3
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh manusia pasti di latar
belakangi oleh berbagai faktor, termasuk faktor psikologis.psikologi sering
diartikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau ilmu pengetahuan
tentang perilaku manusia “Human Behaviour” maka dalam kaitannya dengan
studi hukum. Ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan
perilaku manusia.
4
manusia. Ilmu pengetahuan ini mempelajari perilaku atau sikap tindakan
hukum yang mungkin merupakan perwujudan dari gejala–gejala kejiwaan
tertentu, dan juga landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindakan tersebut.
Dengan harapan ilmu psikologi dapat memberikan peran yang berarti bagi
penyelidikan dan penegakan hukum di Indonesia. Serta besar sumbangsihnya
dalam kemajuan ilmu hukum.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Psikologi apabila ditinjau dari segi ilmu bahasa berasal dari kata psycho,
dan logos. Psychosering diartikan jiwa dan logos yang berarti ilmu (ilmu
pengetahuan). Dengan demikian, psikologi sering diartikan dengan ilmu
pengetahuan tentang jiwa (ilmu jiwa).
Hukum dibentuk oleh jiwa manusia, baik putusan pengadilan maupun perundang-
undangan merupakan hasil jiwa manusia. Oleh karena itu, psikologi merupakan
karakteristik hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri. Dalam
hal ini Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto memberikan definisi psikologi
hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai
perwujudan dari pada perkembangan jiwa manusia. (Ishaq,2009,241)
6
Pengenalan psikologi pertama kali sebagai ilmu pengetahuan yang otonom dan
berdiri sendiri terjadi pada akhir abad ke- 19, yang pada waktu itu masih menjadi
cabang ilmu pengetahuan filsafat dan psikologi juga sering menjadi sudut kajian
sosiologi. Dalam perjalanan sejarah yang singkat psikologi telah didefenisikan
dalam berbagai cara, para ahli psikologi terdahulu mendefenisikan psikologi
sebagai “studi kegiatan mental”.
Kata psikologi sering disebut ilmu jiwa, berasal dari bahasa Yunani psyche
artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dengan demikan psikologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari kejiwaan atau ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia, atau sebab tingkah laku manusia yang dilatarbelakangi oleh kondisi
jiwa seseorang atau secara singkat dapat diartikan sebagai studi mengenai proses
perilaku dan proses mental.
James Angell (1910), psikologi adalah semua kesadaran di mana saja, normal atau
abnormal, manusia atau binatang yang dicoba untuk dijelaskan pokok
permasalahannya.
7
John B Watson (1919), psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang
menekankan perilaku manusia, perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari
maupun yang tidak sebagai pokok masalah.
Kurt Koffka (1925), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku makhluk
hidup dalam hubungan mereka dengan dunia luar.
Arthur Gates (1931), psikologi adalah salah satu bidang yang mencoba
menunjukan, menerangkan, dan menggolongkan berbagai macam kegiatan yang
sanggup dilakukan oleh binatang, manusia, atau lainnya.
Norman Munn (1951), psikologi sebagai “ilmu mengenai perilaku” tetapi hal yang
menarik, pengertian perilaku yang telah mengalami perkembangan, sehingga
sekarang ikut menangani hal yang pada masa lampau disebut pengalaman.
Kennet Clark dan George Milter (1970), psikologi adalah studi ilmiah mengenai
perilaku, lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati,
seperti gerak tangan, cara berbicara, dan perubahan kejiwaan dan proses yang
hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.Richard Mayer (1981), psikologi
merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk
memahami perilaku manusia.
8
Haney menyatakan “bahwa psikologi bersifat deskriptif dan hukum bersifat
perskriptif” (Haney: 1981 dalam Kapardis: 1999). Artinya psikologi menjelaskan
tentang bagaimana orang berperilaku secara aktual, hukum menjelaskan
bagaimana orang seharusnya berperilaku, tujuan utama ilmu psikologi adalah
memberikan penjelasan yang lengkap dan akurat mengenai perilaku manusia,
tujuan utama hukum adalah mengatur perilaku manusia. Dalam arti yang agak
lebih idealistis, ilmu psikologi menurut Constanzo (2006: 12) “terutama tertarik
untuk menemukan kebenaran sedangkan sistem hukum terutama tertarik untuk
memberikan keadilan”.
Di bawah ini dikutip beberapa defenisi psikologi hukum yang terdapat dalam
berbagai literatur, yaitu:
9
Meliputi legal issue; penelitian dalam kesaksian, penelitian dari pengambilan
keputusan yuri dan hakim, begitu pula di dalam kriminologi untuk menentukan
sebab-sebab, langkah-langkah preventif, kurasif, perilaku kriminal dan
pendampingan di pengadilan yang dilakukan oleh para ahli di dalam pengadilan
(Blackburn: 1996)
Meliputi aspek perilaku manusia dalam proses hukum, seperti ingatan saksi,
pengambilan keputusan hukum oleh yuri, dan pelaku kriminal (Curt R.
Bartol:1983)
Psikologi hukum adalah suatu kajian tentang sifat, fungsi, dan perilaku hukum
dari pengalaman mental dari individu dalam hubungannya dengan berbagai
fenomena hukum (pengertian ini didasarkan pada defenisi psikologi sosial oleh
Edward E. Jones: 1996)
Cabang metode studi hukum yang masih muda, yang lahir karena kebutuhan dan
tuntutan akan kehadiran psikologi dalam studi hukum, terutama sekali bagi
praktik penegakan hukum, termasuk untuk kepentingan pemeriksaan di muka
sidang pengadilan. (Ishaq: 2008, 241).
10
psychology and law is a relatively young field of scholarhip. Connceptualized
broadly, the field encompases diverse approaches to psychology. Each of major
psychologycal subdivisions has contributed to research on legal isues: cognitive
(e.g. eyewitnes testimony), developmental (e.g., children testimony), social (e.g.,
jury behavior), clinical (e.g, assesment of competence), biological (e.g, the
polygraph), and industrial organizational psychology (e.g, sexual harassment in
the workplace). (Encyclopedia of Psychology & Law: 2008)
11
pengetahuan ilmu hukum dengan ciri-cirinya berupaya mempelajari sistematika
hukum dan kaidah-kaidah, seperti rumusan kaidah, sebab terbentuknya dan
sebagainya, sedemikian rupa sehingga hukum dapat dipelajari dengan sebaik-
baiknya. Semakin berkembang suatu masyarakat akan semakin menuntut
perkembangan ilmu hukum, sehingga secara obyektif mampu menjelaskan
keadaan hukum pada setiap saat demi berperanya hukum sebagai sarana untuk
ketertiban, keadilan dan pendorong terciptanya kesejahteraan.
Hukum dibentuk oleh jiwa manusia, baik putusan pengadilan maupun
perundang-undangan merupakan hasil jiwa manusia. Oleh karena itu, psikologi
merupakan karakteristik hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu
sendiri. 2
12
Karena hukum dibentuk oleh jiwa manusia seperti putusan pengadilan dan
peraturan perundang-undangan, menandakan bahwa psikologi merupakan
krakteristik hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri. Aliran
pemikiran hukum historis.
3. G. Puchta, murid Friedrich Carl Von Savigny (1779 - 1861)
Menamai hukum volkgeist yaitu hukum merupakan pencerminan dari jiwa
rakyat”.
Meskipun psikologi hukum usia nya relative masih sangat muda, tetapi
kebutuhan akan cabang ilmu pengetahuan ini sangat dirasakan. Misal nya dalam
bidang penegakan hukum. Psikologi hukum dapat menelaah faktor – faktor
psikologi apakah yang mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah hukum
(berperilaku normal) dan meneliti faktor – faktor apakah yang mendorong
seseorang dalam melanggar kaidah hukum (berperilaku abnormal). Walaupun
faktor lingkungan ada pengaruh nya, tetapi tinjauan utama adalah factor pribadi.
Sedangkan faktor lingkungan sosial secara analitis menjadi ruang lingkup dari
sosiologi hukum. Dan faktor lingkungan sosial budaya, terutama menjadi ruang
lingkup penelitian dari antropologi budaya.
Pengungkapan faktor – faktor psikologis mengapa seseorang melakukan
pelanggran hukum, mempunyai arti penting dalam penegakan hukum pidana di
pengadilan. Dalam hukum pidana misalnya dibedakan ancaman terhadap
seseorang yang menghilangkan jiwa orang lain dengan segaja dan tidak disengaja,
13
yang direncanakan dan tidak direncanakan, yang dilakukan oleh orang yang sehat
akal pikiran nya dan yang dilakuan oleh orang yang gila.
Soerjono soekanto, dalam bukunya beberapa catatan tentang psikologi hukum
menyudutkan secara terperinci penting nya psikologi hukum bagi penegakan
hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk memberikan isi atau penafsiran yang tepat pada kaidah hukum serta
pengertianya misal nya seperti pengertian itikad baik, itikad buruk, tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri, mempertanggungjawabkan
perbuatan dan seterusnya.
2. Untuk menerapkan hukum dengan mempertimbangkan keadaan psikologi
pelaku.
3. Untuk lebih menyerasikan ketertiban dan ketentraman yang menjadi tujuan
utama dari hukum.
4. Untuk sebanyak mungkin menghindarkan penggunaan kekerasan dala
penegakan hukum.
5. Untuk memantapkan pelaksanaan fungsi penegakan hukum dengan cara lebih
mengenal diri atau lingkungan nya.
6. Untuk menentukan batas – batas penggunaan hukum sebagai sarana
pemeliharaan dan penciptaan kedamaian. 3
14
memasuki bidang yang menggarap tingkah laku manusia. Apakah proses yang
demikian ini tidak juga mengandung arti, bahwa hukum telah memasuki bidang
psikologi, khususnya psikologi sosial? Hukum pidata, misalnya, merupakan
bidang hukum yang cukup sering berurusan dengan psikologi ini, sadar ataupun
tidak. Bahwa dengan pidana diharapkan bahwa kejahatan bisa dicegah,
merupakan salah satu contoh yang jelas mengenai hubungan antara hukum dan
psikologi tersebut.
Leon Petrazyki (1867-1931), seorang ahli filsafat hukum, menggarap unsur
psikologi dalam hukum dengan mendudukkannya sebagai unsur yang utama.
Sarjana tersebut berpendapat, bahwa fenomena-fenomena hukum itu terdiri dari
proses-proses psikis yang uik, yang dapat dilihat dengan menggunakan metode
introspeksi (Bodenheimer, 1974 : 107). Apabila kita mempersoalkan tentang hak-
hak kita serta hak-hak orang lain dan melakukan perbuatan sesuai dengan ini,
maka itu semua bukan karena hak-hak itu dicantumkan dalam peraturan-
peraturan, melainkan semata-mata karena keyakinan kita sendiri, bahwa kita harus
berbuat seperti itu, demikian Petrazicky. Ia memandang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban sebagai “Phantasmata”, yang hanya ada dalam pikiran kita, tetapi yang
mempunyai arti sosial penting, oleh karena ia menciptakan “pengalaman
imperatif-atributif” yang mempengaruhi tingkah laku mereka yang merasa terikat
olehnya (Curzon, 1979 : 218).
Penulis Jerome Frank, dalam bukunya “Law and the Modern Mind” (1930),
Frank kemudian menjadi terkenal, bahwa ada suatu karya klasik dalam ilmu
hukum umum.
Frank menyerang anggapan dan pandangan kebanyakan orang tentang
hukum dan dalam bukunya yang disebut dimuka, ia mulai dengan mengupas apa
yang disebutnya sebagai “mitos dasar” dalam hukum (Frank, 1963 : 3). Frank,
yang sendirinya adalah seorang hakim, melihat bahwa hukum itu tidak akan
pernah bisa memuaskan keinginan kita untuk memberikan kepastian. Dan Frank
mengharapkan bakan kepastian yang bahwa hukum akan bisa memberikan
kepastian hukum yang berlebihan, adalah suatu perbuatan yang keliru dan tidak
perlu.
15
Tetapi, yang justru merisaukan Frank adalah persoalan, mengapa orang
sampai menghendaki dan mengharapkan kepastian hukum yang berlebihan itu.
Dalam usahanya untuk menjawab pertanyaan tersebut, Frank mulai memasuki
bidang psikologi. Penjelasan yang diberikan Frank, 1963 : 20 – 21) :
1. Dorongan keinginan seperti pada bayi untuk mendapatkan keadaan
damai seperti sebelum dilahirkan. Sebaliknya adalah ketakutan kepada
hal-hal yang tidak diketahui, kepada kesempatan dan perubahan
sebagai faktor-faktor yang penting dalam kehidupan seorang anak.
2. Faktor-faktor ini mewujudkan dirinya sendiri kedalam cita rasa
kekanak-kanakan yang mendambakan kedamaian sempurna,
kesenangan, perlindungan terhadap bahaya-bahaya yang tidak
diketahui. Si anak secara tidak realistis akan merindukan dunia yang
teguh dan penuh kepastian dan bisa dikontrol.
3. Si anak mendapatkan kepuasan akan kerinduannya itu, pada umumnya
melalui kepercayaannya dan penyandaran dirinya kepada sang ayah
yang tidak ada bandingannya, yang serba bisa dan yang selalu berhasil.
4. Sekalipun orang menjadi semakin dewasa, kebanyakan orang pada
waktu-waktu tertentu menjadi korban dari keinginan-keinginan
kekanak-kanakan tersebut diatas, baik dalam situasi aman, apalagi
dalam bahaya, dalam keadaan yang penuh ancaman, seorang ingin
melarikan diri kepada ayahnya. “Kebergantungan kepada ayah” yang
semula merupakan sarana untuk melakukan adaptasi, pada akhirnya
berubah menjadi tujuan sendiri.
5. Hukum bisa dengan mudah dibuat sebagai sesuatu yang memainkan
peranan penting dalam usaha untuk mendapatkan kembali sang ayah.
Sebab, secara fungsional, tampaknya hukum mirip dengan sang ayah
sebagai hakim.
6. Ayah sebagai Hakim dari si anak tidak pernah gagal. Keputusan-
keputusan dan perintah-perintahnya dianggap menciptakan ketertiban
dari keadaan yang kacau serta konflik-konflik pandangan mengenai
tingkah laku yang baik. Hukum tampak sebagai mutlak pasti dan dapat
16
diramalkan. Orang yang menjadi dewasa, pada saat mereka ingin
menangkap kembali suasana kepuasaan dunia anak-anak, tanpa
menyadari sepenuhnya akan motivasi dibelakangnya, mencari
kewibawaan (authoritaveness), kapasitas dan prediktabilitas dalam
sistem-sistem hukum. Anak ini percaya, bahwa sang ayah telah
meletakkan itu semua didalam hukum.
7. Dari sinilah munculnya mitos hukum, bahwa hukum itu adalah bisa
dibuat tidak bergetar, pasti dan mapan.
17
kepribadian dan mengenai cara-cara untuk menentukan perbedaan
tersebut.
Psikologi hukum sebagai cabang ilmu yang baru yang melihat kaitan antara
jiwa manusia disatu pihak dengan hukum di lain pihak terbagi dalam beberapa
ruang lingkup antara lain:
Menurut Soedjono, ruang lingkup psikologi hukum (1983:40) sebagai berikut:
Psikologi hukum sebagai cabang ilmu yang baru yang melihat kaitan antara jiwa
manusia disatu pihak dengan hukum di lain pihak terbagi dalam beberapa ruang
lingkup antara lain:
18
4. Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.
Pada negara yang memiliki sistem hukum common law seperti Amerika, juga
membagi penerapan psikologi dalam hukum. Kelimpahan penerapan psikologi
dalam hukum (Blackburn 1996, 6; Curt R. Bartol 1983, 20 -21; David S. Clark,
2007; Stephenson, 2007; ) dibedakan dari sudut pandang apa yang diistilahkan:
19
pembuatan putusan pada suatu tahapan kunci di dalam proses mendakwa
seseorang mulai dari waktu penetapannya sebagai tersangka hingga pada
momen penjatuhan pidana
6. Neuroscience and law, suatu kajian baru tentang keunikan pentingnya
pengaruh otak dan syaraf bagi perilaku manusia, masyarakat , dan hukum.
Kajiannya meliputi wawasan baru tentang isu-isu pertanggungjawaban,
meningkatkan kemampuan untuk membaca pikiran, prediksi yang lebih
baik terhadap perilaku yang akan datang, dan prospek terhadap
peningkatan kemampuan otak manusia.
20
Ruang lingkup psikologi hukum sebagaimana yang tertera di atas merupakan
suatu tanda dari suatu perkembangan di lapangan studi psikologi. Dalam
hubungan dengan perkembangan di bidang psikologi, psikologi hukum tergolong
psikologi khusus, yaitu psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi
kekhususan dari aktifitas psikis manusia.
Berdasarkan hal tersebut menurut Ishaq (2008:241) dalam psikologi hukum akan
dipelajari sikap tindak/ perikelakuan yang terdiri atas:
Masalah normal dan abnormal merupakan suatu gerak antara dua kutub yang
ekstrim. Kedua kutub yang ekstrim tersebut adalah keadaan normal dan keadaan
abnormal. Penyimpangan terhadap kedaan normal dalam keadaan tertentu masih
dapat diterima, tetapi hal itu sudah menuju pada penyelewengan, maka
kecenderungan kaedah abnormalitas semakin kuat, secara skematis perosesnya
adalah sebagai berikut:
Pada titik normal, seseorang mematuhi kaidah hukum dan dalam keadaan
tertentu dapat disimpangi. Psikologi hukum di satu pihak, yaitu menelaah faktor-
faktor psikologis yang mendorong orang untuk mematuhi kaidah hukum, dilain
pihak juga meneliti faktor-faktor yang mungkin mendorong orang untuk
melanggar kaedah hukum (Soerjono Soekanto 1989:17-18).
21
terdakwa, dan memberikan rekomendasi hak penentuan perwalian anak,
dan menentukan realibitas kesaksian saksi mata.
b. Psikologi dan Hukum (Psychology and Law), meliputi psyco-legal research
yaitu penelitian individu yang terlibat di dalam hukum, seperti kajian
terhadap perilaku pengacara, yuri, dan hakim.
c. Psikologi Hukum (psychology of law), mengacu pada riset psikologi
mengapa orang-orang mematuhi atau tidak mematuhi Undang-undang
tertentu, perkembangan moral, dan persepsi dan sikap publik terhadap
berbagai sanksi pidana, seperti apakah hukuman mati dapat mempengaruhi
penurunan kejahatan.
d. Psikologi Forensik (Forensic Psychology), suatu cabang psikologi untuk
penyiapan informasi bagi pengadilan (psikologi di dalam pengadilan).
e. Psikologi Hukum Pidana (Criminal Psychology), sumbangan psikologi
hukum yang menggambarkan dinamika interpersonal dan kelompok dari
pembuatan putusan pada suatu tahapan kunci di dalam proses mendakwa
seseorang mulai dari waktu penetapannya sebagai tersangka hingga pada
momen penjatuhan pidana
f. Neuroscience and law, suatu kajian baru tentang keunikan pentingnya
pengaruh otak dan syaraf bagi perilaku manusia, masyarakat , dan hukum.
Kajiannya meliputi wawasan baru tentang isu-isu pertanggungjawaban,
meningkatkan kemampuan untuk membaca pikiran, prediksi yang lebih
baik terhadap perilaku yang akan datang, dan prospek terhadap
peningkatan kemampuan otak manusia.
22
Termasuk di dalamnya faktor biologis (umur, jenis kelamin, keadaan
mental dan lain-lain) dan psikologis (agresivitas, kecerobohan, dan
keteransingan),
2. Faktor Situasional,
Seperti situasi konflik, faktor tempat dan waktu. 4
Saksi ahli dapat memberikan pendapatnya sebagai bukti, tetapi testimoni yang
diberikan saksi ahli harus berhubungan dengan persoalan yang tidak bisa dilihat
tanpa pengetahuan seorang ahli, seperti; bukti teori psikologi, hasil tes psikometri
23
atau hasil eksperimen. Kewajiban psikolog sebagai saksi ahli harus menyediakan
pendapat objektif pada perkara yang tidak bisa dilihat selain seorang ahli. 5
Menurut Costanzo (2006) peran psikologi dalam hukum sangat luas dan
beragam. Ia memberikan tiga peran.
Psikolog Sebagai Saksi Ahli Dalam Kasus Pidana Saksi ahli adalah seseorang
yang hadir dalam pengadilan. Tetapi informasi yang dimiliki oleh seorang saksi
ahli berbeda dari saksi mata, dimana saksi ahli tidak memberikan informasi
berdasarkan penglihatan perkara, melainkan informasi yang berhubungan dengan
wilayah sekitar masalah tersebut. Hanya saksi ahli yang dapat memberikan
informasi sebagai bukti yang berdasarkan pendapat. Beberapa persoalan yang
24
biasa menjadi pokok dalam bukti seperti tingkat fungsi intelektual tersangka dan
implikasinya terhadap proses persidangan, kerentanan saksi dalam proses
interogasi yang bisa saja menyebabkan pengakuan terpaksa dan kemugkinan
resiko seseorang kembali melakukan tindakan kejahatan tersebut. Persoalan-
persoalan yang dikemukakan oleh saksi ahli tidak bisa secara langsung
menentukan tersangka salah atau tidak tetapi masih memiliki implikasi dimana;
prosedur normal pengadilan mungkin perlu dimodifikasi untuk mengakomodasi
kemampuan kognitif tersangka; bukti pengakuan yang dinyatakan mungkin tidak
dapat diterima; pengakuan yang dinyatakan mungkin menjadi tidak reliable;
kalimat yang dijatuhkan pada narapidana mungkin perlu direfleksikan dengan
tingkat resiko kembalinya perilaku. Saksi ahli dapat memberikan pendapatnya
sebagai bukti, tetapi testimoni yang diberikan saksi ahli harus berhubungan
dengan persoalan yang tidak bisa dilihat tanpa pengetahuan seorang ahli, seperti;
bukti teori psikologi, hasil tes psikometri atau hasil eksperimen. Kewajiban
psikolog sebagai saksi ahli harus menyediakan pendapat objektif pada perkara
yang tidak bisa dilihat selain seorang ahli. 5 Menurut Costanzo 2006 peran
psikologi dalam hukum sangat luas dan beragam. Ia memberikan tiga peran.
Pertama, psikolog sebagai penasehat. Para psikolog sering kali digunakan sebagai
penasehat hakim atau pengacara dalam proses persidangan. Psikolog diminta
memberikan masukan apakah seorang terdakwa atau saksi layak dimintai
keterangan dalam proses persidangan. Kedua, psikolog sebagai evaluator. Sebagai
seorang ilmuwan, psikolog dituntut mampu melakukan evaluasi terhadap suatu
program. Ketiga, Psikolog sebagai pembaharu. Psikolog diharapkan lebih
memiliki peran penting dalam sistem hukum. Psikolog diharapkan menjadi
pembaharu atau reformis dalam sistem hukum. Psikolog diharapkan mampu
mengaplikasi ilmu pengetahuannya ke dalam tataran aplikatif, sehingga sistem
hukum, mulai dari proses penangkapan, persidangan, pembinaan, dan
penghukuman berlandaskan kajian-kajian ilmiah psikologis, Ketika seorang
saksi mata memberi keterangan, baik di tahap penyelidikan, penyidikan maupun
di persidangan pengadilan, maka Psikologi Hukum akan sangat banyak membantu
menilai keakuratan kesaksian tersebut.
25
2.8 Peran Psikologi dalam Hukum
Secara umum peran psikologi dibagi dua area, yaitu Kelimuwan dan Aplikatif.
Pada tataran keilmuwan, psikologi berperan dalam proses pengembangan hukum
berdasarkan riset-riset psikologi. Sementara pada tataran aplikatif, psikologi
berperan dalam intervensi psikologis yang dapat membantu proses 6 hukum.
Friedman (dalam Lumbuun, 2008) mengatakan bahwa terdapat tiga aspek dalam
sistem hukum. Pertama, Struktur, yang berkaitan lembaga yang membuat dan
menegakan hukum, termasuk DPR, kepolisian, kejaksaan, hakim dan para
advokat.
Kedua, Subtansi, yang menyangkut dari materi hukum baik yang tertulis atau
yang tidak tertulis. Ketiga Budaya Hukum, yaitu sikap orang terhadap hukum dan
sistem hukum yang meliputi kepercayaan, nilai, pikiran dan harapan.
Area Peran
Polisi Membantu polisi dalam melakukan penyidikan
pada korban,saksi dan pelaku
Kejaksaan Membantu jaksa dalam memahami kondisi
psikologis pelaku,korban dan memberikan
perlatihan tentang gaya bertanya kepada saksi.
Pengadilan Sebagai saksi ahli dalam persidangan
Lembaga Kemasyarakatan Asesmen dan intervensi psikologi pada narapidana
26
Seperti telah diuraikan bahwa psikologi secara langsung dan tidak langsung
berkaitan proses penegakan hukum. Sebagai suatu ilmu yang mempelajari
perilaku dan proses mental manusia, psikologi memiliki peran penting dalam
penegakan hukum di Indonesia. Peran psikologi terutama pada aparat penegak
hukum (polisi, jaksa, hakim, petugas lapas) dan pihak-pihak yang terlibat (saksi,
pelaku dan korban). Selain itu, psikologi juga berperan pada sistem hukum dan
warga yang terkena cakupan hukum.
Ada beberapa peran psikologi dalam penegakan hukum di Indonesia, yaitu;
Pertama, Psikologi berperan dalam memperkuat aparat penegak hukum dalam
menegakkan hukum. misalnya bagaimana peranan intervensi psikologis dalam
meningkatkan perfomance polisi. Hasil penelitian Arnetz dkk., (2009)
menunjukkan bahwa hasil pelatihan resiliensi dapat meningkatkan performance
polisi. Selain aparat penegak hukum, yang tidak kalah penting adalah keluarga
aparat penegak hukum.
Kedua, Psikologi berperan dalam menjelaskan kondisi psikologis pelaku,
korban dan saksi sehingga aparat penegak hukum dapat mengambil keputusan
dengan tepat.
Ketiga, Psikologi berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
mematuhi hukum yang berlaku. Misalkan, psikologi dapat membantu polisi dalam
membentuk masyarakat sadar dan taat aturan melalui kegiatan seminar dan
aktifitas yang berbasiskan masyarakat.
Jika dilihat dari proses tahapan penegakan hukum, psikologi berperan dalam
empat tahap;
1. Pencegahan (deterrent)
2. Penanganan (pengungkapan dan penyidikan)
3. Pemindanaan
4. Pemenjaraan.
27
Pada Tahap Pencegahan, psikologi dapat membantu aparat penegak hukum
memberikan sosialisasi dan pengatahuan ilmiah kepada masyarakat bagaimana
cara mencegah tindakan kriminal. Misalkan, psikologi memberikan informasi
mengenali pola perilaku kriminal, dengan pemahaman tersebut diharapkan
msyarakat mampu mencegah perilaku kriminal.
Pada Tahap Penanganan, yaitu ketika tindak kriminal telah terjadi, psikologi
dapat membantu polisi dalam mengidentifikasi pelaku dan motif pelaku sehingga
polisi dapat mengungkap pelaku kejahatan. Misalkan dengan teknik criminal 11
profiling dan geographical profiling.
Pertama, Teori Retributif (balas dendam), teori ini mengatakan bahwa setiap
orang harus bertanggung jawab atas perilakunya, akibatnya orang tersebut harus
menerima hukuman yang setimpal.
28
Kedua, Teori relatif (tujuan), teori ini bertujuan untuk mencegah orang melakukan
perbuatan jahat.
Hukum merupakan aturan atau adat yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah. Setiap Negara mempunyai hukum yang diorientasikan dengan
budaya, etnis, dan ras, yang finalnya nanti disepakati oleh kekuatan undang-
undang pemerintahan. Proses hukum melaksanakan undang-undang yang
berpasal-pasal, begitu juga dengan para psikolog yang juga mempunyai kode-
kode etik dalam membantu proses hukum. Peran dari seorang praktisi hukum
adalah sebagai penegak keadilan untuk membantu masyarakat yang prilakunya
telah melanggar aturan pemerintah. Membantu bukan seperti yang salah di
benarkan dan benar disalahkan akan tetapi meluruskan proses hukum
sebagaimana aturan, kode etik, dan undang-undang pemerintahan. Di Negara
Amerika Serikat proses hukum tidak hanya di tegak dan di perankan oleh seorang
yang lulus dari perguruan tinggi jurusan hukum, namun mahasiswa yang lulus
sebagai psikologi forensik itupun sudah mempunyai hak dan kewajiban dalam
memberantas orang-orang yang terdakwa, tersangka, dan terpidana.
Proses hukum di perankan oleh korban, pelaku, aparat, dan saksi yang hal tersebut
sudah menjadi bagian-bagian dari hukum pidana dan hukum perdata. Hukum hal
yang harus kita pahami dan memahami proses-prosesnya karena kita sebagai
manusia tidak pernah skip dengan undang-undang pemerintah sebagai negara
yang mempunyai etika. Di setiap pelanggaran proses hukumlah yang beranjak,
dan di setiap proses hukumlah psikolog forensik mempunyai peran serta hak
dalam membantu, namun sebagai gelar yang praktisi bukan yang sebagai seorang
ilmuwan. Psikolog forensik di Indonesia masih masuk dalam kategori psikologi
klinis, sehingga ketika ada masalah tentang hukum psikolog dapat mengasesment
korban ataupun pelaku.
29
pengembangan masyarakat. Seperti terjadinya banyaknya kasus-kasus pada akhir-
akhir ini seperti pelecehan seksual, pembunuhan, dan lain sebagainya. Kasus-
kasus seperti itu juga perlu penanganan dari seorang psikolog untuk mengasesmen
pelaku dan korban dalam hal ke-abnormalitasnya. Yakni mereka perlu di lihat dari
beberapa aspeknya, seperti kepribadiannya, kognitif, klinis, perkembangan, dan
sosialnya, karena setiap pelaku dan korban pasti mempunyai latar belakang yang
bisa menyebabkan mereka melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya. Bisa jadi
pelaku mempunyai gangguan pedofilia, psikopat, ataupun retardasi mental
sehingga bisa melakukan kejahatan-kejahatan, maka peran psikolog bertanggung
jawab mengidentifikasi dan mengasesmen pelaku dan korban untuk melakukan
konseling, bagaimana supaya mereka tidak terjerat hukum yang berlapis. Semisal
pelakunya adalah anak kecil ketika melakukan pelecehan seksual, itu merupakan
suatu yang tidak sewajarnya. Nah, apakah logis sebagai pengadilan menjudge
mereka dengan hukuman yang berlapis, karena hal itu sudah tidak melindungi
anak kecil yang masih dalam tahap perkembangan yang belum matang. Dalam hal
ini sebagai seorang psikolog melakukan tindakan-tindakan untuk melindungi dan
menagsesment anak tersebut.
Di dalam proses hukum terdapat banyak undang-undang, kode etik, dan etika
untuk menitikbelakangi dalam pencapaian permasalahan-permasalahan yang
bertujuan menyelesaikannya dengan secara adil dan bijaksana. Kebijaksanaan
dalam proses hukum adalah menyeimbangkan antara aparat-aparat dengan
psikolog yang mana mereka saling membantu antara titik kelemahannya dan
kelebihannya. Sehingga permasalahan tersebut bisa di judge dengan faktual tanpa
menduga-duga yang masih belum kepastiannya, dan tidak salah menjudge
seseorang yang belum tentu juga salah.
30
sodomi yang terjadi di wilayah Kota Sukabumi ini banyak dan berlangsung dalam
kurun waktu tidak terlalu lama.
"Karena banyaknya korban pencabulan dan sodomi ini, saya tetapkan peristiwa
ini menjadi KLB," kata Wali Kota Sukabumi H. Muhammad Muraz saat ditemui
di aula utama Pemerintah Kota Sukabumi, Senin, 5 Mei 2014.
"Kami pun tidak menyangka kasus yang banyak dan mencuat bagai fenomena
gunung es ini terjadi di Sukabumi dengan korban anak mencapai puluhan," kata
Wali Kota.
31
Dia menjelaskan, kekerasan seksual kepada anak berbeda dengan paedofilia.
Paedofilia adalah ketertarikan seksual seorang dewasa terhadap anak-anak.
Disebabkan beberapa faktor, seperti kecenderungan memiliki rasa ketertarikan
yang berlebih kepada anak.
“Tapi kalau kekerasan seksual kepada anak, biasanya si pelaku memiliki alat
kelamin yang tidak sempurna, sehingga tidak mempunyai kesempatan atau pilihan
untuk melampiaskan secara umum hasrat seksualnya seperti kepada pekerja seks
komersial,” katanya.
Karena itu, ujar Reza, perilaku menyimpang Emon lebih kepada pelampiasan
kepada anak-anak yang menjadi objek penggantinya.“Jadi bisa dikatakan perilaku
tersangka itu terdorong karena faktor situasi. Dan yang paling kuat ada rasa balas
dendam karena si Emon pernah menjadi korban kekerasa seksual sebelumnya,”
katanya.
“Kenapa saya menyebut Emon bukan seorang pedofilia, karena dari pantauan
saya tersangka merasa malu, jijik dan marah yang ditandakan dengan cara Emon
mengumpulkan nama-nama anak dalam bukunya sebagai rasa kemenangan
dirinya yang telah berhasil mendominasi aksi balas dendamnya tersebut,”
lajutnya. Reza menduga bahwa Emon melakukan kekerasan seksual terhadap anak
karena mereka lemah dan mudah dieksploitasi, serta dibungkam.
32
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa psikologi adalah cabang ilmu
tentang kejiwaan manusia. Dan hukum yang berisi peraturan yang mengatur
manusia-manusia dalam masyarakat. Dan kedua ilmu ini, psikologi dan hukum
memiliki keterkaitan dan menyatu dalam cabang ilmu psikologi hukum dan
memberikan manfaat kepada masyarakat. Psikologi hukum adalah suatu cabang
pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari jiwa
manusia. Ilmu pengetahuan ini mempelajari perilaku atau sikap tindakan hukum
yang mungkin merupakan perwujudan dari gejala – gejala kejiwaan tertentu, dan
juga landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindakan tersebut.
Setiap tindakan manusia, dalam hal ini tindakan kriminal yang dilakukan oleh
tersangka bisa jadi di latar belakangi oleh faktor psikologis. Dan ilmu psikologi
hukum hadir dan memiliki andil dalam proses penyelidikan dan penegakan ilmu
hukum. Peran psikologi dalam hukum memberikan manfaat yang besar dalam
perkembangan ilmu hukum, serta memberikan banyak manfaat dalam penuntasan
kasus-kasus hukum sesuai prespektif psikologi.
33
3.2 Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/faktor-faktor-penyebab-kejahatan.html
diakses pada 16 juni 2014
http://psikologiforensik.com/2012/06/15/memori-dan-kesaksian-di-peradilan/
diakses ada 16 juni 2014
http://suara.com/news/2014/05/09/075736/psikolog-forensik-sebut-emon-bukan-
pedofilia/ diakses pada 16 juni 2014
http://hrd-rkp1986.blogspot.com/2010/08/psikologi-dan-hukum.html
35