SKRIPSI
OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS
PELAYANAN DAN JASA PRAKTEK PADA KLINIK
KECANTIKAN (STUDI PADA DURA SKIN CLINIC CENTRE
JAKARTA)
SKRIPSI
Oleh:
NIM : 160200302
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena
dengan berkat dan kasih-Nya penulis masih diberi kesempatan, kesehatan, dan kemudahan dalam
mengerjakan skripsi ini, atas doa yang selalu dipanjatkan yang tiada henti-hentinya oleh kedua
Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana
hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa
hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati
penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
Namun, terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis tidak
terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara;
3. Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing II yang telah yang memberikan bantuan
4. Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara;
5. Dr. Rosnidar Sembiring , SH.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata selama
ii
iii
6. Syamsul Rizal, SH., M,Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah banyak memberikan dedikasi yang sangat besar
kepada penulis serta para pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara;
8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada orang tua
penulis yaitu papa saya Waler Napitupulu dan mama saya Duma Reta yang telah
9. Terima kasih kepada Yosephina Napitupulu selaku kakak saya dan sekaligus sebagai
dokter di klinik Kecantikan DuraSkin yang sangat membantu saya dalam skripsi ini, dan
juga abang saya Yohanes Napitupulu atas semua saran dan nasehatnya selama ini dan
juga adik saya Claudia Napitupulu atas semua supportnya selama ini.
10. Terima kasih kepada EMBTY sahabat saya sedari saya kecil hingga sekarang yaitu Flora
11. Terima kasih kepada teman saya grup Eommaya yaitu Chairunnisa, Elis, Indah dan Dea
12. Terima kasih kepada teman-teman grup Dunia Gemerlap Kota Medan yaitu kak Yola,
bang Tibol, bang Ade, bang Jogal, bang Agung, Bang Dicky, Bang Ibnu, teman
seperjuanganku Fernando Simbolon, Karin, adikku Ezra Grece, Brian dan Rico Surbakti.
13. Terima kasih kepada teman-teman “Hanya Wacana” yaitu Abeb, Kina, Bibi, Melani,
iii
iv
14. Terima kasih juga untuk teman-teman Seperjuangan dalam penulisan skripsi Ody
15. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada mahasiswa dan mahasiswa Grup C Fakultas
Hukum USU angkatan 2016 yang sampai sekarang masih bersama-sama dengan penulis
16. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu karya ilmiah
yang dapat digunakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan datang.
160200302
iv
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
ABSTRAK ........................................................................................................vii
DAFTAR ISI......................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................1
B. Perumusan Masalah................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...............................................7
D. Metode Penelitian...................................................................9
E. Tinjauan Pustaka.....................................................................12
F. Keaslian Penulisan..................................................................27
G. Sistematika Penulisan.............................................................28
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KONSUMEN DAN PARA PIHAK
YANG TERKAIT PADA KLINIK KECANTIKAN
A. Tinjauan Umum tentang Konsumen…………………………………………30
B. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha………………………………………61
C. Tinjauan Umum tentang Klinik………………………………………………74
D. Ruang Lingkup Dokter……………………………………………………….84
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSUMEN TERHADAP
PERJANJIAN YANG TERJADI DALAM KLINIK KECANTIKAN
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian…………………………………………....89
B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Terapeutik………………………………102
C. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Melakukan Jasa…………………………109
D. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum………………………………111
BAB IV TANGGUNG JAWAB KLINIK KECANTIKAN TERHADAP KERUGIAN
KONSUMEN (STUDI KASUS KLINIK KECANTIKAN DURA SKIN)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………...1
B. Saran………………………………………………………………………….12
v
vi
NIM : 160200302
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan
dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat
hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak
manapun.
NIM. 160200302
vi
vii
ABSTRAK
Perkembangan zaman yang semakin pesat tidak hanya menimbulkan suatu kebutuhan
terkait sandang, pangan, dan papan, namun juga melahirkan kebutuhan lain berupa kebutuhan
kecantikan. Hal ini menjadi alasan banyaknya pelaku usaha yang mulai beralih menawarkan jasa
dibidang kecantikan. Namun, dibalik berkembang pesatnya usaha klinik kecantikan, masih
banyak terdapat kekecewaan dan rasa tidak puas konsumen atas pelayanan yang diberikan oleh
pelaku usaha yang dinilai merugikan konsumen. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut
akan dianalisa mengenai peran konsumen dan para pihak yang terkait dalam pelayanan jasa
dalam klinik kecantikan, hubungan konsumen terhadap perjanjian yang terjadi dalam klinik
kecantikan, dan bentuk tanggung jawab klinik kecantikan apabila terjadi kerugian yang dialami
oleh konsumen.
Penelitian ini bersifat yuridis empiris, yaitu kombinasi antara penelitian lapangan dengan
kepustakaan, data yang digunakan adalah data primer yaitu berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara, serta data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif.
Menurut hasil penelitian, hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen pada
klinik kecantikan lahir dari adanya undang-undang, perjanjian terapeutik, dan perjanjian
melakukan jasa. Dari hubungan hukum yang tercipta tersebut, kemudian melahirkan 2 (dua)
macam jenis pertanggungjawaban pelaku usaha, yakni pertanggungajawaban yang diakibatkan
oleh kerugian dalam mengonsumsi produk dan/atau obat-obatan yang dijual, dan
pertanggungjawaban yang disebabkan oleh kerugian atas jasa pelayanan yang dilakukan oleh
tenaga medis (dokter) atau tenaga pelaksana (beautician), baik berupa wanprestasi maupun
perbuatan melawan hukum. Konsumen yang mengalami kerugian dapat menuntut ganti rugi baik
melalui jalur nonlitigasi atau jalur litigasi sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 8
Tahun 1999 pada kenyataannya selama ini belum pernah ada upaya hukum yang dilakukan
konsumen Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Centre Jakarta sampai pada jalur litigasi, sebab
Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Centre Jakarta mengedepankan pertanggungjawaban
berbentuk pelayanan perawatan kesehatan kecantikan sesuai dengan jenis keluhan yang
disampaikan oleh pasien selaku konsumen.
vii
ABSTRACT
The development of increasingly rapid times not only raises a need related to clothing,
food, and shelter, but also gives birth to other needs in the form of beauty needs. This is the
reason for the large number of business actors who began to switch to offering services in the
field of beauty. However, behind the rapid development of the beauty clinic business, there are
still many disappointments and dissatisfied consumers over the services provided by business
actors that are considered detrimental to consumers. Based on the background of the research
will be analyzed on the role of consumers and parties involved in services in beauty clinics,
consumer relations to agreements that occur in beauty clinics, and the form of responsibilities of
beauty clinics in the event of loss experienced by consumers.
According to the results of the study, the legal relationship between businesses and
consumers in beauty clinics was born from the existence of laws, therapeutic agreements, and
agreements to perform services. From the created legal relationship, then gives birth to 2 (two)
types of business actor liability, namely liability caused by losses in consuming products and / or
medicines sold, and liability caused by losses on services performed by personnel medical
(doctor) or executive (beautician), both in the form of defaults and acts against the law.
Consumers who suffer losses can sue for compensation either through non-litigation or litigation
as stipulated in Law No. 8 of 1999, in fact so far there has never been a legal remedy done by
consumers of the DuraSkin Clinic Center Jakarta Beauty Clinic to the litigation route, because
the Clinic Beauty DuraSkin Clinic Center Jakarta puts forward the accountability in the form of
beauty health care services according to the type of complaints submitted by patients as
consumers.
2
USU Faculty of Law students
** First Advisor of the Faculty of Law, University of North Sumatra.
*** Supervisor II of the Faculty of Law, University of North Sumatra
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial maupun ekonomis.Hal ini
termuat dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Kita tahu bahwa
kesehatan sungguh penting bagi diri kita sehingga Negara menjamin kesehatan warga negaranya.
Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, merupakan suatu usaha yang
sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik
fisik maupun non-fisik.Di dalam sistem Kesehatan Nasional disebutkan, bahwa kesehatan
menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan
kompleks.3
Dalam menjalankan praktik kesehatan tidak lepas dari tenaga medis dan tenaga
kesehatan.Dokter sebagai tenaga medis harus memiliki pendidikan dibidang kesehatan serta
perkembangan zaman, saat ini dokter yang dianggap banyak orang ahli dalam hal kesehatan, kini
Hal ini dikarena kasus-kasus mengenai kerugian yang dialami oleh pasien akibat dari
tindakan dokter.Pasien dan dokter memiliki hubungan hukum sehingga membentuk hak dan
kewajiban bagi keduabelah pihak. Adami Chazawi dalam bukunya Malpraktik Kedokteran
menyatakan bahwa hubungan hukum antara pasien dan dokter terdapat dalam apa yang disebut
3
Dr. Bahder Johan Nasution, dalam buku Hukum Kesehatan Pertanggung jawaban Dokter
2
3
kontrak terapeutik. Suatu kontrak terapi dimana pasien harus tunduk dalam hukum perdata
tentang perikatan hukum.Kontrak terapeutik merupakan salah satu bentuk perikatan hukum
timbal balik.4
Dokter yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)
serta telah membuka praktik, pada dasarnya telah melakukan penawaran umum (openbare
aanbod).Aanbod adalah syarat pertama lahirnya kesepakatan sebagai penyebab timbulnya suatu
perikatan hukum. Untuk terjadinya perikatan hukum dokter dan pasien, penawaran itu harus
diikuti penjelasan secara lengkap mengenai berbagai hal seperti diagnosis dan terapi oleh
maka terjadilah perikatan hukum yang dikenal dengan kontrak terapeutik atau transaksi
terapeutik. Persetujuan yang diberikan oleh pasien itu kemudian disebut informed consent.5
Hubungan antara dokter dan pasien dapat dijelaskan bahwa dokter dan pasien memiliki
hubungan yang unik.Dokter dalam hukum konsumen berperan sebagai pemberi jasa pelayanan
kesehatan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan.Dokter yang merupakan pakar
dalam hal kesehatan sedangkan pasien sebagai orang awam.Dokter sebagai orang yang sehat dan
Dengan adanya perikatan didalamnya, hubungan timbal balik yang terjadi seharusnya
yang terjadi tidak demikian.Saat ini kita sering mendengar atau bahkan mengalami keluhan yang
dirasakan oleh pasien akibat dari tindakan yang dilakukan oleh dokter ataupun pemberian obat
yang salah oleh dokter hingga pasien mengalami kerugian.Karena maraknya kasus-kasus
menganai kesalahan yang dilakukan oleh dokter maka perlu adanya perlindungan hukum bagi
4
Ditinjau dari scholar.google.co.id dalam buku Adami, 2007 hal 16
5
Ditinjau dari scholar.google.co.id dalam buku Veronika, 2002 hal 110
3
4
pasien. Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, persoalan
paling krusial untuk dikaji terkait hukum adalah sejauhmana tindakan seorang dokter memiliki
implikasi hukum terhadap kelalaian atau kesalahan profesi kesehatan dan unsur-unsur apa yang
digunakan sebagai indikator atau alat ukur serta unsur yang dapat membuktikan ada tidaknya
Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat tidak hanya menimbulkan suatu
kebutuhan terkait sandang, pangan, dan papan, namun juga melahirkan kebutuhan lain berupa
kebutuhan penampilan. Tanpa disadari, kebutuhan untuk tampil menarik dan cantik sudah
menjalar menjadi suatu kebutuhan yang penting bagi masyarakat, khususnya bagi
wanita.Banyaknya publikasi melalui media cetak dan media eletronik yang menggunakan dan
menampilkan sosok wanita cantik yang berkulit putih, berbadan langsing, berwajah tirus, halus,
dan mulus menjadi suatu sugesti tersendiri bagi mayoritas wanita untuk memiliki wajah dan
penampilan seperti itu.banyak wanita kemudian berlomba-lomba melakukan berbagai cara baik
secara alami maupun modern agar menjadi sosok yang cantik dan menarik. Kebutuhan wanita
untuk menjadi pribadi yang sehat dan cantik semakin meningkat, mereka menyadari bahwa
dibutuhkan suatu proses dan perawatan untuk menjadi lebih cantik dan menarik. Dahulu wanita
melakukan perawatan diri dengan cara-cara yang lebih alami dan tradisional seperti membuat
masker wajah dari bahan-bahan alami, sampai meminum jamu untuk awet muda atau
melangsingkan diri.
Namun hal tradisional tersebut cenderung menghabiskan banyak waktu dan bersifat tidak
instant.Adanya keinginan wanita menjadi cantik sekaligus menarik dengan cepat dan instant
menimbulkan perkembangan tersendiri bagi industri kecantikan. Berbagai macam jasa dibidang
4
5
pesat. Banyak berkembangnya sarana-sarana yang menamakan dirinya sebagai Skin Care, Skin
Center, Skin Clinic, Skin Care Center, Body Care Center,Beauty Clinic, Esthetic Clinic,
Slimming Center, Beauty Center atau BeautySalon dan lain-lain tergantung jenis pelayanan yang
pengaruh-pengaruh globalisasi dunia barat, tidak terkecuali dibidang kecantikan dan fashion
lifestyle. Beragam macam masyarakat dari golongan rendah, menengah, hingga tinggi seperti
pengusaha dan artis yang berdiam di Jakarta menjadi senjata tersendiri bagi industri kecantikan
masyarakat di Jakarta, seperti klinik kecantikan Natasha Skin Care,Dura Skin Clinic Centre, dan
Di kota Medan sendiri pun, banyak bermunculan klinik-klinik skin care yang siap
memberikan jasa dan pelayanan bagi konsumen untuk mempercantik diri dan memanjakan
konsumen dengan menawarkan treatment yang berkualitas dan bermanfaat bagi kulit konsumen.
sisi negatif, diantaranya banyak konsumen yang ternyata tidak cocok dengan jasa dan produk
kecantikan yang ditawarkan oleh klinik kecantikan.Hal ini tentunya menjadi suatu kerugian bagi
konsumen pengguna klinik kecantikan.Kerugian yang dialami konsumen biasanya timbul karena
kurangnya informasi yang diberikan terkait keadaannya serta efek samping dari tindakan yang
dilakukan.Banyak kasus merugikan yang dialami oleh konsumen klinik kecantikan, seperti
5
6
timbulnya iritasi pada wajah setelah menggunakan produk dari klinik kecantikan, iritasi dapat
berupa timbulnya rasa perih dan memerah pada wajah konsumen.Tidak hanya itu, beberapa
konsumen klinik kecantikanpun pernah merasa keberatan manakala saat dilakukan pelayanan
perawatan terdapat tindakan dokter atau beautician yang kurang memuaskan, seperti beautician
terlalu keras menekan wajah konsumen saat melakukan facial wajah, sehingga menimbulkan
rasa sakit dan ketidakpuasaan terhadap konsumen.Hal seperti ini dapat terjadi manakala terdapat
kondisi dan/atau sesitivitas pasien yang berbeda-beda maupun karena kelalaian dari pihak klinik
justru mengeluhkan produk dan/atau jasa yang diberikan oleh sebuah klinik kecantikan.
preventif dan represif.Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum yang biasanya
adanya aturan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh konsumen
dan pelaku usaha.Perlindungan hukum represif adalah perlindungan hukum akhir berupa sanksi
akibat terjadinya pelanggaran atau sengketa, seperti kewajiban untuk melaksanakan ganti rugi
Salah satu bentuk aplikasinya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
klinik kecantikan memiliki hak untuk mendapat perlindungan hukum apabila terdapat akibat-
akibat dari proses perawatan yang merugikan dirinya. Perlindungan hukum tersebut lahir dari
suatu hubungan hukum yang mengikat antara klinik kecantikan dengan konsumen, dimana
hubungan hukum terjadi sejak konsumen datang ke klinik kecantikan dan mendapat penjelasan
6
Ditinjau dari.academia.edu tentang Perlindungan hukum konsumen diakses pada tanggal 8 Februari 2020
Pukul 18.00
6
7
dari dokter terkait keadaannya serta bagaimana penanganan dan efek-efek selanjutnya.Selain
dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
kewajiban antara konsumen denganpelaku usaha, agar menjunjung tinggi rasa aman terhadap
konsumen klinikkecantikan, serta menjunjung tinggi rasa tanggung jawab pelaku usaha terhadap
produk dan jasa yang ditawarkannya. Klinik kecantikan selaku pelaku usaha menyadari bahwa
mereka harus dapat menjamin hak-hak konsumennya terpenuhi dalam berbagai bidang.7
kerugian-kerugian yang diderita konsumen terkait penggunaan produk dan/atau jasa dari sebuah
klinik kecantikan.Ketika mengalami kerugian, konsumen dapat melakukan upaya hukum agar
tercapai keadilan bagidirinya dan klinik kecantikan selaku pelaku usaha wajib untuk
bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi.Penulis sebagai salah satu konsumen yang terbilang
perlindungan konsumen terhadap pelayanan jasa yang terdapat dalam Klinik Kecantikan
tersebut.
menggunakan produk dan/atau jasa Klinik Kecantikan Beauty Skin Care Center Jakarta hingga
upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen, serta mengangkat permasalahan ini kedalam
7
Ditinjau dari etd.repository.ugm.ac.id diakses pada tanggal 4 Februari 2020 Pukul 17.00
7
8
tulisannya yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pelayanan Dan
Jasa Praktek Pada Klinik Kecantikan (Studi Pada Dura Skin Clinic Centre Jakarta).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, berbagai persoalan yang timbul atau yang
1. Bagaimana peran konsumen dan para pihak yang terkait dalam pelayananan jasa
di klinik kecantikan?
kecantikan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Objektif :
1) Untuk mengetahui sejauh mana peran konsumen dan para pihak yang terkait dalam
3) Mengetahui dan menganalisis bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh Klinik
Kecantikan Dura Skin Clinic Centre Jakarta terhadap konsumen apabila terjadi kerugian
yang disebabkan oleh pelayanan jasa perawatan dan/atau produk Klinik Kecantikan Dura
8
9
Tujuan Subyektif :
Untuk memperoleh data serta informasi yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti
dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar
kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini mempunyai manfaat, baik secara akademis maupun secara praktis.Adapun
1. Manfaat Akademis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan hukum di
dalam bidang Hukum Perdata, khususnya bagi mahasiswa agar kritis terhadap masalah
hukum sekaligus dapat menemukan solusi hukum terkait dengan perlindungan konsumen
yang berbasis teknologi pada sektor pelayanan kesehatan dan perawatan kecantikan.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum khususnya hukum kedokteran, yang
sendiri dan diharapkan dapat menjembatani antara kepentingan hukum dan kepentingan
kesehatan yang ada di masyarakat. Karena dengan adanya hubungan baik antara dokter
dan pasien maka timbul rasa saling percaya dan saling menaati hak dan kewajiban sendiri
khususnya antara dokter dan pasien. Dengan skripsi ini masyarakat tau akan haknya jika
berhubungan dengan dokter dan pelayanan kesehatan lainnya jadi masyarakat dapat
9
10
memilih cara pengobatan apa dan metode pelayanan jasa apa yang ia percayai untuk
mempercantik wajahnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Menjadi masukan dan/atau panduan bagi profesi yang bergerak di sector kesehatan
kecantikan, baik dokter, maupun beautician dalam pelayanan kesehatan dan perawatan
kecantikan, sehingga pelayanan dan perawatan yang diberikan sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku dan tidak merugikan pasien atau pengguna produk dan jasaselaku
praktik, yang berguna untuk mahasiswa fakultashukum pada khususnya dan masyarakat
E. Metode Penelitian
Metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah yang dimiliki dan dilakukan oleh
peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi
pada data yang telah didapatkan tersebut. Metode penelitian memberikan gambaran rancangan
penelitian yang meliputi antara lain: prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu
penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa data-data tersebut diperoleh dan selanjutnya
Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi penelitian hukum yang digunakan penulis
adalah Metode Penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum
10
11
primer, yaitu melakukan wawancara dengan narasumber yang terkait, sementara hukum
normative yaitu melakukan suatu kajian terhadap peraturan perundang-undangan serta bahan-
1. Spesifikasi Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian hukum normative. Dalam hal penelitian hukum
hukum yang berhubungan dengan judul penulis ini yaitu “Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Atas Pelayanan Dan Jasa Praktek Pada Klinik Kecantikan “Studi Pada Dura Skin
2. Metode Pendekatan
terapeutik.
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian untuk penelitian skripsi ini, penulis mengambil lokasi di Dura Skin
Clinic Centre Jakarta yang terletak di Jalan Kaji No. 36, Petojo Utara, Kecamatan Gambir , Kota
Jakarta Pusat.
skripsi ini ditempuh melalui cara penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini,
ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar terhadap substansi pembahasan dalam penulisan
11
12
skripsi ini. Tujuan penelitian kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder yang
meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan metode induktif dan deduktif yang berpedoman kepada bagaimana implementasi
perlindungan hukum terhadap konsumen atas pelayanan jasa klinik kecantikan. Analisis
deskriptif artinya penulis berusaha semaksimal mungkin untuk memaparkan data-data yang
sebenarnya.
Metode deduktif artinya cara analisis dari kesimpulan umum atau generalis yang
diuraikan menjadi contoh-contoh konkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau
generalis tersebut. Metode deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian
berangkat dari sebuah teori yang kemudian dibuktikan dengan pencarian fakta.
Metode induktif artinya contoh konkrit dan fakta diuraikan terlebih dahulu, lalu
kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau generalisasi. Pada metode induktif data
F. Tinjauan Pustaka
i. Pengertian Konsumen
Konsumen berasal dari istilah asing, Inggris costumer dan Belanda consument secara
harafiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau
8
Ditinjau dari www.awangramadhani/metode-penelitian.com diakses pada tanggal 8 januari 2020 pukul 08.00
12
13
menggunakan jasa tertentu” atau ‘sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah end user / pengguna terakhir,
Guidelines for Customer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh Persatuan Bangsa-
Bangsa (PBB) menyatakan “Konsumen dimanapun mereka berada, dari segala bangsa,
mempunyai hak-hak dasar sosialnya.” Yang dimaksud hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk
mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur. Hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak
untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia (cukup pangan dan papan), Hak untuk
mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan, dan
hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB menghimbau seluruh anggotanya untuk
9
Arrianto Mukti Wibowo,et.al., Kerangka Hukum Digital Signature Dalam Electronic Commerce,Grup Riset
Digital Security
10
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
11
Tini Hadad, Dalam AZ.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. II, hlm vii
12
Husni Syawali, Ed, op.cit., hlm 7
13
14
Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan
menyesatkan.
Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen
dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.
Secara umum, Tanggung Jawab Produk adalah suatu konsepsi hukum yang intinya
Apakah yang dimaksud dengan cacat produk? Di Indonesia, cacat produk atau produk yang cacat
didefinisikan sebagai berikut: “Setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya
baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi
dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta
Cacat produk atau manufaktur adalah keadaan produk yang umumnya berada dibawah
tingkat harapan konsumen. Atau dapat pula cacat itu demikian rupa sehingga dapat
Cacat peringatan atau instruksi adalah cacat produk karena tidak dilengkapi dengan
Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan
“Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum mapun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
14
15
kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bidang ekonomi.”
Penjelasan “Pelaku Usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan,
cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer dan sebagainya. Cakupan luasnya
pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku
usaha dalam Masyarakat Eropa terutama Negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi
sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi (finished product), penghasilan bahan baku,
pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan
mencantumkan namnya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan
produk asli, pada produk tertentu, importer suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan,
disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan,
pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importer tidak dapat ditentukan.13
Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut , akan memudahkan konsumen
menuntut ganti kerugian Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu
kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat
digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya UUPK tersebut memberikan rincian
sebagaimana dalam Directive (pedoman bagi Negara Masyarakat Uni Eropa), sehingga
konsumen dapat lebih mudah lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan
jika ia dirugikan akibat penggunaan produk Dalam Pasal 3 Directive ditentukan bahwa :14
13
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen hlm.9
14
Ahmad Miru, “Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia”, hlm 31
15
16
a. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat
dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu
tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen.
b. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu
produk untuk dijual, dipersewakan, atau untung leasing, atau setiap bentuk pengedaran
dalam usaha perdagangannya dalam Masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen
dalam arti Directive ini, dan akan bertanggung gugat sebagai produsen.
c. Dalam hal produsen atau suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap
orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak begitu lama mengenai identitas
produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan
berlaku dalam kasus barang/ produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak
menunjukkan identitas importir sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama
produsen dicantumkan.
Konsumen
konsumen telah terbit yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Sekalipun demikian Undang-
Undang No 8 Tahun 1999 ini memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa “kesemua undang-
undang yang ada dan berkaitan dengan perlindungan konsumen tetap berlaku, sepanjang tidak
bertentangan atau telah diatur khusus oleh undang-undang.” Karena itu, tak dapat lain haruslah
16
17
mungkin atau dapat mengatur dan/atau melindungi hubungan dan/atau masalah konsumen
dengan penyedia barang atau jasa. Sebagai akibat dari penggunaan peraturan perundang-
undangan umum ini, dengan sendirinya berlaku pulalah asas-asas hukum yang terkandung di
dalamnya pada berbagai pengaturan dan/atau perlindungan konsumen tersebut. Padahal, nanti
akan ternyata, beberapa di antara asas hukum tersebut tidak cocok untuk memenuhi fungsi
bersangkutan.
“...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
Umumnya, sampai saat ini, orang bertumpu pada kata “segenap bangsa” sehingga ia
diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas pesatuan bangsa). Tetapi
di samping itu, dari kata “melindungi”, didalamnya terkandung pula asas perlindungan (hukum)
pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu, tentulah bagi
segenap bangsa, tanpa terkecuali, baik ia laki-laki atau perempuan, orang kaya atau orang
miskin, orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan, dan pengusaha/pelaku usaha atau
konsumen.
17
18
Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan termuat dalam Pasal 27 ayat (2)
“Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi
dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. Penghidupan yang layak, apalagi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, merupakan hak dari warga negara dan hak semua orang. Itu
hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah
menetapkan berbagai Ketetapan MPR, khusunya sejauh tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir
Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1993 (TAP-MPR) makin jelas kehendak rakyat atas
adanya perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda-beda, pada masing-
masing ketetapan.
1988 “menjamin” kepentingan konsumen, maka pada tahun 1993 digunakan isitlah “melindungi”
penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan menguntungkan, menjamin, atau melindungi
Salah satu yang menarik dari TAP-MPR 1993 ini adalah disusunnya dalam satu napas,
dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen dan konsumen. Susunan kalimat itu berbunyi:
18
19
Dengan susunan kalimat demikian, terlihat lebih jelas arahan Majelis Permusyawaratam
Rakyat tentang kekhususan kepentingan produsen (dan semua pihak yang dipersamakan
Sifat kepentingan khas produsen (lebih tepat pelaku usaha atau pengusaha) telah
ditunjukkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di muka telah diterangkan bahwa pengusaha
dalam menjalankan kegiatan memproduksi atau berdagang, menggunakan barang atau jasa
sebagai bahan baku,bahan tambahan, bahan penolong, atau bahan pelengkap. Kepentingan
mereka dalam menggunakan barang atau jasa adalah untuk kegiatan usaha memproduksi dan
atau berdagang itu, adalah untuk meningkatkan pendapatan atau penghasilan mereka (tujuan
komersial).
Kepentingan konsumen dalam kaitan dengan penggunaan barang dan/atau jasa, adalah
agar barang/jasa konsumen yang mereka peroleh, bermanfaat bagi kesehatan/keselamatan tubuh,
keamanan jiwa dan harta benda, diri, keluarga dan/atau rumah tangganya (tidak membahayakan
atau merugikan mereka). Jadi yang menonjol dalam perlindungan kepentingan konsumen ini
adalah perlindungan pada jiwa, kesehatan, harta dan atau kepentingan kekeluargaan konsumen.
Meskipun diakui bahwa persaingan merupakan suatu yang biasa dalam dunia usaha,
Dengan hukum perdata dimaksud adalah hukum perdata dalam arti luas, termasuk hukum
perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan
perundang-undangan lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum
19
20
Perdata (KUHPer).16 Disamping itu, tentu saja juga kaidah-kaidah hukum perdata adat, yang
tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan-pengadilan dalam perkara-perkara tertentu. Patut
kiranya diperhatikan kenyataan yang ada dalam pemberlakuan berbagai kaidah hukum perdata
tersebut.
Perdata (BW) tidak sebagai undang-undang tetapi sebagai suatu dokumen yang hanya
menggambarkan suatu kelompok hukum tak tertulis”.17 Dan selanjutnya menganggap tidak
berlaku beberapa pasal dari KUHPer. Tetapi untuk selebihnya, dalam pengalaman di pengadilan
sepanjang kemerdekaan sampai waktu ini, KUHPer tampak seperti lebih dominan berlakunya
dibandingkan dengan kaidah-kaidah hukum adat atau kaidah-kaidah hukum tidak tertulis, dan
KUHPer memuat berbagai kaidah hukum berkaitan dengan hubungan-hubungan hukum dan
masalah-masalah antara pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa dan konsumen pengguna
barang-barang atau jasa tersebut. Terutama buku kedua, buku ketiga, dan buku keempat memuat
berbagai kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang atau
jasa konsumen tersebut. Begitu pula dalam KUHD, baik buku pertama, maupun buku kedua,
mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari, khususnya (jasa) dan pelayanan.
Hubungan hukum perdata dan masalahnya dalam lingkungan berlaku Hukum Adat,
sekalipun sudah sangat berkurang, masih tampak hidup dan terlihat dalam berbagai putusan
20
21
antara penyedia barang atau jasa dan konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak
bersamaan hukum yang berlaku bagi mereka, dapat diperlakukan Hukum Internasional dan asas-
asas Hukum internasional, khususnya Hukum Perdata Internasional, memuat pula berbagai
kaidah hukum yang mempengaruhi dan/atau termasuk dalam bidang hukum perdata. Antara lain
tentang siapa yang dimaksudkan sebagai subjek hukum dalam suatu hubungan hukum
konsumen, hak-hak dan kewajiban masing-masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang
terjadi dalam sengketa antara konsumen dan penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa yang
Dengan hukum publik dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara
negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan. 18
Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan atau hukum hukum
perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara
perdata, dan atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata
internasional.
Segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang hukum publik
itu sepanjang berkaitan dengan hubungan hukum konsumen dan/atau masalahnya dengan
hubungan hukum konsumen dan/atau masalahnya dengan penyedia barang atau penyelenggara
jasa, dapat pula diberlakukan. Dalam kaitan ini antara lain ketentuan perizinan usaha, ketentuan-
18
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, P.N. Balai Pustaka,
Jakarta,1979, Halaman 10
21
22
ketentu pidana tertentu, ketentuan-ketentuan hukum acara dan berbagai konvensi dan atau
selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, hukum internasional khususnya hukum
perdata internasional, dan hukum acara perdata serta hukum acara pidana paling banyak
berlaku umum), baik hukum perdata maupun hukum public, dapat digunakan untuk
menyelesaikan hubungan dan atau masalah konsumen dengan penyedia barang atau
penyelenggara jasa, tetapi hukum umum ini ternyata mengandung berbagai kelemahan tertentu,
dan menjadi kendala bagi konsumen atau perlindungan konsumen. Tetapi hukum umum ini
ternyata mengandung berbagai kelemahan tertentu dan menjadi kendala bagi konsumen atau
Hal ini mudah dipahami karena pada saat undang-undang itu diterbitkan dan diberlakukan di
Indonesia, tidak dikenal istilah consumen atau consument (istilah Inggris dan Belanda). Di
Negeri Belanda istilah koper atau huuder (istilah Belanda yang berarti pembeli atau penyewa)
digunakan dalam perundang-undangannya. Oleh karena itu, dalam KUH Perdata kita
menemukan istilah-istilah pembeli (koper, Pasal 1457 dan seterusnya KUH Perdata), penyewa
(hurder, Pasal 1548 dan seterusnya), penitip barang (bewaargever, Pasal 1694 dan seterusnya),
peminjam (verbruiklener, Pasal 1754 dan seterusnya), dan sebagainya. Adapun Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang ditemukan istilah tertanggung (verzekerde, Pasal 246 dan seterusnya
Buku Kesatu) dan penumpang (opvarende, Pasal 341 dan seterusnya Buku Kedua).
19
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H.,M.Hum. dalam buku “Hukum Perlindungan Konsumen”
22
23
2) Semua Subjek Hukum tersebut adalah Konsumen, Pengguna Barang dan/atau Jasa
Konsumen itu sendiri terdiri dari dua jenis yang berbeda kepentingan dan tujuan dalam
penggunaan barang atau jasanya. Para pengusaha yang disebut juga sebagai konsumen antara
mempunyai tujuan dan kepentingan tersendiri. Demikian pula dengan konsumen akhir.
Subjek hukum pembeli, penyewa, tertanggung atau penumpang terdapat dalam KUH
Perdata dan KUHD, tidak membedakan apakah mereka itu sebagai konsumen akhir atau
konsumen antara. Keadaan mempersamakan saja kedudukan hukum dari mereka yang berbeda
kepentingan dan tujuannya secara formal memang memikat, tetapi secara materiil akan terlihat,
tertentu dalam hubungan hukum atau masalah mereka satu sama lain.
3) Hukum Perjanjian (Buku ke-3 KUH Perdata) Menganut Asas Hukum Kebebasan
Asas kebebasan berkontrak memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan
berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua pihak, dengan
syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya suatu persetujuan tetap dipenuhi (Pasal 1320).
Dengan sistem terbuka, setiap orang dapat mengadakan sembarang perjanjian, bahkan dengan
bentuk-bentuk perjanjian lain dari apa yang termuat dalam KUH Perdata (berbeda dengan sistem
tertutup yang dianut Buku Ke-2 KUH Perdata). Keadaan ini kemudian diimbuhi pula dengan
catatan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap, jadi setiap orang dapat saja
mengadakan persetujuan dalam bentuk lain dari yang disediakan oleh KUH Perdata.
Dengan asas kebebasan berkontrak, sistem terbuka dan bahwa hukum perjanjian itu
merupakan hukum pelengkap saja, lengkaplah sudah kebebasan setiap orang untuk mengadakan
perjanjian, termasuk perjanjian yang dipaksakan kepadanya. Kalau yang mengadakan perjanjian
23
24
adalah mereka yang seimbang kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan/atau kemampuan
daya saingnya, mungkin masalahnya menjadi lain. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu para pihak
tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya atas pihak yang
lebih lemah.
Pengalaman nyata memang menunjuk pada keadaan itu. Berbagai penelitian termasuk
penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1973-1985, yang kemudian dijadikan
dasar dari keputusan Sidang Umum PBB pada tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen,
merupakan pihak yang lemah tersebut. Dilengkapi dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, khususnya
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi kegiatan bisnis
dimana pun di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Berbagai produk konsumen, bentuk usaha
dan praktik bisnis yang pada masa diterbitkannya KUH Perdata dan KUHD belum dikenal, kini
sudah menjadi pengalaman kita. Beberapa hal pokok tentang subjek hukum dari suatu perikatan,
bentuk perjanjian baku, perikatan beli sewa, kedudukan hukum berbagai praktik niaga lainnya
yang tumbuh karena kebutuhan atau kegiatan ekonomi, tidak terakomodasi secara sangat rumit
Begitu pula bentuk-bentuk perikatan yang tampaknya berasal dari negara-negara yang
menggunakan sistem hukum berbeda (Anglo Saxon), karena kebutuhan telah pula dipraktikkan
dan kadang-kadang tanpa persyaratan dan pembatasan yang menurut hukum berlaku bagi
24
25
perikatan di negeri asalnya. Pencampuradukan sistem hukum yang melanda masyarakat karena
5) Hukum Acara
Hukum acara yang dipergunakan dalam proses perkara perdata pun tidak membantu konsumen
dalam mencari keadilan. Pasal 1865 KUH Perdata menentukan pembuktian hak seseorang atau
kesalahan orang lain dibebankan pada pihak yang mengajukan gugatan tersebut. Beban ini lebih
banyak tidak dapat dipenuhi dalam hubungan antara konsumen dan penyedia barang atau
penyelenggara jasa pada masa kini. Hal ini terutama karena tidak pahamnya konsumen atas
pembuatan produk, sistem pemasaran yang digunakan, maupun jaminan purna jual yang
digunakan oleh pelaku usaha. Proses produksi dan pemasaran produk yang makin canggih,
kerahasiaan perusahaan dan tanggung jawab perusahaan yang hanya pada pemegang sahamnya
saja, memperbesar jarak antara konsumen dengan produk konsumen yang ia gunakan di samping
didapatkan putusan yang efektif, ditambah dengan beban pembuktian merupakan kendala bagi
Dianut dari KUH Perdata/KUHD dan falsafah hukum yang sekarang harus dijadikan pangkal
tolak pemikiran hukum kita yang sama sekali sudah tidak sejalan lagi. Doktrin yang dianut KUH
Perdata/KUHD adalah liberalism. Adapun doktrin, falsafah Indonesia adalah Pancasila yang
25
26
7) Hukum Publik
Sesuai fungsinya menurut hukum, mempunyai peran yang sangat membantu upaya perlindungan
konsumen, seperti juga bagi pengusaha yang jujur dan beritikad baik. Tindakan administrasi
yang dijalankan oleh instansi berwenang terhadap mereka yang melanggar ketentuan dari
jujur dan beritikad baik dari perilaku pelaku usaha yang menyimpang atau melanggar hukum dan
Pengertian Klinik
Bagian rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis
medis serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan pengamatan terhadap kasus penyakit yg
diderita para pasien dan sebagai balai pengobatan khusus dan merupakan organisasi kesehatan yg
bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya
dermatologi. Dermatologi (dari bahasa Yunani: derma yang berarti kulit) adalah cabang
kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang berhubungan dengan kulit seperti
Jadi, dapat disimpulkan, klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan
pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya.
20
Dendy Sugono. Kamus Bahasa Indonesia, Hal 733. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
26
27
Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak dijumpai di wilayah ibukota adalah klinik
kecantikan yang mengkombinasikan pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi
Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah facial. Perawatan
facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai perawatan kulit, termasuk: penguapan,
pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion, pengunaan masker, dan pemijatan.21 Biasanya dilakukan di
Karakteristik Jasa
Artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum dibeli.
Orang yang mengalami perawatan kulit tidak dapat melihat hasil yang sesungguhnya sebelum ia
membeli jasa tersebut. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari bukti akan
mutu jasa tersebut. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai mutu dari tempat, orang-orang,
Karena itu, penyedia jasa bertugas mengelola bukti tersebut untuk mewujudkan
sesuatuyang tidak berwujud. Perusahaan jasa dapat berupaya menunjukkan mutu layanan melalui
bukti fisik dan presentasi. Dura Skin Clinic Centre untuk mempromosikan diri dengan slogan
citranya “make people beautiful and happy”. Dengan layanan yang prima, pelanggan akan “feel
great” dan setelah melewati masa perawatan mereka akan “look great”.
Cara yang ditempuh yaitu dengan mendesain pesan yang in line dengan daya saing
sekaligus diferensiasi Dura Skin Clinic Centre, yaitu strerilitas dan higienitas. Karena selama ini
tidak banyak yang tau bahwa fasial menjadi awal penularan virus HIV dan hepatitis karena ada
21
Ditinjau darin http://wikipedia.com; internet; accesed 10 januari 2020
27
28
tahapan-tahapan yang memberikan peluang bagi terkontaminasinya darah. Hal itu menjadi
Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Karena klien tersebut juga
hadir pada saat jasa perawatan kulit dilakukan, interaksi penyedia jasa merupakan ciri khusus
penawaran jasa. Dengan menyadari hal ini maka Dura Skin Clinic Centre akan fokus pada
produk dan layanan yang bagus. Apabila produk dan layanan yang bagus, maka akan timbul
kepercayaan pada pelanggan dan kemudian mereka akan merekomendasikan kepada orang lain.
Karena bergantung pada siapa yang memberikannya serta kapan dan dimana diberikan,
jasa sangat bervariasi. Contoh : beberapa dokter memiliki keramahan yang sangat baik dengan
Jasa klinik kecantikan Dura Skin Clinic Centre tidak dapat disimpan. Pasien yang telah
melakukan konsultasi atau pemeriksaan di Dura Skin Clinic Centre tidak bisa menyimpan jasa
G. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjana hukum. Sebelum
mengajukan judul ini, penulis terlebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi
lainnya untuk menemukan masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang ditentukan
oleh Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Perdata, penulis terlebih dahulu
mengajukan judul ini kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan
28
29
dan kemudian melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas hukum untuk menghindari
pembahasan masalah yang berulang. Dari hasil pengecekan di perpustakaan fakultas maka
dinyatakan tidak ada judul yang sama persis sebelumnya. Dengan demikian, maka penulisan ini
Apabila diluar pengetahuan penulis ternyata telah ada penulisan yang serupa, maka
diharapkan penulisan ini dapat saling melengkapi serta menambah literature ilmu hukum
H. Sistematika Penulisan
Seluruh uraian yang ada dalam penyusunan skripsi ini, dikemukakan secara sistematis
yang terdiri atas beberapa bab dan masing-masing terdiri dari beberapa sub dengan tujuan untuk
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, tinjauan pustaka, keaslian penulisan dan sistematika
penulisan.
Dalam bab ini berisikan empat sub bab yaitu pengertian konsumen, sub bab kedua
yaitu tentang pelaku usaha, kemudian pada bab ketiga yaitu tentang pengertian klinik dan klinik
kecantikan dan pada bab keempat yaitu tentang ruang lingkup dokter dalam klinik kecantikan.
29
30
Dalam bab ini berisikan mengenai tinjauan umum mengenai perjanjian yang terjadi
antara konsumen dan klinik kecantikan, pada bab ini terdiri dari empat sub bab yang terdiri atas
sub bab pertama yaitu pengertian perjanjian, sub bab kedua yaitu pengertian perjanjian
terapeutik, sub bab ketiga yaitu tentang pengertian perjanjian melakukan jasa dan sub bab
Pada bab ini berisikan mengenai sejarah berdirinya Dura Skin Clinic Centre,
tanggung jawab Dura Skin Clinic Centre terhadap konsumen yang mengalami kerugian dan
tentang upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen jika mengalami kerugian akibat pelayanan
BAB V : PENUTUP
Sebagai bab penutup yang merupakan rangkaian inti dari seluruh isi bab-bab yang
30
BAB II
1. Pengertian Konsumen
Kata konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer. Dalam bahasa Belanda,
istilah konsumen disebut dengan consument. Konsumen secara harfiah adalah “orang yang
memerlukan, membelanjakan atau menggunakan; pemakai atau pembutuh.”18 Istilah lain yang
dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (Inggris: buyer, Belanda: koper). Istilah koper ini
dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen secara
hukum tidak hanya terbatas kepada pembeli. Bahkan,jika disimak secara cermat pengertian
konsumen sebagaimana di dalam Pasal 1 angka 2 UUPK, di dalamnya tidak ada disebut kata
Indonesia, menjelaskan istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada pasal
disebut dengan UUPK). UUPK menyatakan “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”23 Kamus Umum
Bahasa Indonesia mendefinisikan konsumen sebagai lawan produsen, yakni pemakai barang-
barang hasil industri, bahan makanan dan sebagainya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (diberlakukan 5 Maret
22
N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cet. ke-1, (Bogor: Grafika
Mardi Yuana, 2005), hal. 23.
23
Zulham, S.Hi, M.Hum,Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2013), hal.
15.
32
2000). Undang-undang ini memuat suatu definisi tentang konsumen yaitu “Setiap pemakai dan
atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan orang lain.”24Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Luasnya
pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana oleh Mantan Presiden Amerika Serikat, John
F. Kennedy yang mengatakan bahwa, “Consumers by definition include us all.”25 Pakar masalah
konsumen di Belanda, Hondius, menyimpulkan para ahli hukum pada umumnya sepakat
mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uitendelijke
gebruiker van goederen en diensten).Dengan rumusan itu Hondius ingin membedakan antara
konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dengan konsumen pemakai terakhir.
Konsumen dalam arti luas mencakup pada kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit
hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Di Perancis, berdasarkan doktrin dengan
yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan sebagai, “The person who obtains good or
didefinisikan secara lebih luas, yaitu “Any individual or company who is the ultimate buyer or
user of personal or real property, products, services, or activities, regardless oh whether the
1. Konsumen secara umum adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa
24
Lihat lebih lanjut pada Pasal 1 huruf o Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
25
Mariam Darus Badruldzaman, Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Pandang Perjanjian Baku
(Standar), dalam BPHN. Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Binacipta, 1986),
hal. 57
32
33
2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa untuk
digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan
komersial);
3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan
barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau
Terhadap barang dan/atau jasa yang digunakan, tergantung pada konsumen mana
yang dimaksudkan. Bagi konsumen antara barang dan jasa itu adalah barang atau jasa kapital,
berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya
(produsen). Jika dia distributor atau pedagang, berupa barang setengah jadi atau barang jadi yang
menjadi dagangan utamanya. Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa itu di pasar
industri atau pasar produsen. Sedangkan bagi konsumen akhir, barang dan/atau jasa itu adalah
barang atau jasa konsumen yaitu barang atau jasa yang biasanya digunakan untuk memenuhi
Barang atau jasa ini pada umumnya diperoleh di pasar-pasar, dan terdiri dari barang
atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah tangga masyarakat.27 Unsur tersebut untuk
membuat barang atau jasa lain dan atau diperdagangkan kembali merupakan pembeda antara lain
konsumen antara (produk kapital) dan konsumen akhir (produk konsumen), yang penggunaannya
bagi konsumen akhir adalah untuk diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya, unsur inilah yang
penggunaan sesuatu produk untuk keperluan atau tujuan tertentu yang menjadi tolok ukur dalam
26
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Daya Widya, 1999), hal. 13.
27
Ibid.
33
34
Konsumen diartikan tidak hanya pada individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan
yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik disini, konsumen tidak harus
terikat dalam hubungan jual-beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan
hukum yang lebih bersifar mengatur dengan diimbuhi perlindungan tersebut, merupakan
pertimbangan tentang perlunya pembedaan dari konsumen itu. Pada umumnya, diperoleh di
pasar-pasar konsumen, dan terdiri dari barang atau jasa yang umumnya digunakan di dalam
konsumen, kita perlu kembali melihat pengertian konsumen dalam pasal 1 angka 2 UUPK.
Konsumen adalah :
1. Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai
pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya,
orang individual yang lazim disebut natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum
(rechtspersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk “pelaku usaha” dalam
pasal 1 angka 3 UUPK yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon diatas,
dengan menyebutkan kata-kata : “orang perseorangan atau badan usaha.” Tentu yang paling
tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun,
konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna lebih luas daripada badan hukum.
UUPK tampaknya berusaha menghindari penggunaan kata “produsen” sebagai lawan dari kata
“konsumen.” untuk itu, digunakan kata “pelaku usaha” yang bermakna lebih luas. Istilah terakhir
ini dipilih untuk memberi arti sekaligus bagi kreditur (penyedia dana), produsen, penyalur,
34
35
penjual dan terminologi lain yang lazim diberikan. Bahkan, untuk kasus-kasus spesifik seperti
dalam kasus periklanan, pelaku usaha ini juga mencakup perusahaan media, tempat iklan itu
ditayangkan.
2. Pemakai
konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer).Istilah pemakai dalam hal ini tepat
digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa yang
dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen
tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh
barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku
usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract). Dapat dilihat bahwa konsumen tidak
hanya sekedar sebagai pembeli saja tetapi semua orang (perseorangan atau badan usaha) yang
mengkonsumsi jasa dan/atau barang. Keterkaitan disini adalah dimana pelaku usaha dan
konsumen tidak hanya sebatas pada transaksi jual beli saja melainkan di saat konsumen tersebut
ikut dalam menikmati manfaatdari barang atau jasa yang diberikan oleh si pelaku usaha,
sehingga pada saat suatu nanti apabila dia merasa dirugikan maka dapat mengajukan klaim atas
ketidaknyamanan terhadap barang atau jasa yang didapatnya dari pelaku usaha tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa konsumen berdasarkan directive adalah pribadi yang menderita kerugian
(jiwa, kesehatan maupun benda) akibat pemakaian produk yang cacat untuk keperluan
pribadinya. Jadi, konsumen yang dapat memperoleh kompensasi atas kerugian yang dideritanya
35
36
Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut
digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa, semula kata
produk hanya mengacu pada pengertian barang. Dalam dunia perbankan, misalnya istilah produk
dipakai juga untuk menamakan jenis-jenis layanan perbankan. UUPK mengartikan barang
sebagai setiap benda, baik berwujud ataupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
dimanfaatkan.” Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. pengertian
“disediakan bagi masyarakat” menunjukkan jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat.
Artinya, harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus
(tertutup) dari individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut. Kata-kata “ditawarkan
kepada masyarakat” itu harus ditafsirkan sebagai bagian dari suatu transaksi konsumen. Artinya,
seseorang yang karena kebutuhan mendadak lalu menjual rumahnya kepada orang lain, tidak
dapat dikatakan perbuatannya itu sebagai transaksi konsumen, si pembeli tidak dapat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran
(lihat juga bunyi pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK). Dalam perdagangan yang makin kompleks
dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya,
36
37
dahulu sebelum bangunannya jadi. Bahkan, untuk jenis-jenis transaksi konsumen tertentu, seperti
5. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup Lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan
makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas
pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga,
tetapi juga barang dan/atau jasa itu untuk diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan
keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dari sisi teori
kepentingan, setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya. Oleh sebab itu,
penguraian unsur itu tidak menambah makna apa-apa karena pada dasarnya tindakan memakai
suatu barang dan/atau jasa (terlepas ditujukan untuk siapa dan makhluk hidup lain), juga tidak
terlepas dari kepentingan pribadi. Seseorang yang membeli makanan untuk kucing
peliharaannya, misalnya berkaitan dengan kepentingan pribadi orang itu untuk memiliki kucing
yang sehat.
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas yakni hanya konsumen akhir. Batasan
itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen berbagai negara. Secara teoritis
hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen
Berkaitan dengan itu maka konsumen dalam mendapatkan barang atau jasa yang
diinginkannya tersebut berasal dari pelaku usaha, istilah pelaku usaha umumnya lebih dikenal
dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah “setiap orang atau badan usaha yang menjalankan
37
38
masyarakat luas selaku konsumen”, pengusaha memilki arti luas, tidak semata-mata
Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.
Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar masyarakat bisa bertindak sebagai
konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya apabila terjadi suatu tindakan yang tidak adil
terhadapnya, maka secara spontan ia akan dapat menyadari hal tersebut lalu segera mengambil
tindakan untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya akan berdiam diri
ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. Instrumen peraturan
nasional yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen ialah UUPK. Adapun hak-hak
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barangdan/atau jasa;
b. hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan
c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
28
Shidarta, dalam buku Op.Cit.,hal. 16-27.
38
39
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensai, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 UUPK lebih luas daripada hak
dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat John F.
Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 Maret 196229, yaitu terdiri atas :
b. hak memilih;
Selain hak-hak yang disebutkan itu,ada juga hak untuk di lindungi dan akibat negatif
persaingan curang.30 Akhirnya, jika semua hak-hak yang disebutkan itu disusun kembali secara
Konsumen berhak mendapatkan keamanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan
kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga
29
Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, (Bandung: Alumni, 1981),
hal. 47.
30
Pencantuman hak ini pertama kali diperkenalkan Shidarta dalam : “Pengetahuan tentang Aspek Hukum
Perlindungan Konsumen dan Status Media Cetak serta Pelanggaran Hak-Hak Konsumen dalam Iklan” (Tesis,
Program Studi Ilmu Hukum, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 1994).
31
Shidarta, dalam buku Op.Cit., hal. 22.
39
40
Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar.
Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh
gambaran yang benar tentang produk barang dan jasa, informasi ini dapat disampaikan dengan
berbagai cara, seperti secara lisan kepada konsumen melalui iklan di berbagai media atau
Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk
memilih produk tertentu sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Ia tidak boleh mendapatkan
tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli. Hak
memilih yang dimiliki oleh konsumen ini hanya ada jika ada alternatif pilihan dari produk jenis
tertentu, karena jika suatu produk dikuasai secara monopoli oleh suatu produsen atau dengan
kata lain tidak ada pilihan lain (baik barang dan jasa), maka dengan sendirinya hak untuk
Hak untuk di dengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau
hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Ini disebabkan karena informasi yang didapat oleh
konsumen dinilai kurang cukup memuaskan. Untuk itu, konsumen berhak mengajukan
Hak ini merupakan hak yang dimana apabila konsumen merasa dirugikan akibat kuantitas
dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang
diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti
32
Ibid.,
33
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. ke-2, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), hal. 42-43.
40
41
kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan
masing-masing pihak.
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru. Oleh karena itu,
wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari haknya. Hak untuk memperoleh
keterampilan yang diperlukan agar terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena
dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti
Mengenai konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima
sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia. Lingkungan
hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas
lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan
lingkungan nonfisik. Diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Lingkungan Hidup.
h. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga
secara tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu
barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang dan/atau jasa
yang diperolehnya. Penegakan hak konsumen ini didukung pula oleh ketentuan dalam pasal 5
41
42
ayat (1) dan pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
Hak untuk mendapatkan ganti kerugian harus ditempatkan lebih tinggi daripada hak pelaku
usaha untuk membuat klausula ekonerasi secara sepihak. Jika permintaan konsumen dirasakan
tidak mendapat tanggapan yang layak dari pihak terkait dalam hubungan hukum dengannya,
maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain
konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak yang dipandang merugikan
Hak untuk mendapatkan ganti kerugian harus ditempatkan lebih tinggi daripada hak pelaku
usaha untuk membuat klausula ekonerasi secara sepihak. Jika permintaan konsumen dirasakan
tidak mendapat tanggapan yang layak dari pihak terkait dalam hubungan hukum dengannya,
maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain
konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak yang dipandang merugikan
secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu :
a. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian
b. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar dan;
34
Shidarta, Op.Cit., hal. 29.
42
43
dihadapi35
Oleh karena ketiga hak atau prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen
sebagaimana diatur dalam UUPK. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-
hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi baik oleh pemerintah maupun oleh
produsen, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen
dari berbagai aspek.36 Adapun mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5 UUPK,
yakni:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
Kata konsumen berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yakni consumer, atau dalam
bahasa Belanda “consument”, “konsument”, konsumen secara harfiah adalah orang yang
konsumen secara yuridis telah diletakan dalam pelbagai peraturan perundang-undangan, seperti
UU No 8 Tahun 1999 Tentang UUPK pasal 1 merumuskan sebagai berikut: “Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan / atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
35
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Disertasi, (Surabaya:
Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000), hal. 140
36
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Op.Cit., hal. 47.
43
44
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
37
diperdagangkan.” Dalam pengertian sehari-hari sering kali dianggap bahwa yang disebut
konsumen adalah pembeli (Inggris; buyer, Belanda; koper). Pengertian konsumen secara hukum
tidak hanya terbatas kepada pembeli, bahkan kalau disimak secara cermat pengertian konsumen
sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1 butir 2 UUPK, di situ tidak ada disebut kata pembeli,
pengertian pemakai dalam definisi tersebut di atas menunjukan bahwa barang atau jasa dalam
rumusan pengertian konsumen tidak harus sebagai hasil dan transaksi jual beli. Dengan
demikian, hubungan konsumen dengan pelaku usaha tidak terbatas hanya Karena berdasarkan
hubungan transaksi atau perjanjian jual beli saja, melainkan lebih dan pada hal tersebut
Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai konsumen dalam
perundang-undangannya, konsumen dibatasi sebagai "setiap orang yang membeli barang yang
disepakati, baik menyangkut harga dan cara-cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka
yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.39
Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 undang-undang No. 8 Tahun 1999. Dalam undang-
undang ini yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, jelaslah bahwa
adanya undang-undang ini untuk melindungi kita sebagai konsumen karena selama ini konsumen
37
Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman, 2008. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja Gratindo Persada, hlm 1
38
Siahaan N.H.T, 2005. Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen Dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta,
Pantai Rei, 2005 hlm 22-24
39
UU Perlindungan Konsumen 8 Tahun 1999 Pasal 7 huruf C.
44
45
Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Cakupan
Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen adalah menciptakan rasa
aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perlindungan konsumen harus
mendapatkan perhatian yang lebih, terutama konsumen muslim, dimana sebagian besar
sangat penting dalam Islam. Karena dalam Islam, bahwa perlindungan konumen bukan
luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia dan Allah Swt. Maka perlindungan
konsumen mengacu kepada konsep halal dan haram, serta keadilan ekonomi berdasarkan
45
46
zat, distribusi, tujuan produksi, hingga pada akibat mengonsumsi barang dan/jasa tersebut.
Maka dalam Islam, barang dan/atau jasa yang halal dari segi zatnya dapat menjadi haram,
syara’. Karena itu pula, tujuan konsumen muslim berbeda dengan tujuan konsumen non-
muslim. Konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan atau minuman bertujuan untuk
Karena konsumen masih banyak yang berada dalam posisi yang lemah. Dalam hal ini,
1. Asas Manfaat
Hal ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
2. Asas Keadilan:
Hal ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
3. Asas Keseimbangan:
46
47
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan;
dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
47
48
sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang
ada itu merupakan sasaran akhir yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum
memiliki tujuan khusus, hal itu juga tampak dan pengaturan pasal 3 Undang-Undang Konsumen,
mengatur tentang kewajiban bagi pelaku usaha Pasal 7 untuk memberikan informasi yang benar,
jelas, jujur mengenai kondisi produk tersebut, maka kita sebagai konsumen harus teliti sebelum
membeli. Kebenaran atas informasi produk makanan disarankan sangatlah penting bagi
konsumen khususnya konsumen muslim tentang halal atau tidak suatu produk makanan itu, label
halal pada suatu produk makanan merupakan sebuah infomasi yang berguna bagi konsumen
muslim, serta adanya ketentuan pada Pasal 8 yang menerangkan tentang perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha yaitu tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang di cantumkan dalam label. Selama ini penelitian terhadap halal atau
haramnya suatu produk baru sebatas melayani permintaan saja, belum adanya kewajiban untuk
mencantumkan label halal atau pun jika produk tersebut tidak halal maka dapat ditulis dengan
jelas menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh konsumen dari berbagai kalangan sebagai
40
Achmad ali dalam Mini Ahmadi dan Yodo Sutarman, 2008. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, hlm 34
48
49
1. Konsumen
Konsumen secara umum adalah pihak yang mengkonsumsi suatu produk. Istilah
konsumen berasal dari bahasa asing, consumer (Inggris); dan consumenten (Belanda).
Menurut kamus hukum Dictionary of Law Complete Edition konsumen merupakan pihak
yang memakai atau menggunakan barang dan jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri
Az. Nasution mengartikan konsumen adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk
kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang
Arti konsumen di Indonesia sesuai dengan Pasal 1 angka (2) UUPK adalah: “Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
1) Setiap orang; Setiap orang adalah perseorangan dan tidak termasuk badan hukum
2) Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat; Barang dan/atau jasa
yang dimaksud dapat diperoleh di tempat umum, misalnya pasar, supermarket dan toko.
3) Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau mahluk hidup lain; Barang
dan/atau jasa digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidak untuk keperluan konsumen, keluarga
tidak untuk keperluaan komersil. Ada unsur yang sangat penting dari pengertian konsumen,
41
M. Marwan dan Jimmy. P, Kamus Hukum (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hlm. 378.
42
Wahyu Sasongko, Op.Cit., hlm. 54.
43
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999, TLN Nomor 3821,
Pasal 1 angka (2).
49
50
yaitu tentang maksud atau tujuan dilakukan pembelian tidak untuk dijual kembali, tetapi
untuk kepentingan pribadi. Mengenai bentuk dan cara dilakukannya perbuatan hukum atau
transaksi konsumen tidak diharuskan dalam bentuk tertentu, yang pokok adalah tujuan
dilakukannya transaksi bukan untuk bisnis, melainkan untuk kepentingan pribadi atau
personal. Perolehan suatu produk dapat dilakukan dalam berbagai cara dan bentuk perbuatan.
Seperti transaksi pembelian, sewa-menyewa yang dapat dilakukan dengan cara dan bentuk
yang berbeda-beda, namun tidak untuk tujuan bisnis. Unsur tidak untuk dijual kembali, sudah
seharusnya tidak masuk dalam pengertian konsumen, karena kegiatan pembelian untuk dijual
Dalam penjelasan Pasal 1 angka (2) UUPK juga dikatakan, di dalam kepustakaan
ekonomi dikenal dengan istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir
adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah
konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses suatu produk lainnya.
Jadi jelas bahwa yang dimaksudkan dengan konsumen itu hanyalah orang pemakai akhir
dari suatu produk barang dan jasa. Dalam pengertian bahwa produk yang dibelinya tersebut
Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk cacat” yang bukan
hanya meliputi pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan
korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai.
44
M. Sadar, Moh. Taufik Makarao, Habloel Mawadi, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta:
Akademia, 2012), hlm.7.
45
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Liku-Liku Perjalanan UUPK (Jakarta: YLKI dan USAID), hlm. 4.
50
51
sebagai pedoman bagi negara MEE dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan
Konsumen.46
2. Pelaku Usaha
Pelaku usaha sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa.
Dalam pengertian ini termasuk didalamnya pembuat, grosir, leveransir dan pengecer
professional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa
hingga sampai ke tangan konsumen. Sifat profesional merupakan syarat mutlak dalam hal
Pasal 1 ayat (3) UUPK, memberikan pengertian pelaku usaha sebagai berikut:
“Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. 48
Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK sama dengan cakupan produsen yang dikenal
di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum. Dalam pengertian
pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau pelaku usaha di luar negeri, karena
UUPK membatasi orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen
menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu
46
Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Op.Cit., hlm. 7.
47
Janus Sidabalok, Op.Cit., hlm. 16.
48
Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8 Tahun 1999 TLN Nomor 3821,
Pasal 1 ayat (3).
49
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 38.
51
52
kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat
digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya UUPK tersebut memberikan rincian
sebagaimana dalam Directive (pedoman bagi negara masyarakat Uni Eropa), sehingga
konsumen dapat lebih mudah lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan
Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang harus
bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan oleh
usahanya terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama seperti seorang produsen.51
Konsumen dan pelaku usaha merupakan subyek hukum dalam UUPK. Transaksi antara
kedua subyek hukum itu akan menentukan adanya hubungan hukum dan menjadi syarat
pokok untuk menentukan apakah suatu tuntutan atau gugatan dapat diajukan berdasarkan
UUPK atau tidak, sehingga dapat dikualifikasi sebagai tuntutan konsumen. Sehubungan
dengan hal itu, perlu dipelajari unsur-unsur dan karakter kedua subyek hukum tersebut.52
Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha relevan dan memiliki arti penting dalam
penyusunan gugatan konsumen. Gugatan konsumen hanya dapat ditujukan kepada pihak-
pihak yang memiliki hubungan hukum. Karena dengan adanya hubungan hukum
menunjukkan adanya kepentingan hukum antar pihak yang berhubungan. Oleh karena itu,
gugatan konsumen yang terjadi karena hubungan hukum yang bersifat tak langsung akan
memperbanyak pihak-pihak yang akan digugat. Mulai dari pengecer sampai dengan
50
Ibid.
51
Janus Sidabalok, dalam buku Perlindungan Konsumen hlm. 17.
52
Wahyu Sasongko, Op.Cit. hlm 53.
52
53
Dalam transaksi konsumen yang bersifat tak langsung dengan pelaku usaha akan
melibatkan pihak-pihak yang banyak terlihat. Dalam mata rantai bisnis, suatu produk yang
dihasilkan oleh pabrik akan menempuh proses dari pihak-pihak tertentu hingga sampai di
pasar dan akhirnya jatuh ke tangan konsumen. Dalam praktiknya ada beragam jenis dan
nama dalam mata rantai bisnis, yang secara yuridis sulit membedakannya dan mencari
padanan istilah yang tepat ke dalam bahasa Indonesia. Pelaku usaha akan banyak terdiri dari
1) Produser (Produce );
2) Importer;
3) Agen (Agent );
6) Perantara (Broker);
7) Pedagang (Trader);
8) Dealer;
9) Penyalur (Distributor);
Hubungan tak langsung antara konsumen dan pelaku usaha akan menyulitkan konsumen
dalam melakukan penuntutan. Untuk itu, perlu cara khusus dalam pengajuan gugatan atau
tuntutan konsumen. Transaksi konsumen yang bersifat langsung akan lebih memudahkan
konsumen dalam melakukan penuntutan atau meminta tanggung jawab pelaku usaha atas
produk atau prestasi yang diberikan. Hubungan langsung antara konsumen dan pelaku usaha,
53
54
misal dalam transaksi konsumen sebagai pelanggan jasa reparasi kendaraan motor dan montir
atau konsumen pengguna jasa catering (jasa boga) akan memudahkan dalam menggugat
Hubungan hukum bersifat langsung antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan.
Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha merupakan hubungan hukum yang umumnya
didasari pada transaksi berupa kontrak atau kesepakatan (agreement) dari kedua belah pihak.
Hubungan hukum adalah hubungan antar subyek hukum yang dilakukan menurut hukum
3. Pemerintah
Peranan pemerintah sebagai pemegang regulasi dan kebijakan sangat penting. Tanggung
konsumen juga menjadi bagian yang penting dalam upaya membangun kegiatan usaha yang
positif dan dinamis, sehingga hak-hak konsumen tetap bisa diperhatikan oleh para pelaku
usaha.
Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang merugikan dapat
dan peredaran produk sehingga konsumen tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun
keuangannya.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan, maka
54
55
2) Pengawasan produksi;
3) Pengawasan distribusi;
yang berdampak jangka panjang sehingga perlu dilakukan secara terus menerus memberikan
penerangan, penyuluhan dan pendidikan bagi semua pihak. Dengan demikian, tercipta
lingkungan berusaha yang sehat dan berkembangnya pengusaha yang bertanggung jawab.
Ahmadi Miru dalam bukunya yang berjudul Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi
perkembangan industrinya baru pada tahap permulaan karena sikap pemerintah pada umumnya
masih melindungi kepentingan industri yang merupakan faktor yang esensial dalam
pembangunan suatu negara. Akibat dari perlindungan kepentingan industri pada negara
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen atau anggota masyarakat kurang berfungsi
karena tidak diterapkan secara ketat. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa usaha
pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen telah dilakukan sejak lama,
hanya saja kadang tidak disadari bahwa pada dasarnya tindakan tertentu yang dilakukan oleh
55
56
pemerintah merupakan usaha untuk melindungi kepentingan konsumen. Hal ini dapat dibuktikan
Selanjutnya, untuk menjamin dan melindungi kepentingan konsumen atas produk barang
yang dibeli, sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Dagang (KUHD) yang merupakan produk peninggalan penjajahan bangsa Belanda, tetapi telah
mengalami kerugian atas cacatnya barang yang dibelinya.meskipun KUH Per dan KUHD itu
tidak mengenal istilah konsumen, tetapi di dalamnya dijumpai istilah “pembeli”, “penyewa”,
“tertanggung”, atau “penumpang”, yang tidak membedakan apakah mereka sebagai konsumen
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang. Penerbitan undang-undang ini
Indonesia;
pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961. Salah satu
tujuan dari standar industry itu adalah meningkatkan mutu dan hasil industry;
53
Ahmadi Miru, 2011, Op. Cit. hal. 67.
56
57
Standar Cara-cara Analisis dan Syarat-syarat Mutu Bahan Baku dan Hasil Industri.54
Indonesia telah mengeluarkan suatu kebijakan baru mengenai perlindungan konsumen dengan
dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 dan Tambahan
Lembaran Negara Indonesia Nomor 3821. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini berlaku
efektif pada tanggal 20 April 2000, yang merupakan awal pengakuan perlindungan konsumen
dan secara legitimasi formal menjadi sarana kekuatan hukum bagi konsumen dan tanggung
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka (1)
menyebutkan bahwa:
Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”,
pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. Meskipun undang-undang
ini disebut sebagai Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) namun bukan berarti
54
Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Huku Perlindungan Konsumen, Bogor: Ghalia
Indonesia, Hal. 4.
57
58
kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan
Adapun ruang lingkup sengketa tersebut mencakup semua segi hukum, baik keperdataan, pidana
maupun tata Negara. Oleh karena itu, tidak digunakan istilah “ sengketa transaksi konsumen “
karena yang terakhir ini berkesan lebih sempit, yang hanya mencakup aspek hokum keperdataan.
dimaksud dengan sengketa konsumen. Kata-kata sengketa konsumen dijumpai pada beberapa
a. Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi administrasi negara yang
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, dalam hal ini Badan Penyelesaian
b. Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa
terdapat pada Bab X Penyelesaian Sengketa. Pada Bab ini digunakan penyebutan sengketa
konsumen secara konsisten, yaitu: Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 UUPK.
Ada beberapa kata kunci untuk memahami pengertian sengketa konsumen dalam kerangka
yaitu:
55
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2011, Op. Cit., Hal. 1.
56
Yusuf Shofie, 2003, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukumnya, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, hal. 12.
58
59
Pertama, batasan konsumen dan pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Angka 2
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, arang lain,
maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan” (Pasal 1 angka 2
UUPK).
“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
angka 3 UUPK).
Kedua, batasan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) pada Pasal 1 angka 11 UUPK
menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “sengketa konsumen”, yaitu sengketa antara pelaku
badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen”.
menyebutkan:
59
60
1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang
berdasarkan pilihan yang berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa;
3. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh
Menurut Pasal 46 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa:
berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas
bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen
2. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
60
61
swadaya masyarakat, atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau
Berdasarkan penjelasan Pasal 46 Ayat (1) huruf b dan huruf d Undang-Undang No.8 Tahun 1999
Undang-Undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau
class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan
secara hukum, salah satu diantaranya adalah bukti transaksi. Tolak ukur kerugian materi yang
besar dan/atau korban yang tidak sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap korban.
Namun dalam hal ini urutan-urutan yang seharusnya di gugat oleh konsumen manakala di
1. Pertama di gugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili di
2. Apabila produk yang di rugikan konsumen tersebut di produksi di luar negeri, maka yang di
gugat adalah importirnya, karena UUPK tidak mencangkup pelaku usah di luar Negeri. Jika yang
digugat adalah pelaku usaha di luar negeri maka konsumen dapat mendesak lembaga pemerintah
3. Apabila produsen mapun importir dari suatu produk tidak di ketahui, maka yang di gugat
Urutan-urutan di atatas tentu saja hanya di berlakukan jika suatu produk mengalami cacat pada
saat di produksi, karena barang-barang mengalami kecacatan pada saat sudah di dalam luar
kontrol atau di luar kesalahan pelaku usaha yang memproduksi produk tersebut.
61
62
bagi negara MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dalam menyusun ketentuan mengenai Hukum
Perlindungan Konsumen (dalam Ahmadi Miru, 2011: 22) menjelaskan pengertian pelaku
usaha /produsen adalah pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat
dari satu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau satu tanda
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 UUPK dijelaskan pengertian pelaku usaha yang
berbunyi :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui
kelompok, atau badan usaha baik yang berbadan hukum ataupun yang tidak berbadan hukum,
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai
keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, maka pelaku usaha juga memiliki
hak-haknya sendiri. Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2009: 25) hak-hak pelaku usaha dapat
ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab
62
63
atas kerugian yang diderita oleh konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat produk,
yaitu apabila :
Selanjutnya diuraikan lebih jelas lagi mengenai hak-hak pelaku usaha dalam Pasal 6
UUPK, yaitu:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
Pada umumnya untuk hak pelaku usaha dalam Pasal 6 UUPK di atas jarang dilanggar oleh
konsumen, namun menjadi fatal jika terjadi pada poin keempat, dimana jika nama baik pelaku
usaha sudah tercoreng, maka sulit untuk memperbaiki/merehabilitasi nama baik tersebut, oleh
karena itu pelaku usaha juga harus bertindak jujur dan hati-hati terhadap konsumen.
63
64
Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan, maka kepada pelaku usaha
dibebankan pula kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 7 UUPK, dimana diuraikan
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Beritikad baik maksudnya adalah
pelaku usaha tidak ada niat atau rencana untuk mengelabui konsumen guna memperoleh
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Informasi
menjadi poin penting karena menjadi dasar pertimbangan konsumen dalam memilih suatu
produk barang atau jasa, sehingga pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan
informasi yang benar, jujur dan apa adanya mengenai kondisi dan spesifikasi barang atau jasa
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Pelaku usaha harus memperlakukan konsumen secara setara dan tidak membeda-bedakan satu
dengan yang lainnya. Konsumen harus diperlakukan sama apapun latar belakangnya.
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Hal ini sangat penting,
karena jika tidak ada jaminan kelayakan barang atau jasa, otomatis barang atau jasa yang
diperjual belikan tidak sesuai dengan standar mutu yang berlaku, dan akibatnya konsumen
64
65
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan. Konsumen berhak untuk menguji kelayakan barang yang akan di beli atau
dipakainya, kemudian ada jaminan yang harus diberikan dengan tujuan melindungi hak-hak
konsumen.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Jika ada kerusakan
barang atau ketidaklayakan yang bukan disebabkan oleh konsumen, maka pelaku usaha wajib
memberikan ganti rugi atau penggantian kepada konsumen sesuai dengan jaminan/garansi yang
berlaku.
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Kompensasi dan penggantian juga
wajib diberikan kepada konsumen jika barang yang disepakati tidak sesuai dengan kriteria yang
Dalam kewajiban itu juga terdapat larangan, dimana larangan adalah cakupan dari
kewajiban. Meskipun secara prinsip kegiatan pelaku usaha pabrikan dengan pelaku usaha
distributor berbeda, namun undang-undang tidak membedakan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh kedua pelaku tersebut, demikian juga berbagai larangan yang dikenakan untuk keduanya.
Larangan-larangan bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 sampai dengan 17 UUPK. Pelaku
usaha dilarang memproduksi, memperdagangkan barang maupun jasa yang (Pasal 8 ayat (1)
UUPK):
65
66
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
66
67
Selanjutnya, pelaku usaha juga tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan barang atau
jasa yang tidak layak. Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani ketidaklayakan di sini adalah
mengenai hal yang berhubungan dengan karakteristik maupun sifat dari barang atau jasa yang
diperdagangkan.
Kelayakan produk merupakan standar minimum yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh satu
barang dan/atau jasa tertentu sebelum barang atau jasa tersebut diperdagangkan untuk
dikonsumsi oleh masyarakat luas. Mengenai larangan kelayakan satu barang dapat dilihat dalam
Pasal 8 ayat (2) UUPK dimana pelaku usaha dilarang untuk “memperdagangkan barang yang
rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud”.
Informasi memang merupakan hal penting bagi konsumen, karena melalui informasi
konsumen dapat menentukan pilihan akan barang atau jasa yang akan digunakan. Atas dasar
itulah pelaku usaha harus memberikan informasi secara benar mengenai keadaan barang atau
jasa yang ditawarkan. Pelaku usaha seharusnya tidak hanya memberikan informasi mengenai
kelebihan dari barang atau jasa yang ditawarkan, tetapi juga memberikan informasi mengenai
kekurangan yang ada pada barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam Pasal 8 ayat (3) UUPK
dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang “memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar”.
Ketentuan tentang pemberian informasi dalam hal periklanan juga tidak kalah penting,
dimana pelaku usaha harus memperhatikan standar-standar aturan yang berlaku dalam
mempromosikan suatu barang atau jasa yang ditawarkan. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani
67
68
menjelaskan bahwa dalam tata krama dan tata cara periklanan Indonesia dikatakan jika
periklanan merupakan salah satu sarana pemasaran dan sarana penerangan yang memegang
1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku;
2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat, agama, tata
Dalam Pasal 9 ayat (1) UUPK juga diuraikan hal-hal yang dilarang bagi pelaku usaha
mengenai penyalahgunaan informasi produk atau jasa dalam bidang periklanan, dimana
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar
mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan,
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
57
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani (Jakarta, PT Media Utama 2003 hlm 42)
68
69
Sebagai tambahan mengenai larangan dalam tawaran, promosi, dan iklan suatu barang atau
jasa yang tidak dibenarkan disinggung juga dalam Pasal 10 UUPK yang berbunyi “Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa (untuk dijual) dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harganya,
kegunaannya, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; serta tentang bahaya penggunaan
Secara lebih umum mengenai larangan Pelaku usaha dalam memproduksi iklan dijelaskan
dalam Pasal 17 UUPK yaitu “Pelaku Usaha dalam hal periklanan dilarang memproduksi iklan
yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang
dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak
tepat mengenai barang dan/atau jasa; tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang
dan/atau jasa; mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
Tidak hanya mengatur tentang periklanan dan promosi saja, UUPK juga mengatur ketentuan
pelaku usaha tentang obral dan lelang, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
hak-hak konsumen dimana kita tahu bahwa konsumen di Indonesia selalu mudah tergiur jika ada
barang yang diobral atau dilelang. Dalam Pasal 11 UUPK diuraikan tentang cara obral dan
69
70
lelang yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha, dimana pelaku usaha dilarang
mutu tertentu;
ii. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat
tersembunyi;
iii. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud
iv. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup
v. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup
vi. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Perbuatan lain yang tidak boleh dilakukan terkait promosi barang adalah jika Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa
dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak
bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan,
Sering kali kita melihat iklan atau penawaran barang secara berlebihan dengan
menjanjikan hadiah atau bonus yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dijanjikan. Seperti yang
diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UUPK, yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa barang atau jasa lain secara cuma- cuma dengan maksud tidak memberikannya
70
71
usaha juga dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional,
suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan
pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain (Pasal 13 ayat (2) UUPK).
Masih terkait dengan undian berhadiah, Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang
untuk: tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; mengumumkan
hasilnya tidak melalui media masa; memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan (Pasal 14 UUPK)
Hal lain yang dilarang bagi konsumen adalah melakukan pemaksaan terhadap konsumen
dalam menawarkan barang dan jasa. Hal tersebut dilarang karena jelas-jelas melanggar hak
konsumen dalam menentukan pilihan sesuai apa yang diharapkan tanpa ada keterpaksaan.
Dijelaskan dalam Pasal 15 UUPK bahwa “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan
Pelayanan adalah hal penting dalam memberikan kepuasan terhadap konsumen. Salah
satu pelayanan terhadap konsumen adalah pelayanan dalam bentuk pesanan, dimana pelaku
usaha dituntut agar dapat menepati pesanan sesuai kesepakatan dengan konsumen. Dalam Pasal
16 UUPK dijelaskan bahwa “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui
pesanan dilarang untuk: tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai
dengan yang dijanjikan; dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi”.
Secara umum, penjelasan tentang larangan bagi pelaku usaha dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen lebih menekankan pada pencegahan perbuatan pelaku usaha yang
71
72
hak-hak konsumen.
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen
Pasal 20
72
73
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat
Pasal 21
(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri
(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab
pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan
Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
73
74
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas
b.pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu,
dan komposisi
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli
barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas
Pasal 25
(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam
batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau
fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan
a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dan tanggung jawab atas kerugian
74
75
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung
1. Pengertian Klinik
kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya terhadap satu macam gangguan kesehatan.58
adalah keelokan, kemolekan. Kecantikan terdiri dari dua macam yaitu, kecantikan dalam (inner
beauty) dan kecantikan luar (outer beauty).Outer beauty atau kecantikan luar memang dapat
direfleksikan dengan bentuk wajah yang ayu, cantik, dan enak dilihat.Sedangkan inner beauty
adalah personality (kepribadian) seorang perempuan, bagaimana sikapnya terhadap siapa saja,
bagaimana keanggunan atau juga sisi feminine yang diimpresikan oleh perempuan.
58
Kamus Bahasa Indonesia edisi empat, Hal 708. Jakarta: PT. Gramedia; diakses Maret 2015
75
76
Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa pelayanan perawatan
baik pada kulit, rambut, kuku.Menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan
kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya.Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak
kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan tambahan
Fungsi klinik kecantikan merupakan suatu tempat untuk melakukan konsultasi dan
perawatan terhadap tubuh, wajah, kulit, rambut dan kuku dengan dilakukan oleh ahli kecantikan
Tujuan utama pembuatan klinik kecantikan pada umumnya ingin menjadikan para
pengunjungnya terbebas dari berbagai masalah kesehatan tubuh, memberikan keindahan wajah,
tubuh, kuku dan rambut.sehingga tampak cantik, bersih, sehat, dan natural dari rambut hingga
ujung kaki. Serta merelaksasikan kembali kondisi tubuh yang merasakan ketegangan.
Trend Klinik Kecantikan Tradisonal Saat ini wanita sudah menganggap kecantikan
bukan hanya sekedar kebutuhan sekunder melainkan kebutuhan primer.Adanya keinginan untuk
menjadi lebih cantik juga didasari berbagai faktor yang mendukung seperti, pengaruh lingkungan
yang tidak sehat, terutama di ibukota.Sejak jaman dulu wanita Indonesia memanfaatkan
kekayaan alam untuk merawat kecantikan diri.Trend ini kembali popular belakangan ini dengan
76
77
tradisional Indonesia percaya bahwa kecantikan fisik seorang perempuan akan muncul dari
dalam diri, terkait dengan ketenangan jiwa. Apa yang ada dalam hati akan muncul keluar
Fakta telah membuktikan bahan dasar perawatan kecantikan akan terserap melalui kulit
masuk, ke aliran darah dalam tubuh. Sementara perawatan kecantikan berbahan dasar kimia,
tidak semuanya aman bagi kesehatan.Fakta inilah yang memicu tumbuhnya tren perawatan
kecantikan tradisional saat ini.Konsep spa sekarang ini telah berkembang dengan cepat dalam
beberapa dekade terakhir. Ide dari spa tradisional adalah tempat relaksasi, di mana orang dapat
memasukkan zona yang damai dan mewah dalam perawatan diri, seperti facial,totok auradan
manicure pedicure.
atas dua area perawatan, yaitu area ruang khusus tindakan perawatan kesehatan kulit, terutama
kulit wajah, kulit tubuh yang melalui proses treatment perawatan seperti facial, totok aura, dan
perawatan tubuh seperti mengembalikan vitalitas dan kebugaran serta kecerahan kulit badan
penangan dan aktifitas yang dilakukan hanya dapat dilakukan dalam sebuah ruang khusus.
Sedangkan diluar perawatan kulit seperti Perawatan Rambut, Make-Up, dan Manicure Pedicure
dalam dilakukan dalam satu area yang multifungsi dapat disebut dengan area salon.
a. Facial
Merupakan salah satu perawatan wajah yang dilakukan semua wajah senantiasa terjaga
77
78
prosedur cosmetic nonivasif untuk peremajaan kulit yang dapat memperbaiki penampilan.
Dilakukan agar wajah lebih segar, sehat, kencang, dan terlihat lebih muda.
Adalah teknik penekanan jari sambil menyalurkan tenaga dalam atau prana atau
bioenergi kedalam tubuh.Teknik tekannya disebut akupresur.Cara kerja akupresur sama dengan
akupuntur, yakni merangsang titik-titik yang ada di tubuh, menekannya hingga masuk ke sistern
saraf. Bila penerapan akupuntur memakai jarum, akupresur hanya memakai gerakan dan tekanan
jari, yaitu jenis tekan putar, tekan titik, dan tekan lurus.
memberikan efek rileksasi pada otot tubuh akibat ketegangan, stres, kelelahan, 12 mengurangi
rematik, sakit pinggang, pegal linu, meluruhkan lemak tubuh, meringankan penyakit susah tidur,
dan membuat tidur lebih nyenyak. Proses yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan totok aura
wajah.
terhadap seluruh kegiatan prima dalam klinik kecantikan. Serta menjalin hubungan baik
dengan mitra kerja, perusahaan produk kecantikan serta dengan masyarakat sekitar.
78
79
pelayanan yang diberikan oleh DuraSkin Clinic. Serta bertanggung jawab terhadap
b. Beautician
Melaksanakan pelayanan untuk pasien sesuai dengan arahan yang telah diberikan oleh
procedure. Mempersiapkan dan menyampaikan jenit treatment yang akan diberikan serta
pelayanan.
c. Bagian administrasi
pasien, rekapan pembelian produk oleh pasien dan menerima tugas yang relevan dengan
bidangnya dari pimpinan. Serta bertanggung jawab kepada pimpinan dan pelaksanaan
d. Bendahara
Menerima dan mengelola pembayaran dari pasien yang berhubungan dengan pelayanan
yang diberikan oleh DuraSkin Clinic, membuat laporan pembukuan atau laporan
Clinic dan melakukan tugas yang relevan dengan bidangnya yang diberikan oleh
pimpinan. Serta bertanggung jawab kepada pimpinan atas keuangan DuraSkin Clinic
Centre.
79
80
registrasi dan mendapatkan kartu anggota, pasien meletakkan kartu anggota di tempat
antrian resepsionis hingga giliran pasien dipanggil oleh resepsionis dan melakukan
konsultasi dengan dokter kulit DuraSkin Clinic Centre terkait keluhan pasien.
Kemudian dokter memberitahukan treatmen dan produk apa yang akan dipakai pasien
untuk keluhannya tersebut. Pasien selanjutnya keruangan obat atau bagian berbagai
macam produk yang disediakan oleh DuraSkin untuk mendapatkan produk yang
sesuai dengan keluhan pasien kemudian melakukan pembayaran untuk treatment dan
yang canggih terkait keluhan-keluhan pasien dan dicatat secara manual disatu buku
untuk setiap pasien yang berbeda yang isinya treatment apa saja yang akan diberikan
ke pasien serta produk apa yang akan digunakannya, biasanya sebelum melakukan
treatment wajah pasien atau kulit yang bermasalah difoto terlebih dahulu untuk
Sehingga ada perbandingan yang jelas terhadap wajah sebelum dan sesudah
Acne Treatments
80
81
bakteri Propionibacterium acnes, yang merupakan penyebab jerawat, sehingga kulit menjadi
pertumbuhan bakteri penyebab jerawat, sekaligus memperbaiki area kulit bekas jerawat.
mengeringkan jerawat, membuang lapisan kulit mati sekaligus menstimulasi regenerasi kulit.
Perawatan khusus masalah jerawat yang disesuaikan dengan kulit remaja usia 10
hingga 18 tahun. Menggunakan asam buah-buahan yang dapat membantu mengeringkan jerawat
Anti-Aging Treatments
merangsang pertumbuhan kolagen dan elastin. Hasil yang maksimal bisa didapatkan dengan
2) Dura T-Flash
81
82
Fitur perawatan khusus yang ditujukan untuk mengurangi kerutan halus dan
3) Dura P-Flash
untuk kulit dengan tanda-tanda penuaan dini. Dilengkapi dengan perawatan elektroporasi untuk
4) Dura Roller
produksi kolagen pada jaringan kulit dan membuka jalur agar nutrisi lebih mudah diserap kulit.
Specialized Treatments
mati dan phototherapy untuk menstimulasi pertumbuhan sel-sel kulit mati yang baru dan kolagen
dengan maksimal.
Menggunakan oksigen murni untuk meningkatkan kadar oksigen dalam kulit dan
menstimulasi pembentukan sel kulit baru, menyegarkan tubuh sekaligus menenangkan pikiran.
4) Dura ActivCell
82
83
kulit yang menurun, memperbaiki elastisitas dan kelembaban kulit dan meningkatkan
metabolisme sel. Tersedia dengan pilihan: Perfect Skin, Neck and Chin, For Eyes Only, Bust
Perawatan khusus untuk menjaga kesehatan dan kesegaran kulit pria modern.
Dengan 2 pilihan perawatan yang dapat disesuaikan dengan masalah kulit pria.
Pigmentation Treatments
menstimulasi regenerasi sel-sel kulit dan mengurangi pigmentasi yang berada di permukaan kulit.
lebih nyaman di kulit untuk mengurangi iritasi serta membantu mengurangi warna kulit yang
3) Dura R-Flash
pertumbuhan sel-sel kulit baru dari dalam dermis sehingga kulit kusam, tekstur dan warna kulit
tidak merata serta tanda-tanda penuaan akibat paparan sinar matahari dapat teratasi.
83
84
Farmasi dapat didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan
bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai untuk disalurkan dan digunakan pada
bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prescription) dokter
berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah.
bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh
masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep,
gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini
yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk
memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit. Berbagai macam bentuk sediaan semisolid
memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk
meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasi harus bisa memformulasikan dan
memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-
konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan
benar.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan jika pembuatan krim di klinik
kecantikan merupakan tugas dari farmasi karena peracikan obat serta dosis yang diperbolehkan
84
85
ataupun melalui anjuran dokter merupakan bagian dari tugas farmasi untuk membuatkannya.
Krim yang dibuat berdasarkan anjuran dokter dan dosis dari obat-obat kimia yang digunakan
Dokter dalam Pasal (1) angka (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 menyebutkan bahwa:
“Dokter dan dokter gigi adalah, dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang
Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran. Pada kedudukan ini dokter
adalah orang yang dianggap pakar dalam bidang kedokteran. Dokter adalah orang yang memiliki
kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya
memerikasa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.
1. Dokter Kulit
termasuk penyebabnya, gejalanya, struktur kulit, fungsi lapisan kulit dan cara penanganannya.
Pendidikan yang ditempuh memakan waktu sekitar 4 tahun, masih ditambah lagi tiga tahun dan
lima bulan untuk bidang spesialis. Selama itu pula seseorang dibekali ilmu untuk mendiagnosa
berbagai penyakit kulit, serta mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan operasi pada
kulit.
2. Dokter kecantikan
85
86
Dokter kecantikan pada umumnya memerlukan waktu yang tidak terlalu lama untuk
memperoleh pendidikan di bidang kesehatan dan kecantikan kulit. Selama pendidikan pun
seseorang tidak hanya dibekali dengan teori, namun juga keterampilan dan praktik. Pada
umumnya seorang dokter kecantikan akan diberikan pelatihan untuk melakukan facial,
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dokter klinik kecantikan merupakan
dokter yang berbuhungan dengan kulit dan juga kecantikan, dikarenakan dokter yang ada di
klinik kecantikan memberikan konsultasi terhadap pasien yang memiliki masalah pada kulit dan
2. Wewenang Dokter
Wewenang Dokter Kecantikan, dokter dalam menangani pasien memiliki wewenang, yaitu:
1. Mewawancarai pasien;
2. Memeriksa fisik dan mental pasien;
3. Menentukan pemeriksaan penunjang;
4. Menegakkan diagnosis;
5. Menentukan penatalaksaan dan pengobatan pasien;
6. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
7. Menulis resep obat dan alat kesehatan;
8. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
9. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;
10. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang berpraktik di daerah terpencil yang
tidak ada apotek. 60
Berdasarkan wewenang dokter tersebut, maka dokter kecantikan memiliki wewenang untuk:
59
Ditinjau dari www.journal.sociolla.com diakses pada tanggal 3 januari 2020 pukul 14.00
60
Ditinjau dari www.gresnews.com diakses pada tanggal 4 januari 2020 pukul 11.00
86
87
b. menentukan penatalaksaan dan pengobatan pasien, yaitu dengan memberikan anjuran terhadap
tindakan yang dapat dilakukan dokter terhadap pasien serta anjuran obat yang dapat digunakan
1. Hak Dokter
hak dokter dalam menjalankan tugas profesinya. Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
2.Kewajiban Dokter
menyebutkan kewajiban dokter dalam menjalankan tugas profesinya. Dokter atau dokter gigi
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
87
88
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.
Tanggung jawab adalah keadaan di mana seorang wajib menanggung segala perbuatannya bila
terjadi hal yang tidak diinginkan boleh dituntut, dipersalahkan atau diperkarakan. Dokter
dan/atau dokter gigi merupakan salah satu tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit. Pasal 1
Angka 6 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
menyatakan bahwa: “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan”.
Dalam proses perdata, dasar pertanggung jawaban medis adalah wanprestasi dan perbuatan
melanggar hukum.
Profesi berasal dari kata profesio (Latin), yang berarti pengakuan. Selanjutnya, profesi
adalah suatu tugas atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok tertentu yang diakui dalam
melayani masyarakat. Etika profesi kesehatan adalah norma-norma atau perilaku bertindak bagi
petugas atau perofesi kesehatan dalam melayani kesehatan masyarakat. Etika kesehatan terkait
88
89
dengan perilaku petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Untuk mengatur perilaku
masing-masing profesi atau petugas kesehatan ini, maka masing-masing profesi ini membuat
panduan sendiri-sendiri yang disebut kode etik. Kode etik adalah suatu aturan tertulis tentang
kewajiban yang harus dilakukan oleh semua anggota profesi dalam menjalankan pelayanannya
terhadap client atau masyarakat. Kode etik profesi dokter diatur dalam Surat Keputusan
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 221/PB/A.4/04/2002 Tentang Penerapan Kode
Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI) merupakan pedoman bagi
dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktik kedokteran. Isi kode etik profesi
dokter mencakup:
89
BAB III
mengandung unsur perbuatan, satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau
Suatu perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Selain itu merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.62
Perjanjian ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan
menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli barang, tanah,
semua syarat-syaratnya dan menurut hukum perjanjian telah memenuhi rukun dan
61
Ditinjau dari www.repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 5 januari 2020 pukul 12.00
62
Subekti, Hukum Perjanjian, PT Inermasa, Jakarta, 1987, hlm 29
63
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Jakarta,1986, hlm 93
91
sebagai hukum, dengan kata lain, perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang
wajib dipenuhi oleh pihak-pihak terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338 Ayat
(1) KUH Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
tampak dalam bunyi pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata,64 hal ini juga ditegaskan
dalam Pasal 1315 KUH Perdata.4 Perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang
adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa yang nyata mengikat para pihak
menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuatdua orang atau lebih telah mengikat
sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam
perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang
ditimbukanl karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus.
64
Chairun Pasribu, Suharawardi Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta, 2011, hlm 263
65
Ditinjau dari www.ilmuef.blogspot.com/asas-asas-dalam-hukum-perjanjian.html diakses pada tanggal 6 januari 2020
pukul 13.00
91
92
Pada detik tersebut perjanjian tersebut sudah sah mengikat,buakn pada detik-dtik lain
yang terkemudian atau yang sebelumnya.Asas ini ditemukan dalam pasal 1320 KUH
Perdata dan dalam pasal 3120 KUH Perdata ditemukan istilah "semua" menunjukkan
yang rasanya baik untuk meneiptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat(1) KUH
Perdata yang berbunyi "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Berkontrak,maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan isi yang
bersifat memaksa. Dalam sistem terbuka hukum perjanjian atau asas kebebasan
berkontrak yang penting adalah "semua perjanjian"(perjanjian dari macam apa saja),
akan tetapi yang lebih penting lagi adalah bagian "mengikatnya" perjanjian sebagai
66
Gunawan Wijaya Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aan vulend Recht) dalam Hukum
Perdata, Raja Grafindo Persada,Jakarta,2007,ha1.250).
67
J.Savio 1999, OP,Cit.,ha1.37.R.Subekti,OP,Cit.hal4-5
92
93
Asas ini juga disebut sebagai asas pengikatnya suatu perjanjian,yang berarti para
pihak yang mambuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan perjanjian yang telah
mereka perbuat.Dengan kata lain perjanjian yang diperbuat secara sah berlaku seperti
Servanda ini terdapat dalam ketentuan pasal 1338 ayat(1) dan ayat (2) KUH Perdata
yang menyatakan"semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang mambuatnya.Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali
kecuali dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-
pihak lain dapat melakukan tuntutan atas dasar wanprestasi dari pihak lawan. Asas ini
berarti siapa yang berjanji harus menepatinya atau siapa berhutang harus
membayarnya.
Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow.Asas ini berkaitan
dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asa itikad baik ini terdapat dalam
dilaksanakan dengan itikad baik". Itikad baik dapat dibedakan dalam pengertian
93
94
subjektif dan objektif.Itikad baik dari segi subjektif berarti kejujuran.Hal ini
berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat perjanjian. Itikad
baik dalam segi objektif berarti kepatutan yang berhubungan dengan pelaksanaan
e) ASAS KEPERCAYAAN(VETROUWENSBEGINSEL)
kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang
janjinya dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya
kepercayaan itu maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan kedua belah pihak,
dengan kepercayaan ini kedua pihak mengikatkan dirinya untuk keduanya prrjanjian
f) ASAS PERSONALIA
Asas ini merupakan asas pertama dalam hukum perjanjian yang pengaturannya dapat
ditemukan dalam ketentuan pasal 1315 KUH Perdatya yang bunyinya" pada
umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri". Dari rumusan tersebut
diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian dibuat oleh seseorang dalam
kapasitasnya sebagai iadividu atau pribadi hanya dapat mengikat dan berlaku untuk
dirinya sendiri.
94
95
Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat dan tidak dibeda-
masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak
untuk saling menghormati satu sama lain sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
h) ASAS KESEIMBANGAN
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas
kekuatan untuk menuntut prestasi jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi
perjanjian itu dengan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi
para pihak.
j) ASAS MORAL
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar,dimana suatu perbuatan sukarela seseorang
debitur.juga hal ini dapat terlihat dalam Zaakwarneming, dimana seseorang yang
95
96
(hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya juga asas ini terdapat
dalam pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberi motivasi pada yang
k) ASAS KEPATUTAN
Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata.Asas kepatutan disini barkaitan
l) ASAS KEBIASAAN
Asas ini diatur dalam pasal 1339 jo. Pasal 1347 KUH Perdata,yang dipandang sebagai
bagian dari perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa saja yang secara tegas diatur,
akan tetapi juga hal-hal yang dalam kebiasaan dan lazim diikuti.
m) ASAS PERLINDUNGAN
Asas perlindungan mengandung arti bahwa antara kreditur dan debitur harus
Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan daripada pihak dalam menentukan dan
dipahami bahwa dari keseluruhan asas tersebut diatas merupakan hal yang penting
dan mutlak harus diperhatikan bagi para pembuat perjanjian sehingga tujuan akhir
96
97
dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh
para pihak.
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah sah apabila
n) Kesepakatan
Kesepakatan ialah sepakatnya para pihak yang mengikatkan diri, artinya kedua
belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk
mengikatkan diri, dan kemauan itu harus dinyatakan dengan tegas atau secara
diam. Dengan demikian, suatu perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau
tindakan hukum pada umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap
68
R. Soeroso, Perjanjian di Bawah Tangan “Pedoman Pembuatan dan Aplikasi Hukum”, ( Alumni Bandung,
Bandung, 1999, hlm 12)
97
98
Ketentuan KUH Perdata mengenai tidak cakapnya perempuan yang telah kawin
melakukan suatu perjanjian kini telah dihapuskan, karena menyalahi hak asasi
manusia.
harus suatu hal atau barang yang cukup jelas atau tertentu yakni paling
Contohnya seorang pedagang telur, pedagang ayam ternak harus jelas barang
tersebut ada didalam gudang, jual beli tanah harus jelas ukuran luas tanah dan
Meskipun siapa saja dapat membuat perjanjian apa saja, tetapi ada
KUHPerdata).
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat
4. Bentuk-bentuk Perjanjian
Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan
tidak tertulis. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
98
99
bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para
Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagimana dikemukakan berikut ini :69
a. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan
saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, tetapi tidak
mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian
tersebut disangkal pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian
keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.
b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Fungsi
kesaksian notaris atau suatu dokumen semata-mata hanya untuk melagilisir kebenaran
tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi
kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi
perjanjian namun pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang harus membuktikan
penyangkalannya.
c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta
notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang berwenang
untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu adalah notaris, camat, PPAT, dan lain-
lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang
bersangkutan maupun pihak ketiga. Ada fungsi akta notariel (autentik), yaitu :
69
Salim, Hukum Perjanjian, Teori dan Praktik Penyusunan Perjanjian, ( Jakarta : Sinar Gafika, 2008, cet 5 ),
Hal. 42-43
99
100
ii. Sebagai bukti bagi pra pihak bahwa apa yang telah tertulis dalam
iii. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu,
para pihak.
5. Unsur-Unsur Perjanjian
1. Unsur Essensialia
Unsur essensialia adalah sesuatu yang harus ada yang merupakan hal pokok sebagai
syarat yang tidak boleh diabaikan dan harus dicantumkan dalam suatu
tentang prestasi-prestasi. Hal ini adalah penting disebabkan hal inilah yang
Unsur Essensialia sangat berpengaruh sebab unsur ini digunakan untuk memberikan
rumusan, definisi dan pengertian dari suatu perjanjian. Jadi essensi atau isi yang
perjanjian tersebut. Misalnya essensi yang terdapat dalam definisi perjanjian jual beli
dengan perjanjian tukar menukar. Maka dari definisi yang dimuat dalam definisi
perjanjian tersebutlah yang membedakan antara jual beli dan tukar menukar.
70
Ditinjau dari www.rudipradisetia.com/2010/11/unsur-unsur-dalam-perjanjian-dalam.html diakses pada
tanggal 7 januari 2020 pukul 15.00
100
101
Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan
suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.
Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling
memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai suatu ganti barang lain.
Dari definsi tersebut diatas maka berdasarkan essensi atau isi yang dikandung dari
definisi diatas maka jelas terlihat bahwa jual beli dibedakan dengan tukar menukar
Maka dari itu unsur essensialia yang terkandung dalam suatu perjanjian menjadi
Semua perjanjian bernama yang diatur dalam buku III bagian kedua memiliki
perbedaan unsur essensialia yang berbeda antara yang satu dengan perjanjian yang
lain.
2. Unsur Naturalia
Naturalia adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya dicantumkan
dalam perjanjian. Unsur-unsur atau hal ini biasanya dijumpai dalam perjanjian-
Merupakan unsur yang wajib dimiliki oleh suatu perjanjian yang menyangkut suatu
keadaan yang pasti ada setelah diketahui unsur essensialianya. Jadi terlebih dahulu
naturalianya. Misalnya jual beli unsur naturalianya adalah bahwa si penjual harus
101
102
barang yang dijualnya. Misalnya membeli sebuah televisi baru. Jadi unsur essensialia
adalah usnur yang selayaknya atau sepatutnya sudah diketahui oleh masyarakat dan
3. Unsur Aksidentalia
Yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian yang
disetujui oleh para pihak. Accidentalia artinya bisa ada atau diatur, bisa juga tidak
ada, bergantung pada keinginan para pihak, merasa perlu untuk memuat ataukah
tidak.
Selain itu aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang
pihak, sesuai dengan kehendak para pihak yang merupakan persyaratan khusus yang
Jadi unsur aksidentalia lebih menyangkut mengenai faktor pelengkap dari unsur
essensialia dan naturalia, misalnya dalam suatu perjanjian harus ada tempat dimana
prestasi dilakukan.
b) penentuan resiko;
102
103
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas
terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang
kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah
hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Objek
dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien,
dimana dalam transaksi terapeutik terdapat para pihak yang mengikatkan diri dalam
suatu perikatan atau perjanjian, yaitu dokter sebagai pihak yang melaksanakan atau
71
Ditinjau dari www.patriciasimatupang.wordpress.com “syarat sahnya perjanjian saat lahirnya-perjanjian”
diakses pada tanggal 10 januari 2020 pukul 17.00
103
104
memberikan pelayanan medis dan pasien sebagai pihak yang menerima pelayanan
medis.
Jadi perjanjian atau transaksi terapeutik adalah suatu transaksi untuk menentukan
atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter.
pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien (Nasution,
2005).
dimana dokter tidak menjanjikan kesembuhan tetapi berjanji berdaya upaya maksimal
untuk menyembuhkan, oleh karena itu tindakan yang dilakukan belum tentu berhasil.
tetapi lebih ditekankan pada upaya yang dilakukan hasilnya tidak seperti yang
diharapkan dan hal ini berbeda dengan hubungan resultaatsverbintenis yang dinilai
dari hasil yang dicapai dan tidak mempermasalahkan upaya yang dilakukan. Ciri-ciri
1) Subjeknya terdiri dari dokter sebagai pemberi pelayanan medik profesional yang
pertolongan.
104
105
Syarat Sah Perjanjian Terapeutik Perjanjian terapeutik secara khusus memang tidak
diatur dalam Buku III KUHPdt. Namun, secara umum semua perjanjian yang mengikat,
termasuk perjanjian terapeutik harus memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1320
KUHPdt agar perjanjian tersebut menjadi sah.
105
106
Syarat sah yang ke lima inilah yang memperkuat perbedaan perjanjian terapeutik
dengan perjanjian pada umumnya. Informed concent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien.
Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau pihak- pihak dalam pejanjian
sehingga disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif
karena mengenai objek suatu perjanjian. Dalam hal syarat subjektif tidak terpenuhi maka salah
satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.
Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memberikan sepakatnya secara tidak bebas. Sehingga perjanjian yang dibuat tersebut mengikat
selama tidak dibatalkan oleh keputusan pengadilan atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan.72
Persetujuan yang dimaksud diatas dapat berupa persetujuan secara lisan maupun isyarat
yang menunjukkan sikap-sikap yang memberi kesan setuju. Namun, kedua cara ini dapat
merepotkan dokter jika dibelakang hari diingkari. Oleh sebab itu, para dokter diharapkan untuk
secara lengkap memberikan informasi kepada pasien dalam bentuk tindakan yang akan atau
perlu dilaksanakan dan juga resikonya. Persetujuan dari pasien, dalam hal ini memiliki arti yang
72
Hasanudin Rahman, Legal Drafting, PT Citra aditya Bakti, Bandung, 2000 , Hlm. 5
73
Endang Kusuma Astuti, Op.Cit., Hlm. 129
106
107
cukup luas sebab dengan pasien membubuhkan tanda tangannyadi formulir persetujuan tindakan
medis, maka dianggap pasien telah sepakat atau setuju menyerahkan nasibnya pada dokter.
Tindakan medis yang memberlakukan atau yang membutuhkan informed concent adalah:
2. Semua prosedur yang menyangkut lebih dari risiko bahaya yang ringan
6. Semua prosedur yang mana formulir concent dibutuhkan oleh undang-undang atau
perturan.
Sifat atau Ciri Perjanjian Terapeutik Perjanjian terapeutik adalah perjanjian yang
dilakukan antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan
kewajiban bagi kedua belah pihak. Perjanjian terapeutik memiliki sifat dan ciri khusus yang
berbeda dengan perjanjian pada umumnya karena obyek perjanjian terapeutik bukan kesembuhan
pasien melainkan, mencari “upaya” yang tepat untuk kesembuhan pasien, yaitu sebagai berikut;
1. Perjanjian terapeutik adalah perjanjian yang dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu scara
lisan dan secara tertulis. Terjadinya perjanjian terapeutik secara lisan itu pada saat pasien
menemui dokter dan memberitahukan keadaan dirinya dan dokter besedia memberikan informasi
tentang keadaan yang dirasakan pasien seperti penyakit apa yang dialami oleh pasien sebenarnya
dan memberikan informasi tentang upaya penyembuhan terhadap penyakit yang diderita pasien
seperti memberikan obat ringan dan memberikan saran untuk beristirahat. Dan saat itu juga
pasien mempercayai informasi yang didapat dari dokter. Kepercayaan pasien terhadap dokter dan
107
108
bersedianya dokter memberikan informasi inilah yang menimbulkan suatu perjanjian terapeutik
secara lisan. Meskipun tidak terdapat kata “sepakat” ataupun “berjanji” dalam kegiatan upaya
pelayanan kesehatan yang diberikan dokter terhadap pasien, tetapi dengan gerak tubuh dan/atau
isyarat yang dilakukan oleh dokter dan pasien inilah yang dianggap telah menyepakati suatu
perjanjian tersebut. dan biasanya perjanjian terapeutik secara lisan ini terjadi pada saat pasien
mengalami sakit yang tidak terlalu parah atau penyakit yang tidak membutuhkan tindakan medis
dan rawat inap. sedangkan untuk pasien dalam keadaan sakit yang membutuhkan tindakan medis
seperti operasi dan rawat inap, dibutuhkannya perjanjian terapeutik secara tertulis. Dengan
maksud untuk menyepakati bersedianya pasien dan/atau keluarga pasien dilakukannya tindakan
medis terhadap pasien yang dilakukan oleh dokter dan tim medis sebagai pembantu dokter.
2. Upaya penyembuhan kesehatan yang diberikan oleh dokter kepada pasien tidak bergantung
pada hasil. Maksudnya ialah segala upaya pelayanan kesehatan untuk tujuan menyembuhkan
penyakit yang diderita pasien, tidak dapat ditentukan hasilnya akan selalu baik. Dokter dalam
perjanjian terapeutik ini hanya sebatas melakukan upaya semaksimal mungkin untuk
penyembuhan penyakit yang diderita pasien. Hasil tidak dapat dipastikan dan tidak dapat di
3. Ketidakpastian hasil dari upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter, jika menimbulkan
ketidakpuasan pasien dan/atau keluarga pasien terhadap hasil akhir tidak dapat dokter dikatakan
wanprestasi dan dokter tetap mendapatkan haknya yaitu pembayaran. Jadi, sifat atau ciri
perjanjian terapeutik dari apa yang telah dipaparkan di atas adalah perjanjian terapeutik juga
melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terikat didalamnya, perjanjian terapeutik
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara lisan dan tertulis, perjanjian terapeutik tidak
bergantung pada hasil, tetapi hanya sebatas upaya maksimal yang dilakukan dokter, bahwa
108
109
perjanjian terapeutik tidak mengenal “wanprestasi”, dan ketidakpuasan yang didapat oleh pasien
dan/atau keluarga pasien terhadap hasil akhir dari upaya maksimal yang dilakukan dokter tidak
Saat timbulnya perjanjian antara dokter dan pasien adalah pada saat pasien meminta
seorang dokter untuk mengobatinya dan dokter menerimanya. Berakhirnya hubungan dokter-
1. Sembuhnya pasien dari keadaan sakitnya dan sang dokter menganggap tidak diperlukan lagi
pengobatan. Penyembuhan tidak usah sampai total namun melihat keadaan pasien tidak usah
3. Pengakhiran oleh pasien. Seorang pasien bebas untuk mengakhiri pengobatannya dengan
dokternya. Apabila diakhiri maka sang dokter berkewajiban untuk memberikan nasihat apakah
masih diperlukan pengobatan lanjutan dan memberikan informasi yang cukup kepada
74
J, Guwandi,S.H dalam buku “Dokter, Pasien dan Hukum” hlm 25.
109
110
memakai seorang dokter lain maka dianggap bahwa dokter yang pertama telah diakhiri
hubungannya, kecuali diperjanjikan bahwa mereka akan mengobati bersama atau dokter kedua
4. Meninggalnya si pasien.
5. Meninggalnya si dokter atau ia sudah tidak mampu lagi menjalani profesinya sebagai dokter
7. Dalam kasus gawat darurat, apabila dokter yang mengobati atau dokter pilihan pasien sudah
datang atau terdapat penghentian keadaan kegawat-daruratannya.
8. Lewatnya jangka waktu, apabila perjanjian medis itu ditentukan dalam jangka waktu tertentu.
9. Persetujuan kedua belah pihak bahwa hubungan dokter-pasien itu sudah diakhiri.
Menurut Pasal 1601 KUHPerdata, ada tiga jenis perjanjian untuk melakukan pekerjaan,
yaitu:
2. Perjanjian perburuhan
Perjanjian untuk melakukan jasa tertentu dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya seorang pelukis yang menerima pesanan lukisan dari orang lain, seorang dokter
terhadap pasiennya.
“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
110
111
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
Biasanya perjanjian perburuhan diadakan melalui perjanjian kerja antara majikan dan buruh
secara perseorangan.
“Pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu, si
pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain,
Dalam undang-undang tidak terdapat definisi mengenai jenis perjanjian untuk melakukan
jasa tertentu, mungkin hal ini sudah dianggap jelas. Pada umumnya, dalam perjanjian untuk
melakukan jasa tertentu dapat dikatakan bahwa satu pihak menghendaki dari pihak lainnya agar
melakukan suatu pekerjaan jasa sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dengan menerima upah
atau imbalan. Misalnya: seorang datang ke penjahit untuk dibuatkan sebuah kemeja, seorang
pasien konsultasi pada dokter, atau seseorang datang pada notaris agar dibuatkan sebuah akta.
Di dalam perjanjian untuk melakukan jasa ini biasanya terdapat adanya suatu kehendak
dari pihak lawan untuk dilakukannya suatu prestasi agar tercapai suatu tujuan yang telah
disepakati. Di sini pihak yang menghendaki dilakukannya suatu prestasi biasanya bersedia untuk
membayar upah. Biasanya pihak lawan (yang melakukan prestasi) ini adalah seorang ahli dalam
melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tariff atas jasanya tersebut,
111
112
“Perbuatan yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan orang lain, pelayanan, servis,
aktivitas, kemudahan, manfaat, dan sebagainya yang dapat dijual kepada orang lain (konsumen)
Dengan merujuk pada penjelasan di atas maka pengertian perjanjian jasa adalah
persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih dimana pihak yang
memiliki suatu keahlian tertentu melaksanakan suatu perbuatan yang memberikan segala sesuatu
yang diperlukan, berupa, pelayanan, servis, aktivitas, kemudahan, manfaat dan sebagainya yang
dapat dijual kepada pihak lainnya (konsumen) yang menggunakan atau menikmatinya.
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang
dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan
hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk
memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan
terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum
dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi
suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan
75
Satjipto Rahardjo. Loc Cit. hlm. 74
112
113
terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak
tersebut.76
Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya
perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan
adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum
dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum
manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.77
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi
masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan
hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk
dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan
tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.79
Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-
subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
113
114
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu
pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara,
dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu
pelanggaran.
114
BAB IV
Diawali pada tahun 1994, Ibu Mimi Liliana dan Mr. Dennis Owen, memulai bisnis
mereka di Amerika Serikat. Mereka mempunyai impian yang sangat kuat untuk menciptakan
suatu produk yang dapat mengatasi permasalahan kulit wajah, sehingga terciptalah produk
Kemudian pada tahun 1999, melalui Skin Health Group Singapore, produk Duraskin
tersebar di beberapa Negara Asia dan Pasifik, Duraskin di Indonesia dipasarkan mulai tanggal 3
Mei 1999.
Pada tahun 2001, Duraskin menghadirkan sebuah klinik kecantikan yang menyediakan
perawatan bagi para pelanggan yang membutuhkan penanganan lebih lanjut untuk memelihara
kesehatan kulitnya. Klinik dengan nama “Duraskin Centre” pertama didirikan tahun 2001 di
Jakarta dengan menawarkan “total solution concept”, dimana setiap individu dapat memperoleh
solusi bagi permasalahan kulit wajah maupun tubuh, agar dapat tampil lebih sehat dan percaya
diri.
Hingga sekarang, dengan kantor berpusat di Jakarta, Duraskin kini memiliki pusat
perawatan kecantikan dengan Duraskin Centre dan House of Dura yang telah tersebar di seluruh
wilayah Indonesia.
Duraskin memiliki FDA Approval dari Amerika dan Nomor Notifikasi/Badan POM.
Duraskin memakai Nano Technology dalam setiap produknya yang dibuat khusus agar partikel
yang terkandung didalamnya lebih optimal diserap oleh kulit dan tidak menyumbat pori-pori
116
kulit. Duraskin juga menggunakan bahan alami yang bekerja lebih efektif, menghambat
perkembangan melanin namun tetap memberikan rasa aman bagi kesehatan kulit.
B. Tanggung Jawab Klinik Kecantikan Dura Skin Clinic Center Jakarta terhadap
Pada dasarnya hubungan dokter dan pasien timbul dari hubungan keperdataan yang
Dalam hubungan itu maka kiranya perlu diingatkan kembali bahwa dengan demikian ada
dua hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan keperdataan ini, yaitu:
permasalahan medis ke pengadilan adalah inisiatif dari para pihak (dengan sendirinya pihak yang
dirugikan),
Kedua, peran hakim dalam perkara perdata adalah sebagai hakim perdamaian, mengusahakan
sejauh mungkin tercapainya perdamaian antara pihak, dan bukan sebagai pihak yang
Dasar hukum bagi tanggung jawab perdata ini diatur dalam BW, yaitu sebagai berikut:
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan, barulah
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
116
117
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.”
Ketentuan pasal 1234 BW ini memberikan dasar hukum bagi permintaan ganti rugi yang
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.”
Berbeda dengan ketentuan pasal 1243 BW yang memberikan dasar hukum bagi
penggantian kerugian karena “wanprestatie”, maka ketentuan pasal 1365 BW ini memberikan
dasar hukum bagi penggantian kerugian karena perbuatan yang melanggar hukum
(onrechtmatige daad).
Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan,
dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.9 Tahun 2014 Tentang Klinik. Menurut Pasal 25
ayat (1) Permenkes Tentang Klinik, untuk mendirikan sebuah klinik, pelaku usaha harus
kesehatan yang diedarkan kepada masyarakat di mana dalam Pasal 98 ayat (1) UndangUndang
Kesehatan dikatakan bahwa : “Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
dalam Pasal 106 ayat (1) yang mengatakan bahwa : “Sediaan Farmasi dan alat kesehatan hanya
dapat diedarkan setelah mendapat izin edar”. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga
117
118
mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh konsumen seperti yang termuat dalam Pasal 4
huruf a, di antaranya adalah Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/ atau jasa. Pasal 4 huruf c juga diatur bahwa, konsumen memiliki Hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Pelaku Usaha berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta Pasal 7 huruf d yang menyebutkan bahwa pelaku
usaha wajib untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan sesuai dengan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
Tanggung jawab pembayaran ganti kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat
penggunaan produk didasarkan pada beberapa ketentuan yaitu berdasarkan wanprestasi dan
Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak
dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi
utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian sedangkan tuntutan ganti kerugian yang
didasarkan pada perbuatan melawan hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian sehingga
tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah
terdapat hubungan perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen. Untuk dapat menuntut ganti
kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa :
“Setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain
mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian ini mengganti kerugian tersebut”. Hal
80
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2011, hlm. 126
118
119
tersebut berarti, untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsurunsur sebagai
berikut :81
2. Adanya kerugian;
4. Adanya kesalahan.
Sehubungan dengan kerugian yang dialami oleh seorang konsumen jasa pelayanan
kesehatan, Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan telah mengatur bahwa : “Tenaga
kesehatan,dan/atau penyelenggara kesehatan wajib bertanggung jawab apabila ada pasien atau
konsumen yang menderita kerugian akibat kesalahan dan kelalaiannya”. Selain itu, Pasal 19
ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga telah mengatur bahwa : “Pelaku usaha
wajib bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”.
Selanjutnya ketentuan pasal 1367 BW mengatur tentang siapa saja yang dapat
digolongkan ke dalam mereka yang tidak mampu bertanggung jawab sehingga dengan demikian
tidak dapat dimintai penggantian kerugian, dan siapa pula yang bertanggung jawab atas mereka
ini. Khususnya ketentuan pasal 1367 BW akan relevan artinya bagi mereka yang melakukan
perbuatan melanggar hukum yang belum dewasa atau yang cacat mental, sehingga dengan
Selanjutnya apabila karena kurang hati-hatinya atau dengan sengaja itu mengakibatkan
orang lain cacat badannya kita jumpai pengaturannya dalam ketentuan pasal 1371 BW.
119
120
“Penyebaban luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena
kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk, selain penggantian biaya-
biaya penyembuhan , menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau
cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan
kemampuam kedua belah pihak, dan menurut keadaan. Ketentuan paling akhir ini pada
umumnya berlaku dalam hal menilaikan kerugian, yang diterbitkan dari sesuatu
Dalam kaitannya dengan tindakan medis yang mengakibatkan adanya mati atau cacat
tubuh tersebut maka yang wajib mengganti kerugian ialah orang yang menjalankan
profesi jabatan itu. Dalam praktek kerugian yang disebabkan baik karena “wanprestatie”
atau pun karena “onrechtmatige daad” tersebut tidak banyak menimbulkan perbedaan.
Dalam hal demikian maka dapat kita bayangkan dan perhitungkan bahwa setiap gugatan
penggantian kerugian yang disebabkan karena kesengajaan atau kurang hati-hatinya dokter
dalam menjalankan profesinya akan selalu mengalami kegagalan, dan oleh karena itu maka
diperlakukan adanya suatu standard baku mengenai sampai seberapa jauh ketekunan dan sikap
hati-hati tersebut ditentukan. Dari kriteria tersebut dapat kita simpulkan bahwa tidak pada setiap
kesalahan atau pada setiap kecelakaan secara otomatis dapat diadakan tuntutan ganti rugi.
Pengertian tersebut harus diartikan secara luas, yaitu apakah si pelaksana profesi tersebut dalam
hal ini dokter telah melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan sempurna, dalam arti apakah
semua perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran yang mutakhir telah diusahakan sejauh
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Secara Perdata Setiap pelaku usaha harus bertanggung
jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen akibat
120
121
penggunaan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Begitu juga dengan
konsumen klinik kecantikan ilegal yang menderita kerugian, maka klinik kecantikan tersebut
harus bertanggung jawab mengganti kerugian tersebut. Mengenai tanggung jawab pelaku usaha
untuk mengganti kerugian konsumen ini diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan
kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata
Hubungan hukum akan terjadi apabila konsumen datang ke klinik kecantikan untuk
melakukan perawatan atau untuk berobat. Hubungan hukum antara dokter, konsumen
dan klinik kecantikan berbentuk perikatan untuk berbuat sesuatu, yang dikenal
sebagai jasa pelayanan kesehatan. Pasien dan/atau konsumen adalah pihak yang
menerima jasa pelayanan kesehatan sedangkan dokter serta klinik kecantikan adalah
pihak-pihak pemberi jasa pelayanan kesehatan. Perikatan antara pasien dan/ atau
konsumen dengan pelaku usaha dapat lahir dari suatu perjanjian, oleh karena itu jika
pelaku usaha tidak memenuhi perjanjian tersebut maka pelaku usaha dianggap telah
pelaku usaha. Perjanjian antara dokter dengan pasien dikenal dengan nama perjanjian
terapeutik. Perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang
121
122
kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh
dokter tersebut. Keadaan wanprestasi dalam hubungan hukum antara dokter dan
timbul. Wanprestasi dokter dapat berupa pelaksanaan tindakan medis yang tidak
seharusnya, yakni tindakan medis yang bertentangan dengan standar profesi medis
atau standar pelayanan medis. Bentuk kerugian yang dapat dituntut akibat
wanprestasi adalah berupa kerugian materiil yaitu kerugian yang dapat diukur dengan
nilai uang terutama biaya perawatan, biaya perjalanan, dan biaya obat-obatan.
Adanya kerugian ini harus dibuktikan bahwa kerugian tersebut merupakan akibat
langsung dari pelayanan medis dokter yang menyimpang. Jika ternyata akibat
wanprestasi ini tidak hanya menimbulkan kerugian materiil tetapi juga menimbulkan
pelanggaran standar pelayanan berupa standar mutu, keamanan dan kemanfaatan dari
kerugian materiil dan immateriil, maka konsumen dapat menuntut dokter selaku
melawan hukum.
Hukum
mendapatkan ganti rugi karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan yang
122
123
UndangUndang Kesehatan hanya akan jadi sekadar huruf mati apabila tidak diikuti
doktrin perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
kecantikan dan/ atau dokter berdasarkan perbuatan melawan hukum, maka konsumen
tersebut harus dapat membuktikan bahwa pelayanan kesehatan kulit yang dilakukan
oleh pelaku usaha atau dokter di klinik kecantikan tersebut memenuhi unsur-unsur
seharusnya diindahkan dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang
lain. Bertentangan dengan hak orang lain maksudnya adalah bertentangan dengan
hak pasien sebagai konsumen yang telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan
jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha, selain itu Pasal 98 dan 106 UndangUndang
kosmetika dan alat kesehatan yang beredar dalam masyarakat termasuk yang
123
124
kepada BPOM untuk diberikan notifikasi. Dengan adanya notifikasi tersebut maka
kosmetika dan alat kesehatan yang beredar tersebut dipastikan telah memenuhi
Permenkes Tentang Klinik mengatur mengenai Izin operasional dan Izin praktik
yang harus dimiliki oleh suatu klinik. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa
baik sarana maupun prasarana yang terdapat dalam suatu klinik sudah sesuai
prosedur dan memenuhi standar mutu. Namun pada praktiknya, klinik kecantikan
ilegal telah melakukan pelanggaran hak atas keamanan dan keselamatan konsumen
dalam menggunakan produk dan jasa yang disediakan dalam klinik tersebut. Klinik
kecantikan tersebut terbukti tidak memiliki izin mendirikan dan izin operasional.
Selain itu, kosmetika dan alat kesehatan yang digunakan tidak terdaftar di BPOM
sehingga tidak ada jaminan bahwa kosmetika dan Laser yang digunakan dalam
klinik tersebut aman untuk digunakan. Dalam kasus klinik kecantikan ini, dapat
2) Adanya Kesalahan
hukum, maka konsumen harus dapat membuktikan adanya kesalahan dokter dalam
karena kelalaian berarti dokter tidak menduga akibat yang timbul akibat
perbuatannya dan tidak ada motif darinya untuk menimbulkan suatu akibat tertentu
124
125
melakukan tindakannya secara sadar dan sudah mengetahui akibat yang dapat timbul
kosmetika dan alat kesehatan yang digunakan memang belum terdaftar di BPOM
Selain itu, dokter juga mengatakan bahwa tidak didaftarkannya klinik kecantikannya
kepada Dinkes kabupaten Karawang adalah akibat proses birokrasi yang menyita
waktu sangat lama. Unsur adanya kesalahan dalam kasus ini sudah terpenuhi,
sebelum diedarkan kosmetika dan Laser tersebut harus didaftarkan di BPOM namun
untuk menghindari proses yang menurutnya rumit dan untuk menjual kosmetika
tersebut dengan harga yang lebih murah, dokter melalaikan kewajibannya untuk
3) Adanya Kerugian
Kerugian akibat perbuatan melawan hukum ini meliputi kerugian materiil dan
berupa biaya perawatan dan biaya kosmetika yang telah ia keluarkan selama proses
sakit yang dirasakan pada bagian wajahnya, selain itu konsumen kehilangan rasa
percaya dirinya akibat kerusakan pada bagian wajahnya. Berkaitan dengan besarnya
ganti kerugian yang harus dibayar, pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa
ganti kerugian yang harus dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang rugi
125
126
dikembalikan pada kedudukan semula seandainya tidak terjadi kerugian atau dengan
kata lain ganti kerugian menempatkan sejauh mungkin orang yang dirugikan dalam
kedudukan yang seharusnya andai kata perjanjian dilaksanakan secara baik atau
tidak terjadi perbuatan melanggar hukum. Ganti kerugian harus diberikan sesuai
terkait langsung dengan kerugian itu, seperti kemampuan / kekayaan pihak yang
bersangkutan.82
jalani serta penggunaan kosmetika dan Laser di klinik kecantikan tersebutlah yang
diperlukan keterangan dari ahli kedokteran kulit dan hasil uji laboratorium BPOM.
maka dalam hal terjadi kerugian pada konsumen pengguna jasa klinik kecantikan
akibat penggunaan kosmetika dan alat kesehatan tanpa izin edar untuk perawatan.
Case 1 :
Pasien wanita, berUmur 31. Datang dengan keluhan wajah kusam dan banyak bekas
jerawat yang berwarna hitam. Pasien disarankan oleh dokter untuk melakukan
chemicalpeeling yang bertujuan untuk mencerahkan dan mengurangi bekas hitam akibat
82
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Op.Cit, hlm 134
126
127
jerawat dengan efek sementara muka akan merah, kering dan terkelupas.
Chemicalpeeling dilakukan dengan cara mengoleskan cairan asam dengan dosis tertentu
yang dilakukan oleh dokter. Pasien tidak menginginkan muka merah walaupun telah di
beritahu oleh dokter efek sementara chemichalpeeling namun masih tetap ingin mencoba
treatment yang ditawarkan oleh dokter dan di tawarkan treatment yang lain . Setelah
treatment selesai, muka pasien merah akibat dari chemichalpeeling dan pasien merasa
kepada pasien adalah penambahan treatment lain yang diberikan secara gratis, untuk
Case 2:
Pasien wanita, berumur 15 tahun. Datang dengan keluhan banyak rambut/bulu di ketiak
dan warna ketiak yang gelap. Pasien ingin menghilangkan bulu dan mencerahkan kulit
ketiaknya. Dokter menyarankan laser yang dilakukan secara rutin hingga bulu ketiak
tidak tumbuh lagi dan melakukan scrub di rumah untuk alternatif mencerahkan warna
kulit di ketiak. Pasien setuju melakukan treatment yang disarankan dokter. keesokan hari
setelah treatment laser pasien mengeluh kulit ketiaknya panas dan terbentuk luka kecil
pada ketiak sebelah kiri dengan ukuran kurang lebih diameter 1cm. Dokter menyarankan
pasien untuk datang kontrol dan melihat keadaan pasien secara langsung. Setelah melihat
luka yang terbentuk dokter memberikan edukasi tentang penyembuhan luka, memberikan
treatment oxygen untuk mempercepat peroses penyembuhan dan menyuruh pasien untuk
kontrol kembali. Setelah 1 minggu, luka sudah mengering dan proses penyembuhan luka
127
128
hampir sempurna dan pasien merasakan puas dengan hasil penyembuhan luka dan ingin
Case 3:
Pasein wanita, berumur 35 tahun. Datang dengan keluhan scar pada muka akibat jerawat.
tindakan yang dilakukan oleh dokter dengan cara melukai seluruh permukaan wajah
menggunakan jarum mikro yang steril dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan
jaringan baru sehingga scar yang terbentuk akan mengecil dan naik. Pasien menerima
segala efek sementara dari tindakan dermaroller. Setelah menyelesaikan treatment, pasien
merasakan kurang puas karena dermaroller yang dilakukan tidak mengenai satu bagian
scar atau bekas luka dan mengeluh ke dokter, sehingga dokter melakukan kompesasi
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada klinik kecantikan DuraSkin, setiap
dosis pada produk yang digunakan konsumen, perawatan kembali sampai keadaan pasien normal
Jadi Adapun tindakan medis Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 290 tahun 2008 Pasal 1 no. 3 adalah tindakan preventif, diagnostik, terapeutik atau
rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter.Tindakan yang diberikan oleh dokter dalam mengatasi
keluhan tersebut termasuk dalam tindakan terapeutik, karena merupakan tanggung jawab dari
128
129
melihat bagaimana keluhan itu dapat terjadi, apakah dikarenakan perawatan atau berdasarkan
produk-produk yang diberikan oleh dokter dari pihak klinik tidak sesuai atau disebabkan karena
kesalahan konsumen itu sendiri. Jika keluhan tersebut memang disebabkan oleh kesalahan
tindakan atau berdasarkan produk-produk yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang diberikan
oleh dokter terhadap pasien (wanprestasi), maka dokter akan melakukan pemulihan kembali
terhadap kondisi yang dikeluhkan oleh pasien. Pasien akan diberikan perawatan secara gratis
atau dengan potongan harga tertentu dengan disesuaikan pada kondisi pasien tersebut. Tindakan
medis tersebut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pihak klinik kecantikan.
Sebelum memberikan ganti rugi terhadap keluhan yang diadukan oleh pasien, harus
diketahui terlebih dahulu apakah keluhan tersebut karena kesalahan yang dilakukan oleh pasien
atau dari pihak klinik (dokter). Pihak klinik akan ganti rugi apabila kesalahan tersebut ada pada
dokter atau pada pihak klinik itu sendiri. Tanggung jawab tersebut dilihat bagaimana kedudukan
dokter itu pada klinik tersebut, berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata, apakah dokter tersebut
sebagai pekerja di klinik kecantikan itu atau pemilik (owner) di klinik kecantikan itu sendiri.
Bentuk penggantian kerugian sebagai sebab perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur
dalam kedua Pasal di atas (Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata) dapat dalam bentuk materil
dan immateril, tetapi yang selalu terjadi sebagaimana pengakuan narasumber, bentuk ganti rugi
yang diberikan oleh pihak klinik di atas yaitu dalam bentuk immaterial, di mana dengan
129
130
C. Upaya Hukum yang dapat ditempuh konsumen dalam hal kerugian yang dialaminya
Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang
merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas, baik secara langsung kepada pihak yang
dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. 83 Ketidaktaatan pada isi transaksi
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan
pelanggan.
Ada tiga jenis pelanggaran yang potensial dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu:
a. Perbuatan atau tindakan pelaku usaha melanggar kepentingan dan hak- hak konsumen;
b. Produk yang dipasarkan oleh pelaku saha melanggar ketentuan larangan dalam UU;
Menurut UUPK, penyelesaian sengketa konsumen memiliki kekhasan. Sehingga para pihak
yang bersengketa, dalam hal ini pihak konsumen, dapat menyelesaikan sengketa itu mengikuti
beberapa lingkungan peradilan ataupun memilih jalan penyelesaian di luar pengadilan, yaitu
Adapun sengketa yang terjadi antara pihak klinik (dokter) dengan pasien disebut sengketa
medik. Sengketa medik adalah sengketa yang tejadi antara pasien atau keluarga pasien dengan
tenaga kesehatan atau klinik.Sengketa medik antara pasien dengan pihak klinik atau dokter
terjadi karena adanya ketidakpuasan dari pasien, ketidakpuasan itu berasal dari hasil tindakan
yang tidak sesuai harapan atau adanya dampak negatif dari hasil pengobatan, munculnya
Negosiasi atau perundingan merupakan suatu proses untuk mencapai kesepakatan dengan
pihak lain. Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri tanpa
83
Rachmadi Usman.Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2003. hlm. 1.
130
131
bantuan dari pihak lain, dengan cara bermusyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan
yang dianggap adil oleh para pihak. Hasil dari negosiasi merupakan penyelesaian kompromi
yang tidak mengikat secara hukum. Negosiasi dapat digunakan untuk menyelesaikan setiap
bentuk sengketa, apakah itu sengketa ekonomi, politik, hukum, wilayah, keluarga, suku, dan
lain-lain.
Segi negatif dari forum negosiasi ini yaitu, manakala kedudukan para pihak tidak
seimbang, dimana salah satu pihak kuat sedangkan pihak yang lain lemah. Dalam keadaan ini,
pihak yang kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak lainnya. Satu pihak yang terlalu keras
dengan pendiriannya dapat mengakibatkan proses negosiasi ini menjadi tidak produktif. Hal
tersebut sering terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa.
Dengan tidak adanya pihak ketiga dalam proses penyelesaian sengketa ini menjadikan
negosiasi sebagai tahap pertama dalam penyelesaian sengketa. Dalam proses negosiasi ini
menghasilkan suatu keputusan maka hasil kesepakatan tersebut dituliskan dalam dokumen
perjanjian, seperti yang tertulis dalam Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang
(negosiasi) oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam
131
132
Adapun macam-macam upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen jasa
kecantikan untuk menuntut ganti rugi akibat kerugian yang terjadi dalam transaksi pada klinik
Dasar hukum untuk mengajukan gugatan di pengadilan terdapat dalam Pasal 45 ayat (1)
UUPK, yang menyetakan, “setiap konsumen yana dirugikan bisa menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum berdasarkan pilihan sukarela para
Dalam kasus perdata di pengadilan negeri, pihak konsumen yang diberi hak mengajukan
a). Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
c). Perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaiu berbentuk
badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa
tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan
d).Pemerintah dan/atau instansi terkait apaila barang dan/atau jasa yng dikonsumsi atau
dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
2. Non Litigasi
Penyelesaian sengketa konsumen malalui jalur non litigasi (di luar pengadilan)
digunakan untuk mengatasi keberlakuan proses pengadilan, dalam Pasal 45 ayat (4) UUPK
disebutkan bahwa, “jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
132
133
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh
Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui Yayasan
dan Perdagangan (Disperindag), dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai
mediatornya. Dan melalui cara negosiasi kepada pelaku usaha. Jika penyelesaian sengketa
melalui BPSK, maka salah satu pihak tidak dapat menghentikan perkaranya di tengah jalan,
sebelum BPSK menjatuhkan putusan. Artinya, bahwa mereka terikat utuk menempuh proses
pemeriksaan sampai saat penjatuhan putusan. Dari hasil wawancara beberapa konsumen Klinik
Kecantikan yang tidak cocok menggunakan produk dari klinik kecantikan, upaya hukum yang
dilakukan adalah dengan cara non litigasi atau dengan musyawarah yaitu datang langsung
kepada pihak klinik kecantikan yang bersangkutan untuk dimintai pertanggungjawabannya atau
ganti rugi.
1) Saya pasien wanita berumur 17 tahun, datang dengan keluhan jerawat dan komedo yang
sangat banyak di muka saya dan membuat tingkat kepercayaan diri saya menurun.
Sehingga orang tua saya membawa saya ke klinik DuraSkin untuk bertemu dokter dan
melakukan perawatan jerawat yang sesuai dengan umur saya. Dokter menjelaskan
treatment yang akan jalani adalah treatment jerawat dengan cara dikeluarkan komedo, di
lakukan penyinaran untuk membunuh kuman jerawat dan juga saya di jelaskan oleh
dokter bagaimana cara membersihkan muka di rumah, berapa kali saya harus mencuci
muka, makanan apa saja pemicu jerawat serta faktor-faktor terjadinya jerawat. Setelah
133
134
melakuakn treatment 3 kali di DuraSkin dan mengikuti nasehat dari dokter, saya
merasakan perubahan yang signifikan yaitu jerawat dan komedo saya sangat berkurang,
kulit saya terlihat lebih bersih, kulit saya terlihat lebih sehat. Saya merasa sangat puas
dengan hasil treatment di Duraskin, membuat percaya diri saya naik kembali.
2) Saya pasien wanita, berumur 53 tahun. Datang dengan keluhan flek pada kedua pipi saya.
Flek muncul kurang lebih sejak saya berumur 45 tahun. Temen saya menyarankan saya
untuk mencoba treatment flek di Duraskin karena ia merasakan hasilnya sendiri. Saya
cara mengurangi flek agar tidak bertambah banyak dan hitam, setelah itu dokter
menyarankan untuk melakukan treatment pengangkatan sel kulit mati dan laser flek
untuk membuat kulit saya menjadi cerah dan flek sedikit memudar. Semenjak saat itu
saya mulai rutin melakukan treatment karena perubahan yang saya rasakan adalah kulit
saya menjadi jauh lebih cerah, flek saya menipis dan tidak bertambah banyak. Saya telah
melakukan treatment flek di Duraskin kurang lebih telah 1 tahun dan saya akan tetap
3) Saya pasien laki-laki, berumur 34 tahun. Datang dengan keluhan komedo yang banyak
dan pori-pori yang besar. Saya ingin terlihat lebih cerah dan muka yang sehat. Dengan
melakukan pencarian di media sosial, saya memberanikan diri untuk mencoba treatment
di klinik DuraSkin. Saya berkonsultasi dengan dokter dan memberitahu keluhan saya,
134
135
menggunakan alat diamond tip dengan sensasi seperti di sedot. Setelah dokter
treatment saya merasakan kulit wajah saya lebih cerah, halus dan pori-pori saya sedikit
mengecil setelah beberapa kali treatment. Sejak saat itu saya melakukan perawatan rutin
di Duraskin saat saya tidak sibuk, kurang lebih saya telah melakukan perawatan si
Duraskin 8 bulan.
135
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan, berikut disajikan kesimpulan yang
1) Peran konsumen di dalam klinik kecantikan merupakan sebagai pemakai atau pengguna
dari jasa dermatologi yang disediakan oleh pihak klinik kecantikan DuraSkin Clinic
Centre. Para pihak yang merupakan tenaga medis, bagian farmasi klinik dan segala pihak
yang terkait dalam perusahaan dibawah naungan PT. Multi Sejahtera Bersama
merupakan pihak sebagai penyedia jasa dermalotogi yang disediakan untuk memuaskan
konsumen.
terapeutik di klinik kecantikan disebabkan karena adanya kesepakatan antara dokter dan
juga pasien dimana pasien dan dokter memiliki kecakapan dalam melakukan kesepakatan
terhadap tindakan apa yang akan dilakukan kepada pasien dan tindakan tersebut
diperboleh untuk dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Kesepatan terjadi saat pasien
menyetujui tindakan yang akan dilakukan oleh dokter serta krim yang akan digunakan
oleh pasien. Terjadinya transaksi terapeutik di klinik kecantikan ini dikarenakan pasien
ingin memperoleh kesembuhan sakit kronis kulit sebagaimana yang dimaksud yaitu
masalah jerawat diwajah dan/ataupun masalah kulit lainnya seperti kulit yang tidak cerah.
3) Tanggung jawab yang diterapkan oleh Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Centre Jakarta
ada 2 (dua) macam, yakni tanggung jawab apabila terdapat kerugian yang diakibatkan
137
oleh produk dan/atau obat-obatan yang dijual, dan tanggung jawab kerugian atas jasa
pelayanan yang dilakukan oleh tenaga medis (dokter) atau tenaga pelaksana (beautician),
baik berupa wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Dalam praktiknya selama
ini tanggung jawab yang diberikan oleh Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Centre
Jakarta berkaitan dengan keluhan konsumen yang termaksud dalam wanprestasi dan
belum terdapat keluhan yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. Pada
dengan jenis keluhan yang disampaikan oleh pasien selaku konsumen sampai wajah
Berdasarkan hasil penelitian pada Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Center Jakarta,
pada praktiknya selama ini pasien selaku konsumen dan Klinik Kecantikan DuraSkin
Clinic Center Jakarta selaku pelaku usaha selalu mengedepankan penyelesaian sengketa
melalui jalur nonlitigasi, berupa upaya damai yang menciptakan suatu keadaan
musyawarah mufakat. Hal ini terbukti dari tidak pernah adanya sengketa antara kedua
B. Saran
1) Konsumen Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Centre Jakarta sebaiknya lebih teliti
dalam menggunakan jasa dan produk yang ditawarkan oleh klinik kecantikan. Konsumen
diharapkan lebih mendengar terlebih dahulu saran dan efek samping dari treatment yang
137
138
2) Pihak Klinik Kecantikan DuraSkin Clinic Center Jakarta diharapkan lebih memberikan
informasi yang jelas kepada konsumen mengenai kegunaan dan efek samping pada
konsumen. Sebaiknya lebih diatur secara jelas dalam Perjanjian Kerja mengenai status
dan masa kerja, serta tanggungjawab atau sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada
3) Pihak klinik kecantikan diharapkan lebih memberikan pelatihan atau edukasi terhadap
beautician atau tenaga-tenaga kerja medis yang bekerja di klinik kecantikan DuraSkin
agar terhindar dari segala jenis kerugian yang dapat dialami konsumen di klinik
kecantikan. Apabila konsumen sudah mengalami kerugian maka pihak klinik kecantikan
diharapkan lebih mengetahui treatment yang mana lebih cocok untuk wajah atau kulit
138
DAFTAR PUSTAKA
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika 2008
2008
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University Press 1984
J.Guwandi, Dokter, Pasien dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1996
Indra Bastian Suryono, Penyelesaian Sengketa Kesehatan, Jakarta : Salemba Medika 2011
Agus Budianto dan Gwendolyn Ingrid Utama, 2010, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan
Amiruddin Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja
Grasindo Persada.
Anny Isfandyarie, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I,
Astrid Susanto, 2006, Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial, Bandung, Bina Cipta.
Rieneka Cipta.
Celine Tri Siwi, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Sinar Grafika.
139
140
Elly M. Setiadi dan Usman Kholip, 2011, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Irving M. Zeitlin, 1998, Memahami Kembali Sosiologi, Yogyakarta, Gajah Mada University
Press.
JURNAL :
Olga Stepani, Perlindungan Hukum Pasien Klinik Kecantikan (studi kasus konflik dalam Klinik
2017
Siska Diana Sari, Perlindungan Hukum bagi pengguna klinik Kecantikan Estetika Berdasarkan
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
140
141
ARTIKEL/JURNAL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49553/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
141