Anda di halaman 1dari 141

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS

PELAYANAN DAN JASA PRAKTEK PADA KLINIK KECANTIKAN


(STUDI PADA DURA SKIN CLINIC CENTER JAKARTA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

Johanna Tania Napitupulu


NIM :160200302

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS
PELAYANAN DAN JASA PRAKTEK PADA KLINIK KECANTIKAN
(STUDI PADA DURA SKIN CLINIC CENTER JAKARTA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

Johanna Tania Napitupulu


NIM :160200302

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Rosnidar Sembiring,SH.M.Hum


NIP.196602021991032002

Pembimbing I Pembimbing II

Syamsul Rizal,SH.M.Hum Puspa Melati Hasibuan,SH.M.Hum


NIP : 196402161989111001 NIP : 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kepada Tuhan

Yesus karena dengan berkat dan kasih-Nya penulis masih diberi kesempatan,

kesehatan, dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini, atas doa yang selalu

dipanjatkan yang tiada henti-hentinya oleh kedua orang tua penulis.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh

gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara.Dalam penulisan skripsi ini

penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran

demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun, terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi

ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing II yang

telah yang memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini;

4. Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

i
5. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring , SH.,M.Hum, selaku Ketua Departemen

Hukum Perdata selama penulis menjalani studi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

6. Syamsul Rizal, SH., M,Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen

Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada

penulis dalam penulisan skripsi ini;

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah banyak memberikan dedikasi

yang sangat besar kepada penulis serta para pegawai di lingkungan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sangat besar

kepada orang tua penulis yaitu papa saya Waler Napitupulu dan mama

saya Duma Reta yang telah mencurahkan segenap kasih sayang,

pengorbanan, serta terkhusus doa-doanya sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini;

9. Terima kasih kepada Yosephina Napitupulu selaku kakak saya dan

sekaligus sebagai dokter di klinik Kecantikan DuraSkin yang sangat

membantu saya dalam skripsi ini, dan juga abang saya Yohanes

Napitupulu atas semua saran dan nasehatnya selama ini dan juga adik saya

Claudia Napitupulu atas semua supportnya selama ini.

10. Terima kasih kepada EMBTY sahabat saya sedari saya kecil hingga

sekarang yaitu Flora Elfrida Nainggolan, Gabriella Pratiwi Harefa dan

Esra Svalbard Napitupulu.

ii
11. Terima kasih kepada teman saya grup Eommaya yaitu Chairunnisa, Elis,

Indah dan Dea terkhusus Chelvano serta semua anak Eiso lainnya.

12. Terima kasih kepada teman-teman grup Dunia Gemerlap Kota Medan

yaitukak Yola, bang Tibol, bang Ade, bang Jogal, bang Agung, Bang

Dicky, Bang Ibnu, teman seperjuanganku Fernando Simbolon, Karin,

adikku Ezra Grece, Brian dan Rico Surbakti.

13. Terima kasih kepada teman-teman “Hanya Wacana” yaitu Abeb, Kina,

Bibi, Melani, Harry, dan Arie.

14. Terima kasih juga untuk teman-teman Seperjuangan dalam penulisan

skripsi Ody Fahmuda, Dimas, dan Adit.

15. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada mahasiswa dan mahasiswa

Grup C Fakultas Hukum USU angkatan 2016 yang sampai sekarang masih

bersama-sama dengan penulis semoga kita semua sukses di masa depan.

16. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu

persatu.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

banyak membantu dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi

salah satu karya ilmiah yang dapat digunakan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan yang akan datang.

Medan, Februari 2020

Johanna Tania Napitupulu


160200302

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iv
ABSTRAK...................................................................................................................vii
ABSTRACT...................................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Perumusan Masalah........................................................................8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................8
D. Metode Penelitian...........................................................................9
E. Tinjauan Pustaka............................................................................10
F. Keaslian Penulisan.........................................................................13
G. Sistematika Penulisan.....................................................................31

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KONSUMEN DAN


PARAPIHAK YANG TERKAIT PADA KLINIK KECANTIKAN
A. Tinjauan Umum tentang Konsumen...................................................34
B. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha..............................................61
C. Tinjauan Umum tentang Klinik..........................................................74
D. Ruang Lingkup Dokter.......................................................................84

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSUMEN


TERHADAP PERJANJIAN YANG TERJADI DALAM KLINIK
KECANTIKAN
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian.....................................................90
B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Terapeutik.................................105
C. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Melakukan Jasa.........................113
D. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum.................................115

BAB IV TANGGUNG JAWAB KLINIK KECANTIKAN TERHADAP


KERUGIAN KONSUMEN (STUDI KASUS KLINIK KECANTIKAN
DURA SKIN)

A. Sejarah singkat Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic Center Jakarta. 118
B. Tanggung Jawab Klinik Kecantikan terhadap konsumen apabila
mengalami kerugian yang disebabkan oleh pelayanan jasa perawatan
dan produk Klinik..............................................................................119
C. Upaya Hukum yang dapat ditempuh konsumen dalam hal kerugian
yang dialaminya................................................................................133

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................140
B. Saran.................................................................................................142

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................146

iv
v
ABSTRAK

Johanna Tania Napitupulu1


Syamsul Rizal**
Puspa Melati***

Perkembangan zaman yang semakin pesat tidak hanya menimbulkan suatu


kebutuhan terkait sandang, pangan, dan papan, namun juga melahirkan kebutuhan
lain berupa kebutuhan kecantikan.Hal ini menjadi alasan banyaknya pelaku usaha
yang mulai beralih menawarkan jasa dibidang kecantikan.Namun,
dibalikberkembang pesatnya usaha klinik kecantikan, masih banyak terdapat
kekecewaan dan rasa tidak puas konsumen atas pelayanan yang diberikan oleh
pelaku usaha yang dinilai merugikan konsumen. Berdasarkan latar belakang
penelitian tersebut akan dianalisa mengenai peran konsumen dan para pihak yang
terkait dalam pelayanan jasa dalam klinik kecantikan, hubungan konsumen
terhadap perjanjian yang terjadi dalam klinik kecantikan, dan bentuk tanggung
jawab klinik kecantikan apabila terjadi kerugian yang dialami oleh konsumen.
Penelitian ini bersifat yuridis empiris, yaitu kombinasi antara
penelitianlapangan dengan kepustakaan, data yang digunakan adalah data primer
yaitu berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, serta data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kemudian analisis
data dilakukan secara kualitatif.
Menurut hasil penelitian, hubungan hukum antara pelaku usaha dan
konsumen pada klinik kecantikan lahir dari adanya undang-undang, perjanjian
terapeutik, dan perjanjian melakukan jasa. Dari hubungan hukum yang tercipta
tersebut, kemudian melahirkan 2 (dua) macam jenis pertanggungjawaban pelaku
usaha, yakni pertanggungajawaban yang diakibatkan oleh kerugian dalam
mengonsumsi produk dan/atau obat-obatan yang dijual, dan pertanggungjawaban
yang disebabkan oleh kerugian atas jasa pelayanan yang dilakukan oleh tenaga
medis (dokter) atau tenaga pelaksana (beautician), baik berupa wanprestasi
maupun perbuatan melawan hukum. Konsumen yang mengalami kerugian dapat
menuntut ganti rugi baikmelalui jalur nonlitigasi atau jalur litigasi sebagaimana
diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada kenyataannya selama
ini belum pernah ada upaya hukum yang dilakukan konsumen Klinik Kecantikan
DuraSkin Clinic Centre Jakarta sampai pada jalur litigasi, sebab Klinik
Kecantikan DuraSkin Clinic CentreJakarta mengedepankan pertanggungjawaban
berbentuk pelayanan perawatan kesehatan kecantikan sesuai dengan jenis keluhan
yang disampaikan oleh pasien selaku konsumen.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, Pelayanan Jasa.ABSTRACT

1
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
***
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

vi
Johanna Tania Napitupulu2
Syamsul Rizal**
Puspa Melati***

The development of increasingly rapid times not only raises a need related
to clothing, food, and shelter, but also gives birth to other needs in the form of
beauty needs. This is the reason for the large number of business actors who
began to switch to offering services in the field of beauty. However, behind the
rapid development of the beauty clinic business, there are still many
disappointments and dissatisfied consumers over the services provided by
business actors that are considered detrimental to consumers. Based on the
background of the research will be analyzed on the role of consumers and parties
involved in services in beauty clinics, consumer relations to agreements that
occur in beauty clinics, and the form of responsibilities of beauty clinics in the
event of loss experienced by consumers.
This research is juridical empirical, which is a combination of field
research with literature, the data used are primary data that is based on
observations and interviews, as well as secondary data consisting of primary and
secondary legal materials, then the data analysis is done qualitatively.
According to the results of the study, the legal relationship between
businesses and consumers in beauty clinics was born from the existence of laws,
therapeutic agreements, and agreements to perform services. From the created
legal relationship, then gives birth to 2 (two) types of business actor liability,
namely liability caused by losses in consuming products and / or medicines sold,
and liability caused by losses on services performed by personnel medical
(doctor) or executive (beautician), both in the form of defaults and acts against
the law. Consumers who suffer losses can sue for compensation either through
non-litigation or litigation as stipulated in Law No. 8 of 1999, in fact so far there
has never been a legal remedy done by consumers of the DuraSkin Clinic Center
Jakarta Beauty Clinic to the litigation route, because the Clinic Beauty DuraSkin
Clinic Center Jakarta puts forward the accountability in the form of beauty health
care services according to the type of complaints submitted by patients as
consumers.

Keywords: Legal Protection, Consumers, Services.

2
USU Faculty of Law students
** First Advisor of the Faculty of Law, University of North Sumatra.
*** Supervisor II of the Faculty of Law, University of North Sumatra

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial maupun ekonomis.Hal ini termuat dalam Undang – Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Kita tahu bahwa kesehatan sungguh penting bagi

diri kita sehingga Negara menjamin kesehatan warga negaranya. Upaya

peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, merupakan suatu usaha

yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan

masyarakat baik fisik maupun non-fisik.Di dalam sistem Kesehatan Nasional

disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang

lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks.3

Dalam menjalankan praktik kesehatan tidak lepas dari tenaga medis dan

tenaga kesehatan.Dokter merupakan tenaga medis.Sedangkan bidan dan perawat

merupakan tenaga kesehatan.Dokter sebagai tenaga medis harus memiliki

pendidikan dibidang kesehatan serta pengalaman hingga dianggap banyak orang

dapat menyembuhkan pesiennya.Seiring perkembangan zaman, saat ini dokter

yang dianggap banyak orang ahli dalam hal kesehatan, kini stigma tersebut

mulailuntur.

Hal ini dikarena kasus-kasus mengenai kerugian yang dialami oleh pasien

akibat dari tindakan dokter.Pasien dan dokter memiliki hubungan hukum sehingga

membentuk hak dan kewajiban bagi keduabelah pihak. Adami Chazawi dalam
3
Dr. Bahder Johan Nasution, dalam buku Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter
hlm.31
2

bukunya Malpraktik Kedokteran menyatakan bahwa hubungan hukum antara

pasien dan dokter terdapat dalam apa yang disebut kontrak terapeutik. Suatu

kontrak terapi dimana pasien harus tunduk dalam hukum perdata tentang

perikatan hukum.Kontrak terapeutik merupakan salah satu bentuk perikatan

hukum timbal balik.4

Dokter yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin

Praktik (SIP) serta telah membuka praktik, pada dasarnya telah melakukan

penawaran umum (openbare aanbod).Aanbod adalah syarat pertama lahirnya

kesepakatan sebagai penyebab timbulnya suatu perikatan hukum. Untuk

terjadinya perikatan hukum dokter dan pasien, penawaran itu harus diikuti

penjelasan secara lengkap mengenai berbagai hal seperti diagnosis dan terapi oleh

dokter.Apabila kemudian pasien memberikan persetujuan untuk pengobatan atau

perawatan, maka terjadilah perikatan hukum yang dikenal dengan kontrak

terapeutik atau transaksi terapeutik. Persetujuan yang diberikan oleh pasien itu

kemudian disebut informed consent.5

Hubungan antara dokter dan pasien dapat dijelaskan bahwa dokter dan

pasien memiliki hubungan yang unik.Dokter dalam hukum konsumen berperan

sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dan pasien sebagai penerima pelayanan

kesehatan.Dokter yang merupakan pakar dalam hal kesehatan sedangkan pasien

sebagai orang awam.Dokter sebagai orang yang sehat dan pasien sebagai orang

yang sakit.

Dengan adanya perikatan didalamnya, hubungan timbal balik yang terjadi

seharusnya saling menguntungkan.Dokter memiliki pasien dan pasien

4
Ditinjau dari scholar.google.co.id dalam buku Adami, 2007 hal 16
5
Ditinjau darischolar.google.co.id dalam buku Veronika, 2002 hal 110
3

memperoleh kesembuhan.Namun yang terjadi tidak demikian.Saat ini kita sering

mendengar atau bahkan mengalami keluhan yang dirasakan oleh pasien akibat

dari tindakan yang dilakukan oleh dokter ataupun pemberian obat yang salah oleh

dokter hingga pasien mengalami kerugian.Karena maraknya kasus-kasus

menganai kesalahan yang dilakukan oleh dokter maka perlu adanya perlindungan

hukum bagi pasien. Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang

Kesehatan, persoalan paling krusial untuk dikaji terkait hukum adalah sejauhmana

tindakan seorang dokter memiliki implikasi hukum terhadap kelalaian atau

kesalahan profesi kesehatan dan unsur-unsur apa yang digunakan sebagai

indikator atau alat ukur serta unsur yang dapat membuktikan ada tidaknya

kesalahan atau kelalaian dokter dalam melakukan diagnosa dan terapi.

Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat tidak hanya

menimbulkan suatu kebutuhan terkait sandang, pangan, dan papan, namun juga

melahirkan kebutuhan lain berupa kebutuhan penampilan. Tanpa disadari,

kebutuhan untuk tampil menarik dan cantik sudah menjalar menjadi suatu

kebutuhan yang penting bagi masyarakat, khususnya bagi wanita.Banyaknya

publikasi melalui media cetak dan media eletronik yang menggunakan dan

menampilkan sosok wanita cantik yang berkulit putih, berbadan langsing,

berwajah tirus, halus, dan mulus menjadi suatu sugesti tersendiri bagi mayoritas

wanita untuk memiliki wajah dan penampilan seperti itu.banyak wanita kemudian

berlomba-lomba melakukan berbagai cara baik secara alami maupun modern agar

menjadi sosok yang cantik dan menarik. Kebutuhan wanita untuk menjadi pribadi

yang sehat dan cantik semakin meningkat, mereka menyadari bahwa dibutuhkan

suatu proses dan perawatan untuk menjadi lebih cantik dan menarik. Dahulu
4

wanita melakukan perawatan diri dengan cara-cara yang lebih alami dan

tradisional seperti membuat masker wajah dari bahan-bahan alami, sampai

meminum jamu untuk awet muda atau melangsingkan diri.

Namun hal tradisional tersebut cenderung menghabiskan banyak waktu

dan bersifat tidak instant.Adanya keinginan wanita menjadi cantik sekaligus

menarik dengan cepat dan instant menimbulkan perkembangan tersendiri bagi

industri kecantikan. Berbagai macam jasa dibidang kesehatan kecantikanpun

menjadi merambah, setelah salonkecantikan, saat ini perkembangan klinik

kecantikan berkembang semakin

pesat. Banyak berkembangnya sarana-sarana yang menamakan dirinya sebagai

Skin Care, Skin Center, Skin Clinic, Skin Care Center, Body Care Center,Beauty

Clinic, Esthetic Clinic, Slimming Center, Beauty Center atau BeautySalon dan

lain-lain tergantung jenis pelayanan yang tersedia dan keinginan

pemilik/pengelolanya.

Sebagai ibukota Indonesia, Jakarta merupakan kota yang paling

banyakmenerima pengaruh-pengaruh globalisasi dunia barat, tidak terkecuali

dibidang kecantikan dan fashion lifestyle. Beragam macam masyarakat dari

golongan rendah, menengah, hingga tinggi seperti pengusaha dan artis yang

berdiam di Jakarta menjadi senjata tersendiri bagi industri kecantikan di Jakarta

untuk berkembang.Keadaan tersebut ditandai dengan banyak bermunculannya

berbagai klinik kecantikan untuk memenuhi kebutuhan kecantikan berbagai

golongan masyarakat di Jakarta, seperti klinik kecantikan Natasha Skin

Care,Dura Skin Clinic Centre, dan masih banyak lagi.


5

Di kota Medan sendiri pun, banyak bermunculan klinik-klinik skin care

yang siap memberikan jasa dan pelayanan bagi konsumen untuk mempercantik

diri dan memanjakan konsumen dengan menawarkan treatment yang berkualitas

dan bermanfaat bagi kulit konsumen.

Namun pada kenyataanya, dibalik tumbuh pesatnya klinik

kecantikanterdapat beberapa sisi negatif, diantaranya banyak konsumen yang

ternyata tidak cocok dengan jasa dan produk kecantikan yang ditawarkan oleh

klinik kecantikan.Hal ini tentunya menjadi suatu kerugian bagi konsumen

pengguna klinik kecantikan.Kerugian yang dialami konsumen biasanya timbul

karena kurangnya informasi yang diberikan terkait keadaannya serta efek samping

dari tindakan yang dilakukan.Banyak kasus merugikan yang dialami oleh

konsumen klinik kecantikan, seperti timbulnya iritasi pada wajah setelah

menggunakan produk dari klinik kecantikan, iritasi dapat berupa timbulnya rasa

perih dan memerah pada wajah konsumen.Tidak hanya itu, beberapa konsumen

klinik kecantikanpun pernah merasa keberatan manakala saat dilakukan pelayanan

perawatan terdapat tindakan dokter atau beautician yang kurang memuaskan,

seperti beautician terlalu keras menekan wajah konsumen saat melakukan facial

wajah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan ketidakpuasaan terhadap

konsumen.Hal seperti ini dapat terjadi manakala terdapat kondisi dan/atau

sesitivitas pasien yang berbeda-beda maupun karena kelalaian dari pihak klinik

kecantikan. Tidak heran jika banyak konsumen yang

justru mengeluhkan produk dan/atau jasa yang diberikan oleh sebuah klinik

kecantikan.
6

Terdapat 2 (dua) macam perlindungan hukum di Indonesia,

yaituperlindungan hukum preventif dan represif.Perlindungan hukum preventif

adalah perlindungan hukum yang biasanya tertuang dalam peraturan perundang-

undangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, seperti adanya aturan yang

mengatur mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh konsumen dan

pelaku usaha.Perlindungan hukum represif adalah perlindungan hukum akhir

berupa sanksi akibat terjadinya pelanggaran atau sengketa, seperti kewajiban

untuk melaksanakan ganti rugi bagi pihak yang merugikan.6

Salah satu bentuk aplikasinya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwasanya setiap golongan konsumen

yang melakukan perawatan di klinik kecantikan memiliki hak untuk mendapat

perlindungan hukum apabila terdapat akibat-akibat dari proses perawatan yang

merugikan dirinya. Perlindungan hukum tersebut lahir dari suatu hubungan

hukum yang mengikat antara klinik kecantikan dengan konsumen, dimana

hubungan hukum terjadi sejak konsumen datang ke klinik kecantikan dan

mendapat penjelasan dari dokter terkait keadaannya serta bagaimana penanganan

dan efek-efek selanjutnya.Selain dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, konsumen klinik kecantikan juga dilindungi oleh Undang-Undang

Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik.

Dimana lahirnya undang-undang tersebut bertujuan untuk mengatur hak-

hak dan kewajiban antara konsumen denganpelaku usaha, agar menjunjung tinggi

6
Ditinjau dari.academia.edu tentang Perlindungan hukum konsumen diakses pada tanggal
8 Februari 2020 Pukul 18.00
7

rasa aman terhadap konsumen klinikkecantikan, serta menjunjung tinggi rasa

tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk dan jasa yang

ditawarkannya.Klinik kecantikan selaku pelaku usaha menyadari bahwa mereka

harus dapat menjamin hak-hak konsumennya terpenuhi dalam berbagai bidang.7

Namun dibalik itikad baik yang dilakukan, tidak menutup

kemungkinanterjadinya kerugian-kerugian yang diderita konsumen terkait

penggunaan produk dan/atau jasa dari sebuah klinik kecantikan.Ketika mengalami

kerugian, konsumen dapat melakukan upaya hukum agar tercapai keadilan

bagidirinya dan klinik kecantikan selaku pelaku usaha wajib untuk

bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi.Penulis sebagai salah satu konsumen

yang terbilang sering melakukan perawatan wajah di Klinik Kecantikan memiliki

ketertarikan terhadap perlindungan konsumen terhadap pelayanan jasa yang

terdapat dalam Klinik Kecantikan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji

danmembahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen apabila terdapat

kerugian-kerugian akibat menggunakan produk dan/atau jasa Klinik Kecantikan

Beauty Skin Care Center Jakarta hingga upaya hukum yang dapat dilakukan

konsumen, serta mengangkat permasalahan ini kedalam tulisannya yang berjudul

“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pelayanan Dan Jasa

Praktek Pada Klinik Kecantikan (Studi Pada Dura Skin Clinic Centre

Jakarta).

B. Rumusan Masalah
7
Ditinjau dari etd.repository.ugm.ac.id diakses pada tanggal 4 Februari 2020 Pukul 17.00
8

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, berbagai persoalan yang timbul

atau yang muncul, dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana peran konsumen dan para pihak yang terkait dalam

pelayananan jasa di klinik kecantikan?

2. Bagaimana hubungan konsumen terhadap perjanjian yang terjadi

dalam klinik kecantikan?

3. Bagaimana bentuk tanggung jawab Klinik Kecantikan apabila

terjadi kerugian yang dialami oleh konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Objektif :

1) Untuk mengetahui sejauh mana peran konsumen dan para pihak yang

terkait dalam pelayanan jasa dermatologi di klinik kecantikan

2) Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk hubungan konsumen terhadap

perjanjian yang terjadi di dalam klinik kecantikan.

3) Mengetahui dan menganalisis bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh

Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic Centre Jakarta terhadap konsumen

apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh pelayanan jasa perawatan

dan/atau produk Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic CentreJakarta.

Tujuan Subyektif :

Untuk memperoleh data serta informasi yang berhubungan dengan objek yang

akan diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai syarat untuk

dapat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.


9

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini mempunyai manfaat, baik secara akademis maupun secara

praktis.Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan hukum di dalam bidang Hukum Perdata, khususnya bagi

mahasiswa agar kritis terhadap masalah hukum sekaligus dapat

menemukan solusi hukum terkait dengan perlindungan konsumen yang

berbasis teknologi pada sektor pelayanan kesehatan dan perawatan

kecantikan.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum khususnya hukum

kedokteran, yang permasalahannya selalu berkembang seiring dengan

perkembangan ilmu Kedokteran itu sendiri dan diharapkan dapat

menjembatani antara kepentingan hukum dan kepentingan pelayanan

medis untuk mencapai asas keseimbangan kepentingan dokter dam

kepentingan pasien yang sama-sama menjadi prioritas untuk membangun

kesadaran kesehatan yang ada di masyarakat. Karena dengan adanya

hubungan baik antara dokter dan pasien maka timbul rasa saling percaya

dan saling menaati hak dan kewajiban sendiri khususnya antara dokter dan

pasien. Dengan skripsi ini masyarakat tau akan haknya jika berhubungan

dengan dokter dan pelayanan kesehatan lainnya jadi masyarakat dapat

memilih cara pengobatan apa dan metode pelayanan jasa apa yang ia

percayai untuk mempercantik wajahnya.


10

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberi manfaat sebagai

berikut:

a. Menjadi masukan dan/atau panduan bagi profesi yang bergerak di sector

kesehatan kecantikan, baik dokter, maupun beautician dalam pelayanan

kesehatan dan perawatan kecantikan, sehingga pelayanan dan perawatan

yang diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan tidak

merugikan pasien atau pengguna produk dan jasaselaku konsumen

kesehatan kecantikan.

b. Menjadi sumber acuan untuk penelitian-penelitan selanjutnya baiksecara

teori maupun praktik, yang berguna untuk mahasiswa fakultashukum pada

khususnya dan masyarakat berbagai kalangan padaumumnya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah yang dimiliki dan

dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data

serta melakukan investigasi pada data yang telah didapatkan tersebut. Metode

penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian yang meliputi antara lain:

prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber

data, dan dengan langkah apa data-data tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah

dan dianalisis.

Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi penelitian hukum yang

digunakan penulis adalah Metode Penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah

metode penelitian hukum normative-empiris, dimana dalam penelitian empiris


11

dimaksudkan untuk memperoleh data primer, yaitu melakukan wawancara dengan

narasumber yang terkait, sementara hukum normative yaitu melakukan suatu

kajian terhadap peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan hukum yang

berkaitan dengan skripsi ini sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian hukum normative. Dalam hal

penelitian hukum normative, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan

perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul penulis

ini yaitu “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pelayanan Dan Jasa

Praktek Pada Klinik Kecantikan “Studi Pada Dura Skin Clinic Centre Jakarta”.

2. Metode Pendekatan

Dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode

pendekatan yuridis mengingat permasalahan-permasalahan yang diteliti adalah

bagaimana dokter sebagai yang melakukan pelayanan jasa kecantikan

berlandaskan kepercayaan dalam transaksi terapeutik.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian untuk penelitian skripsi ini, penulis mengambil lokasi di

Dura Skin Clinic Centre Jakarta yang terletak di Jalan Kaji No. 36, Petojo Utara,

Kecamatan Gambir , Kota Jakarta Pusat.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang diperlukan penulis yang berkaitan dengan

penyelesaian skripsi ini ditempuh melalui cara penelitian kepustakaan (Library

Research). Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian terhadap literature-

literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai
12

dasar terhadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Tujuan

penelitian kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder yang

meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, surat kabar, situs

internet, maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan

skripsi ini.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisis secara

deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif yang berpedoman

kepada bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen atas

pelayanan jasa klinik kecantikan. Analisis deskriptif artinya penulis berusaha

semaksimal mungkin untuk memaparkan data-data yang sebenarnya.

Metode deduktif artinya cara analisis dari kesimpulan umum atau generalis

yang diuraikan menjadi contoh-contoh konkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan

kesimpulan atau generalis tersebut. Metode deduktif digunakan dalam sebuah

penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian dibuktikan

dengan pencarian fakta.

Metode induktif artinya contoh konkrit dan fakta diuraikan terlebih

dahulu, lalu kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau generalisasi.

Pada metode induktif data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta. 8

F. Tinjauan Pustaka

i. Pengertian Konsumen

Konsumen berasal dari istilah asing, Inggris costumer dan Belanda

consument secara harafiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang

8
Ditinjau dari www.awangramadhani/metode-penelitian.com diakses pada tanggal 8
januari 2020 pukul 08.00
13

membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu” atau ‘sesuatu atau

seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.9

Undang-undang perlindungan konsumen mendefinisikan Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan. Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa

konsumen adalah end user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan

pembeli dari barang dan/atau jasa tersebut.10

Guidelines for Customer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan “Konsumen dimanapun mereka

berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya.”Yang dimaksud

hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar

dan jujur.Hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan

dasar manusia (cukup pangan dan papan), Hak untuk mendapatkan lingkungan

yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan, dan hak untuk

mendapatkan pendidikan dasar.PBB menghimbau seluruh anggotanya untuk

memberlakukan hak-hak konsumen tersebut di negaranya masing-masing.11

Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:12

 Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung akses dan


informasi, serta menjamin kepastian hokum.
 Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan
seluruh pelaku usaha pada umumnya.

9
Arrianto Mukti Wibowo,et.al., Kerangka Hukum Digital Signature Dalam Electronic
Commerce,Grup Riset Digital Security
10
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
11
Tini Hadad, Dalam AZ.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. II, hlm vii
12
Husni Syawali, Ed, op.cit., hlm 7
14

 Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa


 Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang
menipu dan menyesatkan.
 Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan
perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-
bidang lainnya.

ii. Tanggung Jawab Produk

Secara umum, Tanggung Jawab Produk adalah suatu konsepsi hukum yang

intinya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Apakah yang dimaksud dengan cacat produk? Di Indonesia, cacat produk atau

produk yang cacat didefinisikan sebagai berikut: “Setiap produk yang tidak dapat

memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam

proses maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau

tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka

dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang.”

Cacat produk atau manufaktur adalah keadaan produk yang umumnya

berada dibawah tingkat harapan konsumen.Atau dapat pula cacat itu demikian

rupa sehingga dapat membahayakan harta benda, kesehatan tubuh dan jiwa

konsumen.

Cacat peringatan atau instruksi adalah cacat produk karena tidak

dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan

tertentu.

iii. Pengertian Pelaku Usaha


15

Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

memberikan pengertian Pelaku Usaha, sebagai berikut :

“Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum mapun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.”

Penjelasan “Pelaku Usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah

perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distribusi,

dan lain-lain."

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang

Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer

dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut

memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropa

terutama Negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen

adalah: pembuat produk jadi (finished product), penghasilan bahan baku, pembuat

suku cadang, setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan

jalan mencantumkan namnya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang

membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu, importer suatu produk

dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) atau

bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok (supplier), dalam hal

identitas dari produsen atau importer tidak dapat ditentukan.13

13
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen hlm.9
16

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut , akan memudahkan

konsumen menuntut ganti kerugian Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan

produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan,

karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya

UUPK tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam Directive (pedoman bagi

Negara Masyarakat Uni Eropa), sehingga konsumen dapat lebih mudah lagi untuk

menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan jika ia dirugikan akibat

penggunaan produk Dalam Pasal 3 Directive ditentukan bahwa :14

a. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan

mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang

memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada

produk, menjadikan dirinya sebagai produsen.

b. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang

mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untung leasing,

atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam

Masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen dalam arti Directive

ini, dan akan bertanggung gugat sebagai produsen.

c. Dalam hal produsen atau suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka

setiap leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen,

kecuali ia memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu

yang tidak begitu lama mengenai identitas produsen atau orang yang

menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam

kasus barang/ produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak

14
Ahmad Miru, “Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia”,
hlm. 31
17

menunjukkan identitas importir sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),

sekalipun nama produsen dicantumkan.

iv. Peraturan Perundang-Undangan Hukum Konsumen/Hukum

Perlindungan Konsumen

Kini Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang sudah lama ditunggu-

tunggu konsumen telah terbit yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Sekalipun

demikian Undang-Undang No 8 Tahun 1999 ini memiliki ketentuan yang

menyatakan bahwa “kesemua undang-undang yang ada dan berkaitan dengan

perlindungan konsumen tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau telah

diatur khusus oleh undang-undang.” Karena itu, tak dapat lain haruslah dipelajari

juga peraturan perundang-undangan tentang konsumen dan/atau perlindungan

konsumen ini di dalam kaidah-kaidah hukum peraturan perundang-undangan

umum yang mungkin atau dapat mengatur dan/atau melindungi hubungan

dan/atau masalah konsumen dengan penyedia barang atau jasa. Sebagai akibat

dari penggunaan peraturan perundang-undangan umum ini, dengan sendirinya

berlaku pulalah asas-asas hukum yang terkandung di dalamnya pada berbagai

pengaturan dan/atau perlindungan konsumen tersebut. Padahal, nanti akan

ternyata, beberapa di antara asas hukum tersebut tidak cocok untuk memenuhi

fungsi pengaturan dan/atau perlindungan pada konsumen, tanpa setidak-tidaknya

diadakan pembatasan berlakunya asas-asas hukum tertentu itu. Pembatasan

dimaksudkan dengan tujuan “menyeimbangkan kedudukan” di antara para pihak

pelaku usaha dan/atau konsumen bersangkutan.

Sumber-sumber Hukum Konsumen :

a) Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR


18

Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen

mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan,

Alinea ke-4 berbunyi:

“...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”

Umumnya, sampai saat ini, orang bertumpu pada kata “segenap bangsa”

sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas

pesatuan bangsa). Tetapi di samping itu, dari kata “melindungi”, didalamnya

terkandung pula asas perlindungan (hukum) pada segenap bangsa tersebut.

Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu, tentulah bagi segenap bangsa,

tanpa terkecuali, baik ia laki-laki atau perempuan, orang kaya atau orang miskin,

orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan, dan pengusaha/pelaku

usaha atau konsumen.

Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan termuat dalam Pasal 27

ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Ketentuan tersebut berbunyi :

“Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”

Sesungguhnya apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu oleh

pihak/pihak-pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau

tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut.

Penghidupan yang layak, apalagi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

merupakan hak dari warga negara dan hak semua orang. Itu merupakan hak dasar

bagi rakyat secara menyeluruh.

“Telah jelas, Pasal-pasal ini mengenai hak-hak warga negara”


19

Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah UUD-1945 melindungi segenap

bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) telah menetapkan berbagai Ketetapan MPR, khusunya sejauh

tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun

1993 (TAP-MPR) makin jelas kehendak rakyat atas adanya perlindungan

konsumen, sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda-beda, pada masing-masing

ketetapan.

Kalau pada TAP-MPR 1978 digunakan istilah “menguntungkan”

konsumen, TAP-MPR 1988 “menjamin” kepentingan konsumen, maka pada

tahun 1993 digunakan isitlah “melindungi” kepentingan konsumen. Namun,

dalam masing-masing TAP-MPR tersebut tidak terdapat penjelasan tentang apa

yang dimaksud dengan menguntungkan, menjamin, atau melindungi kepentingan

konsumen tersebut.15

Salah satu yang menarik dari TAP-MPR 1993 ini adalah disusunnya dalam

satu napas, dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen dan konsumen.

Susunan kalimat itu berbunyi:

“...meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan

konsumen”.

Dengan susunan kalimat demikian, terlihat lebih jelas arahan Majelis

Permusyawaratam Rakyat tentang kekhususan kepentingan produsen (dan semua

pihak yang dipersamakan dengannya) dan kepentingan konsumen.

Sifat kepentingan khas produsen (lebih tepat pelaku usaha atau pengusaha)

telah ditunjukkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di muka telah

diterangkan bahwa pengusaha dalam menjalankan kegiatan memproduksi atau


15
TAP-MPR RI No. IV/MPR/1978, Bab IV
20

berdagang, menggunakan barang atau jasa sebagai bahan baku,bahan tambahan,

bahan penolong, atau bahan pelengkap. Kepentingan mereka dalam menggunakan

barang atau jasa adalah untuk kegiatan usaha memproduksi dan atau berdagang

itu, adalah untuk meningkatkan pendapatan atau penghasilan mereka (tujuan

komersial).

Kepentingan konsumen dalam kaitan dengan penggunaan barang dan/atau

jasa, adalah agar barang/jasa konsumen yang mereka peroleh, bermanfaat bagi

kesehatan/keselamatan tubuh, keamanan jiwa dan harta benda, diri, keluarga

dan/atau rumah tangganya (tidak membahayakan atau merugikan mereka). Jadi

yang menonjol dalam perlindungan kepentingan konsumen ini adalah

perlindungan pada jiwa, kesehatan, harta dan atau kepentingan kekeluargaan

konsumen.

Meskipun diakui bahwa persaingan merupakan suatu yang biasa dalam

dunia usaha, tetapi persaingan antar-kalangan usaha itu haruslah sehat dan

terkendali.

b) Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata

Dengan hukum perdata dimaksud adalah hukum perdata dalam arti luas,

termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang

termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya itu

baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).

Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPer).16 Disamping itu, tentu saja juga kaidah-kaidah

hukum perdata adat, yang tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan-pengadilan

16
Undang-Undang RI, Burgerlijk Wetboek voor Indonesia, S. No. 23 Tahun 1847 dengan
berbagai pembatasan ketentuan berlakunya
21

dalam perkara-perkara tertentu. Patut kiranya diperhatikan kenyataan yang ada

dalam pemberlakuan berbagai kaidah hukum perdata tersebut.

Pada tahun 1963 Mahkamah Agung “menganggap Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (BW) tidak sebagai undang-undang tetapi sebagai suatu dokumen

yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum tak tertulis”. 17 Dan

selanjutnya menganggap tidak berlaku beberapa pasal dari KUHPer. Tetapi untuk

selebihnya, dalam pengalaman di pengadilan sepanjang kemerdekaan sampai

waktu ini, KUHPer tampak seperti lebih dominan berlakunya dibandingkan

dengan kaidah-kaidah hukum adat atau kaidah-kaidah hukum tidak tertulis, dan

putusan-putusan pengadilan negeri maupun pengadilan-pengadilan luar negeri

yang berkaitan. KUHPer memuat berbagai kaidah hukum berkaitan dengan

hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah antara pelaku usaha penyedia

barang dan/atau jasa dan konsumen pengguna barang-barang atau jasa tersebut.

Terutama buku kedua, buku ketiga, dan buku keempat memuat berbagai kaidah-

kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang atau jasa

konsumen tersebut. Begitu pula dalam KUHD, baik buku pertama, maupun buku

kedua, mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari, khususnya (jasa)

dan pelayanan.

Hubungan hukum perdata dan masalahnya dalam lingkungan berlaku

Hukum Adat, sekalipun sudah sangat berkurang, masih tampak hidup dan terlihat

dalam berbagai putusan pengadilan. Beberapa putusan pengadilan tentang

masalah keperdataan berkaitan dengan perlindungan konsumen masih terlihat.

Sedangkan hubungan-hubungan hukum atau masalah antara penyedia barang atau

Surat Edaran Mahkamah Agung RI tanggal 5 September 1963 tentang Gagasan


17

menganggap Burgerlijk Wetboek tidak sebagai Undang-Undang


22

jasa dan konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan

hukum yang berlaku bagi mereka, dapat diperlakukan Hukum Internasional dan

asas-asas Hukum internasional, khususnya Hukum Perdata Internasional, memuat

pula berbagai ketentuan hukum perdata bagi konsumen.

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain, tampaknya termuat

pula kaidah-kaidah hukum yang mempengaruhi dan/atau termasuk dalam bidang

hukum perdata. Antara lain tentang siapa yang dimaksudkan sebagai subjek

hukum dalam suatu hubungan hukum konsumen, hak-hak dan kewajiban masing-

masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang terjadi dalam sengketa antara

konsumen dan penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan bersangkutan.

c) Hukum Konsumen dalam Hukum Publik

Dengan hukum publik dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur

hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara

negara dengan perorangan.18 Termasuk hukum publik dan terutama dalam

kerangka hukum konsumen dan atau hukum hukum perlindungan konsumen,

adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan atau

hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata

internasional.

Segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang

hukum publik itu sepanjang berkaitan dengan hubungan hukum konsumen

dan/atau masalahnya dengan hubungan hukum konsumen dan/atau masalahnya

dengan penyedia barang atau penyelenggara jasa, dapat pula diberlakukan. Dalam

18
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, P.N. Balai
Pustaka, Jakarta,1979, Halaman 10
23

kaitan ini antara lain ketentuan perizinan usaha, ketentuan-ketentu pidana tertentu,

ketentuan-ketentuan hukum acara dan berbagai konvensi dan atau ketentuan

hukum perdata internasional.

Diantara kesemua hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi

negara, selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, hukum

internasional khususnya hukum perdata internasional, dan hukum acara perdata

serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum

konsumen.

Sekalipun berbagai instrument hukum umum (peraturan perundang-

undangan yang berlaku umum), baik hukum perdata maupun hukum public, dapat

digunakan untuk menyelesaikan hubungan dan atau masalah konsumen dengan

penyedia barang atau penyelenggara jasa, tetapi hukum umum ini ternyata

mengandung berbagai kelemahan tertentu, dan menjadi kendala bagi konsumen

atau perlindungan konsumen. Tetapi hukum umum ini ternyata mengandung

berbagai kelemahan tertentu dan menjadi kendala bagi konsumen atau

perlindungan konsumen yaitu :19

1) KUH Perdata dan KUHD tidak Mengenal Istilah Konsumen

Hal ini mudah dipahami karena pada saat undang-undang itu diterbitkan dan

diberlakukan di Indonesia, tidak dikenal istilah consumen atau consument (istilah

Inggris dan Belanda).Di Negeri Belanda istilah koper atau huuder (istilah Belanda

yang berarti pembeli atau penyewa) digunakan dalam perundang-undangannya.

Oleh karena itu, dalam KUH Perdata kita menemukan istilah-istilah pembeli

(koper, Pasal 1457 dan seterusnya KUH Perdata), penyewa (hurder, Pasal 1548

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H.,M.Hum. dalam buku “Hukum Perlindungan


19

Konsumen”
24

dan seterusnya), penitip barang (bewaargever, Pasal 1694 dan seterusnya),

peminjam (verbruiklener, Pasal 1754 dan seterusnya), dan sebagainya. Adapun

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan istilah tertanggung

(verzekerde, Pasal 246 dan seterusnya Buku Kesatu) dan penumpang (opvarende,

Pasal 341 dan seterusnya Buku Kedua).

2) Semua Subjek Hukum tersebut adalah Konsumen, Pengguna Barang

dan/atau Jasa

Konsumen itu sendiri terdiri dari dua jenis yang berbeda kepentingan dan tujuan

dalam penggunaan barang atau jasanya.Para pengusaha yang disebut juga sebagai

konsumen antara mempunyai tujuan dan kepentingan tersendiri.Demikian pula

dengan konsumen akhir.

Subjek hukum pembeli, penyewa, tertanggung atau penumpang terdapat

dalam KUH Perdata dan KUHD, tidak membedakan apakah mereka itu sebagai

konsumen akhir atau konsumen antara. Keadaan mempersamakan saja kedudukan

hukum dari mereka yang berbeda kepentingan dan tujuannya secara formal

memang memikat, tetapi secara materiil akan terlihat, tanpa pemberdayaan

(empowering) pihak yang historis lemah, ia menimbulkan kepincangan tertentu

dalam hubungan hukum atau masalah mereka satu sama lain.

3) Hukum Perjanjian (Buku ke-3 KUH Perdata) Menganut Asas Hukum

Kebebasan Berkontrak, Sistemnya Terbuka dan Merupakan Hukum

Pelengkap

Asas kebebasan berkontrak memberikan pada setiap orang hak untuk dapat

mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang

disepakati kedua pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya
25

suatu persetujuan tetap dipenuhi (Pasal 1320). Dengan sistem terbuka, setiap

orang dapat mengadakan sembarang perjanjian, bahkan dengan bentuk-bentuk

perjanjian lain dari apa yang termuat dalam KUH Perdata (berbeda dengan sistem

tertutup yang dianut Buku Ke-2 KUH Perdata). Keadaan ini kemudian diimbuhi

pula dengan catatan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap,

jadi setiap orang dapat saja mengadakan persetujuan dalam bentuk lain dari yang

disediakan oleh KUH Perdata.

Dengan asas kebebasan berkontrak, sistem terbuka dan bahwa hukum

perjanjian itu merupakan hukum pelengkap saja, lengkaplah sudah kebebasan

setiap orang untuk mengadakan perjanjian, termasuk perjanjian yang dipaksakan

kepadanya. Kalau yang mengadakan perjanjian adalah mereka yang seimbang

kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan/atau kemampuan daya saingnya,

mungkin masalahnya menjadi lain. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu para pihak

tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya atas

pihak yang lebih lemah.

Pengalaman nyata memang menunjuk pada keadaan itu. Berbagai

penelitian termasuk penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun

1973-1985, yang kemudian dijadikan dasar dari keputusan Sidang Umum PBB

pada tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen, ternyata pihak konsumenlah,

terutama konsumen dari negara-negara berkembang yang merupakan pihak yang

lemah tersebut. Dilengkapi dengan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

khususnya kelemahan konsumen Indonesia akan sangat terlihat.

4) Perkembangan Pesat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)


26

Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi

kegiatan bisnis dimana pun di dunia, tidak terkecuali di Indonesia.Berbagai

produk konsumen, bentuk usaha dan praktik bisnis yang pada masa diterbitkannya

KUH Perdata dan KUHD belum dikenal, kini sudah menjadi pengalaman kita.

Beberapa hal pokok tentang subjek hukum dari suatu perikatan, bentuk perjanjian

baku, perikatan beli sewa, kedudukan hukum berbagai praktik niaga lainnya yang

tumbuh karena kebutuhan atau kegiatan ekonomi, tidak terakomodasi secara

sangat rumit dalam perundang-undangan itu.

Begitu pula bentuk-bentuk perikatan yang tampaknya berasal dari negara-

negara yang menggunakan sistem hukum berbeda (Anglo Saxon), karena

kebutuhan telah pula dipraktikkan dan kadang-kadang tanpa persyaratan dan

pembatasan yang menurut hukum berlaku bagi perikatan di negeri

asalnya.Pencampuradukan sistem hukum yang melanda masyarakat karena

kebutuhannya itu, menyebabkan KUH Perdata dan KUHD tertinggal di belakang.

5) Hukum Acara

Hukum acara yang dipergunakan dalam proses perkara perdata pun tidak

membantu konsumen dalam mencari keadilan. Pasal 1865 KUH Perdata

menentukan pembuktian hak seseorang atau kesalahan orang lain dibebankan

pada pihak yang mengajukan gugatan tersebut. Beban ini lebih banyak tidak dapat

dipenuhi dalam hubungan antara konsumen dan penyedia barang atau

penyelenggara jasa pada masa kini.Hal ini terutama karena tidak pahamnya

konsumen atas pembuatan produk, sistem pemasaran yang digunakan, maupun

jaminan purna jual yang digunakan oleh pelaku usaha. Proses produksi dan
27

pemasaran produk yang makin canggih, kerahasiaan perusahaan dan tanggung

jawab perusahaan yang hanya pada pemegang sahamnya saja, memperbesar jarak

antara konsumen dengan produk konsumen yang ia gunakan di samping hal-hal

yang dikemukakan di atas.

Tingkat-tingkat peradilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,

Mahkamah Agung dan kemungkinan Peninjauan kembali di Mahkamah Agung),

lamanya masa proses sampai didapatkan putusan yang efektif, ditambah dengan

beban pembuktian merupakan kendala bagi konsumen dan perlindungannya.

6) Dasar Pemikiran Filsafat

Dianut dari KUH Perdata/KUHD dan falsafah hukum yang sekarang harus

dijadikan pangkal tolak pemikiran hukum kita yang sama sekali sudah tidak

sejalan lagi. Doktrin yang dianut KUH Perdata/KUHD adalah liberalism.Adapun

doktrin, falsafah Indonesia adalah Pancasila yang pemikiran politik ekonominya

adalah kesejahteraan rakyat dengan perikehidupan yang seimbang, serasi, dan

selaras.

7) Hukum Publik

Sesuai fungsinya menurut hukum, mempunyai peran yang sangat membantu

upaya perlindungan konsumen, seperti juga bagi pengusaha yang jujur dan

beritikad baik.Tindakan administrasi yang dijalankan oleh instansi berwenang

terhadap mereka yang melanggar ketentuan dari peraturan perundang-undangan

(administrative), melindungi konsumen dan pengusaha yang jujur dan beritikad


28

baik dari perilaku pelaku usaha yang menyimpang atau melanggar hukum dan

dapat menimbulkan kerugian pada mereka.

Pengertian Klinik

Bagian rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan

memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan

pengamatan terhadap kasus penyakit yg diderita para pasien dan sebagai balai

pengobatan khusus dan merupakan organisasi kesehatan yg bergerak dalam

penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya

terhadap satu macam gangguan kesehatan20

Definisi Klinik Kecantikan

Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa

pelayanan dermatologi. Dermatologi (dari bahasa Yunani: derma yang berarti

kulit) adalah cabang kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang

berhubungan dengan kulit seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan lain

sebagainya.

Jadi, dapat disimpulkan, klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang

menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit,

rambut, kuku, dan lainnya.Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak

dijumpai di wilayah ibukota adalah klinik kecantikan yang mengkombinasikan

pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta

pelayanan tambahan seperti spa.

Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah facial.

Perawatan facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai perawatan


20
Dendy Sugono. Kamus Bahasa Indonesia, Hal 733. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
29

kulit, termasuk: penguapan, pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion, pengunaan

masker, dan pemijatan.21Biasanya dilakukan di salon kecantikan tetapi juga dapat

ditemukan di berbagai perawatan spa.

Karakteristik Jasa

1.      Tidak berwujud (intangibility)

            Artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium

sebelum dibeli. Orang yang mengalami perawatan kulit tidak dapat melihat hasil

yang sesungguhnya sebelum ia membeli jasa tersebut. Untuk mengurangi

ketidakpastian, konsumen akan mencari bukti akan mutu jasa tersebut. Mereka

akan menarik kesimpulan mengenai mutu dari tempat, orang-orang, peralatan,

bahan komunikasi, symbol dan harga yang mereka lihat.

            Karena itu, penyedia jasa bertugas mengelola bukti tersebut untuk

mewujudkan sesuatuyang tidak berwujud.Perusahaan jasa dapat berupaya

menunjukkan mutu layanan melalui bukti fisik dan presentasi. Dura Skin Clinic

Centre untuk mempromosikan diri dengan slogan citranya “make people beautiful

and happy”. Dengan layanan yang prima, pelanggan akan “feel great” dan setelah

melewati masa perawatan mereka akan “look great”.

            Cara yang ditempuh yaitu dengan mendesain pesan yang in line dengan

daya saing sekaligus diferensiasi Dura Skin Clinic Centre, yaitu strerilitas dan

higienitas. Karena selama ini tidak banyak yang tau  bahwa fasial menjadi awal

penularan virus HIV dan hepatitis karena ada tahapan-tahapan yang memberikan

peluang bagi terkontaminasinya darah. Hal itu menjadi perhatian utama Dura Skin

Clinic Centre.

2.      Tidak terpisahkan (inseparability).


21
Ditinjau darin http://wikipedia.com; internet; accesed 10 januari 2020
30

               Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Karena klien

tersebut juga hadir pada saat jasa perawatan kulit dilakukan, interaksi

penyedia  jasa merupakan ciri khusus penawaran jasa. Dengan menyadari hal ini

maka Dura Skin Clinic Centre akan fokus pada produk dan layanan yang bagus.

Apabila produk dan layanan yang bagus, maka akan timbul kepercayaan pada

pelanggan dan kemudian mereka akan merekomendasikan kepada orang lain.

3.      Bervariasi (Variablity)/ Heterogeinity.

          Karena bergantung pada siapa yang memberikannya serta kapan dan

dimana diberikan, jasa sangat bervariasi.Contoh : beberapa dokter memiliki

keramahan yang sangat baik dengan pasien, sedangkan yang lain kurang sabar

dengan pasien-pasiennya.

4.      Tidak tahan lama (Perishability).

Jasa klinik kecantikan Dura Skin Clinic Centre tidak dapat disimpan.Pasien

yang telah melakukan konsultasi atau pemeriksaan di Dura Skin Clinic Centre

tidak bisa menyimpan jasa yang mereka terima dari perusahaan jasa tersebut.

G. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjana hukum.

Sebelum mengajukan judul ini, penulis terlebih dahulu membaca beberapa buku

dan sumber informasi lainnya untuk menemukan masalah hukum yang akan

dibahas. Sesuai prosedur yang ditentukan oleh Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Departemen Perdata, penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini

kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan

kemudian melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas hukum untuk


31

menghindari pembahasan masalah yang berulang. Dari hasil pengecekan di

perpustakaan fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sama persis

sebelumnya. Dengan demikian, maka penulisan ini adalah asli dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Apabila diluar pengetahuan penulis ternyata telah ada penulisan yang

serupa, maka diharapkan penulisan ini dapat saling melengkapi serta menambah

literature ilmu hukum khususnya dibidang hukum perdata.

H. Sistematika Penulisan

Seluruh uraian yang ada dalam penyusunan skripsi ini, dikemukakan

secara sistematis yang terdiri atas beberapa bab dan masing-masing terdiri dari

beberapa sub dengan tujuan untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi

ini.

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang, latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, tinjauan pustaka, keaslian

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KONSUMEN DAN

PARA PIHAK YANG TERKAIT PADA KLINIK

KECANTIKAN

Dalam bab ini berisikan empat sub bab yaitu pengertian konsumen, sub

bab kedua yaitu tentang pelaku usaha, kemudian pada bab ketiga yaitu tentang
32

pengertian klinik dan klinik kecantikan dan pada bab keempat yaitu tentang ruang

lingkup dokter dalam klinik kecantikan.

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSUMEN

TERHADAP PERJANJIAN YANG TERJADI DALAM KLINIK

KECANTIKAN

Dalam bab ini berisikan mengenai tinjauan umum mengenai perjanjian

yang terjadi antara konsumen dan klinik kecantikan, pada bab ini terdiri dari

empat sub bab yang terdiri atas sub bab pertama yaitu pengertian perjanjian, sub

bab kedua yaitu pengertian perjanjian terapeutik, sub bab ketiga yaitu tentang

pengertian perjanjian melakukan jasa dan sub bab keempat tentang pengertian

perlindungan hukum pada klinik kecantikan.

BAB IV : TANGGUNG JAWAB KLINIK KECANTIKAN TERHADAP

KERUGIAN KONSUMEN (STUDI KASUS KLINIK

KECANTIKAN DURA SKIN)

Pada bab ini berisikan mengenai sejarah berdirinya Dura Skin Clinic

Centre, tanggung jawab Dura Skin Clinic Centre terhadap konsumen yang

mengalami kerugian dan tentang upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen

jika mengalami kerugian akibat pelayanan jasa dermatologi yang dilakukan di

Dura Skin Clinic Centre.

BAB V : PENUTUP
33

Sebagai bab penutup yang merupakan rangkaian inti dari seluruh

isi bab-bab yang ada ditambah dengan beberapa kesimpulan dan saran dari

penulis.
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KONSUMEN DAN PARA PIHAK

YANG TERKAIT PADA KLINIK KECANTIKAN

A. Tinjauan Umum tentang Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Kata konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer.Dalam

bahasa Belanda, istilah konsumen disebut dengan consument.Konsumen secara

harfiah adalah “orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan;

pemakai atau pembutuh.”18 Istilah lain yang dekat dengan konsumen adalah

“pembeli” (Inggris: buyer, Belanda: koper). Istilah koper ini dapat dijumpai dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Pengertian konsumen secara hukum tidak

hanya terbatas kepada pembeli. Bahkan,jika disimak secara cermat pengertian

konsumen sebagaimana di dalam Pasal 1 angka 2 UUPK, di dalamnya tidak ada

disebut kata pembeli.22 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

perlindungan konsumen di Indonesia, menjelaskan istilah “konsumen” sebagai

definisi yuridis formal ditemukan pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan

UUPK). UUPK menyatakan “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.”23Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan konsumen

sebagai lawan produsen, yakni pemakai barang-barang hasil industri, bahan


22
N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cet.
ke-1, (Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2005), hal. 23.
23
Zulham, S.Hi, M.Hum,Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Kencana Prenada
Media Group, 2013), hal. 15.
35

makanan dan sebagainya.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (diberlakukan 5 Maret

2000). Undang-undang ini memuat suatu definisi tentang konsumen yaitu “Setiap

pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan diri

sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.”24Pengertian konsumen jelas lebih

luas daripada pembeli. Luasnya pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana

oleh Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy yang mengatakan

bahwa, “Consumers by definition include us all.” 25Pakar masalah konsumen di

Belanda, Hondius, menyimpulkan para ahli hukum pada umumnya sepakat

mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa

(uitendelijke gebruiker van goederen en diensten).Dengan rumusan itu Hondius

ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara)

dengan konsumen pemakai terakhir.Konsumen dalam arti luas mencakup pada

kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada

konsumen pemakai terakhir. Di Perancis, berdasarkan doktrin dengan

yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan sebagai, “The person who

obtains good or services for personal or family purposes.” Sedangkan di Spanyol

pengertian konsumen didefinisikan secara lebih luas, yaitu “Any individual or

company who is the ultimate buyer or user of personal or real property, products,

services, or activities, regardless oh whether the seller, supplier, or producer is a

public or private entity, acting alone or collectively.”Pengertian konsumen dapat

dibagi sebanyak 3 (tiga) macam yakni :

24
Lihat lebih lanjut pada Pasal 1 huruf o Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
25
Mariam Darus Badruldzaman, Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut
Pandang Perjanjian Baku (Standar), dalam BPHN. Simposium Aspek-Aspek Hukum
Perlindungan Konsumen, (Bandung: Binacipta, 1986), hal. 57
36

1. Konsumen secara umum adalah setiap orang yang mendapatkan

barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;

2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk

diperdagangkan (tujuan komersial);

3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya

pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali

(non komersial).26

Terhadap barang dan/atau jasa yang digunakan, tergantung pada

konsumen mana yang dimaksudkan. Bagi konsumen antara barang dan jasa itu

adalah barang atau jasa kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau

komponen dari produk lain yang akan diproduksinya (produsen). Jika dia

distributor atau pedagang, berupa barang setengah jadi atau barang jadi yang

menjadi dagangan utamanya.Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa

itu di pasar industri atau pasar produsen.Sedangkan bagi konsumen akhir, barang

dan/atau jasa itu adalah barang atau jasa konsumen yaitu barang atau jasa yang

biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga atau rumah

tangganya (produk konsumen).

Barang atau jasa ini pada umumnya diperoleh di pasar-pasar, dan

terdiri dari barang atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah tangga

masyarakat.27 Unsur tersebut untuk membuat barang atau jasa lain dan atau

diperdagangkan kembali merupakan pembeda antara lain konsumen antara


26
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Daya Widya,
1999), hal. 13.
27
Ibid.
37

(produk kapital) dan konsumen akhir (produk konsumen), yang penggunaannya

bagi konsumen akhir adalah untuk diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya,

unsur inilah yang pada dasarnya merupakan pembeda dari kepentingan masing-

masing konsumen yaitu, penggunaan sesuatu produk untuk keperluan atau tujuan

tertentu yang menjadi tolok ukur dalam menentukan perlindungan yang

diperlukan.

Konsumen diartikan tidak hanya pada individu (orang), tetapi juga

suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir.Adapun yang

menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual-beli sehingga

dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.Rumusan-rumusan

berbagai ketentuan itu menunjukkan sangat beragamnya pengertian konsumen,

masing-masing ketentuan memiliki kelebihan dan kekurangan.Tampaknya

perlakuan hukum yang lebih bersifar mengatur dengan diimbuhi perlindungan

tersebut, merupakan pertimbangan tentang perlunya pembedaan dari konsumen

itu.Pada umumnya, diperoleh di pasar-pasar konsumen, dan terdiri dari barang

atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah tangga masyarakat.

Berkaitan dengan itu maka konsumen dalam mendapatkan barang atau

jasa yang diinginkannya tersebut berasal dari pelaku usaha, istilah pelaku usaha

umumnya lebih dikenal dengan sebutan pengusaha.Pengusaha adalah “setiap

orang atau badan usaha yang menjalankan usaha memproduksi, menawarkan,

menyampaikan, atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas

selaku konsumen”, pengusaha memilki arti luas, tidak semata-mata membicarakan

pelaku usaha, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha.28

2. Hak dan Kewajiban Konsumen


28
Shidarta, Op.Cit.,hal. 16-27.
38

Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak

dan kewajiban.Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar

masyarakat bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya

apabila terjadi suatu tindakan yang tidak adil terhadapnya, maka secara spontan ia

akan dapat menyadari hal tersebut lalu segera mengambil tindakan untuk

memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya akan berdiam diri

ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. Instrumen

peraturan nasional yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen ialah

UUPK. Adapun hak-hak konsumen diatur UUPK pasal 4, sebagai berikut:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi

barangdan/atau jasa;

b. hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai

tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;
39

h. hak untuk mendapatkan kompensai, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 UUPK lebih luas

daripada hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh

Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy di depan kongres pada tanggal 15

Maret 196229, yaitu terdiri atas :

a. hak memperoleh keamanan;

b. hak memilih;

c. hak mendapat informasi;

d. hak untuk didengar;

Bagaimanapun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah

dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi

prinsip dasar, yaitu :

a. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik

kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan;

b. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar

dan;

c. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan

yang dihadapi30
29
Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,
(Bandung: Alumni, 1981), hal. 47.
30
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
Disertasi, (Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000), hal. 140
40

Oleh karena ketiga hak atau prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa

hak konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK. Apabila konsumen benar-benar

akan dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi

baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, karena pemenuhan hak-hak

konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek.31

Adapun mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5 UUPK, yakni:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara


patut.

3. Pengertian Perlindungan Konsumen

Kata konsumen berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yakni consumer,

atau dalam bahasa Belanda “consument”, “konsument”, konsumen secara harfiah

adalah orang yang memerlukan membelanjakan atau menggunakan; pemakai atau

pembutuh. Pengertian tentang konsumen secara yuridis telah diletakan dalam

pelbagai peraturan perundang-undangan, seperti UU No 8 Tahun 1999 Tentang

UUPK pasal 1 merumuskan sebagai berikut: “Konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan / atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.” 32Dalam pengertian sehari-hari sering kali dianggap

bahwa yang disebut konsumen adalah pembeli (Inggris; buyer, Belanda; koper).

31
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Op.Cit., hal. 47.
32
Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman, 2008.Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja
Gratindo Persada, hlm 1
41

Pengertian konsumen secara hukum tidak hanya terbatas kepada pembeli, bahkan

kalau disimak secara cermat pengertian konsumen sebagaimana terdapat di dalam

Pasal 1 butir 2 UUPK, di situ tidak ada disebut kata pembeli, pengertian pemakai

dalam definisi tersebut di atas menunjukan bahwa barang atau jasa dalam rumusan

pengertian konsumen tidak harus sebagai hasil dan transaksi jual beli. Dengan

demikian, hubungan konsumen dengan pelaku usaha tidak terbatas hanya Karena

berdasarkan hubungan transaksi atau perjanjian jual beli saja, melainkan lebih dan

pada hal tersebut seseorang dapat disebut sebagai konsumen.33

Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai

konsumen dalam perundang-undangannya, konsumen dibatasi sebagai "setiap

orang yang membeli barang yang disepakati, baik menyangkut harga dan cara-

cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang

untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.34

Pengertian konsumen secara otentik telah dirumuskan di dalam Undang-

undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 undang-undang No. 8 Tahun

1999.Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen, jelaslah bahwa adanya undang-undang ini untuk

melindungi kita sebagai konsumen karena selama ini konsumen amat lemah

posisinya.

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika),

atau consument/itu tergantung dalam posisi dimana ia berada. Konsumen dapat

berupa:

Siahaan N.H.T, 2005. Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen Dan Tanggung


33

Jawab Produk, Jakarta, Pantai Rei, 2005 hlm 22-24


34
UU Perlindungan Konsumen 8 Tahun 1999 Pasal 7 huruf C.
42

1. Pemakai barang hasil produksi;

2. Penerima pesan iklan;

3. Pemakai jasa (pelanggan).

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen. Cakupan perlindungan konsumen itu dapat

dibedakan dalam dua aspek, yaitu:

1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepekati;

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil

kepada konsumen. Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan

konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam

memenuhi kebutuhan hidup. Perlindungan konsumen harus mendapatkan

perhatian yang lebih, terutama konsumen muslim, dimana sebagian besar

penduduk Indonesia beragama Islam. Perlindungan konsumen merupakan

hal yang sangat penting dalam Islam. Karena dalam Islam, bahwa

perlindungan konumen bukan sebagai hubungan keperdataan saja,

melainkan menyangkut kepentingan publik secara luas, bahkan

menyangkut hubungan antara manusia dan Allah Swt. Maka perlindungan

konsumen Muslim merupakan kewajiban negara. Dalam Islam, hukum

perlindungan konsumen mengacu kepada konsep halal dan haram, serta

keadilan ekonomi berdasarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip ekonomi

Islam.
43

Aktivitas ekonomi Islam dalam perlindungan konsumen meliputi

perlindungan terhadap zat, distribusi, tujuan produksi, hingga pada akibat

mengonsumsi barang dan/jasa tersebut. Maka dalam Islam, barang dan/atau

jasa yang halal dari segi zatnya dapat menjadi haram, ketika cara

memproduksi dan tujuan mengonsumsinya melanggar ketentuan-ketentuan

syara’. Karena itu pula, tujuan konsumen muslim berbeda dengan tujuan

konsumen non-muslim. Konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan

atau minuman bertujuan untuk mengabdi dan merealisasikan tujuan yang

dikehendaki Allah Swt.

4.Asas-asas Perlindungan Konsumen

Karena konsumen masih banyak yang berada dalam posisi yang lemah.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan asas-asas perlindungan konsumen

adalah:

1. Asas Manfaat

Hal ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-

besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan;

2. Asas Keadilan:

Hal ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan


44

pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya

secara adil;

3. Asas Keseimbangan:

memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha,

dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual;

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen:

untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

5. Asas Kepastian Hukum:

dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum

dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

5. Tujuan Perlindungan Konsumen :

Asas-asas perlindungan.tersebut di atas, dipadankan dengan tujuan

perlindungan konsumen Pasal 3 UUPK menetapkan 6 tujuan perlindungan

konsumen, yakni;

1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa

2) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen.


45

3) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.

4) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha

5) Meningkatkan kualitas barang/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen.

Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, merupakan isi

pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 sebelumnya,

karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang

dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan

konsumen.Menurut Achmad Ali,35 mengatakan masing-masing undang-undang

memiliki tujuan khusus, hal itu juga tampak dan pengaturan pasal 3 Undang-

Undang Konsumen, sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana

dikemukakan berkenaan dengan ketentuan pasal 2 di atas.

Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang satu

pasalnya mengatur tentang kewajiban bagi pelaku usaha Pasal 7 untuk

memberikan informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi produk tersebut,

maka kita sebagai konsumen harus teliti sebelum membeli. Kebenaran atas

informasi produk makanan disarankan sangatlah penting bagi konsumen

35
Achmad ali dalam Mini Ahmadi dan Yodo Sutarman, 2008. Hukum Perlindungan Konsumen,
Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm 34
46

khususnya konsumen muslim tentang halal atau tidak suatu produk makanan itu,

label halal pada suatu produk makanan merupakan sebuah infomasi yang berguna

bagi konsumen muslim, serta adanya ketentuan pada Pasal 8 yang menerangkan

tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu tidak mengikuti

ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang di

cantumkan dalam label. Selama ini penelitian terhadap halal atau haramnya suatu

produk baru sebatas melayani permintaan saja, belum adanya kewajiban untuk

mencantumkan label halal atau pun jika produk tersebut tidak halal maka dapat

ditulis dengan jelas menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh konsumen

dari berbagai kalangan sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya

konsumen muslim.

6. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Perlindungan Konsumen

1. Konsumen

Az. Nasution mengartikan konsumen adalah setiap pengguna barang atau

jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk

memproduksi barang atau jasa lain atau memperdagangkannya kembali.36

Arti konsumen di Indonesia sesuai dengan Pasal 1 angka (2) UUPK

adalah: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.37Unsur-

unsur konsumen dalam rumusan tersebut, ialah:

1) Setiap orang; Setiap orang adalah perseorangan dan tidak termasuk

badan hukum maupun pribadi hukum.


36
Wahyu Sasongko, Op.Cit., hlm. 54.
37
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun
1999, TLN Nomor 3821, Pasal 1 angka (2).
47

2) Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat; Barang

dan/atau jasa yang dimaksud dapat diperoleh di tempat umum, misalnya pasar,

supermarket dan toko.

3) Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau mahluk hidup

lain; Barang dan/atau jasa digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidak untuk

keperluan konsumen, keluarga konsumen atau orang lain.

4) Tidak untuk diperdagangkan. Barang dan/atau jasa digunakan, dipakai,

dimanfaatkan tidak untuk keperluaan komersil.Ada unsur yang sangat penting

dari pengertian konsumen, yaitu tentang maksud atau tujuan dilakukan

pembelian tidak untuk dijual kembali, tetapi untuk kepentingan pribadi.

Mengenai bentuk dan cara dilakukannya perbuatan hukum atau transaksi

konsumen tidak diharuskan dalam bentuk tertentu, yang pokok adalah tujuan

dilakukannya transaksi bukan untuk bisnis, melainkan untuk kepentingan

pribadi atau personal. Perolehan suatu produk dapat dilakukan dalam berbagai

cara dan bentuk perbuatan. Seperti transaksi pembelian, sewa-menyewa yang

dapat dilakukan dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda, namun tidak

untuk tujuan bisnis. Unsur tidak untuk dijual kembali, sudah seharusnya tidak

masuk dalam pengertian konsumen, karena kegiatan pembelian untuk dijual

kembali adalah kegiatan dagang atau perbuatan perniagaan.

Dalam penjelasan Pasal 1 angka (2) UUPK juga dikatakan, di dalam

kepustakaan ekonomi dikenal dengan istilah konsumen akhir dan konsumen

antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu

produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan


48

suatu produk sebagai bagian dari proses suatu produk lainnya. Pengertian

konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.38

Jadi jelas bahwa yang dimaksudkan dengan konsumen itu hanyalah orang

pemakai akhir dari suatu produk barang dan jasa.Dalam pengertian bahwa

produk yang dibelinya tersebut adalah untuk dikonsumsinya sendiri dan tidak

untuk diperjualbelikan lagi.39

Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk cacat”

yang bukan hanya meliputi pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli

tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan

yang sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa, pengertian konsumen

bersumber dari Product Liabillity Directive sebagai pedoman bagi negara

MEE dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen.40

2. Pelaku Usaha

Pelaku usaha sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan

barang dan jasa.Dalam pengertian ini termasuk didalamnya pembuat,

grosir, leveransir dan pengecer professional, yaitu setiap orang/badan yang

ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan

konsumen.Sifat profesional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut

pertanggung jawaban dari produsen.41

Pasal 1 ayat (3) UUPK, memberikan pengertian pelaku usaha sebagai

berikut:

38
M. Sadar, Moh. Taufik Makarao, Habloel Mawadi, Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia (Jakarta: Akademia, 2012), hlm.7.
39
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Liku-Liku Perjalanan UUPK (Jakarta: YLKI
dan USAID), hlm. 4.
40
Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Op.Cit., hlm. 7.
41
Janus Sidabalok, Op.Cit., hlm. 16.
49

“Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. 42

Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK sama dengan cakupan

produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan

atau badan hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah

mencakup eksportir atau pelaku usaha di luar negeri, karena UUPK

membatasi orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia.43

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan

konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat

penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa

tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih

baik lagi seandainya UUPK tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam

Directive (pedoman bagi negara masyarakat Uni Eropa), sehingga konsumen

dapat lebih mudah lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan

tuntutan jika ia dirugikan akibat penggunaan produk.44

Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang

harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang

Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.UU Nomor 8 Tahun 1999


42

TLN Nomor 3821, Pasal 1 ayat (3).


43
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 38.
44
Ibid.
50

ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama

seperti seorang produsen.45

Hubungan antara Konsumen dan Pelaku Usaha

Konsumen dan pelaku usaha merupakan subyek hukum dalam UUPK.

Transaksi antara kedua subyek hukum itu akan menentukan adanya hubungan

hukum dan menjadi syarat pokok untuk menentukan apakah suatu tuntutan

atau gugatan dapat diajukan berdasarkan UUPK atau tidak, sehingga dapat

dikualifikasi sebagai tuntutan konsumen. Sehubungan dengan hal itu, perlu

dipelajari unsur-unsur dan karakter kedua subyek hukum tersebut.46

Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha relevan dan memiliki arti

penting dalam penyusunan gugatan konsumen.Gugatan konsumen hanya dapat

ditujukan kepada pihak-pihak yang memiliki hubungan hukum.Karena dengan

adanya hubungan hukum menunjukkan adanya kepentingan hukum antar

pihak yang berhubungan. Oleh karena itu, gugatan konsumen yang terjadi

karena hubungan hukum yang bersifat tak langsung akan memperbanyak

pihak-pihak yang akan digugat. Mulai dari pengecer sampai dengan produser,

atau cukup hingga ke agen saja.

Dalam transaksi konsumen yang bersifat tak langsung dengan pelaku

usaha akan melibatkan pihak-pihak yang banyak terlihat. Dalam mata rantai

bisnis, suatu produk yang dihasilkan oleh pabrik akan menempuh proses dari

pihak-pihak tertentu hingga sampai di pasar dan akhirnya jatuh ke tangan

konsumen. Dalam praktiknya ada beragam jenis dan nama dalam mata rantai

bisnis, yang secara yuridis sulit membedakannya dan mencari padanan istilah
45
Janus Sidabalok, dalam buku Perlindungan Konsumen hlm. 17.
46
Wahyu Sasongko, Op.Cit. hlm 53.
51

yang tepat ke dalam bahasa Indonesia. Pelaku usaha akan banyak terdiri dari

banyak pihak, antara lain:

1) Produser (Produce );
2) Importer;
3) Agen (Agent );
4) Kantor Cabang (Branch Office);
5) Kantor Perwakilan (Representatives Office);
6) Perantara (Broker);
7) Pedagang (Trader);
8) Dealer;
9) Penyalur (Distributor);
10) Grosir (Wholeseller);
11) Pengecer (Reatiler).

Hubungan tak langsung antara konsumen dan pelaku usaha akan

menyulitkan konsumen dalam melakukan penuntutan. Untuk itu, perlu cara

khusus dalam pengajuan gugatan atau tuntutan konsumen. Transaksi

konsumen yang bersifat langsung akan lebih memudahkan konsumen dalam

melakukan penuntutan atau meminta tanggung jawab pelaku usaha atas

produk atau prestasi yang diberikan. Hubungan langsung antara konsumen dan

pelaku usaha, misal dalam transaksi konsumen sebagai pelanggan jasa reparasi

kendaraan motor dan montir atau konsumen pengguna jasa catering (jasa

boga) akan memudahkan dalam menggugat karena pihaknya hanya penyedia

jasa itu sebagai tergugatnya.

Hubungan hukum bersifat langsung antara konsumen dan penyedia jasa

pelayanan.Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha merupakan hubungan

hukum yang umumnya didasari pada transaksi berupa kontrak atau

kesepakatan (agreement) dari kedua belah pihak.Hubungan hukum adalah


52

hubungan antar subyek hukum yang dilakukan menurut hukum yang dapat

berupa ikatan hak dan kewajiban.

3. Pemerintah

Peranan pemerintah sebagai pemegang regulasi dan kebijakan sangat

penting. Tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pembinaan

penyelenggaraan perlindungan konsumen dimaksudkan untuk

memberdayakan konsumen agar mendapat hak-haknya, sementara itu

tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan

perlindungan konsumen juga menjadi bagian yang penting dalam upaya

membangun kegiatan usaha yang positif dan dinamis, sehingga hak-hak

konsumen tetap bisa diperhatikan oleh para pelaku usaha.

Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang

merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi, serta

mengendalikan produksi, distribusi dan peredaran produk sehingga konsumen

tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun keuangannya.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan

dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah:

1) Registrasi dan penilaian;

2) Pengawasan produksi;

3) Pengawasan distribusi;

4) Pembinaan dan pengembangan usaha;

5) Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.


53

Peranan pemerintah sebagaimana disebutkan diatas dapat dikategorikan

sebagai peranan yang berdampak jangka panjang sehingga perlu dilakukan

secara terus menerus memberikan penerangan, penyuluhan dan pendidikan

bagi semua pihak.Dengan demikian, tercipta lingkungan berusaha yang sehat

dan berkembangnya pengusaha yang bertanggung jawab.Termasuk disini

menciptakan pasar yang kompetitif dengan berangsur-angsur menghilangkan

monopoli dan proteksi.Dalam jangka pendek, pemerintah dapat menyelesaikan

secara langsung dan cepat masalahmasalah yang timbul.

7. Penyelesaian Sengketa Konsumen

1. Pengertian Sengketa Konsumen

Sengketa konsumen merupakan sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak

konsumen.Adapun ruang lingkup sengketa tersebut mencakup semua segi hukum,

baik keperdataan, pidana maupun tata Negara. Oleh karena itu, tidak digunakan

istilah “ sengketa transaksi konsumen “ karena yang terakhir ini berkesan lebih

sempit, yang hanya mencakup aspek hokum keperdataan.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak memberikan batasan

apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Kata-kata sengketa konsumen

dijumpai pada beberapa bagian Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:47

a. Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi

administrasi negara yang menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan

konsumen, dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) (Pasal

1 butir 11 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) jo. Bab XI UUPK.

Yusuf Shofie, 2003, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang


47

Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukumnya, Jakarta: PT. Citra
Aditya Bakti, hal. 12.
54

b. Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur

penyelesaian sengketa terdapat pada Bab X Penyelesaian Sengketa. Pada Bab ini

digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu: Pasal 45 ayat

(2) dan Pasal 48 UUPK.

Ada beberapa kata kunci untuk memahami pengertian sengketa konsumen dalam

kerangka UndangUndang Perlindungan Konsumen (UUPK) dengan menggunakan

metode penafsiran, yaitu:

Pertama, batasan konsumen dan pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 1 Angka 2 dan Pasal 1 Angka 3, sebagai mana berikut:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, arang lain, maupun mahkluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan” (Pasal 1 angka 2 UUPK).

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum negara Indonesia, baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakankegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi” (Pasal 1 angka 3 UUPK).

Kedua, batasan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) pada Pasal 1

angka 11 UUPK menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “sengketa

konsumen”, yaitu sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha

disitu, yaitu:
55

1. Setiap orang atau individu.

2. Badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.

Selengkapnya pasal tersebut berbunyi: “Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa

antara pelaku usaha dan konsumen”.

Menurut Pasal 45 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, menyebutkan:

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku

usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum;

2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan diluar

pengadilan berdasarkan pilihan yang berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa;

3. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-

undang;

4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan

gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut

dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang

bersengketa;

Menurut Pasal 46 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, bahwa:
56

1. Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi

syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasarnya

menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah

untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya.

2. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar

dan/atau korban yang tidak sedikit.

3. Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat, atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan penjelasan Pasal 46 Ayat (1) huruf b dan huruf d Undang-Undang

No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen:

Undang-Undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action.Gugatan

kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar

dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah bukti

transaksi.Tolak ukur kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak

sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap korban. Namun dalam hal

ini urutan-urutan yang seharusnya di gugat oleh konsumen manakala di rugikan

oleh para pelaku usah adalah:


57

1. Pertama di gugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika

berdomisili di dalam Negeri dan domisilinya di ketahui oleh konsumen yang di

rugikan;

2. Apabila produk yang di rugikan konsumen tersebut di produksi di luar negeri,

maka yang di gugat adalah importirnya, karena UUPK tidak mencangkup pelaku

usah di luar Negeri. Jika yang digugat adalah pelaku usaha di luar negeri maka

konsumen dapat mendesak lembaga pemerintah untuk mengajukan Nota Protes

terhadap negara yang bersangkutan.

3. Apabila produsen mapun importir dari suatu produk tidak di ketahui, maka

yang di gugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut.

Urutan-urutan di atatas tentu saja hanya di berlakukan jika suatu produk

mengalami cacat pada saat di produksi, karena barang-barang mengalami

kecacatan pada saat sudah di dalam luar kontrol atau di luar kesalahan pelaku

usaha yang memproduksi produk tersebut.

B. Tinjauan Umum Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha

Berdasarkan Product Liability Directive (selanjutnya disebut Directive)

sebagai pedoman bagi negara MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dalam

menyusun ketentuan mengenai Hukum Perlindungan Konsumen (dalam Ahmadi

Miru, 2011: 22) menjelaskan pengertian pelaku usaha /produsen adalah pembuat

produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari satu suku

cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau satu tanda

pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen;


58

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 UUPK dijelaskan pengertian pelaku

usaha yang berbunyi :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian pelaku usaha/produsen adalah

seseorang, kelompok, atau badan usaha baik yang berbadan hukum ataupun yang

tidak berbadan hukum, yang membuat, mengedarkan, atau memasarkan

barang/jasa untuk kepentingan komersial.

2. Hak Pelaku Usaha

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai

keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, maka pelaku usaha

juga memiliki hak-haknya sendiri. Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2009: 25)

hak-hak pelaku usaha dapat ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang

membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat produk, yaitu apabila :

a. Produk tersebut sebenarnya tidak diedarkan;

b. Cacat timbul di kemudian hari;

c. Cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen;

d. Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produksi;

e. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.


59

Selanjutnya diuraikan lebih jelas lagi mengenai hak-hak pelaku usaha

dalam Pasal 6 UUPK, yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Pada umumnya untuk hak pelaku usaha dalam Pasal 6 UUPK di atas jarang

dilanggar oleh konsumen, namun menjadi fatal jika terjadi pada poin keempat,

dimana jika nama baik pelaku usaha sudah tercoreng, maka sulit untuk

memperbaiki/merehabilitasi nama baik tersebut, oleh karena itu pelaku usaha juga

harus bertindak jujur dan hati-hati terhadap konsumen.

Kewajiban Pelaku Usaha

Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan, maka kepada

pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 7

UUPK, dimana diuraikan kewajiban pelaku usaha yaitu :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Beritikad baik

maksudnya adalah pelaku usaha tidak ada niat atau rencana untuk mengelabui
60

konsumen guna memperoleh keuntungan dengan tidak menghiraukan hak-hak

konsumen.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan

dan pemeliharaan. Informasi menjadi poin penting karena menjadi dasar

pertimbangan konsumen dalam memilih suatu produk barang atau jasa, sehingga

pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jujur

dan apa adanya mengenai kondisi dan spesifikasi barang atau jasa yang diperjual

belikan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif. Pelaku usaha harus memperlakukan konsumen secara setara dan

tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Konsumen harus diperlakukan

sama apapun latar belakangnya.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang

berlaku. Hal ini sangat penting, karena jika tidak ada jaminan kelayakan barang

atau jasa, otomatis barang atau jasa yang diperjual belikan tidak sesuai dengan

standar mutu yang berlaku, dan akibatnya konsumen sendiri yang akan dirugikan.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang

yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan. Konsumen berhak untuk menguji

kelayakan barang yang akan di beli atau dipakainya, kemudian ada jaminan yang

harus diberikan dengan tujuan melindungi hak-hak konsumen.


61

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan. Jika ada kerusakan barang atau ketidaklayakan yang bukan

disebabkan oleh konsumen, maka pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi atau

penggantian kepada konsumen sesuai dengan jaminan/garansi yang berlaku.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kompensasi dan penggantian juga wajib diberikan kepada konsumen jika barang

yang disepakati tidak sesuai dengan kriteria yang disebutkan karena hal tersebut

sama saja dengan membohongi/mengelabui konsumen.

3. Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha

Dalam kewajiban itu juga terdapat larangan, dimana larangan adalah cakupan

dari kewajiban.Meskipun secara prinsip kegiatan pelaku usaha pabrikan dengan

pelaku usaha distributor berbeda, namun undang-undang tidak membedakan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua pelaku tersebut, demikian juga

berbagai larangan yang dikenakan untuk keduanya.Larangan-larangan bagi pelaku

usaha diatur dalam Pasal 8 sampai dengan 17 UUPK. Pelaku usaha dilarang

memproduksi, memperdagangkan barang maupun jasa yang (Pasal 8 ayat (1)

UUPK):

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
62

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa

tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,

mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau

keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,

iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama

barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal

pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang

berlaku.

Selanjutnya, pelaku usaha juga tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan

barang atau jasa yang tidak layak.Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani
63

ketidaklayakan di sini adalah mengenai hal yang berhubungan dengan

karakteristik maupun sifat dari barang atau jasa yang diperdagangkan.

Kelayakan produk merupakan standar minimum yang harus dipenuhi atau

dimiliki oleh satu barang dan/atau jasa tertentu sebelum barang atau jasa tersebut

diperdagangkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas.Mengenai larangan

kelayakan satu barang dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (2) UUPK dimana pelaku

usaha dilarang untuk “memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,

dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang

dimaksud”.

Informasi memang merupakan hal penting bagi konsumen, karena melalui

informasi konsumen dapat menentukan pilihan akan barang atau jasa yang akan

digunakan. Atas dasar itulah pelaku usaha harus memberikan informasi secara

benar mengenai keadaan barang atau jasa yang ditawarkan.Pelaku usaha

seharusnya tidak hanya memberikan informasi mengenai kelebihan dari barang

atau jasa yang ditawarkan, tetapi juga memberikan informasi mengenai

kekurangan yang ada pada barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam Pasal 8 ayat

(3) UUPK dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang “memperdagangkan sediaan

farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa

memberikan informasi secara lengkap dan benar”.

Ketentuan tentang pemberian informasi dalam hal periklanan juga tidak kalah

penting, dimana pelaku usaha harus memperhatikan standar-standar aturan yang

berlaku dalam mempromosikan suatu barang atau jasa yang ditawarkan. Gunawan

Widjaja dan Ahmad Yani menjelaskan bahwa dalam tata krama dan tata cara

periklanan Indonesia dikatakan jika periklanan merupakan salah satu sarana


64

pemasaran dan sarana penerangan yang memegang peranan penting dalam

pembangunan bangsa Indonesia.48 Sehubungan dengan itu :

1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan

hukum yang berlaku;

2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat,

agama, tata susila, adat, budaya, suku, dan golongan;

3. Iklan harus dijiwai oleh persaingan yang sehat.

Dalam Pasal 9 ayat (1) UUPK juga diuraikan hal-hal yang dilarang bagi

pelaku usaha mengenai penyalahgunaan informasi produk atau jasa dalam

bidang periklanan, dimana pelaku usaha dilarang menawarkan,

mempromosikan, mengiklankan suatu barang atau jasa secara tidak benar

atau seolah-olah:

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga

khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,

sejarah atau guna tertentu;

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki

sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja

atau aksesori tertentu;

d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai

sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;


48
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani (Jakarta, PT Media Utama 2003 hlm 42)
65

h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa

lain;

j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,

tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;

k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Sebagai tambahan mengenai larangan dalam tawaran, promosi, dan iklan

suatu barang atau jasa yang tidak dibenarkan disinggung juga dalam Pasal 10

UUPK yang berbunyi “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa

(untuk dijual) dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau

membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harganya,

kegunaannya, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang

dan/atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; serta

tentang bahaya penggunaan barang dan/atau jasa”.

Secara lebih umum mengenai larangan Pelaku usaha dalam memproduksi

iklan dijelaskan dalam Pasal 17 UUPK yaitu “Pelaku Usaha dalam hal periklanan

dilarang memproduksi iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas,

kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan

waktu penerimaan barang dan/atau jasa; mengelabui jaminan/garansi terhadap

barang dan/atau jasa; memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat

mengenai barang dan/atau jasa; tidak memuat informasi mengenai risiko

pemakaian barang dan/atau jasa; mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang

tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; melanggar etika

dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.


66

Tidak hanya mengatur tentang periklanan dan promosi saja, UUPK juga

mengatur ketentuan pelaku usaha tentang obral dan lelang, hal ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen dimana kita tahu bahwa

konsumen di Indonesia selalu mudah tergiur jika ada barang yang diobral atau

dilelang.

Dalam Pasal 11 UUPK diuraikan tentang cara obral dan lelang yang

tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha, dimana pelaku usaha dilarang

mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:

i. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah

memenuhi standar mutu tertentu;

ii. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak

mengandung cacat tersembunyi;

iii. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan

dengan maksud untuk menjual barang lain;

iv. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah

yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

v. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam

jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

vi. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum

melakukan obral.

Perbuatan lain yang tidak boleh dilakukan terkait promosi barang adalah

jika Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan

suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan

jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk


67

melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan,

dipromosikan, atau diiklankan (Pasal 12 UUPK).

Sering kali kita melihat iklan atau penawaran barang secara berlebihan

dengan menjanjikan hadiah atau bonus yang tidak sesuai dengan kenyataan yang

dijanjikan. Seperti yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UUPK, yang berbunyi

“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu

barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau

jasa lain secara cuma- cuma dengan maksud tidak memberikannya atau

memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (merencanakan kebohongan)”.

Pelaku usaha juga dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan

obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan

kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa

lain (Pasal 13 ayat (2) UUPK).

Masih terkait dengan undian berhadiah, Pelaku usaha dalam menawarkan barang

dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah

melalui cara undian, dilarang untuk: tidak melakukan penarikan hadiah setelah

batas waktu yang dijanjikan; mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;

memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan; mengganti hadiah yang

tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan (Pasal 14 UUPK)

Hal lain yang dilarang bagi konsumen adalah melakukan pemaksaan

terhadap konsumen dalam menawarkan barang dan jasa. Hal tersebut dilarang

karena jelas-jelas melanggar hak konsumen dalam menentukan pilihan sesuai apa

yang diharapkan tanpa ada keterpaksaan. Dijelaskan dalam Pasal 15 UUPK bahwa

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan


68

dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik

fisik maupun psikis terhadap konsumen”.

Pelayanan adalah hal penting dalam memberikan kepuasan terhadap

konsumen.Salah satu pelayanan terhadap konsumen adalah pelayanan dalam

bentuk pesanan, dimana pelaku usaha dituntut agar dapat menepati pesanan sesuai

kesepakatan dengan konsumen. Dalam Pasal 16 UUPK dijelaskan bahwa “Pelaku

usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:

tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan

yang dijanjikan; dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi”.

Secara umum, penjelasan tentang larangan bagi pelaku usaha dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih menekankan pada pencegahan

perbuatan pelaku usaha yang berusaha untuk mengelabuhi konsumen dalam

memperoleh keuntungan tanpa memperdulikan hak-hak konsumen.

4.Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau

jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan

Ganti rugi sebagaimana dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau

penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan

kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan

pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.


69

Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat

membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 UUPK

merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan

bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.

Pada pasal 23 UUPK dikatakan bahwa pelaku usaha yang menolak

dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas

tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat

(3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen

atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain

bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila :

a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan

perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut.

b.pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya

perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak

sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi

Pelaku usaha sebagaimana dimaksud bertanggung jawab atas tuntutan

ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut :

a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau

fasilitasperbaikan.

b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang

diperjanjikan.
70

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan

dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

C. Tinjauan Umum tentang Klinik

1. Pengertian Klinik

Merupakan organisasi kesehatan yang bergerak dalam penyediaan

pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya terhadap satu

macam gangguan kesehatan.49

Pengertian Kecantikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cantik

kecantikan adalah keelokan, kemolekan. Kecantikan terdiri dari dua macam yaitu,

kecantikan dalam (inner beauty) dan kecantikan luar (outer beauty).Outer beauty

atau kecantikan luar memang dapat direfleksikan dengan bentuk wajah yang ayu,

cantik, dan enak dilihat.Sedangkan inner beauty adalah personality (kepribadian)

seorang perempuan, bagaimana sikapnya terhadap siapa saja, bagaimana

keanggunan atau juga sisi feminine yang diimpresikan oleh perempuan.

Pengertian Klinik Kecantikan

Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa

pelayanan perawatan baik pada kulit, rambut, kuku.Menawarkan pelayanan jasa di

bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan

49
Kamus Bahasa Indonesia edisi empat, Hal 708. Jakarta: PT. Gramedia; diakses Maret
2015
71

lainnya.Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak dijumpai di wilayah

ibukota adalah klinik kecantikan 10 yang mengkombinasikan pelayanan

kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan

tambahan seperti spa, massage, dan manicure pedicure.

Fungsi Klinik Kecantikan

Fungsi klinik kecantikan merupakan suatu tempat untuk melakukan

konsultasi dan perawatan terhadap tubuh, wajah, kulit, rambut dan kuku dengan

dilakukan oleh ahli kecantikan dan dokter spesialis.Mengembalikan kebugaran

tubuh.Serta mempercantik penampilan dari setiap pengunjung yang menggunakan

fasilitas dari klinik kecantikan.

Tujuan Klinik Kecantikan

Tujuan utama pembuatan klinik kecantikan pada umumnya ingin

menjadikan para pengunjungnya terbebas dari berbagai masalah kesehatan tubuh,

memberikan keindahan wajah, tubuh, kuku dan rambut.sehingga tampak cantik,

bersih, sehat, dan natural dari rambut hingga ujung kaki.Serta merelaksasikan

kembali kondisi tubuh yang merasakan ketegangan.

Fakta telah membuktikan bahan dasar perawatan kecantikan akan terserap

melalui kulit masuk, ke aliran darah dalam tubuh. Sementara perawatan

kecantikan berbahan dasar kimia, tidak semuanya aman bagi kesehatan.Fakta

inilah yang memicu tumbuhnya tren perawatan kecantikan tradisional saat

ini.Konsep spa sekarang ini telah berkembang dengan cepat dalam beberapa
72

dekade terakhir.Ide dari spa tradisional adalah tempat relaksasi, di mana orang

dapat memasukkan zona yang damai dan mewah dalam perawatan diri, seperti

facial,totok aura dan manicure pedicure.

Pembagian Perawatan di Klinik Kecantikan Berdasarkan Area Klinik

kecantikan dibagi atas dua area perawatan, yaitu area ruang khusus tindakan

perawatan kesehatan kulit, terutama kulit wajah, kulit tubuh yang melalui proses

treatment perawatan seperti facial, totok aura, dan perawatan tubuh seperti

mengembalikan vitalitas dan kebugaran serta kecerahan kulit badan penangan dan

aktifitas yang dilakukan hanya dapat dilakukan dalam sebuah ruang khusus.

Sedangkan diluar perawatan kulit seperti Perawatan Rambut, Make-Up, dan

Manicure Pedicure dalam dilakukan dalam satu area yang multifungsi dapat

disebut dengan area salon.

Area Tindakan Perawatan yang dilakukan adalah:

a. Facial

Merupakan salah satu perawatan wajah yang dilakukan semua wajah

senantiasa terjaga kebersihanny, kesehatannya, serta kecantikannya.Ada juga yang

mengartikan facial adalah prosedur cosmetic nonivasif untuk peremajaan kulit

yang dapat memperbaiki penampilan. Dilakukan agar wajah lebih segar, sehat,

kencang, dan terlihat lebih muda.

b. Totok Aura Wajah

Adalah teknik penekanan jari sambil menyalurkan tenaga dalam atau prana

atau bioenergi kedalam tubuh.Teknik tekannya disebut akupresur.Cara kerja

akupresur sama dengan akupuntur, yakni merangsang titik-titik yang ada di tubuh,

menekannya hingga masuk ke sistern saraf. Bila penerapan akupuntur memakai


73

jarum, akupresur hanya memakai gerakan dan tekanan jari, yaitu jenis tekan putar,

tekan titik, dan tekan lurus.

c. Totok Aura Tubuh

Totok aura tubuh bermanfaat melancarkan peredaran darah, sistem

metabolisme, memberikan efek rileksasi pada otot tubuh akibat ketegangan, stres,

kelelahan, 12 mengurangi rematik, sakit pinggang, pegal linu, meluruhkan lemak

tubuh, meringankan penyakit susah tidur, dan membuat tidur lebih nyenyak.

Proses yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan totok aura wajah.

2. Tenaga Kerja dalam Klinik Kecantikan

Dalam klinik Kecantikan Dura Skin terdapat :

Pimpinan Dura Skin Clinic

Bertugas untuk perencanaan, mengkoordinasi, mengarahkan dan mengatur

semua kegiatan pelayanan Beauty Aesthatic Clinic.Melakukan

pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan prima dalam klinik

kecantikan.Serta menjalin hubungan baik dengan mitra kerja, perusahaan

produk kecantikan serta dengan masyarakat sekitar.

a. Dokter Kulit DuraSkin Clinic

Memberikan solusi dan pemeriksaan yang benar terhadap konsumen,

memberikan pembinaan dan pengarahan kepada Beautician (pelayan

treatment) demi kelancaran pelayanan yang diberikan oleh DuraSkin

Clinic. Serta bertanggung jawab terhadap ketentuan dan keputusan

pelayanan yang akan diberikan kepada konsumen/pasien.


74

b. Beautician

Melaksanakan pelayanan untuk pasien sesuai dengan arahan yang telah

diberikan oleh dokter kulit.Melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan

standart operasional procedure. Mempersiapkan dan menyampaikan jenit

treatment yang akan diberikan serta memberikan laporan kepada dokter

kulit mengenai perkembangan pasien selama pelayanan.

c. Bagian administrasi

Menyiapkan dan melayani kebutuhan perlengkapan, sarana, dan prasarana

klinik.Mengelola berkas-berkas keperluan stok produk, rekapan pelayanan

yang dilakukan pasien, rekapan pembelian produk oleh pasien dan

menerima tugas yang relevan dengan bidangnya dari pimpinan.Serta

bertanggung jawab kepada pimpinan dan pelaksanaan berbagai pelayanan

di klinik.

d. Bendahara

Menerima dan mengelola pembayaran dari pasien yang berhubungan

dengan pelayanan yang diberikan oleh DuraSkin Clinic, membuat laporan

pembukuan atau laporan keuangan, melayani dan mengelola pembayaran

honorarium para pegawai DuraSkin Clinic dan melakukan tugas yang

relevan dengan bidangnya yang diberikan oleh pimpinan. Serta

bertanggung jawab kepada pimpinan atas keuangan DuraSkin Clinic

Centre.

3. Pencatatan dalam Klinik Kecantikan


75

Gambaran proses pencatatan dalam klinik, pertama melakukan

registrasi untuk mendapatkan kartu anggota/kartu pasien DuraSkin

Clinic Centre.Setelah melakukan registrasi dan mendapatkan kartu

anggota, pasien meletakkan kartu anggota di tempat antrian resepsionis

hingga giliran pasien dipanggil oleh resepsionis dan melakukan

konsultasi dengan dokter kulit DuraSkin Clinic Centre terkait keluhan

pasien. Kemudian dokter memberitahukan treatmen dan produk apa

yang akan dipakai pasien untuk keluhannya tersebut. Pasien

selanjutnya keruangan obat atau bagian berbagai macam produk yang

disediakan oleh DuraSkin untuk mendapatkan produk yang sesuai

dengan keluhan pasien kemudian melakukan pembayaran untuk

treatment dan produk yang digunakan.

Dalam pencatatan di DuraSkin Clinic Centre sudah memakai teknologi

computer yang canggih terkait keluhan-keluhan pasien dan dicatat

secara manual disatu buku untuk setiap pasien yang berbeda yang

isinya treatment apa saja yang akan diberikan ke pasien serta produk

apa yang akan digunakannya, biasanya sebelum melakukan treatment

wajah pasien atau kulit yang bermasalah difoto terlebih dahulu untuk

membandingkan wajahnya dengan treatment yang akan dilakukan oleh

pasien. Sehingga ada perbandingan yang jelas terhadap wajah sebelum

dan sesudah melakukan treatment di DuraSkin Clinic Centre.

4. Treatment yang ada di klinik Kecantikan Dura Skin :

Acne Treatments
76

1) Dura E-Flash for Acne

Perawatan menggunakan teknologi phototherapy untuk masalah

jerawat yang membandal.Sinar E-flash membantu mengeringkan jerawat dan

menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes, yang merupakan

penyebab jerawat, sehingga kulit menjadi bersih dan jerawat.

2) Dura Light Acne

Perawatan dengan teknologi photodynamic, therapy sinar biru

untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat, sekaligus

memperbaiki area kulit bekas jerawat.

3) Dura Light Peeling

Perawatan dengan menggunakan asam buah-buahan yang dapat

membantu mengeringkan jerawat, membuang lapisan kulit mati sekaligus

menstimulasi regenerasi kulit.Dilengkapi dengan pemberian nutrisi yang

disesuaikan dengan kebutuhan kulit.

4) Dura Fruity Peels for Teens

Perawatan khusus masalah jerawat yang disesuaikan dengan kulit

remaja usia 10 hingga 18 tahun. Menggunakan asam buah-buahan yang dapat

membantu mengeringkan jerawat dan mengangkat komedo.

Anti-Aging Treatments

1) Dura Luminous Therapy

Perawatan dengan teknologi photodynamic therapy sinar merah

untuk merangsang pertumbuhan kolagen dan elastin.Hasil yang maksimal bisa

didapatkan dengan menggunakan perawatan secara rutin.

2) Dura T-Flash
77

Fitur perawatan khusus yang ditujukan untuk mengurangi kerutan

halus dan mengencangkan kulit.Menggunakan teknologi LHE yang sudah

disempurnakan perawatan T-Flash berfungsi untuk merangsang pertumbuhan

kolagen dan elastin.

3) Dura P-Flash

Kombinasi fitur skin tightening dan rejuvenation, memberikan

perawatan lengkap untuk kulit dengan tanda-tanda penuaan dini.Dilengkapi

dengan perawatan elektroporasi untuk memberikan nutrisi yang dibutuhkan.

4) Dura Roller

Alternatif perawatan mesotherapy yang lebih efektif dana man.

Menstimulasi produksi kolagen pada jaringan kulit dan membuka jalur agar

nutrisi lebih mudah diserap kulit.

Specialized Treatments

1) Dura E-Flash for Hair Removal

Dengan teknologi LHE untuk menghilangkan bulu/rambut yang

tidak diinginkan secara permanen.Dapat diaplikasikan untuk seluruh bagian

tubuh.

2) Dura 3 Magic Steps

Kombinasi fitur diamond microdermabrasion untuk pengangkatan

sel-sel kulit mati dan phototherapy untuk menstimulasi pertumbuhan sel-sel kulit

mati yang baru dan kolagen dengan maksimal.


78

3) Dura Oxy Therapy

Menggunakan oksigen murni untuk meningkatkan kadar oksigen

dalam kulit dan menstimulasi pembentukan sel kulit baru, menyegarkan tubuh

sekaligus menenangkan pikiran. Dilengkapi dengan pilihan kombinasi perawatan

diamond microdermabrasion dan phototherapy.

4) Dura ActivCell

Dengan teknologi radiofrequency untuk mengaktifkan kembali

kinerja sel-sel kulit yang menurun, memperbaiki elastisitas dan kelembaban kulit

dan meningkatkan metabolisme sel. Tersedia dengan pilihan: Perfect Skin, Neck

and Chin, For Eyes Only, Bust Therapy dan For Stretch Marks.

5) Dura For Men

Perawatan khusus untuk menjaga kesehatan dan kesegaran kulit

pria modern.Dengan 2 pilihan perawatan yang dapat disesuaikan dengan masalah

kulit pria.

Pigmentation Treatments

1) Dura Micro Peel

Dengan teknologi diamond microdermabrasion untuk mengangkat

sel kulit mati, menstimulasi regenerasi sel-sel kulit dan mengurangi pigmentasi

yang berada di permukaan kulit.

2) Dura Aqua Peel

Dengan teknologi diamond microdermabrasion yang menggunakan

air, sehingga lebih nyaman di kulit untuk mengurangi iritasi serta membantu

mengurangi warna kulit yang tidak merata dan menjaga kelembaban kulit.
79

3) Dura R-Flash

Menggunakan teknologi phototherapy untuk membantu,

menstimulasi pertumbuhan sel-sel kulit baru dari dalam dermis sehingga kulit

kusam, tekstur dan warna kulit tidak merata serta tanda-tanda penuaan akibat

paparan sinar matahari dapat teratasi.

4) Dura Revitalizing Cell Treatment

Perawatan dengan menggunakan micro-needle khusus berbahan

organic yang aman, tanpa bahan pengawet, tanpa pewarna dan tanpa alkhol.

5. Farmasi Dalam Klinik Kecantikan

Farmasi dapat didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan

ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai untuk

disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit.Farmasi

mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi

farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat

(drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula

penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep

(prescription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara

lain yang sah.

Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan

kebutuhanmasyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis

yangsesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat.Selain itu, sediaan semisolid

digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria
80

yang digunakan melalui rektum.Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu praktis,

mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.Juga untuk

memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.Berbagai macam bentuk

sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah di

tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasi

harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat.Dengan

demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk

meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.

Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan

memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan

dikombinasikan dengan baik dan benar.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan jika pembuatan

krim di klinik kecantikan merupakan tugas dari farmasi karena peracikan obat

serta dosis yang diperbolehkan ataupun melalui anjuran dokter merupakan bagian

dari tugas farmasi untuk membuatkannya.Krim yang dibuat berdasarkan anjuran

dokter dan dosis dari obat-obat kimia yang digunakan diatur oleh bagian farmasi.

D. Ruang Lingkup Dokter

1. Pengertian Dokter dan Dokter Kecantikan

Dokter dalam Pasal (1) angka (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

menyebutkan bahwa:

“Dokter dan dokter gigi adalah, dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter

gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigibaik di dalam

maupun di luar negeri yang diakui oleh PemerintahRepublik Indonesia sesuai


81

dengan peraturan perundang-undangan.”Dokter adalah pihak yang mempunyai

keahlian di bidang kedokteran.Pada kedudukan ini dokter adalah orang yang

dianggap pakar dalam bidangkedokteran.Dokter adalah orang yang memiliki

kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan

kesehatan, khususnya memerikasa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut

hukum dalam pelayanan kesehatan.Dokter pada klinik kecantikan dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu:

1. Dokter Kulit

Seseorang yang menempuh pendidikan berkenaan dengan berbagai

penyakit kulit, termasuk penyebabnya, gejalanya, struktur kulit, fungsi lapisan

kulit dan cara penanganannya. Pendidikan yang ditempuh memakan waktu sekitar

4 tahun, masih ditambah lagi tiga tahun dan lima bulan untuk bidang spesialis.

Selama itu pula seseorang dibekali ilmu untuk mendiagnosa berbagai penyakit

kulit, serta mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan operasi pada kulit.

2. Dokter kecantikan

Dokter kecantikan pada umumnya memerlukan waktu yang tidak terlalu

lama untuk memperoleh pendidikan di bidang kesehatan dan kecantikan

kulit.Selama pendidikan pun seseorang tidak hanya dibekali dengan teori, namun

juga keterampilan dan praktik. Pada umumnya seorang dokter kecantikan akan

diberikan pelatihan untuk melakukan facial, perawatan kulit tubuh, perawatan

rambut, kuku, dan sebagainya.50

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dokter klinik kecantikan

merupakan dokter yang berbuhungan dengan kulit dan juga kecantikan,

dikarenakan dokter yang ada di klinik kecantikan memberikan konsultasi terhadap


50
Ditinjau dari www.journal.sociolla.com diakses pada tanggal 3 januari 2020 pukul 14.00
82

pasien yang memiliki masalah pada kulit dan juga masalah pada penampilan

dalam hal ini mengenai kecantikan.

2. Wewenang Dokter

Wewenang Dokter Kecantikan, dokter dalam menangani pasien memiliki

wewenang, yaitu:

1. Mewawancarai pasien;
2. Memeriksa fisik dan mental pasien;
3. Menentukan pemeriksaan penunjang;
4. Menegakkan diagnosis;
5. Menentukan penatalaksaan dan pengobatan pasien;
6. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
7. Menulis resep obat dan alat kesehatan;
8. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
9. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;
10. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang berpraktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek. 51
Berdasarkan wewenang dokter tersebut, maka dokter kecantikan memiliki

wewenang untuk:

a. mewawancari pasien yaitu dalam hal konsultasi;

b. menentukan penatalaksaan dan pengobatan pasien, yaitu dengan memberikan

anjuran terhadap tindakan yang dapat dilakukan dokter terhadap pasien serta

anjuran obat yang dapat digunakan pasien seperti kapsul dan/atau krim yang dapat

digunakan;

c. melakukan tindakan kedokteran yaitu perawatan medis kepada pasien.

51
Ditinjau dari www.gresnews.com diakses pada tanggal 4 januari 2020 pukul 11.00
83

3. Hak dan Kewajiban Dokter

1. Hak Dokter

Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

menyebutkan hak dokter dalam menjalankan tugas profesinya. Dokter atau dokter

gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional;

c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya; dan

d. Menerima imbalan jasa.

2.Kewajiban Dokter

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran menyebutkan kewajiban dokter dalam menjalankan tugas profesinya.

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai

kewajiban:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;


84

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau

kemampuan lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga

setelah pasien itu meninggal dunia;

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan;

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

atau kedokteran gigi.

3. Tanggung Jawab Dokter

Tanggung jawab adalah keadaan di mana seorang wajib menanggung segala

perbuatannya bila terjadi hal yang tidak diinginkan boleh dituntut, dipersalahkan

atau diperkarakan.Dokter dan/atau dokter gigi merupakan salah satu tenaga

kesehatan yang ada di Rumah Sakit. Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Negara

Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan

bahwa: “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentumemerlukan kewenangan

untuk melakukan upaya kesehatan”.

Dalam proses perdata, dasar pertanggung jawaban medis adalahwanprestasi dan

perbuatan melanggar hukum.

Kode Etik Dokter


85

Profesi berasal dari kata profesio (Latin), yang berarti

pengakuan.Selanjutnya, profesi adalah suatu tugas atau kegiatan fungsional dari

suatu kelompok tertentu yang diakui dalam melayani masyarakat.Etika profesi

kesehatan adalah norma-norma atau perilaku bertindak bagi petugas atau perofesi

kesehatan dalam melayani kesehatan masyarakat.Etika kesehatan terkait dengan

perilaku petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya.Untuk mengatur perilaku

masing-masing profesi atau petugas kesehatan ini, maka masing-masing profesi

ini membuat panduan sendiri-sendiri yang disebut kode etik.Kode etik adalah

suatu aturan tertulis tentang kewajiban yang harus dilakukan oleh semua anggota

profesi dalam menjalankan pelayanannya terhadap client atau masyarakat.Kode

etik profesi dokter diatur dalam Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter

Indonesia Nomor 221/PB/A.4/04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran

Indonesia.Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI) merupakan pedoman bagi

dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktik kedokteran. Isi kode

etik profesi dokter mencakup:

a. Kewajiban umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 9);

b. Kewajiban terhadap pasien (Pasal 10 sampai dengan Pasal 13)

c. Kewajiban terhadap teman sejawatnya (Pasal 14 sampai dengan Pasal 15);

d. Kewajiban terhadap diri sendiri (Pasal 16 sampai dengan Pasal 17).


BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSUMEN TERHADAP

PERJANJIAN YANG TERJADI DALAM KLINIK KECANTIKAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

1. Pengertian dan Tempat Pengaturan Perjanjian

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan

verbintenis.Perjanjian merupakan terjemahan dari Toestemming yang

ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata

sepakat). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur perbuatan, satu

orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih dan mengikatkan

dirinya.52

Suatu perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban

untuk memenuhi tuntutan itu. Selain itu merupakan suatu peristiwa

hukum di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.53

Perjanjian ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia

usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti

jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan

barang, pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauh menyangkut

juga tenaga kerja.54

52
Ditinjau dari www.repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 5 januari 2020 pukul 12.00
53
Subekti, Hukum Perjanjian, PT Inermasa, Jakarta, 1987, hlm 29
54
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Jakarta,1986, hlm 93
87

Dalam berbagai hukum perjanjian, apabila suatu perjanjian telah

memenuhi semua syarat-syaratnya dan menurut hukum perjanjian

telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya perjanjian tersebut

mengikat dan wajib dipenuhi serta berlaku sebagai hukum, dengan

kata lain, perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang wajib

dipenuhi oleh pihak-pihak terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal

1338 Ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya ”.

Pada asasnya perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang

membuatnya, seperti tampak dalam bunyi pasal 1338 Ayat (1) KUH

Perdata,55 hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 1315 KUH Perdata.4

Perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting, karena

perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah

suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa yang nyata mengikat para

pihak yang membuat suatu perjanjian.

2. Syarat Sah Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah sah

apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Kesepakatan

Kesepakatan ialah sepakatnya para pihak yang mengikatkan diri,

artinya kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai

kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri, dan kemauan itu


55
Chairun Pasribu, Suharawardi Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta, 2011, hlm 263
88

harus dinyatakan dengan tegas atau secara diam. Dengan demikian,

suatu perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau didasarkan kepada

paksaan, penipuan atau kekhilafan.

b) Kecakapan Kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat

suatu perjanjian. Menurut hukum, kecakapan termasuk

kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya,

dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat

perjanjian kecuali orang-orang yang menurut undang-undang

dinyatakan tidak cakap. Adapun orang-orang yang tidak cakap

membuat perjanjian adalah orangorang yang belum dewasa, orang

yang dibawah pengampuan dan perempuan yang telah kawin.56

Ketentuan KUH Perdata mengenai tidak cakapnya perempuan

yang telah kawin melakukan suatu perjanjian kini telah

dihapuskan, karena menyalahi hak asasi manusia.

c) Suatu Hal Tertentu

Menurut KUH Perdata hal tertentu adalah :

1. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan dalam suatu

perjanjian adalah harus suatu hal atau barang yang cukup

jelas atau tertentu yakni paling sedikit ditentukan jenisnya

(Pasal 1333 KUH Perdata);

56
R. Soeroso, Perjanjian di Bawah Tangan “Pedoman Pembuatan dan Aplikasi Hukum”,
( Alumni Bandung, Bandung, 1999, hlm 12)
89

2. Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja

yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian (Pasal 1332

KUH Perdata);

Contohnya seorang pedagang telur, pedagang ayam ternak harus

jelas barang tersebut ada didalam gudang, jual beli tanah harus

jelas ukuran luas tanah dan letak dimana tempatnya.

d) Suatu Sebab yang Halal

Meskipun siapa saja dapat membuat perjanjian apa saja, tetapi ada

pengecualiannya yaitu sebuah perjanjian itu tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang, ketentuan umum, moral dan

kesusilaan (Pasal 1335 KUHPerdata).

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi

semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.

3. Bentuk-bentuk Perjanjian

Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

tertulis dan tidak tertulis.Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang

dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan.Sedangkan perjanjian lisan

suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup

kesepakatan para pihak).

Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagimana dikemukakan berikut

ini :57

a. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak

yang bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak

57
Salim, Hukum Perjanjian, Teori dan Praktik Penyusunan Perjanjian, ( Jakarta : Sinar
Gafika, 2008, cet 5 ), Hal. 42-43
90

dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak

ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal pihak

ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu

berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk

membuktikan keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan

tidak dapat dibenarkan.

b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para

pihak. Fungsi kesaksian notaris atau suatu dokumen semata-mata

hanya untuk melagilisir kebenaran tanda tangan para pihak.Akan

tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari

isi perjanjian.Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian

namun pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang harus

membuktikan penyangkalannya.

c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta

notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka

pejabat yang berwenang untuk itu.Pejabat yang berwenang untuk itu

adalah notaris, camat, PPAT, dan lain-lain.Jenis dokumen ini

merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang

bersangkutan maupun pihak ketiga. Ada fungsi akta notariel (autentik),

yaitu :

i. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian

tertentu.

ii. Sebagai bukti bagi pra pihak bahwa apa yang telah tertulis dalam perjanjian

adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak.


91

iii. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika

sitentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi

perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

4. Saat Lahirnya Perjanjian

Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting

bagi :

a) kesempatan penarikan kembali penawaran;

b) penentuan resiko;

c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;

d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal

adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa

perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari

para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.

Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat

konsensual.Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah

pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di

dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan

persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang

menghendaki apa yang disepakati.

Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai

pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring)

antar pihak-pihak.Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan


92

tawaran (offerte).Pernyataan pihak yang menerima penawaran

dinamakan akseptasi (acceptatie).Jadi pertemuan kehendak dari pihak

yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang

disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan

kontrak/perjanjian.58

B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Terapeutik

1. Pengertian Perjanjian Terapeutik

Transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien,

berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi

kedua belah pihak.Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau

terapi untuk penyembuhan pasien, dimana dalam transaksi terapeutik

terdapat para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perikatan atau

perjanjian, yaitu dokter sebagai pihak yang melaksanakan atau

memberikan pelayanan medis dan pasien sebagai pihak yang

menerima pelayanan medis.

Jadi perjanjian atau transaksi terapeutik adalah suatu transaksi

untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi

pasien yang dilakukan oleh dokter.Menurut hukum, objek perjanjian

dalam transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan

mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien (Nasution, 2005).

Hubungan terapeutik merupakan perikatan berdasar daya upaya

maksimum dimana dokter tidak menjanjikan kesembuhan tetapi

58
Ditinjau dari www.patriciasimatupang.wordpress.com “syarat sahnya perjanjian saat
lahirnya-perjanjian” diakses pada tanggal 10 januari 2020 pukul 17.00
93

berjanji berdaya upaya maksimal untuk menyembuhkan, oleh karena

itu tindakan yang dilakukan belum tentu berhasil.Hubungan tersebut

dinamakan inspanningsverbintenis yang tidak dilihat hasilnya tetapi

lebih ditekankan pada upaya yang dilakukan hasilnya tidak seperti

yang diharapkan dan hal ini berbeda dengan hubungan

resultaatsverbintenis yang dinilai dari hasil yang dicapai dan tidak

mempermasalahkan upaya yang dilakukan. Ciri-ciri khusus hubungan

terapeutik yaitu:

1) Subjeknya terdiri dari dokter sebagai pemberi pelayanan medik

profesional yang pelayanannya didasarkan pada prinsip pemberian

pertolongan dan pasien sebagai penerima pelayanan medik yang

membutuhkan pertolongan.

2) Objeknya berupa upaya medik profesional yang bercirikan

memberikan pertolongan.

3) Tujuannya adalah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

(Nasution, 2005).

2. Syarat Sah Perjanjian Terapeutik

Syarat Sah Perjanjian Terapeutik Perjanjian terapeutik secara khusus


memang tidak diatur dalam Buku III KUHPdt.Namun, secara umum semua
perjanjian yang mengikat, termasuk perjanjian terapeutik harus memenuhi unsur-
unsur yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPdt agar perjanjian tersebut menjadi
sah.
94

Adapun unsur-unsur tersebut adalah;

a. Sepakat mengikatkan diri


Adanya persetujuan kehendak antara para pihak yang telah
membuat perjanjian (consensus).Persetujuan kehendak adalah
kesepakatan, seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok
perjanjian.
b. Cakap membuat perikatan
Adanya kecakapan para pihak-pihak untuk membuat perjanjian
(capacity). Pada umumnya orang yang dapat dikatakan cakap
melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya
sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum
21 tahun. Sedangkan menurut ketentuan, pasal 1330 KUHPerdata,
dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orang belum
dewasa, orang yang berada dibawah pengampuan, dan wanita
bersuami.Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus
diwakili oleh wali mereka.
c. Ada suatu hal tertentu (object)
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,
prestasi yang wajib dipenuhi.Kejelasan mengenai pokok perjanjian
atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan hak
dan kewajiban para pihak.
d. Karena sebab yang halal (causa)
dalam hal ini yang dimaksud sebab yang halal adalah bersedianya
dokter untuk memberikan informasi tentang penyakit pasien dan
informasi upaya penyembuhan karena suatu sebab yaitu informasi
tentang penyakit yang dirasakan oleh pasien.
e. Informed concent
Syarat sah yang ke lima inilah yang memperkuat perbedaan
perjanjian terapeutik dengan perjanjian pada umumnya. Informed
concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap pasien.
95

Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau pihak- pihak
dalam pejanjian sehingga disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan
keempat disebut syarat objektif karena mengenai objek suatu perjanjian.Dalam hal
syarat subjektif tidak terpenuhi maka salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.

Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau
pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas.Sehingga perjanjian yang
dibuat tersebut mengikat selama tidak dibatalkan oleh keputusan pengadilan atas
permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan.59

Pelayanan tindakan medis dalam perjanjian terapeutik perlunya


persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai penerima
pelayanan kesehatan atas dasar mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. persetujuan tindakan medis dalam perjanjian terapeutik
ini disebut sebagai Informed Consenst. Untuk dapat dilakukan tindakan medis
baik berupa diagnostik maupun terapeutik, maka diperlukan informed consent
yang merupakan konstruksi dari persesuaian kehendak yang harus dinyatakan baik
oleh dokter maupun pasien setelah masingmasing menyatakan kehendaknya
sehingga masing-masing telah menyatakan informed concent secara timbal balik.
Oleh karena itu, informed consent diartikan sebagai persetujuan setelah
informasi.60

Persetujuan yang dimaksud diatas dapat berupa persetujuan secara lisan

maupun isyarat yang menunjukkan sikap-sikap yang memberi kesan setuju.

Namun, kedua cara ini dapat merepotkan dokter jika dibelakang hari diingkari.

Oleh sebab itu, para dokter diharapkan untuk secara lengkap memberikan

informasi kepada pasien dalam bentuk tindakan yang akan atau perlu

dilaksanakan dan juga resikonya. Persetujuan dari pasien, dalam hal ini memiliki

arti yang cukup luas sebab dengan pasien membubuhkan tanda tangannyadi

59
Hasanudin Rahman, Legal Drafting, PT Citra aditya Bakti, Bandung, 2000 , Hlm. 5
60
Endang Kusuma Astuti, Op.Cit., Hlm. 129
96

formulir persetujuan tindakan medis, maka dianggap pasien telah sepakat atau

setuju menyerahkan nasibnya pada dokter. Tindakan medis yang memberlakukan

atau yang membutuhkan informed concent adalah:

1. Pembedahan invasif mayor atau minor

2. Semua prosedur yang menyangkut lebih dari risiko bahaya yang ringan

3. Semua bentuk terapi radiologi

4. Terapi kejut listrik

5. Semua prosedur yang berhubungan dengan percobaan, dan

6. Semua prosedur yang mana formulir concent dibutuhkan oleh undang-


undang atau perturan.

3. Sifat dan Ciri Perjanjian Terapeutik

Sifat atau Ciri Perjanjian Terapeutik Perjanjian terapeutik adalah

perjanjian yang dilakukan antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum

yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Perjanjian terapeutik

memiliki sifat dan ciri khusus yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya

karena obyek perjanjian terapeutik bukan kesembuhan pasien melainkan, mencari

“upaya” yang tepat untuk kesembuhan pasien, yaitu sebagai berikut;

1. Perjanjian terapeutik adalah perjanjian yang dapat dilakukan dengan 2 (dua)

cara, yaitu scara lisan dan secara tertulis. Terjadinya perjanjian terapeutik secara

lisan itu pada saat pasien menemui dokter dan memberitahukan keadaan dirinya

dan dokter besedia memberikan informasi tentang keadaan yang dirasakan pasien

seperti penyakit apa yang dialami oleh pasien sebenarnya dan memberikan

informasi tentang upaya penyembuhan terhadap penyakit yang diderita pasien

seperti memberikan obat ringan dan memberikan saran untuk beristirahat. Dan
97

saat itu juga pasien mempercayai informasi yang didapat dari dokter.Kepercayaan

pasien terhadap dokter dan bersedianya dokter memberikan informasi inilah yang

menimbulkan suatu perjanjian terapeutik secara lisan. Meskipun tidak terdapat

kata “sepakat” ataupun “berjanji” dalam kegiatan upaya pelayanan kesehatan yang

diberikan dokter terhadap pasien, tetapi dengan gerak tubuh dan/atau isyarat yang

dilakukan oleh dokter dan pasien inilah yang dianggap telah menyepakati suatu

perjanjian tersebut. dan biasanya perjanjian terapeutik secara lisan ini terjadi pada

saat pasien mengalami sakit yang tidak terlalu parah atau penyakit yang tidak

membutuhkan tindakan medis dan rawat inap. sedangkan untuk pasien dalam

keadaan sakit yang membutuhkan tindakan medis seperti operasi dan rawat inap,

dibutuhkannya perjanjian terapeutik secara tertulis. Dengan maksud untuk

menyepakati bersedianya pasien dan/atau keluarga pasien dilakukannya tindakan

medis terhadap pasien yang dilakukan oleh dokter dan tim medis sebagai

pembantu dokter.

2. Upaya penyembuhan kesehatan yang diberikan oleh dokter kepada pasien tidak

bergantung pada hasil. Maksudnya ialah segala upaya pelayanan kesehatan untuk

tujuan menyembuhkan penyakit yang diderita pasien, tidak dapat ditentukan

hasilnya akan selalu baik. Dokter dalam perjanjian terapeutik ini hanya sebatas

melakukan upaya semaksimal mungkin untuk penyembuhan penyakit yang

diderita pasien.Hasil tidak dapat dipastikan dan tidak dapat di sesuaikan oleh

keinginan pasien dan/atau keluarga pasien.

3. Ketidakpastian hasil dari upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter, jika

menimbulkan ketidakpuasan pasien dan/atau keluarga pasien terhadap hasil akhir

tidak dapat dokter dikatakan wanprestasi dan dokter tetap mendapatkan haknya
98

yaitu pembayaran. Jadi, sifat atau ciri perjanjian terapeutik dari apa yang telah

dipaparkan di atas adalah perjanjian terapeutik juga melahirkan hak dan

kewajiban bagi para pihak yang terikat didalamnya, perjanjian terapeutik dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu secara lisan dan tertulis, perjanjian terapeutik

tidak bergantung pada hasil, tetapi hanya sebatas upaya maksimal yang dilakukan

dokter, bahwa perjanjian terapeutik tidak mengenal “wanprestasi”, dan

ketidakpuasan yang didapat oleh pasien dan/atau keluarga pasien terhadap hasil

akhir dari upaya maksimal yang dilakukan dokter tidak mempengaruhi hak dokter

untuk mendapatkan pembayaran.

4. Berakhirnya Perjanjian Terapeutik

Saat timbulnya perjanjian antara dokter dan pasien adalah pada saat pasien

meminta seorang dokter untuk mengobatinya dan dokter menerimanya.

Berakhirnya hubungan dokter-pasien dapat dilakukan dengan cara :

1. Sembuhnya pasien dari keadaan sakitnya dan sang dokter menganggap tidak

diperlukan lagi pengobatan. Penyembuhan tidak usah sampai total namun melihat

keadaan pasien tidak usah memerlukan lagi pelayanan medis.

2. Dokter mengundurkan diri, dengan syarat :61

4. Pasien menyetujui pengunduran diri tersebut.

5. Kepada pasien diberikan waktu cukup dan pemberitahuan sehingga

ia bisa memperoleh pengobatan dari dokter yang lain.

61
J, Guwandi,S.H dalam buku “Dokter, Pasien dan Hukum” hlm 25.
99

6. Jika dokter merokemendasikan kepada dokter lain yang

samakompetensinya untuk menggantikan dokter semula itu dengan

persetujuan pasiennya.

3. Pengakhiran oleh pasien. Seorang pasien bebas untuk mengakhiri

pengobatannya dengan dokternya. Apabila diakhiri maka sang dokter

berkewajiban untuk memberikan nasihat apakah masih diperlukan pengobatan

lanjutan dan memberikan informasi yang cukup kepada penggantinya sehingga

pengobatan dapat diteruskan oleh penggantinya. Apabila dokter

memakai seorang dokter lain maka dianggap bahwa dokter yang pertama telah

diakhiri hubungannya, kecuali diperjanjikan bahwa mereka akan mengobati

bersama atau dokter kedua hanya dipanggil untuk konsultasi tujuan khusus

4. Meninggalnya si pasien.

5. Meninggalnya si dokter atau ia sudah tidak mampu lagi menjalani profesinya


sebagai dokter

6. Sudah selesainya kewajiban dokter seperti ditentukan dalam perjanjian.

7. Dalam kasus gawat darurat, apabila dokter yang mengobati atau dokter pilihan
pasien sudah datang atau terdapat penghentian keadaan kegawat-daruratannya.

8. Lewatnya jangka waktu, apabila perjanjian medis itu ditentukan dalam jangka
waktu tertentu.

9. Persetujuan kedua belah pihak bahwa hubungan dokter-pasien itu sudah


diakhiri.

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Melakukan Jasa

Menurut Pasal 1601 KUHPerdata, ada tiga jenis perjanjian untuk

melakukan pekerjaan, yaitu:


100

1. Perjanjian untuk melakukan jasa tertentu

2. Perjanjian perburuhan

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan

Perjanjian untuk melakukan jasa tertentu dapat kita temui dalam

kehidupan sehari-hari, misalnya seorang pelukis yang menerima pesanan lukisan

dari orang lain, seorang dokter terhadap pasiennya.

Menurut Pasal 1 nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan :

  “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja

pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.”

Biasanya perjanjian perburuhan diadakan melalui perjanjian kerja antara majikan

dan buruh secara perseorangan.

Sedangkan perjanjian pemborongan pekerjaan diatur dalam pasal 1601b, yaitu:

“Pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang

satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan

bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga

yang ditentukan.”

Dalam undang-undang tidak terdapat definisi mengenai jenis perjanjian

untuk melakukan jasa tertentu, mungkin hal ini sudah dianggap jelas.Pada
101

umumnya, dalam perjanjian untuk melakukan jasa tertentu dapat dikatakan bahwa

satu pihak menghendaki dari pihak lainnya agar melakukan suatu pekerjaan jasa

sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dengan menerima upah atau imbalan.

Misalnya: seorang datang ke penjahit untuk dibuatkan sebuah kemeja, seorang

pasien konsultasi pada dokter, atau seseorang datang pada notaris agar dibuatkan

sebuah akta.

Di dalam perjanjian untuk melakukan jasa ini biasanya terdapat adanya

suatu kehendak dari pihak lawan untuk dilakukannya suatu prestasi agar tercapai

suatu tujuan yang telah disepakati.Di sini pihak yang menghendaki dilakukannya

suatu prestasi biasanya bersedia untuk membayar upah. Biasanya pihak lawan

(yang melakukan prestasi) ini adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan

tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tariff atas jasanya tersebut, yang

biasanya dinamakan honorarium.

Di dalam Kamus Besar Indonesia dijelaskan mengenai pengertian jasa,

yaitu :

“Perbuatan yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan orang lain,

pelayanan, servis, aktivitas, kemudahan, manfaat, dan sebagainya yang dapat

dijual kepada orang lain (konsumen) yang menggunakan atau menikmatinya.”

Dengan merujuk pada penjelasan di atas maka pengertian perjanjian jasa

adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau

lebih dimana pihak yang memiliki suatu keahlian tertentu melaksanakan suatu

perbuatan yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan, berupa, pelayanan,


102

servis, aktivitas, kemudahan, manfaat dan sebagainya yang dapat dijual kepada

pihak lainnya (konsumen) yang menggunakan atau menikmatinya.

D. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum

1) Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.62

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta

pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan

peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.

Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap

hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak

tersebut.63

Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal

ini hanya perlindungan oleh hukum saja.Perlindungan yang diberikan oleh

hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang

dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama
62
Satjipto Rahardjo. Op. Cit. hlm. 74
63
Philipus M. Hadjon. Op. Cit. hlm. 25
103

manusia serta lingkungannya.Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan

kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.64

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.65

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-

kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.66

2) Klasifikasi Perlindungan Hukum

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal yang

melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan

hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

sebelum terjadinya pelanggaran.Hal ini terdapat dalam peraturan

perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

64
CST Kansil. Op. Cit. hlm. 102
65
Setiono.Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3
66
Muchsin.Op Cit. hlm. 14
104

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.


BAB IV

TANGGUNG JAWABKLINIK KECANTIKAN TERHADAP KERUGIAN


KONSUMEN (STUDI KASUS KLINIK KECANTIKAN DURA SKIN)

A. Sejarah singkat Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic Center Jakarta

Diawali pada tahun 1994, Ibu Mimi Liliana dan Mr. Dennis Owen,

memulai bisnis mereka di Amerika Serikat. Mereka mempunyai impian yang

sangat kuat untuk menciptakan suatu produk yang dapat mengatasi permasalahan

kulit wajah, sehingga terciptalah produk Duraskin yang didukung dengan

kecanggihan teknologi McKenna Labs, USA.

Kemudian pada tahun 1999, melalui Skin Health Group Singapore, produk

Duraskin tersebar di beberapa Negara Asia dan Pasifik, Duraskin di Indonesia

dipasarkan mulai tanggal 3 Mei 1999.

Pada tahun 2001, Duraskin menghadirkan sebuah klinik kecantikan yang

menyediakan perawatan bagi para pelanggan yang membutuhkan penanganan

lebih lanjut untuk memelihara kesehatan kulitnya. Klinik dengan nama “Duraskin

Centre” pertama didirikan tahun 2001 di Jakarta dengan menawarkan “total

solution concept”, dimana setiap individu dapat memperoleh solusi bagi

permasalahan kulit wajah maupun tubuh, agar dapat tampil lebih sehat dan

percaya diri.

Hingga sekarang, dengan kantor berpusat di Jakarta, Duraskin kini

memiliki pusat perawatan kecantikan dengan Duraskin Centre dan House of Dura

yang telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Duraskin memiliki FDA Approval dari Amerika dan Nomor

Notifikasi/Badan POM.Duraskin memakai Nano Technology dalam setiap


106

produknya yang dibuat khusus agar partikel yang terkandung didalamnya lebih

optimal diserap oleh kulit dan tidak menyumbat pori-pori kulit.Duraskin juga

menggunakan bahan alami yang bekerja lebih efektif, menghambat perkembangan

melanin namun tetap memberikan rasa aman bagi kesehatan kulit.

B. Tanggung Jawab Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic Center Jakarta

terhadap konsumen apabila mengalami kerugian yang disebabkan oleh

pelayanan jasa perawatan dan produk Klinik Kecantikan Dura Skin

Clinic Center

Pada dasarnya hubungan dokter dan pasien timbul dari hubungan

keperdataan yang bersifat sebagai suatu “transaksi terapeutik” dan merupakan

“hulpverleningsconract”, kontrak untuk memberikan bantuan pertolongan.

Dasar hukum bagi tanggung jawab perdata ini diatur dalam BW, yaitu sebagai

berikut:

(1) Pasal 1234 BW :

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu

perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika

sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau

dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”

Ketentuan pasal 1234 BW ini memberikan dasar hukum bagi permintaan

ganti rugi yang diakibatkan karena “wanprestatie”, tidak dipenuhinya prestasi

dalam suatu perikatan.

(2) Pasal 1365 BW :


107

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Berbeda dengan ketentuan pasal 1243 BW yang memberikan dasar hukum

bagi penggantian kerugian karena “wanprestatie”, maka ketentuan pasal 1365 BW

ini memberikan dasar hukum bagi penggantian kerugian karena perbuatan yang

melanggar hukum (onrechtmatige daad).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan, dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.9 Tahun

2014 Tentang Klinik. Menurut Pasal 25 ayat (1) Permenkes Tentang Klinik, untuk

mendirikan sebuah klinik, pelaku usaha harus memiliki izin mendirikan dan izin

operasional.

Tanggung jawab pembayaran ganti kerugian yang dialami oleh konsumen

sebagai akibat penggunaan produk didasarkan pada beberapa ketentuan yaitu

berdasarkan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.67

Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan

akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa

kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian

sedangkan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan

hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian sehingga tuntutan ganti kerugian

dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat

hubungan perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen. Untuk dapat

67
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.2011, hlm. 126
108

menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari

perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1365

KUHPerdata yang menyebutkan bahwa :“Setiap perbuatan yang melawan hukum

yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang karena

salahnya menerbitkan kerugian ini mengganti kerugian tersebut”.

Sehubungan dengan kerugian yang dialami oleh seorang konsumen jasa

pelayanan kesehatan, Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan telah mengatur

bahwa :“Tenaga kesehatan,dan/atau penyelenggara kesehatan wajib

bertanggung jawab apabila ada pasien atau konsumen yang menderita kerugian

akibat kesalahan dan kelalaiannya”. Selain itu, Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen juga telah mengatur bahwa :“Pelaku usaha wajib

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan

atau diperdagangkan”.

Selanjutnya ketentuan pasal 1367 BW mengatur tentang siapa saja yang

dapat digolongkan ke dalam mereka yang tidak mampu bertanggung jawab

sehingga dengan demikian tidak dapat dimintai penggantian kerugian, dan siapa

pula yang bertanggung jawab atas mereka ini. Khususnya ketentuan pasal 1367

BW akan relevan artinya bagi mereka yang melakukan perbuatan melanggar

hukum yang belum dewasa atau yang cacat mental, sehingga dengan demikian

orang tua atau walinya yang bertanggung jawab.

Selanjutnya apabila karena kurang hati-hatinya atau dengan sengaja itu

mengakibatkan orang lain cacat badannya kita jumpai pengaturannya dalam

ketentuan pasal 1371 BW.


109

(3) Pasal 1371 BW :

“Penyebaban luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja

atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk,

selain penggantian biaya-biaya penyembuhan , menuntut penggantian

kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga

penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuam

kedua belah pihak, dan menurut keadaan.Ketentuan paling akhir ini pada

umumnya berlaku dalam hal menilaikan kerugian, yang diterbitkan dari

sesuatu kejahatan terhadap pribadi seseorang.”

Dalam kaitannya dengan tindakan medis yang mengakibatkan adanya mati

atau cacat tubuh tersebut maka yang wajib mengganti kerugian ialah orang

yang menjalankan profesi jabatan itu.Dalam praktek kerugian yang

disebabkan baik karena “wanprestatie” atau pun karena “onrechtmatige

daad” tersebut tidak banyak menimbulkan perbedaan.

Dalam hal demikian maka dapat kita bayangkan dan perhitungkan bahwa

setiap gugatan penggantian kerugian yang disebabkan karena kesengajaan atau

kurang hati-hatinya dokter dalam menjalankan profesinya akan selalu mengalami

kegagalan, dan oleh karena itu maka diperlakukan adanya suatu standard baku

mengenai sampai seberapa jauh ketekunan dan sikap hati-hati tersebut ditentukan.

Dari kriteria tersebut dapat kita simpulkan bahwa tidak pada setiap kesalahan atau

pada setiap kecelakaan secara otomatis dapat diadakan tuntutan ganti

rugi.Pengertian tersebut harus diartikan secara luas, yaitu apakah si pelaksana

profesi tersebut dalam hal ini dokter telah melaksanakan pekerjaannya dengan

baik dan sempurna, dalam arti apakah semua perkembangan ilmu pengetahuan
110

kedokteran yang mutakhir telah diusahakan sejauh mungkin untuk ditetapkan

dalam menjalankan pekerjaannya itu.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Secara Perdata Setiap pelaku usaha harus

bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh

konsumen akibat penggunaan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh

pelaku usaha.Begitu juga dengan konsumen klinik kecantikan ilegal yang

menderita kerugian, maka klinik kecantikan tersebut harus bertanggung jawab

mengganti kerugian tersebut.Mengenai tanggung jawab pelaku usaha untuk

mengganti kerugian konsumen ini diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dan Pasal 58 Undang-Undang Kesehatan.Untuk

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat

menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha.

Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban hukum secara perdata yaitu

pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan karena wanprestasi dan

pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan karena perbuatan melawan

hukum.

a. Pertanggungjawaban Atas Kerugian yang Disebabkan Oleh

Wanprestasi.

Hubungan hukum akan terjadi apabila konsumen datang ke klinik

kecantikan untuk melakukan perawatan atau untuk berobat. Hubungan

hukum antara dokter, konsumen dan klinik kecantikan berbentuk

perikatan untuk berbuat sesuatu, yang dikenal sebagai jasa pelayanan

kesehatan.Pasien dan/atau konsumen adalah pihak yang menerima jasa

pelayanan kesehatan sedangkan dokter serta klinik kecantikan adalah


111

pihak-pihak pemberi jasa pelayanan kesehatan.Perikatan antara pasien

dan/ atau konsumen dengan pelaku usaha dapat lahir dari suatu

perjanjian, oleh karena itu jika pelaku usaha tidak memenuhi

perjanjian tersebut maka pelaku usaha dianggap telah melakukan

wanprestasi.Perikatan terjadi antara konsumen dengan dokter sebagai

pelaku usaha. Perjanjian antara dokter dengan pasien dikenal dengan

nama perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik adalah perjanjian

antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada

dokter untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan kepada pasien

berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter

tersebut.Keadaan wanprestasi dalam hubungan hukum antara dokter

dan pasien membentuk pertanggungjawaban hukum bagi dokter

terhadap kerugian yang timbul.Wanprestasi dokter dapat berupa

pelaksanaan tindakan medis yang tidak seharusnya, yakni tindakan

medis yang bertentangan dengan standar profesi medis atau standar

pelayanan medis.Bentuk kerugian yang dapat dituntut akibat

wanprestasi adalah berupa kerugian materiil yaitu kerugian yang dapat

diukur dengan nilai uang terutama biaya perawatan, biaya perjalanan,

dan biaya obat-obatan.Adanya kerugian ini harus dibuktikan bahwa

kerugian tersebut merupakan akibat langsung dari pelayanan medis

dokter yang menyimpang.Jika ternyata akibat wanprestasi ini tidak

hanya menimbulkan kerugian materiil tetapi juga menimbulkan

kerugian immateriil maka konsumen dapat menuntut kerugian

immateriil itu berdasarkan perbuatan melawan hukum. Apabila praktik


112

pelayanan kesehatan kulit yang dilakukan oleh dokter di klinik

kecantikan ilegal terbukti melakukan pelanggaran standar pelayanan

berupa standar mutu, keamanan dan kemanfaatan dari kosmetika dan

Laser yang digunakan dan/atau diedarkan sehingga mengakibatkan

kerugian materiil dan immateriil, maka konsumen dapat menuntut

dokter selaku pelaku usaha klinik kecantikan illegal berdasarkan

wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.

b. Pertanggungjawaban Atas Kerugian yang Disebabkan Oleh Perbuatan

Melawan Hukum

Pasal 58 Undang-Undang Kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang

berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan atau kelalaian tenaga

kesehatan yang berakibat kematian atau cacat permanen. Jaminan

yang diberikan Pasal 58 UndangUndang Kesehatan hanya akan jadi

sekadar huruf mati apabila tidak diikuti doktrin perbuatan melawan

hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Apabila konsumen

pengguna jasa klinik kecantikan ingin menggugat klinik kecantikan

dan/ atau dokter berdasarkan perbuatan melawan hukum, maka

konsumen tersebut harus dapat membuktikan bahwa pelayanan

kesehatan kulit yang dilakukan oleh pelaku usaha atau dokter di klinik

kecantikan tersebut memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan

hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Adanya perbuatan melawan hukum


113

Perbuatan dapat dikatakan melawan hukum apabila bertentangan

dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukumnya

sendiri, bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat, dan

bertentangan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan

dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.

Bertentangan dengan hak orang lain maksudnya adalah bertentangan

dengan hak pasien sebagai konsumen yang telah diatur dalam

Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen. Salah satu hak konsumen yang dijamin oleh Undang-

Undang Perlindungan Konsumen adalah mengenai hak atas

keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/ atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha, selain itu

Pasal 98 dan 106 UndangUndang Kesehatan juga memberikan

jaminan atas pengamanan sediaan farmasi berupa kosmetika dan alat

kesehatan yang beredar dalam masyarakat termasuk yang digunakan

oleh klinik kecantikan dengan cara mendaftarkannya terlebih dahulu

kepada BPOM untuk diberikan notifikasi. Dengan adanya notifikasi

tersebut maka kosmetika dan alat kesehatan yang beredar tersebut

dipastikan telah memenuhi standar mutu dan aman untuk dikonsumsi

masyarakat.

Permenkes Tentang Klinik mengatur mengenai Izin operasional

dan Izin praktik yang harus dimiliki oleh suatu klinik.Hal ini

dimaksudkan untuk menjamin bahwa baik sarana maupun prasarana

yang terdapat dalam suatu klinik sudah sesuai prosedur dan


114

memenuhi standar mutu.Namun pada praktiknya, klinik kecantikan

ilegal telah melakukan pelanggaran hak atas keamanan dan

keselamatan konsumen dalam menggunakan produk dan jasa yang

disediakan dalam klinik tersebut.Klinik kecantikan tersebut terbukti

tidak memiliki izin mendirikan dan izin operasional.Selain itu,

kosmetika dan alat kesehatan yang digunakan tidak terdaftar di

BPOM sehingga tidak ada jaminan bahwa kosmetika dan Laser yang

digunakan dalam klinik tersebut aman untuk digunakan.Dalam kasus

klinik kecantikan ini, dapat dikatakan unsur perbuatan melawan

hukum ini telah terpenuhi.

2) Adanya Kesalahan

Untuk dapat menuntut dokter tersebut dengan tuntutan perbuatan

melawan hukum, maka konsumen harus dapat membuktikan adanya

kesalahan dokter dalam menjalankan kewajibannya sehingga

menimbulkan kerugian.Kesalahan yang dilakukan dokter bisa dalam

bentuk kesengajaan ataupun kelalaian.Kesalahan karena kelalaian

berarti dokter tidak menduga akibat yang timbul akibat perbuatannya

dan tidak ada motif darinya untuk menimbulkan suatu akibat tertentu

kepada konsumen sedangkan kesalahan karena kesengajaan berarti

dokter melakukan tindakannya secara sadar dan sudah mengetahui

akibat yang dapat timbul akibat tindakannya tersebut dan menyadari

bahwa tindakannya tersebut melanggar peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dokter mengaku ia mengetahui bahwa

kosmetika dan alat kesehatan yang digunakan memang belum


115

terdaftar di BPOM namun menurutnya kandungan dari kosmetika

tersebut aman untuk dikonsumsi. Selain itu, dokter juga mengatakan

bahwa tidak didaftarkannya klinik kecantikannya kepada Dinkes

kabupaten Karawang adalah akibat proses birokrasi yang menyita

waktu sangat lama. Unsur adanya kesalahan dalam kasus ini sudah

terpenuhi, dikarenakan dokter secara sadar mengetahui bahwa

seharusnya ia harus mendaftarkan klinik kecantikan miliknya kepada

Dinkes Kabupaten Karawang dan sebelum diedarkan kosmetika dan

Laser tersebut harus didaftarkan di BPOM namun untuk menghindari

proses yang menurutnya rumit dan untuk menjual kosmetika tersebut

dengan harga yang lebih murah, dokter melalaikan kewajibannya

untuk mendaftarkannya kepada BPOM.

3) Adanya Kerugian

Kerugian akibat perbuatan melawan hukum ini meliputi kerugian

materiil dan kerugian immateriil. Adapun kerugian materiil yang

ditanggung oleh konsumen berupa biaya perawatan dan biaya

kosmetika yang telah ia keluarkan selama proses perawatan wajahnya

berlangsung sedangkan kerugian immateriil yaitu berupa rasa sakit

yang dirasakan pada bagian wajahnya, selain itu konsumen

kehilangan rasa percaya dirinya akibat kerusakan pada bagian

wajahnya. Berkaitan dengan besarnya ganti kerugian yang harus

dibayar, pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa ganti

kerugian yang harus dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang

rugi dikembalikan pada kedudukan semula seandainya tidak terjadi


116

kerugian atau dengan kata lain ganti kerugian menempatkan sejauh

mungkin orang yang dirugikan dalam kedudukan yang seharusnya

andai kata perjanjian dilaksanakan secara baik atau tidak terjadi

perbuatan melanggar hukum. Ganti kerugian harus diberikan sesuai

dengan kerugian yang sesungguhnya tanpa memperhatikan unsur-

unsur yang tidak terkait langsung dengan kerugian itu, seperti

kemampuan / kekayaan pihak yang bersangkutan.68

4) Adanya hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan

kerugian.

Konsumen harus dapat membuktikan bahwa pelayanan kesehatan

kulit yang ia jalani serta penggunaan kosmetika dan Laser di klinik

kecantikan tersebutlah yang mengakibatkan kerugian pada dirinya.

Untuk membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan

melawan hukum dengan kerugian yang diderita diperlukan keterangan

dari ahli kedokteran kulit dan hasil uji laboratorium

BPOM.Selanjutnya, dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan

melawan hukum di atas, maka dalam hal terjadi kerugian pada

konsumen pengguna jasa klinik kecantikan akibat penggunaan

kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar untuk perawatan.

68
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Op.Cit, hlm 134
117

Kasus-kasus komplain konsumen di Klinik Kecantikan DuraSkin

Case 1 :

Pasien wanita, berUmur 31. Datang dengan keluhan wajah kusam dan

banyak bekas jerawat yang berwarna hitam. Pasien disarankan oleh dokter

untuk melakukan chemicalpeeling yang bertujuan untuk mencerahkan dan

mengurangi bekas hitam akibat jerawat dengan efek sementara muka akan

merah, kering dan terkelupas. Chemicalpeeling dilakukan dengan cara

mengoleskan cairan asam dengan dosis tertentu yang dilakukan oleh

dokter. Pasien tidak menginginkan muka merah walaupun telah di beritahu

oleh dokter efek sementara chemichalpeeling namun masih tetap ingin

mencoba treatment yang ditawarkan oleh dokter dan di tawarkan treatment

yang lain . Setelah treatment selesai, muka pasien merah akibat dari

chemichalpeeling dan pasien merasa kurang nyaman dan mengkomplain

ke dokter, sehingga dokter memberikan kompensasi kepada pasien adalah

penambahan treatment lain yang diberikan secara gratis, untuk meredakan

merah setelah chemichalpeeling. Hasil dari kompensasi dan penjelasan

tambahan dari dokter, pasien merasa cukup puas dan menerima.

Case 2:

Pasien wanita, berumur 15 tahun. Datang dengan keluhan banyak

rambut/bulu di ketiak dan warna ketiak yang gelap. Pasien ingin

menghilangkan bulu dan mencerahkan kulit ketiaknya. Dokter

menyarankan laser yang dilakukan secara rutin hingga bulu ketiak tidak

tumbuh lagi dan melakukan scrub di rumah untuk alternatif mencerahkan


118

warna kulit di ketiak. Pasien setuju melakukan treatment yang disarankan

dokter. keesokan hari setelah treatment laser pasien mengeluh kulit

ketiaknya panas dan terbentuk luka kecil pada ketiak sebelah kiri dengan

ukuran kurang lebih diameter 1cm. Dokter menyarankan pasien untuk

datang kontrol dan melihat keadaan pasien secara langsung. Setelah

melihat luka yang terbentuk dokter memberikan edukasi tentang

penyembuhan luka, memberikan treatment oxygen untuk mempercepat

peroses penyembuhan dan menyuruh pasien untuk kontrol kembali.

Setelah 1 minggu, luka sudah mengering dan proses penyembuhan luka

hampir sempurna dan pasien merasakan puas dengan hasil penyembuhan

luka dan ingin melakukan laser kembali jika luka sudah sembuh sempurna.

Case 3:

Pasein wanita, berumur 35 tahun. Datang dengan keluhan scar pada muka

akibat jerawat. Dokter menyarankan untuk melakukan treatment

dermaroller. Dermaroller adalah tindakan yang dilakukan oleh dokter

dengan cara melukai seluruh permukaan wajah menggunakan jarum mikro

yang steril dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan jaringan baru

sehingga scar yang terbentuk akan mengecil dan naik. Pasien menerima

segala efek sementara dari tindakan dermaroller. Setelah menyelesaikan

treatment, pasien merasakan kurang puas karena dermaroller yang

dilakukan tidak mengenai satu bagian scar atau bekas luka dan mengeluh

ke dokter, sehingga dokter melakukan kompesasi dengan memberikan

treatement dermaroller gratis 1 kali pada kedatangan pasien selanjutnya.

Pasien merasakan puas dengan kompensasi yang diterimanya.


119

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada klinik kecantikan

DuraSkin, setiap keluhan diselesaikan dengan tindakan-tindakan medis.Tindakan

tersebut seperti, penambahan dosis pada produk yang digunakan konsumen,

perawatan kembali sampai keadaan pasien normal kembali, intensitas perawatan

yang dilakukan secara bertahap dan/atau terus-menerus.

Jadi Adapun tindakan medis Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 290 tahun 2008 Pasal 1 no. 3 adalah tindakan preventif,

diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter.Tindakan yang

diberikan oleh dokter dalam mengatasi keluhan tersebut termasuk dalam tindakan

terapeutik, karena merupakan tanggung jawab dari klinik untuk mengganti

kerugian konsumen.

Berdasarkan penuturan dr. Yosephina Napitupulu, tindakan tersebut

diberikan dengan melihat bagaimana keluhan itu dapat terjadi, apakah

dikarenakan perawatan atau berdasarkan produk-produk yang diberikan oleh

dokter dari pihak klinik tidak sesuai atau disebabkan karena kesalahan konsumen

itu sendiri. Jika keluhan tersebut memang disebabkan oleh kesalahan tindakan

atau berdasarkan produk-produk yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang

diberikan oleh dokter terhadap pasien (wanprestasi), maka dokter akan melakukan

pemulihan kembali terhadap kondisi yang dikeluhkan oleh pasien. Pasien akan

diberikan perawatan secara gratis atau dengan potongan harga tertentu dengan

disesuaikan pada kondisi pasien tersebut. Tindakan medis tersebut merupakan

salah satu bentuk tanggung jawab dari pihak klinik kecantikan.

Sebelum memberikan ganti rugi terhadap keluhan yang diadukan oleh

pasien, harus diketahui terlebih dahulu apakah keluhan tersebut karena kesalahan
120

yang dilakukan oleh pasien atau dari pihak klinik (dokter). Pihak klinik akan ganti

rugi apabila kesalahan tersebut ada pada dokter atau pada pihak klinik itu sendiri.

Tanggung jawab tersebut dilihat bagaimana kedudukan dokter itu pada klinik

tersebut, berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata, apakah dokter tersebut sebagai

pekerja di klinik kecantikan itu atau pemilik (owner) di klinik kecantikan itu

sendiri. Bentuk penggantian kerugian sebagai sebab perbuatan melawan hukum

sebagaimana diatur dalam kedua Pasal di atas (Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH

Perdata) dapat dalam bentuk materil dan immateril, tetapi yang selalu terjadi

sebagaimana pengakuan narasumber, bentuk ganti rugi yang diberikan oleh pihak

klinik di atas yaitu dalam bentuk immaterial, di mana dengan memberikan

perawatan-perawatan lebih lanjutsesuai dengan tingkatan-tingkatan yang telah

dianalisis oleh dokter atau berdasarkan keluhan dari pasien.

C. Upaya Hukum yang dapat ditempuh konsumen dalam hal kerugian

yang dialaminya

Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana

pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas, baik secara

langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada

pihak lain.69 Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan

pelanggan.

69
Rachmadi Usman.Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti. 2003. hlm. 1.
121

Ada tiga jenis pelanggaran yang potensial dilakukan oleh pelaku usaha,

yaitu:

a. Perbuatan atau tindakan pelaku usaha melanggar kepentingan dan hak- hak

konsumen;

b. Produk yang dipasarkan oleh pelaku saha melanggar ketentuan larangan

dalam UU;

c. Tanggung jawab yang harus dipikul oleh pelaku usaha.

Menurut UUPK, penyelesaian sengketa konsumen memiliki kekhasan.

Sehingga para pihak yang bersengketa, dalam hal ini pihak konsumen, dapat

menyelesaikan sengketa itu mengikuti beberapa lingkungan peradilan ataupun

memilih jalan penyelesaian di luar pengadilan, yaitu penyelesaiaan sengketa

melalui peran ombudsman.

Adapun sengketa yang terjadi antara pihak klinik (dokter) dengan pasien

disebut sengketa medik.Sengketa medik adalah sengketa yang tejadi antara pasien

atau keluarga pasien dengan tenaga kesehatan atau klinik.Sengketa medik antara

pasien dengan pihak klinik atau dokter terjadi karena adanya ketidakpuasan dari

pasien, ketidakpuasan itu berasal dari hasil tindakan yang tidak sesuai harapan

atau adanya dampak negatif dari hasil pengobatan, munculnya penyakit tambahan,

serta kerugian yang dialami pasien.

Negosiasi atau perundingan merupakan suatu proses untuk mencapai

kesepakatan dengan pihak lain. Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian

sengketa oleh para pihak sendiri tanpa bantuan dari pihak lain, dengan cara

bermusyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan yang dianggap adil

oleh para pihak. Hasil dari negosiasi merupakan penyelesaian kompromi yang
122

tidak mengikat secara hukum.Negosiasi dapat digunakan untuk menyelesaikan

setiap bentuk sengketa, apakah itu sengketa ekonomi, politik, hukum, wilayah,

keluarga, suku, dan lain-lain.

Segi positif dari negosiasi ini adalah sebagai berikut;

a). para pihaklah yang memegang palu hakimnya sendiri;

b). Sifatnya rahasia;

c).Hukum acara atau formalitas persidangan tidak ada.

Segi negatif dari forum negosiasi ini yaitu, manakala kedudukan para pihak

tidak seimbang, dimana salah satu pihak kuat sedangkan pihak yang lain

lemah.Dalam keadaan ini, pihak yang kuat berada dalam posisi untuk menekan

pihak lainnya. Satu pihak yang terlalu keras dengan pendiriannya dapat

mengakibatkan proses negosiasi ini menjadi tidak produktif. Hal tersebut sering

terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa.

Dengan tidak adanya pihak ketiga dalam proses penyelesaian sengketa ini

menjadikan negosiasi sebagai tahap pertama dalam penyelesaian sengketa. Dalam

proses negosiasi ini menghasilkan suatu keputusan maka hasil kesepakatan

tersebut dituliskan dalam dokumen perjanjian, seperti yang tertulis dalam Pasal 6

ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa,

menyebutkan bahwa; penyelesaian sengkata atau beda pendapat melalui alternatif

penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung (negosiasi) oleh

para pihak dalam waktu paling lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu

kesepakatan tertulis.
123

Adapun macam-macam upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen

jasa kecantikan untuk menuntut ganti rugi akibat kerugian yang terjadi dalam

transaksi pada klinik kecantikan dapat dilakukan melalui beberapa cara:

1. Litigasi (penyelesaian sengketa di peradilan umum)

Dasar hukum untuk mengajukan gugatan di pengadilan terdapat dalam

Pasal 45 ayat (1) UUPK, yang menyetakan, “setiap konsumen yana dirugikan bisa

menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di

lingkungan peradilan umum berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa”.

Dalam kasus perdata di pengadilan negeri, pihak konsumen yang diberi

hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 UUPK adalah:

a). Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b). Kelompok konsumen yang mempunyai kepeningan yang sama;

c). Perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,

yaiu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya

menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah

untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya;

d).Pemerintah dan/atau instansi terkait apaila barang dan/atau jasa yng

dikonsumsi atau

dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban

yang tidak sedikit.

2. Non Litigasi
124

Penyelesaian sengketa konsumen malalui jalur non litigasi (di luar

pengadilan) digunakan untuk mengatasi keberlakuan proses pengadilan, dalam

Pasal 45 ayat (4) UUPK disebutkan bahwa, “jika telah dipilih upaya penyelesaian

sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat

ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh

pihak yang bersengketa”.

Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Direktorat Perlindungan

Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), dan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai mediatornya. Dan melalui cara

negosiasi kepada pelaku usaha. Jika penyelesaian sengketa melalui BPSK, maka

salah satu pihak tidak dapat menghentikan perkaranya di tengah jalan, sebelum

BPSK menjatuhkan putusan. Artinya, bahwa mereka terikat utuk menempuh

proses pemeriksaan sampai saat penjatuhan putusan. Dari hasil wawancara

beberapa konsumen Klinik Kecantikan yang tidak cocok menggunakan produk

dari klinik kecantikan, upaya hukum yang dilakukan adalah dengan cara non

litigasi atau dengan musyawarah yaitu datang langsung kepada pihak klinik

kecantikan yang bersangkutan untuk dimintai pertanggungjawabannya atau ganti

rugi.

Hasil wawancara dari tiga konsumen DuraSkin Clinic Centre

1) Saya pasien wanita berumur 17 tahun, datang dengan keluhan jerawat dan

komedo yang sangat banyak di muka saya dan membuat tingkat

kepercayaan diri saya menurun. Sehingga orang tua saya membawa saya

ke klinik DuraSkin untuk bertemu dokter dan melakukan perawatan


125

jerawat yang sesuai dengan umur saya. Dokter menjelaskan treatment

yang akan jalani adalah treatment jerawat dengan cara dikeluarkan

komedo, di lakukan penyinaran untuk membunuh kuman jerawat dan juga

saya di jelaskan oleh dokter bagaimana cara membersihkan muka di

rumah, berapa kali saya harus mencuci muka, makanan apa saja pemicu

jerawat serta faktor-faktor terjadinya jerawat. Setelah melakuakn treatment

3 kali di DuraSkin dan mengikuti nasehat dari dokter, saya merasakan

perubahan yang signifikan yaitu jerawat dan komedo saya sangat

berkurang, kulit saya terlihat lebih bersih, kulit saya terlihat lebih sehat.

Saya merasa sangat puas dengan hasil treatment di Duraskin, membuat

percayadiri saya naik kembali.

2) Saya pasien wanita, berumur 53 tahun. Datang dengan keluhan flek pada

kedua pipi saya. Flek muncul kurang lebih sejak saya berumur 45 tahun.

Temen saya menyarankan saya untuk mencoba treatment flek di Duraskin

karena ia merasakan hasilnya sendiri. Saya berkonsultasi dengan dokter.

Dokter menjelaskan faktor-faktor terbentuknya flek dan cara mengurangi

flek agar tidak bertambah banyak dan hitam, setelah itu dokter

menyarankan untuk melakukan treatment pengangkatan sel kulit mati dan

laser flek untuk membuat kulit saya menjadi cerah dan flek sedikit

memudar. Semenjak saat itu saya mulai rutin melakukan treatment karena

perubahan yang saya rasakan adalah kulit saya menjadi jauh lebih cerah,

flek saya menipis dan tidak bertambah banyak. Saya telah melakukan

treatment flek di Duraskin kurang lebih telah 1 tahun dan saya akan tetap
126

melakukan perawatan di Duraskin karena pelayanannya yang

memuaskkan, mulai dari beauticiannya hingga dokternya.

3) Saya pasien laki-laki, berumur 34 tahun. Datang dengan keluhan komedo

yang banyak dan pori-pori yang besar. Saya ingin terlihat lebih cerah dan

muka yang sehat. Dengan melakukan pencarian di media sosial, saya

memberanikan diri untuk mencoba treatment di klinik DuraSkin. Saya

berkonsultasi dengan dokter dan memberitahu keluhan saya, sehingga

dokter menyarankan untuk melakukan treatment microdermabrasi.

Microdermabrasi adalah pengangkatan sel kulit mati yang di lakukan

dengan menggunakan alat diamond tip dengan sensasi seperti di sedot.

Setelah dokter menjelaskan proses dan tujuan treatment, sayapun

menyetujuinya. Setelah melakukan treatment saya merasakan kulit wajah

saya lebih cerah, halus dan pori-pori saya sedikit mengecil setelah

beberapa kali treatment. Sejak saat itu saya melakukan perawatan rutin di

Duraskin saat saya tidak sibuk, kurang lebih saya telah melakukan

perawatan si Duraskin 8 bulan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, baik melalui penelitian kepustakaan maupun

penelitian lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan, berikut

disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan di

dalam penelitian ini, yaitu:

1) Peran konsumen di dalam klinik kecantikan merupakan sebagai pemakai

atau pengguna dari jasa dermatologi yang disediakan oleh pihak klinik

kecantikan DuraSkin Clinic Centre. Para pihak yang merupakan tenaga

medis, bagian farmasi klinik dan segala pihak yang terkait dalam

perusahaandibawah naungan PT. Multi Sejahtera Bersama merupakan

pihak sebagai penyedia jasa dermalotogi yang disediakan untuk

memuaskan konsumen.

2) Hubungan konsumen terhadap perjanjian yang terjadi merupakan suatu

transaksi terapeutik di klinik kecantikan disebabkan karena adanya

kesepakatan antara dokter dan juga pasien dimana pasien dan dokter

memiliki kecakapan dalam melakukan kesepakatan terhadap tindakan apa

yang akan dilakukan kepada pasien dan tindakan tersebut diperboleh untuk

dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Kesepatan terjadi saat pasien

menyetujui tindakan yang akan dilakukan oleh dokter serta krim yang

akan digunakan oleh pasien. Terjadinya transaksi terapeutik di klinik

kecantikan ini dikarenakan pasien ingin memperoleh kesembuhan sakit


128

kronis kulit sebagaimana yang dimaksud yaitu masalah jerawat diwajah

dan/ataupun masalah kulit lainnya seperti kulit yang tidak cerah.

3) Tanggungjawab yang diterapkan oleh Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic

Centre Jakarta ada 2 (dua) macam, yakni tanggung jawab apabila terdapat

kerugian yang diakibatkan oleh produk dan/atau obat-obatan yang dijual,

dan tanggung jawab kerugian atas jasa pelayanan yang dilakukan oleh

tenaga medis (dokter) atau tenaga pelaksana (beautician), baik berupa

wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Dalam praktiknya selama

ini tanggung jawab yang diberikan oleh Klinik Kecantikan DuraSkin

Clinic CentreJakarta berkaitan dengan keluhan konsumen yang termaksud

dalam wanprestasi dan belum terdapat keluhan yang disebabkan oleh

perbuatan melawan hukum. Pada pelaksanaannya Klinik Kecantikan

DuraSkin Clinic Centremengedepankan pertanggungjawaban berbentuk

pelayanan perawatan kesehatan kecantikan sesuai dengan jenis keluhan

yang disampaikan oleh pasien selaku konsumen sampai wajah konsumen

membaik kembali.

Berdasarkan hasil penelitian pada Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic

Center Jakarta, pada praktiknya selama ini pasien selaku konsumen dan

Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Center Jakarta selaku pelaku usaha

selalu mengedepankan penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi,

berupa upaya damai yang menciptakan suatu keadaan musyawarah

mufakat. Hal ini terbukti dari tidak pernah adanya sengketa antara kedua

belah pihak yang masuk ke jalur litigasi.


129

B. Saran

1) Konsumen Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic CentreJakarta sebaiknya

lebih teliti dalam menggunakan jasa dan produk yang ditawarkan oleh

klinik kecantikan. Konsumen diharapkan lebih mendengar terlebih dahulu

saran dan efek samping dari treatment yang akan dilakukan atau diberikan

oleh pihak klinik kecantikan.

2) Pihak Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Center Jakarta diharapkan lebih

memberikan informasi yang jelas kepada konsumen mengenai kegunaan

dan efek samping pada penggunaan obat-obatan dan/atau produk secara

benar untuk mengurangi keluhan konsumen. Sebaiknya lebih diatur secara

jelas dalam Perjanjian Kerja mengenai status dan masa kerja, serta

tanggungjawab atau sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada

beautician selaku tenaga pelaksana apabila menyebabkan kerugian.

3) Pihak klinik kecantikan diharapkan lebih memberikan pelatihan atau

edukasi terhadap beautician atau tenaga-tenaga kerja medis yang bekerja

di klinik kecantikan DuraSkin agar terhindar dari segala jenis kerugian

yang dapat dialami konsumen di klinik kecantikan. Apabila konsumen

sudah mengalami kerugian maka pihak klinik kecantikan diharapkan lebih

mengetahui treatment yang mana lebih cocok untuk wajah atau kulit

konsumen agar wajah atau kulit konsumen membaik kembali.


DAFTAR PUSTAKA

A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Diadit Media

2002

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar

Grafika 2008

Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, Banjarmasin :

Nusa Media 2008

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University

Press 1984

, Simposium Hukum Kedokteran (Medical Law), Jakarta

1993, Badan Pembina Hukum Nasional

J.Guwandi, Dokter, Pasien dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia 1996

Indra Bastian Suryono, Penyelesaian Sengketa Kesehatan, Jakarta : Salemba

Medika 2011

Agus Budianto dan Gwendolyn Ingrid Utama, 2010, Aspek Jasa

Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Perlindungan Pasien, Bandung,

KaryaPutra Darwati

Amiruddin Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta, Raja

Grasindo Persada.

Anny Isfandyarie, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter

Buku I,

130
131

Jakarta, Prestasi Pustaka.

Astrid Susanto, 2006, Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial,

Bandung, BinaCipta.

Bahar Azwar, 2002, Sang Dokter, Jakarta, Kesaint Blank.

Bahder Johan Nasution, 2013, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban

Dokter,Jakarta, Rieneka Cipta.

Celine Tri Siwi, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Sinar

Grafika.

Elly M. Setiadi dan Usman Kholip, 2011, Pengantar Sosiologi Pemahaman

Faktadan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya,

Jakarta, Kencana Prenada Media Group.

Husni Syawali, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar

Maju.

Irving M. Zeitlin, 1998, Memahami Kembali Sosiologi, Yogyakarta, Gajah Mada

University Press.

JURNAL :

Olga Stepani,Perlindungan Hukum Pasien Klinik Kecantikan (studi kasus konflik

dalam Klinik Kecantikan di Semarang), Jurnal Fakultas Hukum

Universitas Negeri Semarang 2017

Siska Diana Sari, Perlindungan Hukum bagi pengguna klinik Kecantikan

Estetika Berdasarkan perspektif hak konstitusional warga

negara, Jurnal Fakultas Hukum Universitas PGRI Madiun

2018
132

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik

ARTIKEL/JURNAL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49553/Chapter%20II.pdf?

sequence=4&isAllowed=y

Desi Arlinda. 2016. Aku Dan


Mukaku.http://lovelylind.blogspot.co.id/2016/02/aku-dankulit mukaku-yang-
eeerrgghh.html
Anonim. 2015. Etika Dan
ProfesiDokterhttps://batambest.files.wordpress.com/2012/05/etika profesi-
dokterisipresentasi2. pdf
Dina Syarifa. 2015. Dokter Kecantikan Dan Dokter Kulit Apa Bedanya.
http://journal.sociolla.com/tips-hacks/dokter-kecantikan-dan-dokter-
kulitapabedanya
Anonim.2015. Apaitu Dermatologi: Gambaran Umum.
https://www.docdoc.com/id/info/specialty/dermatologi.
Selfia Mona Peggystia. 2013. Formulasi dan Teknologi Sediaan Semi
Solid Krim http://selfiamona.blogspot.co.id/2013/10/formulasi-dan-teknologi-
sediaansemi_9939.html
Anonim.https://batambest.files.wordpress.com/2012/05/etika-profesi-
dokter-isipresentasi2. Pdf

Anda mungkin juga menyukai