baqarah :190,191, Al Anfal: 39, At Taubah;5, Al Haj :39). Prinsip kesatriaan yang
berkembang misalnya mengajarkan tentang pentingnya pengumuman perang dan
penggunaan senjata-senjata tertentu.
2. Zaman modern
Dimulai pada abad ke-18 terutama pada tahun 1850 sampai pecahnya Perang
Dunia I. Praktik-praktik negara menjadi hukum dan kebiasaan internasional .
Salah satu tonggak penting adalah didirikannya ICRC tahun 1863 dan
ditandatanganinya Konvensi Jenewa 1864.

e. Sumber Hukum Humaniter

1. Konvensi Den Haag/ KDH 1899 terdiri dari 3 Konvensi dan 3 deklarasi
2. KDH 1907 terdiri dari 13 Konvensi
3. Konvensi Jenewa (KJ) 1949, terdiri dari 4 ketentuan yaitu :
a. KJ I tentang Perbaikan keadaan tentara yang luka dan sakit di medan perang
darat
b. KJ II tentang Perbaikan keadaan Tentara yang luka dan Sakit di medan
Perang laut
c. KJ III tentang Perlindungan tawanan perang
d. KJ IV tentang Perlindungan penduduk sipil
4. Protokol Tambahan I /PT I 1977 tentang Sengketa Bersenjata Internasional
5. Protokol Tambahan II 1977tentang Sengketa Bersenjata Non Internasional
6. Sumber-Sumber hukum lainnya, antara lain :
a. Deklarasi paris 1858 tentang perang di Laut
b. Protokol Jenewa 1925 tentang Pelarangan Penggunaan Gas Cekik dan Macam-
Macam Gas lain dalam peperangan.
c. KDH 1954 tentang Perlindungan benda-benda Budaya Pada Waktu pertikaian
Bersenjata
Pengertian sengketa bersenjata
Protokol Tambahan I 1977 mengatur tentang Sengketa Bersenjata Intermasional.
Yang dimaksud sengketa bersenjata internasional adalah :
a. Sengketa yang terjadi antara negara dengan negara

45
b. Antara bangsa (people) melawan Colonial domination, Alien occupation, dan
Rasict Regim. (CAR conflict) dalam upaya untuk melakukan hak menentukan
nasib sendiri.
Yang dimaksud bangsa atau people adalah, sekelompok masyarakat yang
berada dalam wilayah yang memiliki bahasa sama, kesamaan etnik dan budaya
yang mempunyai faktor persamaan dan keinginan politik untuk hidup bersama
sebagai suatu bangsa.79
Mengenai Sengketa bersenjata Non Internasional (SBNI) diatur dalam
Protokol Tambahan II 1977. Pengertian SBNI adalah Sengketa yang terjadi
a. antara negara dan pihak lain selain negara , dapat dilihat sebagai situasi di mana
terjadi pertempuran antara angkata bersenjata dengan kelompok senjata terorganisir
di dalam wilayah suatu negara.
b. Sengketa antara faksi-faksi bersenjata tanpa intervensi dari angkatan bersenjata
pemerintah yang sah.

f. Mekanisme Penegakan Hukum Humaniter Internasional


Salah satu aspek penting dari suatu kaidah hukum yaitu mengenai
penegakannya (law enforcement). Suatu perangkat hukum dapat dikatakan efektif
apabila dapat diimplementasikan dan sankinya dapat ditegakkan. Masyarakat sering
bertanya bagaimana sanksinya jika terjadi pelanggaran hukum humaniter
internasional. Dalam penegakan hukum humaniter internasional ada tiga cara :80
1. Mekanisme menurut Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977
Negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa 1949 diwajibkan
menerbitkan undang-undang nasional yang memberi sanksi pidana efektif bagi
pelanggar konvensi. Mekanisme yang terdapat dalam ketentuan ini adalah
mekanisme dimana penegakan HHI dilaksanakan berdasarkan proses peradilan
nasional.
Sejak awal terjadi pelanggaran, maka institusi yang bertanggung jawab harus
segera mengambil tindakan yang diperlukan. Contohnya seorang prajurit
melakukan pelanggaran HHI, maka komandan atau atasannya harus mengambil
tindakan untuk menghentikan pelanggaran tersebut dan apabila perlu menjatuhkan
hukuman kepada si pelaku.
2. Mahkamah Ad Hoc Kejahatan Perang
Dalam sejarah telah dibentuk mahkamah ad hoc yaitu:
a. Mahkamah Tokyo yang mengadili penjahat perang Jepang
b. Mahkamah Nuremberg, mengadili penjahat perang Nazi Jerman
Dalam Pasal 6 Piagam Nuremberg menegaskan tanggung jawab individual dari
pelaku kejahatan.
c. International Criminal Tribunal for The Former Yugoslavia (ICTY) dengan
Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 827 Tahun 1993 untuk mengadili

79
Ibid.
80
Arlina Permanasari, ibid, hlm. 181-190

46
penjahat perang di bekas Yugoslavia yang melakukan genocide terhadap kaum
muslim Bosnia.
d. International. Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dengan Res. DK No. 955
Tahun 1994 untuk mengadili orang- orang yang melakukan genocide di
Rwanda yaitu suku Hutu terhadap Suku Tutsi.

3. Mahkamah Pidana Internasional ( International Criminal Court/ICC)


Mahkamah dibentuk dengan Statuta Roma tahun 1998 bertujuan untuk
mengadili orang yang melakukan kejahatan yang oleh masyarakat internasional
dikategorikan sebagai kejahatan serius. Mahkamah dibentuk sebagai pelengkap
(complementarity) dari mahkamah pidana nasional,, artinya ICC baru menjalankan
fungsinya jika mahkamah nasional tidak mau (unwilling) atau tidak mampu
(unable) untuk mengadili pelaku kejahatan-kejahatan yang dimaksud. Jurisdiksi
ICC mencakup empat kejahatan, yaitu : genocide, crimes against humanity, war
crimes , crime of aggression.81

g. Hubungan HHI dan HAM


Konsep hak asasi manusia hakikatnya merupakan konsep tertib dunia dan
tuntutan penghormatan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia. HAM
merupakan reaksi dari penyalahgunaan kekuasaan/perlakuan dari penguasa yang
sewenang-wenang terhadap rakyat. HAM pada hakikatnya merupakan hak yang
melekat pada diri manusia sebagai karunia Tuhan sejak lahir.
Tonggak bersejarah HAM ketika pada tanggal 10-12-1948 Majelis Umum PBB
mencanangkan Universal Declaration of Human Right. Deklarasi ini kemudian
dicantumkan dalam undang-undang dasar di berbagai negara termasuk di Indonesia.
Instumen hukum HAM lain di bawah payung PBB, antara lain : International.
Covenant on Economic, social and Cultural Right (ICESR) dan International
Covenant on Civil and Political Right (ICCPR)
Tujuan hak asasi manusia adalah bahwa setiap orang harus dilindungi dari
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) pemerintah. Hak asasi manusia
dibedakan menjadi dua yaitu HAM yang pelaksanaannya dapat ditunda/dikurangi
dalam kondisi tertentu (derogable rights) seperti, hak sipil, politik ekonomi dan social
budaya. Kedua, HAM yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda/dikurangi dalam
kondisi apapun (non derogable rights), yaitu hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa ,
hak untuk tidak diperbudak.
Intisari dari hak-hak manusia (hard core right) yang harus dilindungi pada masa
damai maupun perang adalah :
a. hak hidup
b. larangan penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi
Diatur dalam Pasal 7 Kovenan tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1965.
Suatu konvensi yang khusus mengatur yaitu Convention against torture and Other
Cruel Inhuman or Degrading Treatment or punisment
81
Arie Siswanto, Yurisdiksi Materiil Mahkamah Pidana Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005,
hlm. 191

47
c. larangan perbudakan
Diatur dalam Pasal 8 Kovenan mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan Protokol
Tambahan II 1977 Pasal 4 (2).
d. jaminan peradilan
Pada mulanya tidak pernah ada perhatian mengenai hubungan antara hak asasi
Manusia dan HHI. Kesadaran akan adanya hubungan antara HAM dan HHI terjadi
pada akhir tahun 1960-an. Kesadaran ini semakin meningkat dengan terjadinya
sengketa bersenjata seperti dalam perang kemerdekaan di Afrika dan berbagai negara
lainnya. Konferensi Internasional mengenai HAM yang diselenggarakan oleh PBB
tahun 1968 secara resmi menjalin hubungan antara HAM dan HHI.
Dalam kepustakaan ada tiga aliran mengenai hubungan antara HHI dan HAM
yaitu:82
1. Aliran integrasionis
Menurut aliran ini, sistem hukum yang satu berasal dari sistem hukum yang lain,
maka ada dua kemungkinan :
a. HAM menjadi dasar bagi HHI, dalam arti HHI merupakan cabang dari HAM
b. HHI merupakan dasar dari HAM, dalam arti HAM merupakan bagian dari
hukum humaniter
2. Aliran separatis
Aliran ini melihat HAM dan HHI sebagai sistem hukum yang sama sekali tidak
berkaitan karena keduanya berbeda. Perbedaan kedua sistem hukum tersebut
terletak pada :
a. Objeknya, HHI mengatur sengketa bersenjata, sedangkan HAM mengatur
hubungan antara pemerintah dengan warga negaranya.
b. Sifatnya, HHI bersifat mandatory-a political serta peremptory, sedangkan
HAM bersifat declaratory-political
c. Saat berlakunya, HHI berlaku pada saat perang sedangkan HAM berlaku
pada saat damai.
3. Aliran komplementaris
Aliran ini melihat HAM dan HHI melalui proses yang bertahap, berkembag
sejajar dan saling melengkap

BAB XII

HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

82
Effendi, Masyhur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Penyusunan
Hukum Hak asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia, Jakarta .2005, hlm.30

48
Masalah lingkungan hidup global merupakan refleksi masyarakat internasional
terhadap terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan yang melanda dunia akibat
adanya pembangunan, misalnya masalah perubahan iklim yang mengakibatkan global
warming. Masalah lingkungan yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu akan
berpengaruh pula pada negara atau kawasan lain.
Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia
untuk memberikan perhatian besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan
bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditangani bersama demi
kelangsungan hidup.
a. Pengertian
Menurut Ida Bagus Wyasa Putra83, hukum lingkungan internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas-asas yang terkandung dalam perjanjian internasional
maupun hukum kebiasaan internasional yang berobjek lingkungan hidup dan
diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat internasional.

b. Perkembangan hukum lingkungan internasional (HUKLIN)


Ditinjau dari segi hubungan timbal balik antara hukum dan kesadaran
lingkungan internasional dibagi menjadi 3 : 84
1. Masa sebelum kesadaran lingkungan lahir (sebelum tahun 1960)
Huklin berkembang jauh sebelum kesadaran lingkungan internasional lahir, yaitu
sejak munculnya berbagai kasus lingkungan yang melibatkan negara-negara
sebagai pihak, antara lain dalam Kasus Trail Smelter (1938), kasus Corfu Channel
(1949) dan kasus Lake Lanoux 1957 .
Sementara kesadaran lingkungan baru berkembang pada tahun 1960 -an sejak
Rachel Carson menuliskan bukunya The Silent of Spring (1962). Carson
menggambarkan akibat buruk kerusakan lingkungan terhadap kehidupan makhluk
hidup.
Hukum lingkungan internasional pada mulanya berkembang dalam bentuk
kebiasaan, yaitu keputusan-keputusan yang dibentuk oleh badan-badan arbitrasi
yang dibentuk oleh negara-negara yang bersengketa
Dari kasus-kasus dasar tersebut lahir prinsip- prinsip :
a. suatu negara wajib untuk menggunakan wilayah miliknya sehingga tidak
menimbulkan kerugian di wilayah negara lain. (Prinsip Sic Utere Tuo ut
alienum non Laedas)
b. good neighboor

2. Perkembangan Tahap ke dua Kesadaran lingkungan lahir (1960 sampai 1970 – an)
Perkembangan tahap kedua terjadi bersamaan dengan bangkitnya kesadaran
lingkungan internasional dengan terbitnya buku The Silent of Spring oleh
Rachel Carson yang menggambarkan buruknya akibat kerusakan lingkungan
terhadap kehidupan.
83
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional,
RefikaAditama, Bandung, 2003, hlm. 1
84
Ibid, hlm. 17-22

49
a. Komitmen moral Negara-negara
Mendorong PBB menyelenggarakan konferensi tentang lingkungan hidup
tahun 1972 di Stockholm yang menghasilkan Deklarasi tentang Lingkungan
Hukum internasional terdiri dari mukadimah dan 26 asas dan Rencana Aksi
Lingkungan Hidup Manusia.
b. Perkembangan pada Bidang-bidang hukum internasional khusus
Pada tahap ini, disamping berkembang secara mandiri, hukum lingkungan
internasional juga berkembang melalui bidang-bidang hukum internasional
khusus Misalnya , Hukum laut internasional, sejak tahun 1954 sudah
membentuk International Convention for the Prevention of Pollution of the Sea
by Oil. Konvensi ini menetapkan bahwa tanggung jawab pencemaran adalah
tanggung jawab Negara tempat kapal tersebut diregristasikan. Di bidang
hukum ruang angkasa diatur dalam space treaty 1967 yang mengatur bahwa
Negara yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa dilarang
menimbulkan kerugian bagi Negara lain
3. Kesadaran internasional dengan ciri-ciri perlindungan global
Perkembangan Huklin pada tahap ke tiga ditandai dengan munculnya berbagai
ketentuan internasional yang berorientasi pada perlindungan lingkungan global
seperti Konvensi Perubahan Iklim 1992, Konvensi keragaman Hayati 1992,
Konvensi Hutan tropis 1992 dll.
Ketentuan- ketentuan tersebut, telah berorientasi pada perlindungan lingkungan
sebagai suatu keseluruhan dan didominasi oleh pemikiran-pemikiran perlindungan
lingkungan dengan wawasan global, seperti konsep perlindungan keseimbangan
ekologi.
Perjanjian - perjanjian internasional yang mengatur tentang lingkungan hidup
antara lain :
1. Deklarasi Stockholm 1972
Dalam Deklarasi ini diatur tentang ecodevelopment bahwa pembangunan di
negara berkembang wajib memuat pertimbangan lingkungan. Prinsip yang penting
dalam Deklarasi Stockholm adalah Prinsip ke-21 tentang tanggung jawab negara.
Prinsip 21 menyebutkan bahwa negara mempunyai hak berdaulat untuk
mengeksploitasi sumber daya alamnya dan bertanggung jawab untuk menjamin
bahwa kegiatan di dalam wilayahnya atau di bawah pengawasannya tidak
merugikan negara lain.

2. Deklarasi Rio 1992 tentang lingkungan dan pembangunan

Deklarasi Rio menetapkan serangkaian asas-asas yang menetapkan hak-hak


manusia atas pembangunan, tanggung jawab manusia terhadap pelestarian
lingkungan bersama. Dalam Deklarasi ini juga mengatur tentang Sustainable
Development (pembangunan yang berkelanjutan).

50
3.Konvensi tentang Perubahan Iklim 1992 dengan tujuan menstabilkan gas-gas
rumah kaca dalam atmosfer pada tingkatan yang tidak mengacaukan iklim
global.

4.Protokol Kyoto 1997 sebagai kerangka kerja Konvensi Perubahan Iklim yang
mengatur tentang kewajiban negara-negara maju untuk menurunkan emisi gas
rumah kaca.

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala, 2002, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali


Press, Jakarta.

51
---------------, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta.

Bowett, D.W, 1992, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.

Brierly, 1963, The Law of Nations, Oxford: Oxford University Press.

Brownlie, Ian, 1990, Principles of Public International Law, Oxford, Clarendon Press.

Effendi, Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Proses Penyusunan Hukum Hak asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia,
Jakarta .

Haryomataram, 2005. Pengantar Hukum Humaniter Internasional, Rajawali Press,


Jakarta.

Istanto, Sugeng, 1994, Hukum Internasional, Penerbit Universitas Atma Jaya,


Yogyakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes, 2003. Pengantar Hukum Internasional


buku I Umum ,Alumni, Bandung.

Mauna, Boer, 2000 Hukum internasional pengertian Peranan dan fungsi dalam era
Dinamika global, Alumni, Bandung.

May Rudy, T, 2000, Hukum Internasional I, Refika Aditama, Bandung.

--------------------, 2001, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung.

Merrils, J.G., 1998, International Dispute Settelement, cambridge, Cambridge


University Press.

Permanasari, Arlina dkk, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta.

Parthiana, I Wayan, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung.

------------------------, Hukum Perjanjian Internasional Bagian I, Mandar Maju,


Bandung.

Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali press, Jakarta, 2016.

Shaw, Malcom N. 1997 , International Law, Cambridge University Press.

Siswanto, Arie, 2005, Yurisdiksi Material Mahkamah Pidana Internasional, Ghalia


Indonesia, Jakarta.

52
Suryokusumo, Sumaryo, 1997, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta.

Starke, J.G., 1999, Pengantar Hukum Internasional, terjemahan oleh Bambang Iriana,
Sinar Grafika, Jakarta.

Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar, 2005, Hukum Internasional Kontemporer,


Refika aditama, Bandung.

Wyasa Putra, Ida Bagus, 2003. Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis
Internasional, Refika Aditama, Bandung.

53
54

Anda mungkin juga menyukai