Anda di halaman 1dari 28

PENEGAKAN HUKUM HAM DI TINGKAT NASIONAL DAN

INTERNASIONAL

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pendidikan Hak Asasi Manusia
yang dibina oleh Putri Mahanani, M.Pd.

Offering J6

Dian Wahyu Lestari (160151601193)


Widiawan Sukoputro (160151601442)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
September 2019
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum HAM di Tingkat Internasional ...................................... 3
B. Instrumen Hukum HAM di Tingkat Internasional ..................... 4
C. Hukum Ham di Tingkat Nasional .............................................. 5
D. Instrumen Hukum HAM di Tingkat Nasional............................ 7
E. Lembaga Penegakan Hukum HAM Internasional ..................... 8
F. Lembaga Perlindungan Hukum HAM di Indonesia ................. 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Penegakan Hukum HAM di Tingkat Nasional dan Internasional”.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Putri Mahanani, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Pendidikan Hak
Asasi Manusia yang telah membimbing kami dengan baik dalam pembuatan
makalah ini.
2. Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah yang
akan datang.
Besar harapan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Blitar, September 2019

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang (Dian Wahyu Lestari)


Berakhirnya Perang Dunia II adalah suatu titik tonggak awal yang penting
bagi perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) baik di tingkat nasional maupun
internasional. Hal ini, antara lain, ditandai dengan didirikannya Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945, serta dihasilkannya Universal
Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada
tahun 1948.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua hal tersebut memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perlindungan HAM di tingkat nasional maupun
internasional. Perkembangan penting lainnya adalah, diakuinya individu sebagai
subyek dalam hukum internasional. Sebagai subyek dalam hukum internasional,
individu memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum internasional.
HAM dari setiap individu dewasa ini telah diatur dan dijamin dalam hukum
internasional. Oleh karena itu, pada prinsipnya, negara harus menghormati HAM
sesuai dengan norma-norma hukum internasional yang berlaku.
Dengan diakuinya kedudukan individu sebagai subyek dalam hukum
internasional, maka negara tidak dapat lagi menyatakan bahwa pelanggaran HAM
adalah semata-mata menjadi urusan domestik negara. Karena, HAM sekarang ini
merupakan hak hukum (legal rights) yang telah diakui dan dijamin oleh hukum
internasional. Hukum internasional telah mengatur bahwa HAM harus ditegakkan
melalui instrumen hukum. Oleh karena itu pada makalah ini penulis akan
membahas tentang Penegakan Hukum HAM pada tingkat Internasional dan
Nasional.

B. Rumusan Masalah (Dian Wahyu Lestari)


1. Bagaimana Hukum HAM di tingkat Internasional?
2. Bagaimana instrumen hukum HAM di tingkat Internasional?
3. Bagimana Hukum HAM di tingkat Nasional?
4. Bagaimana Instrumen hukum HAM di tingkat Nasional?

1
2

5. Apa Lembaga Penegakan Hukum HAM Internasional?


6. Apa Lembaga Perlindungan Hukum HAM di Indonesia?

C. Tujuan (Dian Wahyu Lestari)


1. Mengetahui Hukum HAM di tingkat Internasional
2. Mengetahui instrumen hukum HAM di tingkat Internasional
3. Mengetahui Hukum HAM di tingkat Nasional
4. Mengetahui Instrumen hukum HAM di tingkat Nasional
5. Mengetahui Lembaga Penegakan Hukum HAM Internasional
6. Mengetahui Lembaga Perlindungan Hukum HAM di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum HAM di Tingkat Internasional (Dian Wahyu Lestari)


Hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan
dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-
negara dan subyek-subyek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat
internasional. Hukum internasional dapat dirumuskan sebagai suatu kaidah atau
norma-norma yang mengatur hak dan kewajiban para subyek hukum
internasional, yaitu negara, lembaga dan organisasi internasional, serta individu
dalam hal tertentu (Manna : 2001). Hukum internasional saat ini bukan saja
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan perdamaian dan keamanan, tetapi
juga menyangkut masalah politik, dekolonisasi, ekonomi, teknologi, masalah
lingkungan, dan HAM demi tercapainya kesejahteraan dan keserasian dan
kehidupan antarbangsa.
Pada saat ini telah berkembang disiplin ilmu hukum yang mengatur
tentang perlindungan HAM secara internasional yang sesungguhnya merupakan
cabang dari hukum internasional (international law), yaitu hukum HAM
internasional (international human rights law) atau ada yang menyebutnya dengan
istilah hukum HAM (human rights law). Menurut Oppenheim, hukum
internasional pada dasarnya mengatur tingkah laku dari negara (state conduct).
Karena hukum HAM internasional merupakan cabang dari hukum internasional,
maka pada dasarnya ia juga mengatur tingkah laku dari negara, khususnya dalam
masalah HAM. Misalnya: apa hak dan kewajiban negara terhadap masalah yang
menyangkut HAM, apa yang harus dilakukan oleh negara jika terjadi pelanggaran
HAM, bagaimana HAM diatur dalam hukum nasional, bagaimana perlindungan,
jaminan dan pemenuhan HAM setiap individu oleh negara.
Adapun ruang lingkup dan tujuan hukum HAM internasional menurut
KGPH. Haryomataram mencakup semua peraturan dan prinsip-prinsip yang
bertujuan untuk melindungi (protecting) dan menjamin (safeguarding) hak-hak
individu tanpa kecuali dari penyalahgunaan kekuasaan negara (abuse of power),
baik pada masa damai maupun dalam konflik bersenjata.

3
4

Dapat disimpulkan bahwa hukum HAM internasional adalah hukum yang


mengatur hubungan antara penguasa dengan pihak yang diaturnya, yaitu negara
dengan individu. Dalam hubungan tersebut relasi yang diatur adalah negara
memiliki posisi sebagai pihak yang berkewajiban untuk melindungi HAM setiap
individu dan individu merupakan pihak yang harus dilindungi hak asasinya.
Adapun kewajiban dari individu adalah mentaati ketentuan hukum yang berlaku.

B. Instrumen Hukum HAM Internasional (Dian Wahyu Lestari)


Instrumen HAM Internasional adalah instrumen atau peraturan tentang
HAM yang berlaku mendunia. Instrumen dibuat atas dasar kesepakatan bersama
dalam rapat Internasional. Intrumen HAM internasional sama dengan asas-asas
perjanjian internasional, nantinya akan berkaitan dengan instrumen HAM negara-
negara lain di dunia. Dengan kata lain, intrumen internasional adalah pedoman
penyelenggraan HAM secara umum hampir semua negara di dunia. Adapun
instrumen Hukum HAM Internasional meliputi: (Riyadi, 2018)
1. Piagam PBB
2. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal
Declaration of Human Rights (UDHR)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia resmi ditanda tangani oleh banyak
bangsa tanggal 10 Desember 1948. Hal ini merupakan puncak perjuangan
para aktivis HAM dunia, setelah Piagam Magna Charta tahun 1212 dan
Piagam PBB yang menandai berdirinya organisasi internasional terbesar di
dunia.
3. Konvenan Internasional tentang Hak ekonomi, sosial, dan budaya
4. Konvensi tentang perlindungan pekerja Migran dan keluarga mereka
5. Konvensi tentang hak penyandang disabilitas
6. Instrumen HAM atau Konvensi Internasional yang Sudah Diratifikiasi
Deklarasi Internasional atau hukum Internasional mengenai HAM belum
sepenuhnya mempunyai kekuatan hukum bagi negara yang sudah
mengakuinya. Tetapi deklarasi internasional adalah pedoman bagi
pelaksanaan HAM di tiap negara. Khususnya negara yang termasuk anggota
perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia sendiri mengakui semua hukum
5

internasional tentang Ham dengan cara meratifikasinya. Ratifikasi biasanya


ditegaskan dalam bentuk Tap MPR dan dalam bentuk UU. Beberapa
instrumen HAM Internasional yang sudah diratifikasi, antara lain :
 Konvensi internasional tentang anti apartheid yang banyak terjadi dalam
bidang olahraga. Anti apartheid adalah politik yang membedakan hak
antara orang yang berkulit putih dengan berkulit berwarna, khususnya
kulit hitam. Konvensi diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 43
tanggal 26 Mei 1993.
 Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
atau perbedaan hak dan kewajiban terhadap perempuan dibandingkan
laki-laki tahun 1979. Konvensi ini diratifikasi dengan Undang-Undang
Nomor 7 tanggal 27 Juli 1984.
 Konvensi tentang pemberian hak-hak politik kepada wanita, agar wanita
mempunyai kedudukan yang sama dalam parlemen di negaranya, tahun
1953. Konvensi ini diratifikasi oleh Indonesia dengan UU Nomor 68
tanggal 17 Juli 1998.
 Konvensi internasional tentang dilarangnya penyiksaan dan perlakuan
merendahkan martabat manusia lainnya, meskipun orang tersebut adalah
penjahat atau tawanan perang. Konvensi ini diratifikasi oleh Indonesia
dengan UU Nomor 5 tanggal 28 September 1998.
 Konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
ras, yang masih terjadi di banyak negara. Konvensi ini diratifikasi
dengan UU Nomor 29 tanggal 25 mei 1999.
 Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi
Hak-hak Anak (Convention on Rights of the Child, 1989)

C. Hukum HAM Nasional (Widiawan Sukoputro)


Setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat senantiasa menjunjung
tinggi penghargaan tehadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan melalui tindakan
progresif baik secara nasional maupun internasional. Namun manakala manusia
telah memproklamasikan diri menjadi suatu kaum atau bangsa dalam suatu
Negara, status manusia individual akan menjadi status warga Negara. Pemberian
6

hak sebagai warga Negara diatur dalam mekanisme kenegaraan. Berikut ini
langkah-langkah dalam upaya penegakan HAM di Indonesia adalah:
1. Mengadakan langkah kongkret dan sistematik dalam pengaturan hukum
positif
2. Membuat peraturan perundang-undangan tetntang HAM
3. Peningkatan penghayatan dan pembudayaan HAM pada segenap elemen
masyarakat
4. Mengatur mekanisme perlindungan HAM secara terpadu
5. Memacu keberanian warga untuk melaporkan bila ada pelanggaran HAM
6. Meningkatkan hubungan dengan lembaga yang menangani HAM
7. Meningkatkan peran aktif media massa

Dalam penegakan HAM di Indonesia perangkat ideologi pancasila dan


UUD 1945 harus dijadikan acuan pokok, karena secara terpadu nilai-nilai dasar
yang ada di dalamnya merupakan The Indonesia Bill Of Human Right.
Ada sejumlah kemajuan positif yang telah dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dalam kerangka penegakan HAM, khususnya terkait dengan upaya
perbaikan pada kerangka hukum dan institusi untuk mempromosikan HAM. Telah
nampak dalam kerangka hukum, pemerintah Indonesia telah melahirkan beberapa
kebijakan menyangkut HAM yang cukup positif. Pembuatan Undang-Undang
(UU) HAM serta UU Perlindungan Saksi Mata, adalah beberapa kebijakan yang
dilihatnya dapat memberi sentimen positif pada persoalan perlindungan HAM di
Indonesia. Dibentuknya beberapa institusi penegakan HAM di Indonesia, seperti
pengadilan HAM ad-hoc, Komisi Nasional HAM, Komnas Perempuan serta
sejumlah organisasi HAM lainnya, juga merupakan usaha yang telah dilakukan
pemerintah dalam upaya penegakan HAM.
Dalam upaya penegakan penegakan hak asasi manusia di Indonesia,
dibutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM di
Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu:
1. Sarana yang berbentuk institusi atau kelembagaan seperti lembaga
advokasi tentang HAM yang dibentuk oleh LSM, Komisi Nasional Hak
7

Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Komisi Nasional HAM Perempuan dan


institusi lainnya.
2. Sarana yang berbentuk peraturan atau Undang-Undang, seperti adanya
beberapa pasal dalam konstitusi UUD 1945 yang memuat tentang HAM,
UU RI No. 39 Tahun 1999, keputusan Presiden RI No. 50 Tahun 1993,
Keputusan Presiden RI No. 129 Tahun 1998, Keputusan Presiden RI No.
181 tahun 1998 dan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998. Kesemua
prangkat hukum tersebut merupakan sarana pendukung perlindungan
HAM di Indonesia.

D. Instrumen Hukum HAM Nasional (Widiawan Sukoputro)


Riyadi (2018) Mengatakan bahwa instrumen hukum HAM di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945, yaitu
 Pembukaan UUD 1945, alenia I – IV
 UUD 1945 Pasal 28A sampai dengan 28J; Pasal 27 sampai dengan 34
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang
penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
6. UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuanatau penghukuman lain yang Kejam, tidak
Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia
7. UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182
mengenai pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak
8. UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang
hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya
9. UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil
dan Politik
10. TAP MPR Nomor XVII Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia.
8

11. UU Tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

E. Lembaga /Institusi Pengawas HAM Internasional (Dian Wahyu Lestari)


Nursamsi (2015) mengatakan bahwa lembaga yang mengawasi HAM dalam skala
Internasional adalah sebagi berikut:
1. Lembaga Pengawas berdasarkan Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional berupa kovenan atau konvensi sebagai instrumen
internasional HAM memuat mekanisme dan prosedur pengawasan serta
membentuk lembaga (institusi) guna menjalankan fungsi pengawasan.
Prosedur pengawasan berdasarkan perjanjian internasional ini yaitu:
 Treaty based mechanisme adalah mekanisme pengaduan yang dibentuk
berdasarkan perjanjian atau konvensi HAM internasional. Pada umumnya
terdapat empat (4) mekanisme utama pengaduan dan monitoring terhadap
penerapan hak asasi manusia, meskipun tidak setiap mekanisme itu
terdapat dalam ketujuh perjanjian HAM internasional ini. Adapun
keempat mekanisme tersebut adalah:
(1) Mekanisme Pelaporan [membahas laporan Negara pihak setiap 2 -5
tahun dan membuat concluding observation/pengamatan umum
(2) Mekanisme Pengaduan Individual
(3) Pengaduan antar Negara
(4) Mekanisme investigasi
 Charter based mechanism adalah prosedur penegakan hak asasi manusia
yang tidak dibentuk oleh konvensi-konvensi HAM akan tetapi
berdasarkan piagam PBB itu sendiri.
 International human rights tribunal. (Pengadilan pidana
internasional). mekanisme pidana internasional menekankan
penghukuman terhadap pelaku pelanggaran HAM. Oleh karena itu
pengadilan berorientasi pada penuntutan dari pelaku (tentu termasuk
perencana) pelanggar hak asasi manusia.
2. Dewan Ekonomi dan Sosial ( Economic and Social Council /ECOSOC ).
Dewan PBB ini terutama memperhatikan masalah-masalah polusi,
perkembangan ekonorni, HAM dan kriminal. Badan ini dalam kaitannya
9

dengan HAM memiliki peran menerima dan menerbitkan laporan HAM


dalarn berbagai situasi. Salah satu badan di bawah Dewan Ekonomi dan
Sosial adalah Komisi HAM PBB (United Nations Commission for Human
Rights) yang kemudian digantikan oleh Dewan HAM PBB. Sebagian besar
perjanjian internasional HAM, seperti Kovenan Internasional Hak Sipil dan
Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) dan Kovenan
Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on
Economic, Social dan Cultural Rights) merupakan perjanjian yang dihasilkan
oleh organ PBB ini.
3. Dewan Hak Asasi Manusia (United Nations Human Rights Council)
Dewan HAM PBB merupakan organ PBB yang dibentuk berdasarkan
Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/60/251 yang menggantikan posisi dari
Komisi HAM PBB. Tugas utamanya adalah melakukan tindak lanjut terhadap
pelanggaran HAM yang terjadi di dunia.Kedudukan Dewan HAM adalah
sebagai badan tambahan dari Majelis Umum PBB.
4. Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM (Sub- Commission on
Promotion dan Protection of Human Rigths)
Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM adalah badan di bawah
Dewan HAM yang bertugas melakukan penelitian atas perlakuan yang tidak
adil dan membuat rekomendasi bahwa HAM dapat terlindungi secara hukum.
Sub Komisi ini terdiri atas 26 ahli HAM.
5. Komisi Hak-Hak Asasi Manusia (Commission on Human Right)
Komisi Hak Asasi Manusia yang penyebutan secara lengkapnya Komisi Hak-
Hak Manusia PBB (The United Nations Commision on Human
Right/UNCHR) merupakan sebuah badan/lembaga yang dibuat ECOSOC
untuk membidangi HAM, yang merupakan salah satu dari sejumlah badan
HAM internasional yang pertama dan terpenting. Peran Komisi Hak Asasi
Manusia adalah memantau pelaksanaan dan menerima dan
mempertimbangkan pemberitahuan dari setiap individu yang mengadu telah
meniadi korban pelanggaran terhadap salah satu hak yang dikemukakan
dalam Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Pengaduan tidak akan di terima
dari warga negara yang negaranya tidak ikut serta menandatangani Protokol
10

Fakultatif/Opsional pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak sipil dan


politik atau belum meratifikasinya.
6. Komisi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
Komisi ini berperan untuk memantau pelaksanaan HAM dan menerima
pengaduan individu mengenai pelanggaran HAM sebagaimana yang dijamin
dalam Kovenan Internasional Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan.
7. Komisi Diskriminasi Rasial
Komisi ini berperan untuk memantau peIaksanaan HAM dan menerima
pengaduan individu mengenai pelanggaran HAM sebagaimana yang dijamin
dalam Konvensi Internasional terhadap Semua Bentuk Diskriminasi Rasial.
8. Komisi Hak-Hak Anak
Komisi ini berperan untuk memantau pelaksanaan HAM menerima
pengaduan individu mengenai pelanggaran HAM, sebagaimana yang dijamin
dalam Konvensi Hak-Hak Anak. Dalam melakukan wewenangnya memeriksa
laporan, komite meminta dukungan dari lembaga lembaga khusus PBB lain
seperti UNESCO, UNICEF, ILO, juga dapat meminta kontribusi masukan
dari lembaga-lembaga non pemerintah (NGO,LSM).
9. Lembaga Perlindungan HAM Lainnya Bentukan PBB
Ada juga lembaga perlindungan HAM yang didirikan oleh masyarakat
internasional di luar pemerintah dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) atau sering dikenal sebagai organisasi non pemerintah
(ORNOP)/ Non Governmental Organizations (NGOs). Beberapa di antaranya
adalah organisasi besar yang bersifat internasional adalah Amnesty
Internasional dan Palang Merah Internasional. ORNOP berperan penting
untuk memonitor cara kerja badan HAM intemasional, seperti Komisi Hak
Asasi Manusia (Comimission on Human Rights) juga berperan penting dalam
kebijakan PBB di bidang HAM, dan banyak di antaranya memiliki konsultan
resmi di PBB.
10. Pengadilan Pidana Internasional
Statuta Roma mengenai Pengadilan Pidana Internasional, diadopsi oleh
Konferensi Diplomatik Duta Besar Berkuasa Penuh pada PBB tahun 1998,
11

dan berlaku mulai 2 Juli 2002. Pengadilan Pidana Internasional berkedudukan


di Den Haag Belanda. Kejahatan yang termasuk yurisdiksi atau kewenangan
pengadilan terbatas pada kejahatan paling serius yang menyangkut
masyarakat internasional secara keseluruhan, meliputi: kejahatan genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi
(Pasal 5). Hukuman pidana yang diancamkan terhadap kejahatan tersebut
adalah hukuman penjara paling lama 30 tahun dan penjara seumur hidup,
serta hukuman tambahan berupa denda dan pengambilalihan hasil berupa
kekayaan dan aset yang berasal langsung atau tidak langsung dari kejahatan.
(Pasal 77). Berdasarkan Pasal 17 Statuta Roma, Kejahatan yang menjadi
yuridiksi Pengadilan Internasional tersebut tidak dapat diterima bila:
a. Kasusnya sedang diselidiki atauu dituntut oleh suatu negara yang
mempunyai yuridiksi atas kasus tersebut, kecuali kalau negara tersebut
tidak bersedia atau benar-benar tidak dapat melakukan penyelidikan atau
penuntutan
b. Kasusnya telah diselidiki oleh suatu negara yang mempunyai yuridiksi
atas kasus tersebut dan negara itu telah memutuskan untuk tidak
menuntut orang yang bersangkutan. Kecuali kalau keputusan itu timbul
dari keengganan atau ketidakmampuan negara tersebut untuk benar-benar
melakukan penuntutan
c. Orang yang bersangkutan telah diadili atas perbuatan yang merupakan
pokok pengaduan, dan suatu sidang oleh Pengadilan tidak diperkenankan
karena nebis in idem
d. kasusnya tidak cukup gawat untuk membenarkan tindakan lebih lanjut
oleh Pengadilan Internasional

F. Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia (Dian Wahyu Lestari)


Berikut ini merupakan penjelasan beberapa lembaga HAM yang ada di
Indonesia, adapun diantaranya adalah: (Anonim, 2017)
1. POLRI (Kepolisian Negara Republik Indonesia)
Pada tahun 2002, Polri telah ditetapkan sebagai lembaga yang memberikan
perlindungan HAM rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang
12

tertuang dalam UU (Undang-Undang) No. 2 Tahun 2002 “Kepolisian Negara


Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegak
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat,
serta terbinanya ketentraman masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia”. Untuk melaksanakan UU tersebut, polisi harus menjaga supremasi
HAM dengan melaksanakan tugas-tugas yang dijelaskan dalam UU yang sama,
meliputi:
 Polri harus menjaga dan melindungi keamanan masyarakat, tata tertib serta
penegakan hukum dan HAM
 Polri harus menjaga keamanan umum dan hak milik, serta menghindari
kekerasan dalam menjaga tata tertib bermasyarakat dengan menghormati
supremasi HAM
 Polri dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka harus
menghormati asas praduga tak bersalah sebagai hak tersangka sampai
dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan
 Polri harus mematuhi norma-norma hukum dan agama untuk menjaga
supremasi HAM.

2. Komnas (Komisi Nasional) HAM


Berdasarkan Keppres (Keputusan Presiden) No. 50 Tahun 1993,
pemerintah membentuk Komnas HAM untuk meningkatkan pelaksanaan HAM
di Indonesia. Komisi Nasional ini bersifat mandiri dan berasaskan pada
Pancasila. Kemudian Keppres ini direvisi yang selanjutnya dikeluarkanlah UU
No. 39 Tahun 1999. Di dalam UU tersebut, tujuan Komnas HAM tertuang dalam
Pasal 75, yakni:
 Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi
manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklasari Universal Hak Asasi
Manusia,
13

 Meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung


terwujudnya tujuan pembangunan nasional yaitu pembangunan Manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut maka Komnas HAM harus
melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, serta
mediasi yang terkait dengan hak asasi manusia. Penjabaran dari fungsi-fungsi ini
tertuang dalam Keppres No. 39 Tahun 1999 Pasal 89.

3. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan


Komnas Perempuan bertujuan untuk memberikan perlindungan pada kaum
perempuan. Komnas ini dibentuk pada tanggal 9 Oktober 1998 berdasarkan
Keppres No. 181 Tahun 1998 dan diperkuat dengan PP (Peraturan Presiden) No.
65 Tahun 2005. Pada Keppres No. 181 Tahun 1998 dalam Pasal 4 menuangkan
tentang tujuan dibentuknya Komnas Perempuan, diantaranya adalah:
 Penyebarluasan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan yang berlangsung di Indonesia,
 Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan di Indonesia,
 Peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak asasi manusia
perempuan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka Komnas Perempuan harus
melaksanakan berbagai kegiatan seperti yang tertuang dalam Pasal 5 pada
Keppres yang sama, yakni:
 Penyebarluasan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan
serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,
 Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai intrumen Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengenai perlindungan hak asasi manusia perempuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta menyampaikan
berbagai saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif
dan masyarakat dalam rangka penyusunan dan penetapan peraturan dan
14

kebijakan berkenaan dengan upaya-upaya pencegahan dan


penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia
serta perlindungan dan penegakan hak asasi manusia bagi perempuan,
 Pemantauan dan penelitian, termasuk pencarian fakta, tentang segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan serta memberikan pendapat, saran
dan pertimbangan kepada pemerintah,
 Penyebarluasan hasil pemamtauan dan penelitian atas terjadinya segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat,
 Pelaksanaan kerjasama regional dan internasional dalam rangka
meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap
perempuan dalam rangka mewujudkan penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan

4. KPAI (Komnas Perlindungan Anak Indonesia)


Lembaga perlindungan HAM Pada awalnya KPAI diberinama KPAN
(Komisi Perlindungan Anak). Kemudian seiring berjalnnya waktu nama tersebut
berubah menjadi KPAI. KPAI memiliki fokus untuk melindungi HAM anak-
anak. Didirikannya lembaga ini didasarkan pada UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas perlindungan
terhadap anak. Tugas dari KPAI tertuang pada Pasal 76 dalam UU yang sama,
meliputi:
 Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan
informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaran
perlindungan anak,
 Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden
dalam rangka perlindungan anak.
Terdapat beberapa aspek hak-hak anak yang harus dilindungi baik oleh
pemerintah, negara, keluarga, lembaga sosial, maupun orangtua seperti
tertuang dalam Pasal 42 sampai Pasal 71 UU No. 23 Tahun 2002 yang
secara garis besar berisi tentang:
15

 Hak Agama, Untuk melindungi hak anak yang terkait agama maka
diperlukan perlindungan berupa pembinaan, pembimbingan, dan
pengamalan ajaran agama bagi anak
 Hak Kesehatan, Upaya perlindungan kesehatan anak dilakukan
secara komprehensif meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan
 Hak Pendidikan, Semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang
layak tanpa kecuali dan dilindungi dari tindak kekerasan yang terjadi
di sekolah.
 Hak Sosial, Dalam hal ini hak yang dimaksud adalah pelindungan
terhadap anak-anak terlantar baik yang berada di dalam lembaga
maupun di luar lembaga
 Hak Perlindungan Khusus, Hak perlindungan yang satu ini
ditujukan kepada anak-anak yang menjadi pengungsi, korban
kerusuhan, korban bencana alam, dan dalam situasi konflik bersenjata.
5. Pengadilan HAM
Pada tahun 2000 dibentuklah Pengadilan HAM melalui UU No. 26 Tahun
2000. Pengadilan ini dibentuk secara khusus untuk mengadili jenis-jenis
pelanggaran HAM. Pengadilan HAM berkedudukan di kota atau kabupaten yang
mana daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Adapun lingkup kewenangan Pengadilan HAM dalam peraturan
tersebut adalah:
 Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat (Pasal 4),
 Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara
peanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas
teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia
(Pasal 5),
 Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang
yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan
dilakukan (Pasal 6).
16

Pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti yang dimaksud dalam
ketentuan ini meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
 Kejahatan Genosida, Kejahatan yang dimaksud disini adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, dan kelompok agama dengan berbagai cara-cara seperti yang
tertuang dalam Pasal 8.
 Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Dalam hal ini kejahatan yang
dimaksud adalah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, adapun
penjabaran tindakannya juga tertuang dalam pasal yang sama yaitu Pasal 8.

6. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi


Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk Pada tahun 2004 melalui UU
No. 27 Tahun 2004. Keberadaan komisi ini juga menitik beratkan pada
pelanggaran ham yang berat selain berupaya dalam rekonsiliasi. Dalam ketetapan
tersebut, tujuan dari dibentuknya komisi ini tertuang dalam Pasal 3, yaitu:
 Menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada
masa lalu di luar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan
bangsa, dan
 Mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling
pengertian.
Adapun tugas-tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tertuang dalam
Pasal 6 yang dijabarkan seperti di bawah ini:
 Menerima pengaduan atau laporan dari pelaku, korban, atau keluarga korba
yang merupakan ahli warisnya,
 Melakukan penyelidikan dan klarifikasi atas pelanggaran hak asasi manusia
yang berat,
 Memberikan rekomendari kepada Presiden dalam hal permohonan amnesti,
 Menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam hal pemberian
kompensasi dan/atau rehabilitasi, dan
17

 Menyampaikan laporan tahunan dan laporan akhir tentang pelaksanaan tugas


dan wewenang berkaitan dengan perkara yang ditanganinya, kepada Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Mahkaah Agung.

7. YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia)


YLBHI merupakan termasuk salah satu LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) yang berdiri sejak tanggal 26 Oktober 1970. Yayasan ini berdiri
atas inisiatif Dr. Adnan Buyung Nasution, S. H dan tidak luput dari dukungan
Gubernur Jakarta yang menjabat pada saat itu yaitu Ali Sadikin. Yayasan ini
bertujuan untuk mendukung kinerja LBH yang tersebar di berbagai provinsi di
Indonesia. YLBHI memberikan bantuan hukum kepada rakyat miskin untuk
memperjuangkan hak-haknya sebagai korban pelanggaran HAM. Adapun visi
yang diusung oleh YLBHI untuk memberikan bantuan hukum kepada rakyat
miskin seperti diuraikan di bawah ini:
 Terwujudnya suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di atas tatanan
hubungan sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara
demokratis,
 Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu
menyediakan tata cara (prosedur-prosedur) dan lembaga-lembaga melalui
mana setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum,
 Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang membuka
akses bagi setiap pihak untuk turut mentukan setiap keputusan yang
berkenaan dengan kepentingan mereka dan memastikan bahwa
keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan menjunjung tinggi HAM.

8. LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Swasta


LBH merupakan suatu lembaga yang didirikan oleh pihak swasta yang
pada umumnya anggota dari lembaga ini adalah orang-orang yang berprofesi di
bidang hukum yaitu pengacara. Konsep dari program-program yang dilakukan
oleh LBH bertujuan untuk:
 Memberikan bantuan atau nasihat hukum kepada masyarakat kecil yang
kurang mampu untuk membiayai peradilan seperti menyewa pengacara
18

 Memberikan nasihat hukum di luar pengadilan kepada petani, nelayan,


para buruh yang hak-haknya telah dilanggar
 Memberikan bantuan secara langsung dan mendampinginya dalam sidang
di pengadilan untuk perkara perdata maupun pidana
 Semua nasihat dan bantuan hukum yang diberikan bersifat gratis.
Manfaat organisasi LBH ini sangat membantu masyarakat kelas bawah
untuk memperjuangkan hak-haknya. Tentunya, sebagai warga yang baik kita
harus turut aktif mendukung organisasi sosial seperti ini.

9. BKBH (Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum) Perguruan Tinggi


Sama halnya dengan LBH swasta, BKBH juga merupakan sebuah LBH
namun naungannya berada di bawah perguruan tinggi. Dalam memberikan
bantuan hukum, BKBH melakukan berbagai pelayanan yang terbagi dalam
berbagai kegiatan, meliputi:
 Bidang Layanan Hukum, Layanan yang diberikan disini
menitikberatkan kepada warga yang miskin dan memberikan bantuan
berupa bimbingan hukum, wawasan hukum, pengurusan surat perkara, dan
sebagainya,
 Bidang Konsultasi Hukum, BKBH juga memberikan konsultasi hukum
secara gratis kepada masyarakat miskin untuk memperoleh informasi
hukum dari para konsultan,
 Bidang Kajian dan Penelitian, Dalam hal ini BKBH melakukan joint
research policy dengan pengadilan demi penyelenggaraan peradilan yang
bersih. Selain itu melakukan academic research guna mengembangkan
bahan ajar pada ilmu tentang peradilan,
 Bidang Advokasi, BKBH juga memberikan bantuan langsung kepada
masyarakat miskin untuk perkara di pengadilan dan membebaskannya
dari biaya perkara.

10. KONTRAS (Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)


Pada mulanya Kontras memiliki nama KIP-HAM yang didirikan pada
tahun 1996. Namun pada tanggal 20 Maret 1998 organisasi ini berubah nama
19

menjadi Kontras. Kontras merupakan salah satu organisasi yang


memperjuangkan hak asasi manusia yang memiliki fokus kepada orang hilang
dan korban tindak kekerasan. Hal ini tampak dalam visi yang dijunjung dalam
organisasi Kontras yaitu “Terwujudnya demokrasi yang berbasis pada keutuhan
kedaulatan rakyat melalui landasan dan prinsip rakyat yang bebas dari ketakutan,
penindasan, kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia atas
alasan apapun, termasuk yang berbasis gender”. Untuk mendukung visi tersebut
maka Kontras memiliki beberapa misi, diantaranya adalah:
 Memajukan kesadaran rakyat akan pentingnya penghargaan hak asasi
manusia, khususnya kepekaan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan
pelanggaran berat hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan
kekuasaan negara
 Memperjuangkan keadilan dan pertanggungjawaban negara atas berbagai
bentuk kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia melalui
berbagai upaya advokasi menuntut pertanggungjawaban negara
 Mendorong secara konsisten perubahan pada sistem hukum dan politik,
yang berdimensi penguatan dan perlindungan rakyat dari bentuk-bentuk
kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan (Widiawan Sukoputro)


Hukum HAM internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara
penguasa dengan pihak yang diaturnya, yaitu negara dengan individu. Dalam
hubungan tersebut relasi yang diatur adalah negara memiliki posisi sebagai pihak
yang berkewajiban untuk melindungi HAM setiap individu dan individu
merupakan pihak yang harus dilindungi hak asasinya. Instrumen HAM
Internasional adalah instrumen atau peraturan tentang HAM yang berlaku
mendunia. Adapun instrumen Hukum HAM Internasional meliputi: Piagam PBB,
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal, Konvenan
Internasional tentang Hak ekonomi, sosial, dan budaya, Konvensi tentang
perlindungan pekerja Migran dan keluarga mereka, Konvensi tentang hak
penyandang disabilitas, Instrumen HAM atau Konvensi Internasional yang Sudah
Diratifikiasi.
Dalam penegakan HAM di Indonesia perangkat ideologi pancasila dan
UUD 1945 harus dijadikan acuan pokok, karena secara terpadu nilai-nilai dasar
yang ada di dalamnya merupakan The Indonesia Bill Of Human Right. Adapun
instrumen hukum HAM di Indonesia adalah sebagai berikut UUD 1945, Undang-
Undang, TAP MPR Nomor XVII Tahun 1998. Adapun lembaga Pengawas HAM
Internasional adalah sebagi berikut: Lembaga Pengawas berdasarkan Perjanjian
Internasional, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Hak Asasi Manusia, Sub
Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM, Komisi Hak-Hak Asasi Manusia,
Komisi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Komisi Diskriminasi
Rasial, Komisi Hak-Hak Anak, Lembaga Perlindungan HAM Lainnya,
Pengadilan Pidana Internasional. Lembaga HAM yang ada di Indonesia
diantaranya adalah: POLRI, Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan, KPAI, Pengadilan HAM, Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi, YLBHI, LBH, BKBH, KONTRAS

20
Daftar Rujukan

Anonim. 2017. Lembaga Perlindungan HAM (online)


https://guruppkn.com/lembaga-perlindungan-ham diakses pada 18
September 2019 pukul 16.00 WIB

Manna, Boer. 2001. Hukum Internasional-Peranan dan Fungsi Dalam Era


Dinamika Global. Bandung

Nursamsi, Dedy. 2015. Instrumen Dan Institusi Internasional Dalam Penegakan


Ham dalam http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/2389
Nursamsi 2015 diakses pada tanggal 18 September 2019 pukul 15.00 WIB

Riyadi, Eko. 2018. Hukum Hak Asasi Manusia Perspektif Internasional, Regional,
dan Nasional. Depok: Raja Grafindo Persada

21
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK 4
PENDIDIKAN HAK ASASI MANUSIA

Judul : Penegakan Hukum HAM di Tingkat Nasional dan Internasional


Kelompok : 1. Dian Wahyu Lestari
2. Widiawan Sukoputro
Moderator : Surur Kurniawati
Notulen : Indah Septi Permatasari

1. Yuliana Dewi P (30) : Apa saja hukum HAM Internasional yang diadopsi
oleh Indonesia sebagai hukum HAM Nasional?
Hasil Diskusi:
Hukum HAM Internasional yang telah diadopsi oleh Indonesia sebagai
hukum HAM Nasional adalah instrumen-instrumen hukum HAM yang sudah
diratifikasi secara Nasional yaitu:
 Konvensi internasional tentang anti apartheid yang banyak terjadi dalam
bidang olahraga. Anti apartheid adalah politik yang membedakan hak
antara orang yang berkulit putih dengan berkulit berwarna, khususnya
kulit hitam. Konvensi diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 43
tanggal 26 Mei 1993.
 Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
atau perbedaan hak dan kewajiban terhadap perempuan dibandingkan
laki-laki tahun 1979. Konvensi ini diratifikasi dengan Undang-Undang
Nomor 7 tanggal 27 Juli 1984.
 Konvensi tentang pemberian hak-hak politik kepada wanita, agar wanita
mempunyai kedudukan yang sama dalam parlemen di negaranya, tahun
1953. Konvensi ini diratifikasi oleh Indonesia dengan UU Nomor 68
tanggal 17 Juli 1998.
 Konvensi internasional tentang dilarangnya penyiksaan dan perlakuan
merendahkan martabat manusia lainnya, meskipun orang tersebut adalah

22
penjahat atau tawanan perang. Konvensi ini diratifikasi oleh Indonesia
dengan UU Nomor 5 tanggal 28 September 1998.
 Konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
ras, yang masih terjadi di banyak negara. Konvensi ini diratifikasi
dengan UU Nomor 29 tanggal 25 mei 1999.
 Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi
Hak-hak Anak (Convention on Rights of the Child, 1989)

2. Anggi Frisca Wulandari (02) : Berikan contoh kasus nyata pelanggaran


HAM yang ditangani oleh komisi kebenaran dan rekonsiliasi!
Hasil Diskusi:
Tugas dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah menyelesaikan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada masa lalu di luar
pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa, dan
mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling
pengertian. Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi inilah yang melakukan
penyelidikan dan identifikasi agar dapat mengungkapkan pelanggaran-
pelanggaran HAM berat di masa lalu dengan harapan dapat menyelesaikan
pelanggaran HAM tersebut. Contoh Kasus HAM yang ditangani oleh Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi yaitu kasus Penculikan Aktivis pada tahun
1997/1998, Kasus Trisakti dan Semanggi Tahun 1998, Kasus Marsinah
Tahun 1993, GAM tahun 1976 -2005 dll. Kasus-kasus ini terjadi sebelum
adanya UU tentang pengadilan HAM yaitu UU No. 26 Tahun 2000 sehingga
kasusnya belum terselesaikan dengan baik, oleh sebab itu setelah adanya UU
tentang pengadilan HAM, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bertugas
mengungkap kembali kasus tersebut untuk diselesaikan.

3. Wulan Fatikhah L (26) : Apa yang harus dilakukan oleh negara apabila
terjadi pelanggaran HAM? Bagaimana HAM diatur dalam hukum nasional?
Bagaimana perlindungan jaminan hak asasi manusia?

23
Hasil Diskusi:
Negara sudah menjamin perlindungan Hak Asasi setiap warga negaranya
melalui instrumen-instrumen hukum HAM yang sudah ditetapkan, oleh
karena itu Negara berkewajiban melindungi dan menegakkan hukum HAM
apabila terjadi pelanggaran HAM. Jaminan dan Hukum HAM sudah diatus
dalam instrumen HAM Nasional diantaranya:
12. UUD 1945, yaitu
 Pembukaan UUD 1945, alenia I – IV
 UUD 1945 Pasal 28A sampai dengan 28J; Pasal 27 sampai dengan 34
13. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
14. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
15. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
16. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang
penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
17. UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuanatau penghukuman lain yang Kejam, tidak
Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia
18. UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182
mengenai pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak
19. UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional
tentang hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya
20. UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak
Sipil dan Politik
21. TAP MPR Nomor XVII Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia.
22. UU Tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

Selain itu juga sudah dibentuk badan / lembaga yang menangani Hak Asasi
Manusia di Indonesia, mulai dari Polri, KPAI, Komnas HAM, Pengadilan
HAM, Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan lain sebagainya.

24
4. Fatin Pramudya W (10) : Apakah dalam penegakan hukum HAM manusia
yang melanggar hukum dapat dikurangi hak asasi nya? Misalnya suntik
Kebiri.
Hasil Diskusi:
Menurut pendapat kelompok, Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat
pada diri manusia sejak ia lahir, hak ini tidak dapat dicabut, dibagi maupun
diserahkan, namun bagi pelanggar ham, hak tersebut bisa hilang karena ada
konsekuensi bagi pelanggar hukum HAM yaitu adanya hukuman yang sesuai
dengan pelanggaran dan hukum yang berlaku. Misalnya pada suntik kebiri
bagi pelaku pemerkosa, mungkin di negara-negara lain suntik ini sudah
dilaksanakan, namun di Indonesia suntik ini masih dipertentangkan karena
melanggar kode etik dokter. Suntik ini akan membuat si pelaku kehilangan
gairah seksual selama 5-6 tahun, selain itu juga memberikan efek jangka
panjang berupa osteoporosis, penyakit kardiovaskuler, gangguan
metabolisme, depresi, infertilisasi, anemia, dan menimbulkan rasa panas pada
tubuh. Jadi hak asasi manusia sejatinya tidak bisa dihilangkan/dikurangi
namun apabila seseorang melakukan pelanggaran terhadap hak asasi orang
lain, orang yang melakukan pelanggaran tersebut bisa kehilangan hak
asasinya yaitu dengan adanya sanksi hukum yang harus diterima.

25

Anda mungkin juga menyukai