Anda di halaman 1dari 134

Analisis Yuridis Normatif Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Terkait

dengan Implementasi Hak Kebebasan Berpendapat Di Indonesia (Studi


Putusan Nomor 2/Pid.B/2018/PN.Bul dan Putusan Nomor
75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:
RAFIKHA FAZAL
NIM: 120200043

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : RAFIKHA FAZAL

NIM : 120200043

Dept : HUKUM PIDANA

Judul Skripsi: Analisis Yuridis Normatif Tindak Pidana Pencemaran Nama


Baik Terkait Dengan Implementasi Hak Kebebasan
Berpendapat Di Indonesia (Studi Putusan Nomor
2/Pid.B/2018/Pn.Bul Dan Putusan Nomor
75/Pid.Sus/2018/Pn.Sbg)

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis terseebut diatas adalah benar tidak
merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut ciplakan, maka segala
akibat yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.

Medan, Oktober 2020

Rafikha Fazal

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya

Penulis mampu menyelessaikan skripsi ini serta teriring sholawat kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa manusia keluar dari zaman kebodohan ke

zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis

Yuridis Normatif Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Terkait dengan

Implementasi Hak Kebebasan Berpendapat Di Indonesia (Studi Putusan

Nomor 2/Pid.B/2018/PN.Bul dan Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas dan memenuhi persyaratan mencapai gelar

Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua saya Fazalluddin Husein dan alm. Zaidar Sutan yang telah

senantiasa mendoakan serta memberi cinta, kesabaran, perhatian, kasih sayang, dan

pengorbanan yang tak ternilai sehingga saya dapat melanjutkan dan menyelesaikan

pendidikan formal hingga Strata Satu (S1). Semoga Allah memberikan umur yang

panjang dan rezeki yang berkah kepada beliau untuk dapat melihat apa yang telah

mereka perjuangkan selama ini. Aamiin Ya Robbal alaamiin.

Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan

terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, saya

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara;

Universitas Sumatera Utara


2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M. Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Saidin S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Boy Laksamana, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik;

7. Bapak Dr. Hamdan, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana dan

juga Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas waktu, saran, dan bimbingan yang

Bapak berikan selama ini hingga saya menyelesaikan skripsi ini;

8. Bapak Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing

Akademik II yang telah memberikan waktu, saran dan bimbingan hingga saya

dapat menyelesaikan skripsi ini;

9. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Saudara kandung saya Bang Khadafi dan Bang Syaiful yang saya sayangi serta

Kak Ami dan Ayu, kakak-kakak ipar saya serta Arkan, Hasan, dan Nafisah

keponakan saya;

11. Sahabat-sahabat terbaik saya, Mutia Soraya, S.Pd., Sartika Lubis, S.H.,

Destriwanty Erria Nainggolan, S. Pd., Diena Asyifa, S.Pd. dan Dahri Rizky

Ananda Nasution, S.H., serta Fajaruddin Kelana, S.Pd yang senantiasa

ii

Universitas Sumatera Utara


memberikan saya kebahagiaan dalam menjalani hidup terutama di masa-masa

terberat saya;

12. Teman-teman seperjuangan saya stambuk 2012 di Fakultas Hukum USU,

Juangga Saputra Dalimunthe, S.H., M.H., Hadian Cholidin Helmy Putra, S.H.,

Anggie R.K Harahap, S.H., Ray Bachtian Rangkuti, S.H., Iqbal Fauzan, S.H.,

Susilo Laharjo, S.H., Aditya Ananda, S.H, Suci Citra Kartika, S.H., Nanda

Yolandari, S.H., Rini Anggreini, S.H., M.H., Siti Fathia Annur, S.H., Putri Indra

Khairul, S.H., dan teman-teman lainnya yang telah membantu saya dalam proses

pengerjaan skripsi ini;

13. Senior dan alumni di Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum

USU, Kakanda Rinaldi, S.H., Kakanda Indah Prasetyo, S.H., Kakanda M.

Hendrawan, S.H., Kakanda Ragil Muhammad Siregar, S.H., Kakanda M. Akbar

Siregar, S.H., Kakanda M. Angga Putra., S.H., Kakanda Rasoki P. Lubis., S.H.,

Kakanda Hamdan., S.H., Kakanda Hary Azhar Ananda, S.H., Kakanda Yusuf

Ridha, S.H., Kakanda Izma Suci Maivani, S.H., Kakanda Nurul Atika, S.H.,

Kakanda Triana Maulia Sari, S.H., M.H., Kakanda Khaidir Ali, S.H., Kakanda

Kayaruddin Hasibuan, S.H., Kakanda Rizky Syahbana, S.H., Kakanda Ahmad

Fahri Salman,S.H., Kakanda Yuanda Winaldy, S.H., Kakanda Pupimbiddi

Nasution, S.H., Kakanda Nida Syafwani Nasution, S.H., Kakanda Rizky

Chairunnisyah, S.H., Kakanda Tengku Devy Melinda, S.H., dan kakanda lainnya

yang telah memberikan warna dalam kehidupan perkuliahan saya;

14. Rekan seperjuangan saya dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam

Komisariat Fakultas Hukum USU Periode 2015-1016, Kakanda M. Fairuz Zein

iii

Universitas Sumatera Utara


Hasibuan, S.H., Kakanda Kakanda Imam Fuad Harahap, S.H., Aditya Ananda,

S.H., Ray Bachtian Rangkuti, S.H., Suci Citra Kartika, S.H., Nanda Yolandari,

S.H., Adinda Sofyan Siregar, S.H., Afdilla Afriandy, S.H., Bahrin Daulay, S.H.,

Bambang Darmawan, S.H., Sutan Sorik, S.H., Fazli Lubis, S.H., Juliani Sapitri,

S.H., Fikri Nasution, S.H., Bagus Salam Siregar, S.H., Yogi Triyono, S.H.,

Ahmad Fadli Hasibuan, S.H., yang telah memberi warna dalam kehidupan

organisasi saya juga kepada adik-adik Pengurus KOHATI Fakultas Hukum USU

Periode 2015-2016 yang saya sayangi, Siti Rizki Midana, S.H., Nurliza Fitriyani

Angkat, S.H., Raudhatussyifa A’yuni, S.H., Wahyuzi, S.H., Juliani Sapitri, S.H.,

Siti Marlina Harahap, S.H., Ika Izazi Indriani, S,H., yang telah membantu saya

dalam menyelesaikan amanah di kepengurusan;

15. Adik-adik stambuk 2014, Rizky, S.H., Luthfiya Nazla, S.H., Ashri Azhari Baeha,

S.H., Mahmud Ishaq Shandy, S.H., Syauqi Azmi Syuza, S.H., stambuk 2015

Diwa Prasetyo, Ananda Zikri, S.H., Faridah Hanum, S.H., Adhani Ulfa Hardy,

S.H., Doni Ansyari Rambe, S.H., Mar’ie Setia Negara., S.H., stambuk 2016,

Abdillah Hutasuhut, Justira Raudha, Randy Hidayat Tambunan, stambuk 2017

dan 2018 serta adik-adik lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu;

16. Keluarga besar HMI Badko Sumatera Utara, terkhusus kepada drg. Chandra

Lestari dan Nurhadi Akbar, S.KM. yang selalu memberi semangat kepada saya

untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

17. Keluarga besar Komunitas Peradilan Semu Fakultas Hukum USU, khususnya

rekan-rekan delegasi Moot Court Competition Piala Mahkamah Agung RI tahun

iv

Universitas Sumatera Utara


2015, Febri, Rizki, Bella, Agung, Sabrina, Paskah, Taufik, Juna, Vale,

Rumondang, Martina, Tere, Vina, Riska, Dora, dan Samuel;

18. Keluarga besar Komisi Pemilihan Umum Fakultas Hukum USU;

19. Teman-teman grup G dan A Fakultas Hukum USU;

20. Keluarga besar Kelas Inspirasi Medan;

21. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Hukum USU.

Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Penulis

berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun

untuk kedepannya. Akhirnya, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan jasa

semua pihak yang telah membantu Penulis secara tulus dan ikhlas. Semoga karya ini

dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Oktober 2020

Rafikha Fazal

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 6
E. Keaslian Penulisan ............................................................................. 6
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7
G. Metode Penulisan ............................................................................... 15
H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 18
BAB II PENGATURAN TENTANG HAK KEBEBASAN
BERPENDAPAT DI INDONESIA
A. Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Hak Asasi Manusia ........... 20
B. Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Konstitusi Negara Indonesia
............................................................................................................ 29
BAB III PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA
PENCEMARAN NAMA BAIK DI INDONESIA
A. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di Dalam KUHP ........... 41
B. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di Luar KUHP
1. Pencemaran Nama Baik Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun
1999 Tentang Pers ......................................................................... 48
2. Pencemaran Nama Baik Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun
2002 Tentang Penyiaran ................................................................ 49
3. Pencemaran Nama Baik Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 jo Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) .............................................. 50

vi

Universitas Sumatera Utara


C. Perbandingan Tindak Piada Pencemaran Nama Baik Di Dalam dan
Di Luar KUHP
1. Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ............ 52
2. Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik
Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo Undang-Undang
No. 19 Tahun 2016 Tnatang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) ....................................................................................... 56
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MEMUTUS
PERKARA TERDAKWA YANG MELAKUKAN TINDAK
PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM PUTUSAN
NO. 2/PID.B/2018/PN.BUL DAN PUTUSAN NOMOR
75/PID.SUS/2018/PN.SBG TERKAIT DENGAN HAK
KEBEBASAN BERPENDAPAT DI INDONESIA
A. Studi Putusan Perkara Nomor 2/PID.B/2018/PN.BUL ................ 60
1. Identitas Terdakwa ........................................................................ 60
2. Posisi Kasus .................................................................................. 61
3. Dakwaan Jaksa .............................................................................. 61
4. Tuntutan Jaksa ............................................................................... 61
5. Fakta Hukum dan Pertimbangan Hakim ....................................... 62
6. Putusan Hakim .............................................................................. 67
7. Analisis Putusan Hakim ................................................................ 67
B. Studi Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.SBG

1. Identitas Terdakwa ........................................................................ 73

2. Posisi Kasus .................................................................................. 74

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ................................................... 76

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ................................................... 77

5. Fakta Hukum dan Pertimbangan Hakim ....................................... 78

vii

Universitas Sumatera Utara


6. Putusan Hakim .............................................................................. 114

7. Analisis Putusan ............................................................................ 115

BAB V PENUTUP
A. ...... Kesimpulan ................................................................................... 118
B. Saran .............................................................................................. 120

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 121

viii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Rafikha Fazal
M. Hamdan 
Mohammad Ekaputra 

Seiring perkembangan zaman yang mencakup kemajuan teknologi,


pencemaran nama baik semakin sering digunakan menjadi alat untuk menjerat
seseorang dengan permasalahan hukum. hak kebebasan berpendapat memberikan
jaminan untuk seseorang menyampaikan pendapatnya dengan batasan Undang-
Undang. Dalam hal kebebasan berpendapat dan tindak pidana pencemaran nama baik
juga belum jelas mengenai batasan-batasan yang ada didalam Peraturan Perundang-
Undangan di Indonesia. Permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini
adalah Bagaimana pengaturan tentang hak kebebasan berpendapat di Indonesia,
Bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pencemaran nama baik di Indonesia dan
Bagaimana analisis putusan hakim dalam memutus perkara terdakwa yang melakukan
tindak pidana pencemaran nama baik dalam putusan Nomor:2/Pid.B/2018/PN.Bul
dan Putusan Nomor:75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg terkait dengan hak kebebasan
berpendapat di Indonesia.
Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum yuridis normatif
dengan mengkaji kepustakaan, buku, asas-asas hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan masalah yang diangkat. Penelitian hukum jenis ini
mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-
undangan (law in books) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. Adapun Metode
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah dilaksanakan dengan cara
penelitian kepustakaan (library research) atau disebut juga dengan studi dokumen
yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier agar dapat menjawab setiap
permasalahan.
Kebebasan berpendapat merupakan Hak Asasi Manusia yang sudah tertuang
didalam Undang-Undang Dasar 1945. Kebebasan berpendapat menjadi dasar Hak
Asasi Manusia yang melekat dan suci. Namun terdapat pembatasan mengenai
kebebasan berpendapat sebagimana termuat didalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Ketentuan pidana pada Pasal
310 Ayat (1) KUHPidana dan Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai penghinaan dan
pencemaran nama baik sebagai pembatasan dalam kebebasan berpendapat.
Kata Kunci: Kebebasan Berpendapat, Pencemaran Nama Baik


Mahasiswa Fakultas Hukum USU

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

ix

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemerdekaan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan berekspresi di

Indonesia merupakan salah satu hak mendasar dari Hak Asasi Manusia (HAM)

diatur secara konstitusional melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 E ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak

atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai

dengan hati nuraninya” dan ayat (3) yaitu “Setiap orang berhak atas kebebasan

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”, serta Pasal 28 F yang

menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.”

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat

pada diri manusia. Hak asasi manusia bersifat universal dan langgeng, sehingga

harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi serta tidak boleh diabaikan, dikurangi

atau dirampas oleh siapapun. Tugas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan

HAM selain kewajiban dan tanggung jawab dan tanggung jawab pemerintah,

dibutuhkan juga peran dan partisipasi dari masyarakat1. Kehidupan peradaban

manusia mengalami banyak perkembangan dan salah satu yang lahir dari

peradaban adalah manusia adalah hak asasi manusia itu sendiri. Dalam kontek
1
Tonny Yuri Rahmanto, “Kebebasan berekspresi dalam Perspektif Hak Asasi Manusia:
Perlindungan, Permasalahan dan Implementasinya di Provinsi Jawa Barat,” Jurnal HAM 7, no. 1
(2016): hlm. 1

1
Universitas Sumatera Utara
2

hak asasi manusia, negara menjadi subjek hukum utama, sebab negara

merupakan entitas utama yang bertanggung jawab melindungi, menegakkan, dan

memajukan hak asasi manusia. Dalam hukum HAM, pemangku hak (rights

holder) adalah individu, sedangkan pemangku kewajiban (duty bearer) adalah

negara. Negara memiliki tiga kewajiban generik terkait hak asasi manusia, yaitu

menghormati (obligation to respect), melindungi (obligation to protect), dan

memenuhi (obligation to fulfil). Individu di sisi lain diikat oleh kewajiban untuk

tidak mengganggu hak asasi manusia atau individu lainnya.

Perkembangan globalisasi dunia ditandai dengan masuk dan

berkembangnya berbagai teknologi. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai alat

komunikasi tidak langsung seperti komputer, handphone, laptop, dan sebagainya.

Alat-alat komunikasi tersebut berpengaruh dan berperan penting dalam

membangun pola interaksi baru antara manusia yang satu dengan manusia lainnya

dari yang mulanya langsung, kini menjadi tidak langsung dengan adanya

perantara alat tersebut sehingga memunculkan nilai-nilai dan norma-norma baru

yang ada di masyarakat.

Seiring dengan berkembangnya teknologi tersebut, maka akses

pemenuhan kebutuhan manusia akan informasi pun semakin berkembang dan

mudah didapatkan dengan adanya internet. Melalui internet, semua informasi

dapat dengan mudah didapatkan melalui media komunikasi tidak langsung yang

ditandai dengan kehadiran media sosial yang beragam seperti Facebook,

Instagram, Twitter, Whatsapp dan lain sebagainya. Sehingga manusia bisa saling

berinteraksi meskipun dipisahkan jarak. Media sosial sendiri merupakan media

online yang digunakan untuk berpartisipasi dan berkontribusi untuk menyalurkan

Universitas Sumatera Utara


3

informasi apapun secara terbuka dan sebagai sarana pergaulan di dunia maya

(dunia internet) tanpa perlu bertatap muka.

Berkaitan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin

modern di dalam pergaulan manusia, maka akan berbanding lurus dengan

semakin berkembangnya konflik yang sering terjadi di dunia maya, termasuk juga

mengenai pencemaran nama baik melalui media sosial yang ada dengan cara

menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal

agar diketahui umum baik yang bertentangan maupun tidak dengan apa yang

diketahui oknum tersebut.

Adanya perkembangan hukum positif di Indonesia terkait dengan

pencemaran nama baik ini adalah sebagai upaya negara melindungi kehormatan

dan nama baik seseorang. Pemberlakuan Pasal penghinaan dan pencemaran nama

baik dengan lisan atau tulisan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau

KUHP, sering disorot tajam oleh para praktisi hukum dan praktisi jurnalistik.

Aturan itu dinilai banyak menghambat kebebasan berekspresi dan menyampaikan

pendapat di masyarakat, terlebih lagi dianggap dapat menghambat kerja

khususnya bagi wartawan dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Penerapan aturan itu juga dinilai bertentangan dengan konstitusi negara. Pasal 28

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas

kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan

hati nuraninya”. Dalam Pasal yang sama, kontitusi negara menjamin kemerdekaan

setiap orang untuk menyebarluaskan dan memperoleh informasi serta

berkomunikasi melalui segala jenis saluran yang tersedia. Tindak pidana

penghinaan (belediging) beragam wujudnya antara lain menista, memfitnah,

Universitas Sumatera Utara


4

melapor secara memfitnah, dan menuduh secara memfitnah. Hampir di seluruh

dunia, Pasal- Pasal yang berkaitan penghinaan masih dipertahankan. Alasannya,

hasil penghinaan dalam wujud pencemaran nama baik adalah character

assassination dan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Pada mulanya, pencemaran nama baik berupa penghinaan dan fitnah, dan

lain-lain hanya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan informasi seperti yang

dijabarkan di atas, maka perkembangan hukum di dalam masyarakat pun

mengalami perubahan yakni dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11

tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian diubah

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kemudian, dengan adanya perkembangan aturan terkait adanya Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2011 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, maka rentan bagi masyarakat untuk kerap

mempergunakan pasal-pasal di dalamnya guna menjerat orang/badan hukum jika

ditemukan hal-hal yang berkenaan dengan pencemaran nama baik tersebut.

Sehingga penjabaran di atas melatarbelakangi Penulis dalam penyusunan skripsi

ini dengan judul “Analisis Yuridis Normatif Tindak Pidana Pencemaran

Nama Baik Terkait dengan Implementasi Hak Kebebasan Berpendapat

Di Indonesia (Studi Putusan Nomor 2/Pid.B/2018/PN.Bul dan Putusan

Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg)”

Universitas Sumatera Utara


5

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan apa yang diuraikan pada latar belakang di atas, maka

masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana Pengaturan tentang Hak Kebebasan Berpendapat di

Indonesia?

2. Bagaimana Pengaturan tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

di Indonesia?

3. Posisi kasus dan Analisa Putusan Nomor 2/Pid.B/2018/PN. Bul dan

Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi

persyaratan tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun, berdasarkan permasalahan yang

diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang tindak pidana pencemaran nama

baik yang berlaku di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaturan tentang hak kebebasan berpendapat di

Indonesia

3. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan dan keyakinan hakim dalam

memutus perkara pencemaran nama baik apabila dikaitkan dengan hak

kebebasan berpendapat.

Universitas Sumatera Utara


6

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini meliputi dua hal sebagai berikut:

1. Secara teoritis, melalui penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperdaya

wawasan dan pemikiran tentang hukum khususnya di bidang hukum

pidana, baik untuk kalangan mahasiswa sendiri atau para akademisi

sebagai bibit unggul yang akan menjadi kalanngan yang berguna dan

menjadi penerus bangsa di masa mendatang

2. Secara praktis, diharapkan pula melalui penulisan skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para penegak hukum dalam upaya memberikan proses

hukum yang berkeadilan, baik dan tepat sasaran, sehingga tidak

mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang mencari keadilan dan dapat

memberikan rasa keadilan yang sebesar-besarnya di tengah masyarakat.

E. KEASLIAN PENULISAN

Skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Normatif Tindak Pidana

Pencemaran Nama Baik Terkait dengan Implementasi Hak Kebebasan

Berpendapat Di Indonesia (Studi Putusan Nomor 2/Pid.B/2018/Pn.Bul Dan

Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/Pn.Sbg)” belum pernah ditulis oleh siapapun

sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini diangkat

dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana peraturan-

peraturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan tindak pidana pencemaran

nama baik yang dikaitkan pula dengan hak-hak kebebasan berpendapat di

Indonesia, baik yang diatur secara umum, maupun secara khusus.

Pada prinsipnya, dalam penulisan karya ilmiah ini, Penulis memperolehnya

berdasarkan literatur yang ada, baik dari perpustakaan, media massa cetak

Universitas Sumatera Utara


7

maupun elektronik, ditambah dengan pemikiran Penulis. Oleh sebab itu, keaslian

skripsi ini masih terjamin adanya serta dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Hukum Pidana

Dalam literatur telah banyak dijelaskan pengertian dan makna hukum

pidana sebagai salah satu bidang dalam ilmu hukum. Pendefinisian hukum pidana

harus dimaknai sesuai dengan sudut pandang yang menjadi acuannya. Pada

prinsipnya secara umum ada dua pengertian tentang hukum pidana, yaitu disebut

dengan ius poenale dan ius puniend. Ius poenale merupakan pengertian hukum

pidana objektif. Hukum pidana ini dalam pengertian menurut Mezger adalah

"aturan-aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan tertentu yang

memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana."

Pada bagian lain Simons merumuskan hukum pidana objektif sebagai

“Semua tindakan-tindakan keharusan dan larangan yang dibuat oleh negara atau

penguasa umum lainnya, yang kepada pelanggar ketentuan tersebut diancam

derita khusus, yaitu pidana, demikian juga peraturan-peraturan yang menentukan

syarat bagi akibat hukum itu.2 Selain itu Pompe merumuskan hukum pidana

objektif sebagai semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa

yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuainya. 3

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan hukum

2
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni Ahaem-
Petehaem, Jakarta, 1986, hlm. 13.
3
S.R. Sianturi, Ibid., hlm 14

Universitas Sumatera Utara


8

yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang

beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku.4

Hukum pidana menurut Prof. Mr. L. J. Van Apeldoorn, hukum pidana

dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Hukum pidana materiil yang menunjukkan pada perbuatan pidana

dan yang oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan

pidana itu menjadi dua bagian, yaitu:

a. Bagian objektif merupakan suatu perbuatan atau sikap yang

bertentangan dengan hukum positif sehingga bersifat melawan

hukum yang mneybabkan tuntutan hukum dengan ancaman

pidana atas pelanggaran

b. Bagian subjektif merupakan suatu kesalahan yang menunjuk

kepada si pembuat (dader) untuk dipertanggungjawabkan

menurut hukum

2. Hukum pidana formil yang mengatur cara hukum pidana materiil

dapat dilaksanakan.5

Kajian skripsi ini mencakup hukum pidana materiil yang nantinya akan meneliti

temtang tindak pidana apa yang terjadi dan hukum yang diberikan kepada

terdakwa.

2. Tindak Pidana

Sebelum penulis menguraikan tentang tindak pidana pencemaran nama

baik melalui tulisan, penulis akan menguraikan terlebih dahulu tentang tindak

pidana secara umum. Dalam ilmu hukum pidana, istilah tindak pidana adalah
4
Bambang Waluyo, S.H., 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 6
5
Bambang Poernomo, S.H., 1983, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Galia Indonesia,
hlm. 20

Universitas Sumatera Utara


9

terjemahan dari bahasa belanda “strafbaarfeit” yang merupakan istilah resmi

dalam “Wetboek van Strafrecht” yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih

berlaku hingga saat ini.

Ada banyak istilah terkait dengan tindak pidana. Ada yang menggunakan

istilah “delik”, yang berasal dari bahasa Latin, yaitu delictum. Dalam bahasa

Jerman dan Belanda, digunakan istilah delict. Sedangkan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) yang digunakan di Indonesia, bersumber dari

Wetboek van Strafrecht Netherland, maka pembentuk Undang-Undang

menggunakan istilah strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal

sebagai tindak pidana. Istilah strafbaar feit, terdiri dari tiga unsur kata, yaitu straf,

baar, dan feit. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai

dapat atau boleh, dan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran, dan

perbuatan. Jadi istilah strafbaar feit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau

perbuatan yang dapat dipidana.6

Para ahli kemudian memberikan definisi terkait strafbaar feit menurut

pandangannya masing-masing, yaitu:

Simons, merumuskan Strafbaar feit adalah “suatu tindakan melanggar

hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat

dihukum”.7

6
Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Yogyakarta, hlm.
19
7
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Cetakan Pertama, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002. hlm.72

Universitas Sumatera Utara


10

Pompe menyatakan bahwa strafbaar feit merupakan suatu pelanggaran

norma yang tidak hanya dilakukan dengan sengaja tetapi dapat juga dilakukan

dengan tidak sengaja. Sebagai contoh pelanggaran norma yang dilakukan dengan

sengaja dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP yaitu “Barangsiapa dengan sengaja

menghilangkan nyawa orang lain, karena bersalahnya telah melakukan

pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas

tahun”. Tidak semua pembunuhan dilakukan dengan sengaja. Dapat dilihat pada

Pasal 359 KUHP yaitu karena salahnya menyebabkan matinya orang. Dikatakan

selanjutnya oleh Pompe, bahwa menurut hukum positif, suatu “strafbaar feit” itu

sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang dapat dihukum.8

Moeljatno berpendapat bahwa, setelah memilih “perbuatan pidana”

sebagai terjemahan dari “strafbaar feit”, beliau memberikan perumusan

(pembatasan) sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

barangsiapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul

dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau menghambat akan

terciptanya tata pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.9

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Clark, Marshall, dan Iazell

yang menekankan pada dilarangnya perbuatan dan diancam dengan pidana.

Dikatakan bahwa tindak pidana (crime) adalah “any act or omission prohibited by

public for the protection of the public, and made punishable by state in a judicial

proceeding in its own name”. Dengan kata lain, tindakan pidana meliputi seluruh

8
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakri, Bandung.
1997, hlm.183.
9
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya di Indonesia ,Cetakan ke2,
Alumni Ahaem-Petehaem,Jakarta,1988. hlm.208

Universitas Sumatera Utara


11

perbuatan aktif maupun pasif yang dilarang untuk melindungi masyarakat dan

diancam pidana oleh negara melalui proses hukum.

Telah dibahas sebelumnya bahwa tindak pidana dapat pula disebut

dengan peristiwa pidana maupun delik. Pembagian secara mendasar didalam

melihat elemen perumusan delik hanya mempunyai dua elemen dasar yang terdiri

atas:

1. Bagian yang objektif menunjuk bahwa delik terdiri dari suatu perbuatan

dan akibat, yang merupakan kejadian yag bertentangan dengan hukum

positif sebagai anasir hukum yang dapat diancam dengan pidana, dan

2. Bagian yang subjektif yang merupakan anasir daripada delik.10

Dengan perkataan lain dpat dikatakan bahwa delict/strafbaar feit itu

terdiri dari objektif yang berupa adanya suatu kelakuan bertentangan dengan

hukum dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat (dader) yang

mampu bertanggung jawab atau dapat dipersalahkan kelakuan yang bertentangan

dengan hukum itu.

Berkaitan dengan tindak pidana, ada 2 (dua) pandangan, yaitu monistis

dan dualistis. Aliran monisme adalah aliran yang menggabungkan unsur objektif

(perbuatan pidana) dan unsur subjektif (pertanggungjawaban pidana) menjadi satu

bagian yang utuh. Semua unsur delik tersebut diatas harus terpenuhi jika akan

memidana seorang pelaku. Pandangan monisme memiliki akar historis yang

berasal dari ajaran finale handlingslehre yang dipopulerkan oleh Hans Welsel

pada tahun 1931 yang mana inti ajaran ini bahwa kesengajaan merupakan satu

kesatuan yang tak terpisahkan dari perbuatan.

10
Bambang Poernomo, S.H., 1983, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Galia Indonesia,
Hlm. 103

Universitas Sumatera Utara


12

Aliran Dualisme yaitu aliran yang memisahkan antara unsur-unsur tindak

pidana yaitu unsur objektif (unsur perbuatan) dan unsur subjektif (unsur

pertanggungjawaban pidana). Menurut aliran ini unsur objektif hanya dapat

dikandung dalam perbuatan pidana. Atas dasar itu, perbuatan pidana hanya dapat

dilarang karena tidak mungkin suatu perbuatan dijatuhi pidana. Sedangkan unsur

subjektif hanya dapat dikandung dalam pertanggungjawaban pidana yang

ditujukan kepada pembuat.

Karenanya pemidanaan hanya diterapkan kepada pembuat setelah

terbukti melakukan perbuatan pidana dan dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatan yang dilakukan. Ini dengan mudah dapat diterapkan terhadap kasus

yang memperalat orang gila atau anak di bawah umur untuk melakukan kejahatan

sebab jika tidak maka pelaku intelektual tidak dapat dijangkau dalam hukum

pidana. Salah satu ahli yang menganut aliran dualisme adalah Andi Zainal Abidin

Farid yang berusaha membuat konfigurasi dan membagi unsur tindak pidana

sebagai berikut:

1. Unsur Actus Reus:

a. Unsur-unsur konstitutif sesuai uraian delik

b. Unsur diam-diam

1) perbuatan aktif atau pasif

2) melawan hukum objektif atau subjektif

3) tidak ada dasar pembenar

2. Unsur Mens Rea:

a. Kemampuan bertanggung jawab

b. Kesalahan dalam arti luas

Universitas Sumatera Utara


13

1) Dollus

a) Sengaja sebagai niat

b) Sengaja sadar akkan kepastian atau keharusan

c) Sengaja sadar akan kemungkinan

2) Culpa lata

a) Culpa lata yang disadari (alpa)

b) Culpa lata yang tidak disadari (lalai)

Jadi secara sederhana, unsur delik menurut aliran dualisme adalah

sebagai berikut:

1. Unsur perbuatan (unsur objektif):

a. Perbuatan mencocoki rumusan delik

b. Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)

2. Unsur pembuat (unsur subjektif)

a. Dapat dipertanggungjawabkan

b. Ada kesalahan (tidak ada alasan pemaaf)

Tujuan dari pemisahan antar unsur perbuatan dan unsur pembuat adalah

untuk memudahkan hakim pada waktu menyelidiki ada atau tidaknya peristiwa

pidana dan pada waktu hendak menjatuhkan pidana tersebut, kedua unsur harus

disatukan kembali, karena kedua unsur tersebut sama pentingnya. Dan aliran ini

dapat pula disebut aliran monodualisme.

Jenis tindak pidana (delik) ada berbagai macam, yaitu:

1. Menurut doktrin

a. Delik formil dan delik materiil

b. Delik komisi dan delik omisi

Universitas Sumatera Utara


14

c. Delik yang berdiri sendiri dan delik yang berlanjut

d. Delik rampung dan delik berlanjut

e. Delik tunggal dan delik bersusun

3. Kebebasan dan Kebebasan Berpendapat

Konvensi Jenewa adalah bagian dari Hukum Internasional yang juga

dikenal sebagai Hukum Kemanusiaan dalam Konflik Bersenjata. Tujuan konvensi

ini adalah untuk menjadi patokan standar dalam memperlakukan korban perang

Dua protokol tambahan diadopsi pada 1977 yang isinya memperluas aturan

perang.11 Kemudian protokol ketiga disepakati pada 2005. Protokol Pertama

memberikan perlindungan bagi warga sipil dan juga militer serta petugas

kemanusiaan di tengah perang.

Protokol Kedua membahas perlindungan bagi korban yang terjebak di

tengah perang, misal perang saudara. Aturan ini tidak berlaku untuk kerusuhan

dalam demonstrasi atau tindak kekerasan yang terpisah. Protokol Ketiga pada

Desember 2005 mengadopsi aturan tentang perlindungan terhadap lembaga

palang merah atau bulan sabit. konvensi Jenewa adalah serangkaian aturan untuk

memperlakukan warga sipil, tawanan perang, dan tentara yang berada dalam

kondisi tidak mampu bertempur.12

Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak dasar yang harus

diberikan kepada seluruh masyarakat dalam negara demokratis. Dalam

perkembangannya kebebasan berpendapat dan berekspresi menemui jalan terjal

dengan penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP yang mengancam kemerdekaan

11
Arliana Permatasari ,(1999) Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC, hal 3.
12
Ibid hal 4.

Universitas Sumatera Utara


15

masyarakat dalam menyatakan pendapatnya.13 Tulisan ini bertujuan menelusuri

hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam koridor hukum nasional,

terutama Pasal 310 dan 311 KUHP, dengan begitu ditemukan formulasi yang

tepat mengenai kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam hukum nasional

Indonesia. Kebebasan berpendapat di muka umum merupakan salah satu bagian

dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di

muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak

dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir, sebagai anugerah dari

Tuhan. Pada hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling

fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar ini

lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia

lainnya sulit akan ditegakkan.14

G. METODE PENULISAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum

normatif (penelitian hukum doktriner) dengan mengkaji asas-asas hukum dan

peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian

hukum doktriner. Penelitian hukum jenis ini mengonsepsikan hukum sebagai apa

yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum

13
Tonny Yuri Rahmanto, “Kebebasan Berekspresi Dalam Perspektif Hak Asai Manusia :
Perlindungan, Permasalahan Dan Implementasinya Di Provinsi Jawa Barat,” Jurnal HAM 7, no. 1
(2016): hlm.1.
14
Osana, Ellya. (2016) “Negara Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia,” Jurnal Tapis:
Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 12, No. 1 .

Universitas Sumatera Utara


16

dikonsepsikan sebagai kaidah norma yang merupakan patokan perilaku manusia

yang dianggap pantas,

2. Data

Sumber data penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang

diperoleh secara langsung dari masyarakat (data primer) dan dari bahan-bahan

pustakaan (data sekunder). Sedangkan metode penelitian hukum normatif hanya

mengenal data sekunder saja.

Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier.

a) Bahan Hukum Primer; yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:

1. Norma kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

3. TAP MPR Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang

Hak Asasi Manusia;

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pemberlakuan

Peraturan Hukum Pidana di Seluruh Indonesia (KUHP);

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia;

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan

International Covenant on Civil and Political Rights (Konvensi

Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik);

Universitas Sumatera Utara


17

8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik;

9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Eletronik;

10. Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan

penelitian ini.

b) Bahan Hukum Sekunder; yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, diantaranya:

1. Buku-buku yang terkait dengan hukum;

2. Artikel di jurnal hukum;

3. Skripsi, Tesis, dan Disertasi hukum;

4. Karya ilmiah dari kalangan praktisi hukum atau akademisi yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

c) Bahan Hukum Tersier; yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya:

1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia;

2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini;

3. Surat kabar yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara penelitian

kepustakaan (library research) atau disebut juga dengan studi dokumen yang

meliputi bahan huum primer, sekunder, dan tersier. Studi kepustakaan yang

dimaksudkan dalam skripsi iniditerapkan dengan mempelajari dan menganalisa

Universitas Sumatera Utara


18

secara sistematis bahan-bahan yang utamanya berkaitan dengan tindak pidana

pencemaran nama baik dan hak kebebasan berpendapat, termasuk juga bahan-

bahan lainnya yang ada kaitannya dan dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Menurut Patton, analisi data adalah proses mengaur urutan data,

mengorganisasiannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber. Adapun yang menjadi sumber utama dalam penulisan skripsi ini

adalah data sekunder. Analisis data dalam penelitian hukum menggunakan metode

pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik, sedangkan

penggunaan angka-angka hanya sebatas pada persentase sehingga diperoleh

gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistem penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bagia yang tersebut

dalam beberapa bab, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara

tersendiri namun masih dlaam konteks yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

Secara sistematis gambaran skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menggambarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang membahas

tindak pidana, tindak pidana pencemaran nama baik, kebebasan dan hak

kebebasan berpendapat.

Universitas Sumatera Utara


19

BAB II Pengaturan Tentang Hak Kebebasan Berpendapat Di Indonesia

Bab ini berisikan tentang pengaturan hak-hak kebebasan berdasakan Hak Asasi

Manusia (HAM) dan juga pengaturan yang termaktub di dalam Konstitusi Negara

Indonesia.

BAB II Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di

Indonesia

Bab ini berisikan mengenai pengaturan tindak pidana pencemaran nama baik yang

ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan di luar KUHP,

dan perbandingan di antara keduanya.

BAB IV Analisis Putusan Hakim Dalam Memutus Perkara Terdakwa Yang

Melakukan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Dalam Putusan Nomor

2/Pid.B/2018/Pn. Bul dan Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/Pn.Sbg Terkait

dengan Hak Kebebasan Berpendapat Di Indonesia

Bab ini berisikan tentang analisa Penulis terhadap Putusan Nomor

2/Pid.B/2018/Pn. Bul dan Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/Pn.Sbg tentang

pencemaran nama baik dikaitkan dengan hak kebebasan berpendapat di Indonesia

pada saat proses pengadilan yang mempengaruhi keyakinan hakim dalam

mengambil keputusan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini merumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan dalam penulisan skripsi

ini yang dilanjutkan dengan memberikan saran yang diharapkan dapat berguna di

dalam praktik hukum di masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGATURAN TENTANG HAK KEBEBASAN BERPENDAPAT DI

INDONESIA

A. Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Hak Asasi Manusia

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu elemen penting dalam

demokrasi. Bahkan, dalam sidang pertama PBB pada tahun 1946, sebelum

disahkannya Universal Declaration on Human Rights atau traktat-traktat diadopsi,

Majelis Umum PBB melalui Resolusi Nomor 59 (I) terlebih dahulu telah

menyatakan bahwa “hak atas informasi merupakan hak asasi manusia

fundamental dan ... standar dari semua kebebasan yang dinyatakan „suci‟ oleh

PBB”. Kebebasan berekspresi merupakan salah satu syarat penting yang

memungkinkan berlangsungnya demokrasi dan partisipasi publik dalam setiap

pembuatan kebijakan. Warga negara tidak dapat melaksanakan haknya secara

efektif dalam pemungutan suara atau berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan

publik apabila mereka tidak memiliki kebebasan untuk mendapatkan informasi

dan mengeluarkan pendapatnya serta tidak mampu untuk menyatakan

pandangannya secara bebas.15

Hubungan kebebasan berpendapat dengan demokrasi kemudian diakui

dalam hukum internasional hak asasi manusia yang menyatakan bahwa kebebasan

berpendapat merupakan pra-syarat terwujudnya prinsip transparansi dan

akuntabilitas yang pada akhirnya sangat esensial bagi pemajuan dan perlindungan

15
Tony Yuri Rahmanto, Kebebasan Berekspresi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia:
Perlindungan, Permasalahan Dan Implementasinya Di Provinsi Jawa Barat, Jurnal Hak Asasi
Manusia Volume 7 No. 1, (Kuningan: 2016), hlm. 48.

20
Universitas Sumatera Utara
21

hak asasi manusia. Kebebasan berpendapat juga menjadi pintu bagi dinikmatinya

kebebasan berkumpul, berserikat dan pelaksanaan hak untuk memilih.16

Kebebasan berpendapat dirujuk Kembali keide dasar Hak Asasi Manusia

(HAM), dimana setiap manusia sejak lahir memiliki hak utama yang melekat dan

suci, yaitu hak hidup dari tuhan dan hak-hak lainnya demi pemenuhan kebutuhan

lahir batinnya, maka tidak ada kekuatan apapun yang berhak dan mampu

mencabutnya. Hanya dengan landasan hukum Konstitusional yang adil dan benar

lewat proses legal, maka pencabutannya dibenarkan baik untuk sementara maupun

seterusnya.

Karena akibat beragam perbedaan kepercayaan, keyakinan politik, etnik,

golongan, dan agama dengan segala variasinya, maka perbedaan tersebut akan

selalu hidup dan ada dalam komunitas nasional dan internasional. Untuk

mempertahankan hak tersebut, perlu perjuangan dan gerakan bersama (politik

moral) umat manusia melalui lembaga internasional, nasional, baik politik,

sosial, ekonomi, keagamaan, budaya dan sejenisnya maupun perseorangan.

Negara hukum (rule of law) ”lekat” dengan sistem politik demokrasi. Agar

terbina harmonisasi sistem hukum dan sistem politik dalam tataran bermasyarakat,

maka hidup bermasyarakat berarti siap/mau mengikuti pola hubungan

antara individu dalam kelompok yang telah ada sebelumnya. Adanya

pola tingkah laku sama yang dipertahankan dan dikembangkan terus oleh

warganya, menyebabkan tercipta/terjalinnya interaksi sosial. Sistem politik dan

16
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


22

sistem hukum yang ada sangat berpengaruh terhadap kehidupan

bermasyarakat.17

Dalam hubungan ini, kelompok warga menempati posisi dan

pemegang peran yang penting dalam hidup nasional maupun internasional. Hal

ini pasti akan melihatkan kepentingan warga untuk menyatakan pendapat dan

inspirasinya. Lalu bagaimana kepentingan warga ini mendapat tempat atau

perlindungan yang sewajarnya.

Sejak awal, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) telah

memberikan perhatiaannya dalam hal kepentingan politik. Hak warga untuk

menyatakan pendapatnya dinyatakan secara jelas di dalam DUHAM, pasal

19 yang berbunyi: ”Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan

mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut

pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan

menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun

dan dengan tidak memandang batas-batas”.

Seperti yang sudah dibahaskan sebelumnya, hak-hak yang

terkandung di dalam DUHAM masih bersifat ”tidak mengikat secara yuridis”.18

Oleh karena itu, Komisi Hak Asasi Manusia PBB telah menyusun ”sesuatu yang

lebih mengikat daripada deklarasi belaka”, dalam bentuk perjanjian (covenant).

Ditentukan pula bahwa setiap hak akan dijabarkan, dan prosedur serta

aparatur pelaksanaan dan pengawasan dirumuskan secara rinci.19 Pada sidang

17
A. Masyhur Effendi dan Taufansi Sukmana Evandri, HAM dalam Dimensi/Dinamika
Yuridis, Sosial, Politik, dan Proses Penyusunan/Aplikasi Ha-Kham (Hukum Hak Asasi)
Dalam Masyarakat, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2007) Cet 1, hlm. 79.
18
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:PT Gramedia, 2008) Cet 3,
hlm. 218.
19
Ibid, hlm. 219

Universitas Sumatera Utara


23

umum PBB 1966, telah disepakati dua konvensi HAM Internasional di bidang

ekonomi, sosial, dan budaya serta konvensi bidang sipil dan hak-hak politik

sipil. Maka dengan persepakatan dua deklarasi tersebut, hak warga untuk

menyatakan pendapat semakin mendapat tempat dan lebih bersifat mempunyai

kekuatan mengikat yakni melalui Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan

Politik (ICCPR) yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-

Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on

Civil and Political Rights. Dalam pasal 19 ICCPR disebutkan mengenai prinsip-

prinsip dasar yang berkaitan dengan kebebasan dan pencemaran nama baik di

antaranya Prinsip 1 yaitu:

1. Semua orang mempunyai hak untuk memiliki pendapat tanpa diganggu;

2. Semua orang mempunyai hak kebebasan berekspresi yang mencakup

kebebasan mencari, menerima, menyebarluaskan informasi dan gagasan

dalam bentuk apa pun, tanpa memandang batas-batas, baik secara lisan,

tertulis maupun cetak, dalam bentuk seni, atau melalui media apa pun

yang dipilih;

3. Apabila diperlukan, pelaksanaan hak yang tercantum dalam paragraf (b)

dapat tunduk pada pembatasan-pembatasan yang spesifik, sebagaimana

ditentukan oleh hukum internasional, termasuk perlindungan atas reputasi

orang lain;

4. Siapa pun yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari

pembatasan kebebasan berekspresi harus dapat menyanggah kesahihan

pembatasan tersebut secara konstitusional atau dengan menggunakan

undang-undang hak asasi manusia di depan pengadilan yang independen;

Universitas Sumatera Utara


24

5. Dalam menerapkan pembatasan kebebasan berekspresi, harus terdapat

perlindungan terhadap penyalahgunaan. Perlindungan tersebut termasuk di

antaranya hak untuk mengakses pengadilan yang independen sebagai

aspek dari penegakan hukum;

6. Perlindungan atas kepentingan reputasi yang sah dengan Pembatasan apa

pun atas ekspresi maupun informasi yang dilakukan dengan alasan bahwa

pembatasan tersebut demi melindungi reputasi orang lain, harus memiliki

tujuan jelas dalam melindungi kepentingan reputasi yang sah dan

menunjukkan dampak yang memenuhi tujuan tersebut.;

7. Pembatasan apa pun atas kebebasan berekspresi atau kebebasan informasi,

termasuk demi melindungi reputasi orang lain, hanya dibenarkan apabila

pembatasan tersebut benar-benar diperlukan dalam masyarakat

demokratis. Secara khusus, pemberlakuan pembatasan tidak dapat

dibenarkan apabila:

a. masih ada cara-cara lain yang dapat diambil dan tidak terlalu

mengekang yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan

yang sah atas reputasi; atau

b. apabila diperhitungkan secara keseluruhan, pembatasan ini tidak

lolos uji proporsionalitas karena keuntungan melindungi reputasi

tidak secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan kerugian

yang terjadi atas kebebasan berekspresi.

Universitas Sumatera Utara


25

Berikutnya melalui Prinsip 2 mengenai tujuan sah undang-undang pencemaran

nama baik yaitu:

1. Undang-undang pencemaran nama baik hanya sah apabila murni bertujuan

melindungi reputasi individu dan mampu menunjukkan dampak yang

memenuhi tujuan tersebut. Selain individu, perlindungan dapat diberikan

pada entitas yang punya hak untuk menuntut dan dapat dituntut secara

hukum. Perlindungan ini diberikan terhadap risiko pencemaran nama baik,

termasuk kemungkinan seseorang direndahkan harga dirinya di depan

suatu komunitas, kemungkinan seseorang menjadi bahan olok-olok atau

caci maki publik, atau kemungkinan yang dapat mengakibatkan seseorang

dihindari atau dijauhi oleh orang lain;

2. Undang-undang pencemaran nama baik tidak sah apabila tujuan atau

dampak undang-undang tersebut adalah untuk melindungi reputasi yang

tidak dimiliki atau bukan hak dari individu tersebut, atau demi melindungi

“reputasi” entitas yang tidak berhak menuntut atau dapat dituntut secara

hukum. Secara khusus undang-undang pencemaran nama baik tidak sah

apabila tujuan atau dampak dari undang-undang tersebut adalah untuk:

a. melindungi pejabat publik dari kritik yang sah atau menutup-nutupi

tindak korupsi atau kesalahan yang dilakukan oleh pejabat;

b. melindungi reputasi objek seperti simbol Negara atau simbol

keagamaan, bendera atau lambang kebangsaan;

c. melindungi reputasi negara atau bangsa;

d. memungkinkan individu untuk mengajukan tuntutan hukum atas

nama seseorang yang sudah meninggal dunia; dan

Universitas Sumatera Utara


26

e. memungkinkan individu untuk mengajukan tuntutan hukum atas

nama kelompok yang tidak memiliki status hukum untuk dapat

mengajukan tuntutan hukum

3. Undang-undang pencemaran nama baik ini tidak sah apabila melindungi

kepentingan lain selain reputasi. Untuk kepentingan selain reputasi

tersebut, boleh jadi kebebasan berekspresi layak dikenai batasan. Akan

tetapi lebih baik apabila kepentingan tersebut mendapatkan perlindungan

di bawah undangundang yang khusus dibuat untuk kepentingan tersebut.

Secara khusus, undang-undang pencemaran nama baik tidak bisa

dibenarkan apabila digunakan demi kepentingan menjaga ketertiban

umum, keamanan nasional atau memelihara hubungan persahabatan

dengan negara atau pemerintah lain.

Selanjutnya Prinsip 4 tentang tindak pidana pencemaran nama baik, yaitu:

1. Semua undang-undang tindak pidana pencemaran nama baik harus

dihapus dan diganti, jika perlu, dengan undang-undang perdata yang tepat.

Di negara-negara yang masih memberlakukan undang-undang tindak

pidana semacam, harus diambil langkah-langkah untuk menerapkan

prinsip ini secara progresif.

2. Pada praktiknya, harus diakui bahwa banyak negara masih menggunakan

undang-undang tindak pidana pencemaran nama baik sebagai cara utama

untuk menangani serangan yang tidak diinginkan terhadap reputasi.

Negara-negara tersebut sebaiknya segera mengambil langkah-langkah

yang diperlukan guna memastikan agar undang-undang tindak pidana

Universitas Sumatera Utara


27

pencemaran nama baik yang masih berlaku tunduk sepenuhnya pada hal-

hal berikut:

a. tidak seorang pun dapat dijatuhi hukuman pidana tindak pencemaran

nama baik kecuali apabila pihak yang mengaku tercemar nama baiknya

dapat membuktikan, tanpa keragu-raguan sedikit pun, adanya semua

elemen pencemaran nama baik sebagaimana tercantum di bawah ini;

b. gugatan pidana pencemaran nama baik hanya dapat diajukan apabila

pernyataan yang dinilai mencemarkan nama baik tersebut terbukti

keliru, bahwa pernyataan tersebut disampaikan sekalipun diketahui

mengandung kesalahan, atau terjadi keteledoran dalam

mempertimbangkan apakah pernyataan tersebut mengandung

kesalahan atau tidak, dan pernyataan tersebut dibuat dengan tujuan

khusus untuk merugikan pihak yang dicemarkan nama baiknya;

c. pejabat berwenang, termasuk polisi dan jaksa penuntut umum, tidak

boleh terlibat dalam upaya membuka atau mengajukan gugatan hukum

terhadap kasus pencemaran nama baik. Larangan ini berlaku tanpa

memandang status dari pihak yang mengaku tercemar nama baiknya,

bahkan apabila pihak tersebut adalah pejabat publik senior sekalipun;

d. hukuman penjara, penundaan hukuman penjara, pembekuan hak

mengekspresikan diri melalui media dalam bentuk apa pun atau

melakukan praktik jurnalisme atau profesi lainnya, denda berlebih-

lebihan dan bentuk hukuman pidana berat lainnya tidak boleh

dijadikan sanksi untuk pelanggaran undang-undang pencemaran nama

Universitas Sumatera Utara


28

baik, sekalipun pernyataan yang dipandang mencemarkan nama baik

tersebut dinilai berlebihan atau melewati batas.

Dari penjabaran prinsip-prinsip dalam pasal 19 ICCPR diatas maka

sebenarnya kebebasan berpendapat bukanlah hal yang dapat dijadikan sebagai

alasan pembenar bagi setiap orang untuk menyampaikan pendapat mereka. Maka

dari itu timbul pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai siapa yang menetapkan

dan apa konsekuensi yang harus ditanggung bila pembatasan itu tidak

dilaksanakan, juga tentunya landasan apa yang paling sah untuk menetapkan

pembatasan. ICCPR sendiri mengakui bahwa kebebasan berpendapat menerbitkan

kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karena itu kebebasan berpendapat

dikenai pembatasan yang diberi syarat harus ditetapkan berdasar hukum dan

sesuai dengan kebutuhan dengan alasan menghormati hak atau nama baik orang

lain dan melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau

moral masyarakat.

Selain melalui Undang-Undang ratifikasi tersebut, hak-hak asasi manusia

juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia. Dasar pemikiran pembentukan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia adalah:

1. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala

isinya;

2. Pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan,

kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin

kelanjutan hidupnya;

Universitas Sumatera Utara


29

3. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia,

diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa

hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga

dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo

homini lupus);

4. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang

satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau

hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;

5. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam

keadaan apapun;

6. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak

asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat

kewajiban dasar;

7. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan

ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik

lainnya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin

terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi

manusia.

B. Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Konstitusi Negara Indonesia

Mengingat kepada pengaturan hak kebebasan menyatakan pendapat

merupakan salah satu hak warga sipil yang termasuk dalam jaminan terhadap

HAM oleh Konstitusi Negara Indonesia. Secara horizontal, pengaturan hak

kebebasan menyatakan pendapat dalam UUD di Indonesia telah ditegaskan. Dari

seluruh Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, meskipun dalam dinamika

Universitas Sumatera Utara


30

Pasal yang terkadang sumir, secara tegas memberi jaminan atas perlindungan hak

menyatakan pendapat secara baik. Pengakuan ini menunjukkan sebuah komitmen

atas kepentingan dan perlindungan rakyat.

Dalam tataran vertikal yang mengacu kepada Peraturan Perundang-

Undangan dibawah UUD, pengaturan Hak Kebebasan menyatakan pendapat

mengalami pasang surut yang tidak bisa dipisahkan dengan konfigurasi politik

pemerintahan pada era tertentu. Sebagaimana dimaklumi bahwa peraturan hak-

hak hukum, yang ditegaskan dalam Peraturan Perundang-Undangan dibawah

UUD, mengalami era keterbukaan sejak pemerintahan Habibie dan seterusnya.20

Ketika pemerintahan Habibie (1998-1999), tepatnya pada 15

Agustus 1998, telah diatur kerangka kerja Komnas HAM melalui Kepres

No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia

Indonesia. Tujuan Rencana Aksi Nasional adalah untuk menjamin

peningkatan, pemajuan, dan perlindungan hak-hak Asasi manusia Indonesia

dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat istiadat, budaya, dan agama

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Rencana Aksi Nasional dilaksanakan

secara bertahap dalam sebuah program lima tahunan. Hal ini menunjukkan

kesinambungan program yang sebenarnya dapat saja ditinjau dan

disempurnakan. Dalam pelaksanaannya maka dibentuklah satu Panitia

Nasional yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden.

Sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), pada tanggal 26

Oktober 1998 berlaku UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyatakan Pendapat di Muka Umum. 100 UU ini memiliki nilai penting


20
Lihat Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Dari UUD
1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Jakarta: Kencana Pranada Media
Group, 2005, hlm.118

Universitas Sumatera Utara


31

dalam menjamin hak kebebasan berpendapat sebagai salah satu hak asasi

manusia.21

Sebelum Undang-undang ini diberlakukan, pada tanggal 24 Juli

1998, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (Perpu) tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka

Umum. Perpu ini mengatur perlunya kemerdekaan menyatakan pendapat di

muka umum sebagai hak asasi manusia dilakukan secara bertanggungjawab

agar tidak menganggu hak dan kebebasan orang lain serta kepentingan

masyarakat. Pengaturan tersebut dirasakan penting mengingat selama ini

pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, seperti unjuk rasa,

diikuti dengan tindakan-tindakan perusakan, pembakaran dan penjarahan. Hal

itu tertuang dalam konsiderans Menimbang yang selengkapnya berbunyi:22

a. Bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam bentuk

menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang

dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

b. Bahwa menyampaikan pendapat di muka umum walaupun merupakan

hak asasi manusia, tetapi pelaksanaannya harus dilakukan secara

bertanggungjawab dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

keagamaan, kesusilaan, dan kesantunan serta tunduk pada ketentuan

perundang-undangan yang berlaku agar tidak mengganggu hak dan

kebebasan orang lain serta kepentingan masyarakat yang wajib

dilindungi.

21
Pasal 1 menyatakan, “kemedekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebgainya secara jelas
dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
22
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia, (Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006) hlm. 187.

Universitas Sumatera Utara


32

c. Bahwa pada saat ini sering terjadi gelombang unjuk rasa yang tidak

terkendali di berbagai tempat yang seringkali diikuti dengan

tindakan perusakan, pembakaran dan penjarahan, yang

menimbulkan kerugian baik materil maupun inmateril setra

mengakibatkan perasaan tidak aman pada masyarakat atau membahayakan

persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.

d. Bahwa untuk tetap menjaga kemanan dan ketertiban nasional yang

kondusif untuk melaksanakan pembangunan serta memberikan

perlindungan dan perasaan aman bagi masyarakat, perlu segera

diadakan pengaturan mengenai penyampaian pendapat di muka umum.

Namun, dalam perjalanan selanjutnya, DPR menyatakan penolakan

terhadap Perpu tersebut yang disebabkan beberapa hal:23

Pertama, kondisi psikologis masyarakat yang sangat berprasangka

terhadap usaha-usaha pemerintahan untuk mengendalikan bahkan akan

“membungkam”kebebasan masyarakat untuk menyampaikan pendapat, kebebasan

berapat, berkumpul, dan lain sebagainya.

Kedua, terdapat materi muatan yang sangat bertentangan dengan

prinsip kebebasan pers kerana termasuk yang harus diberitahukan kepada

Polri sebelum pemaparan dimuat dalam media massa sebagaimana termuat dalam

Pasal 8 ayat (1) huruf e. Ketentuan ini merupakan suatu bentuk

“licensing”yang pada prinsipnya bertentangan dengan prinsip freedom of press.

23
Bagir Manan, Hak Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menurut UU N. o 9
Tahun 1998 (Suatu Kajian dalam Rangka Perwujudan Hak Asasi Manusia , Makalah
disampaikan pada Penataran Hukum Administrasi Negara Di Universitas Airlangga Surabaya,
Februari 1999, hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara


33

Ketiga, pemerintah tidak dapat memberi keyakinan mengenai keadaan

“hal ikhwal kegentingan yang memaksa”sebagai dasar kewenangan dan

pembenaran pembuatan Perpu.

Keempat, materi muatan yang diatur yang pada pokoknya tentang

HAM hanya diatur dengan Undang-Undang, dan bukan dalam bentuk Perpu.

Penolakan atas Perpu No. 2 Tahun 1998 diikuti dengan kesepakatan

untuk menyusun RUU baru tentang penyampaian pendapat di muka umum yang

kemudian menjadi UU No. 9 Tahun 1998. Pada dasarnya, ketentuan-

ketentuan yang dimuat dalam UU No. 9 Tahun 1998 tidak mengalami banyak

perubahan dengan Perpu No. 2 Tahun 1998. Perbedaan yang sangat penting

tampak dari beberapa hal, antara lain:24

Pertama, dihilangkan pemaparan melalui media massa baik cetak

maupun elektronik sebagai salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka

umum yang harus diberitahukan kepada Polri.

Kedua, adanya penambahan beberapa istilah dan pengertian baru

dan perubahan dalam pengertian dalam Bab Ketentuan Umum. Penambahan

yakni dengan dicantumkannya istilah dan pengertian mimbar bebas. Sedangkan

perubahan tampak pada istilah dan definisi unjuk rasa. Semua istilah dan

definisi unjuk rasa dibedakan dengan demontrasi, sedangkan dalam Undang-

Undang No.2 Tahun 1998 istilah dan pengertiaan unjuk rasa atau demontrasi

adalah sama.

24
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia, (Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006) hlm. 189.

Universitas Sumatera Utara


34

Secara garis besar, ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam UU No. 9

Tahun 1998 dapat dokategorikan ke dalam beberapa bagian, yakni:25

a. Ketentuan-ketentuan yang memuat pembatasan.26

b. Ketentuan-ketentuan yang memuat bentuk-bentuk penyampaian pendapat

di muka umum.27

c. Ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan muatan pemberitahuan.

d. Ketentuan lain.

Dalam kaitan dengan pembatasan, UU No. 9 Tahun 1998 menegaskan

bahwa penyelenggara wajib memberitahukan kepada Polri sebelum kegiatan

menyampaikan pendapat di muka umum dilakukan. Pemberitahuan ini bukan

merupakan suatu izin, dan dilakukan semata-mata untuk menghindari terjadinya

gangguan pada saat kegiatan itu dilakukan.28

Masih dalam kaitan dengan pembatasan, polri dapat membubarkan

kegiatan menyampaikan pendapat apabila:29

1. Tidak menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain.

2. Tidak menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum.

3. Tidak menaati hukum yang berlaku.

25
Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia, (Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006) hlm. 190.
26
Pasal 9,ayat 2 berbunyi,“Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum,kecuali:
(a) di lingkungan istana kepresidenan,tempat ibadahlm. instalasi militer, rumah sakit,
pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api. terminal angkutan darat,dan obyek-obyek vital
nasional; (b) pada hari besar nasional”. Pasal 10,ayat 1 berbunyi,“Penyampaian pendapat di
muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis
kepada Polri”. Pasal 10,ayat 3 berbunyi,“Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat ) jam sebelum kegiatan dimulai telah
diterima oleh Polri setempat”.
27
Pasal 9 ayat 1,berbunyi,“Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat
dilaksanakan dengan: a. unjuk rasa atau demonstrasi; b. pawai; c. rapat umum; dan atau d.
mimbar bebas”
28
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia
Di Indonesia,(Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006) hlm.190.
29
Ibid, hlm. 191.

Universitas Sumatera Utara


35

4. Tidak menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

5. Dilakukan di tempat yang terlarang.

6. Membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

7. Tidak memberitahukan.

8. Dalam pemberitahuan tidak mencantukan maksud, tujuan, tempat, rute, dan

lain sebagainya.

Mengenai pembatasan diatas, dikonstruksi dalam dentuk sanksi yang

diatur dalam Bab V Pasal 15.30 Namun, harus diakui bahwa masih rumusan-

rumusan pembatasan itu bersifat elastis dan dapat ditafrsirkan secara

longgar, bergantung kepada pihak penguasa. Misalnya, alasan tidak

menghormati aturan moral yang diakui umum, tidak menjaga keutuhan

persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mencegah ketidakpastian dan tindakan

sewenang-wenang maka diperlukan ketentuan yang lebih rinci ataupun

perlunya jurisprudensi yang mungkin terjadi di kemudian hari.

Dalam kaitan dengan bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka

umum, UU No. 9 Tahun 1998 menyatakan bahwa bentuk-bentuk yang diatur

adalah:31

1. Unjuk rasa atau demontrasi

2. Pawai

3. Rapat umum

4. Mimbar bebas.

30
Pasal 15, berbunyi,“Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat
dibubarkan apabila tidak memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat
(2) dan ayat (3) , Pasal 10, dan Pasal 11”.
31
Pasal 9

Universitas Sumatera Utara


36

“Menurut Bagir Manan, unjuk rasa atau demontrasi yang akan

dilakukan harus memberitahu kepada kepolisian. Namun harus

dikritisi bahwa ketentuan yang terkandung dalam UU ini ada

yang terkesan berlebihan dan sulit ditegakkan, terutama untuk

ketentuan yang menyatakan bahwa kegiatan perorangan atau individu

yang akan melakukan unjuk rasa juga harus menyampaikan

pemberitahuan kepada polisi”.32

Dalam kaitan dengan muatan pemberitahuan, Pasal 11 No. 9 Tahun

1998 memuat berbagai ketentuan yang harus diberitahukan (delapan muatan),

seperti rute, tempat, waktu, lama, serta jumlah. Bagir manan menyatakan

bahwa ketentuan yang memuat syarat jumlah dapat menjerat penyelenggara.

Seharusnya yang diatur bukan jumlah peserta, melainkan tanggung jawab

hukum apabila peserta unjuk rasa melakukan perusakan atas barang atau harta

benda.33

“Menurut Harjono, kebebasan menyatakan pendapat turut meliputi

kebebasan yang lain sebagai turunan atau penjabarannya, yaitu

kebebasan pers, penyiaran, dan film. Kebebasan pers dan

penyiaran yang dimaksudkan untuk menjaga pluralisme pendapat

dalam kehidupan politik yang menjadi prasyarat dasar bagi

demokrasi”.34

32
Bagir manan, Hak Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menurut UU N. o
9 Tahun 1998 (Suatu Kajian dalam Rangka Perwujudan Hak Asasi Manusia) , makalah
disampaikan pada Penataran Hukum Administrasi Negara Di Universitas Airlangga Surabaya,
Februari 1999, hlm. 14.
33
Ibid, hlm 20
34
Harjono,Transformasi Demokrasi, (Jakarta: Sekreteriat Jenderal dan
Kepaniteraan,2009) Cet 1, hlm. 198

Universitas Sumatera Utara


37

Pengaturan mengenai Pers, pertama kali diatur di dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pers.

Selanjutnya, undang-undang tersebut diubah oleh Undang-Undang No. 4 Tahun

1967 tentang Penambahan Undang-Undang No. 11 Tahun 1966. Perubahan

kedua terhadap Undang-Undang tersebut dilakukan pada tahun 1982 dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4

Tahun 1967. Terakhir kali, masalah Pers diatur oleh Undang-Undang No. 4 Tahun

1999 tentang Pers, yang mencabut dan mengganti Undang-Undang

sebelumnya di bidang Pers.35

Alasan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut adalah:

1. Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat

dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara dan demokratis.

2. Kemedekaan menyatakan pendapat dan pikiran merupakan hak asasi

yang sangat hakiki.

3. Pers nasional harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak,

kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan

kemerdekaan pers yang professional.

4. Pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan.

35
Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia, (Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006) hlm.

Universitas Sumatera Utara


38

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-

ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah tidak sesuai dengan

tuntutan perkembangan zaman.

Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, maka ada

beberapa hal penting yang perlu dicatat, yaitu:

a. Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat

b. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara

c. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyosoran, pembredelan atau

pelanggaran penyiaran.

Ketentuan tersebut merupakan hal baru yang diatur oleh Undang-Undang

Pers, di mana sebelumnya tidak pernah diatur. Hal tersebut semakin

menempatkan hak warga negara, dalam kaitannya dengan kemerdekaan

menyatakan pendapat samada lisan dan tulisan pada posisi sentral karena

tidak lagi mendapat tekanan dari pihak mana pun dalam implementasinya.36

Secara horizontal konstitusi RIS 1959 dan UUD 1945 tidak mengandungi

pertentangan mengenai pengaturan terhadap hak kebebasan menyatakan pendapat.

Walaupun begiu, di sana terdapat perbedaan penetapan pasal dan butirannya. Hak

kebebasan menyatakan pendapat di atur di dalam UUD 1945, pasal 28E ayat (3)

menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat.” Bermakna UUD 1945 memuatkan sekaligus hak yang

bersifat personal dan hak yang bersifat keluarga. Berbeda dengan pengaturan di

dalam Konstitusi RIS 1949, hak kebebasan menyatakan pendapat di atur secara

khusus dalam hak yang bersifat personal. Ini dapat dilihat pasal 19 menyatakan :

36
Ibid, hlm 185

Universitas Sumatera Utara


39

“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat.”

Manakala hak warga Negara sekaligus hak yang bersifat keluarga diatur di dalam

pasal 20 menyatakan : “Hak penduduk atas kebebasan berkumpul dan berapat

secara damai diakui dan sekadar perlu dijamin dalam peraturan-peraturan

undang-undang”. Menariknya, status manusia sebagai warga Negara tidaklah

menghilangkan statusnya sebagai seorang pribadi/individu dan keluarga.

Sementara Konstitusi RIS memberikan perbedaan yang tepat dari suatu status

tersebut.37

Dasar pemikiran pembentukan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia adalah:

a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala

isinya;

b. pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan,

kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin

kelanjutan hidupnya;

c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia,

diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa

hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga

dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo

homini lupus);

37
Lihat Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Dari UUD
1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana Prenda Media
Group, 2005) cet 2, hlm.104.

Universitas Sumatera Utara


40

d. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang

satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau

hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;

e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam

keadaan apapun;

f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak

asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat

kewajiban dasar;

g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan

ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik

lainnya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin

terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi

manusia.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA

BAIK DI INDONESIA

A. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di dalam KUHP

Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk khusus dari

perbuatan melawan hukum. Istilah yang dipakai mengenai bentuk perbuatan

melawan hukum ini ada yang mengatakan pencemaran nama baik, namun ada

pula yang mengatakan sebagai penghinaan. Sebenarnya yang menjadi ukuran

suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik orang lain

masih belum jelas karena banyak faktor yang harus dikaji.

Dalam hal pencemaran nama baik atau penghinaan ini yang hendak

dilindungi adalah kewajiban setiap orang untuk menghormati orang lain dari sudut

kehormatannya dan nama baiknya dimata orang lain meskipun orang tersebut

telah melakukan kejahatan yang berat. Adanya hubungan antara kehormatan dan

nama baik dalam hal pencemaran nama baik tersebut, maka dapat dilihat dahulu

pengertiannya masing-masing. Kehormatan adalah perasaan terhormat seseorang

dimata masyarakat, dimana setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sebagai

anggota masyarakat yang terhormat.

Menyerang kehormatan berarti melakukan perbuatan menurut penilaian

secara umum menyerang kehormatan seseorang. Rasa hormat dan perbuatan yang

termasuk kategori menyerang kehormatan seseorang ditentukan menurut

lingkungan masyarakat pada tempat perbuatan tersebut dilakukan.

Rasakehormatan ini harus diobjektifkan sedemikian rupa dan harus ditinjau

41
Universitas Sumatera Utara
42

dengan suatu perbuatan tertentu, seseorang pada umumnya akan merasa

tersinggung atau tidak.

Dapat dikatakan pula bahwa seorang anak yang masih sangat muda

belum dapat merasakan tersinggung ini, dan bahwa seorang yang sangat gila tidak

dapat merasa tersinggung itu. Maka, tidak ada tindak pidana penghinaan terhadap

kedua jenis orang tadi.

Pencemaran nama baik / penghinaan / fitnah yang disebarkan secara

tertulis dikenal sebagai libel, sedangkan yang diucapkan disebut slander. KHUP

menyebutkan bahwa penghinaan/pencemaran nama baik bisa dilakukan dengan

cara lisan atau tulisan (tercetak).

Tindak pidana terhadap kohormatan ini, menurut ilmu hukum pidana

terdiri atas 4 (empat) bentuk : 38

1. Menista;

2. Menista secara tertulis

3. Fitnah; dan

4. Penghinaan ringan.

Akan tetapi, dalam KUHP dimuat juga tindak pidana yang lain terhadap

kehormatan, yang erat kaitannya dengan kehormatan dan nama baik, yakni :

1. Perbuatan fitnah;

2. Persangkaan palsu;

3. Penistaan terhadap yang meninggal.

38
Leden, Marpaung. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan. (Jakarta : Sinar Grafika).
2010. Hlm. 8

Universitas Sumatera Utara


43

Hakikat penghinaan adalah menyerang kehormatan dan nama baik

seseorang, golongan, lembaga, agama, jabatan, termasuk orang yang sudah

meninggal. Penghinaan lazimnya merupakan kasus delik aduan.

Pada umumnya delik aduan terbagi atas delik aduan absolut (mutlak) dan

delik aduan relatif (nisbi). Dimana delik aduan absolut adalah delik yang dalam

keadaan apapun tetap merupakan delik aduan sedangkan delik aduan relatif adalah

delik aduan yang dalam keadaan tertentu saja diperlukan adanya pengaduan.39

Yang nama baiknya dicemarkan bisa melakukan tuntutan ke pengadilan sipil, dan

jika menang bisa mendapat ganti rugi. Hukuman pidana penjara juga bisa

diterapkan kepada pihak yang melakukan pencemaran nama baik. KUHP

mengatur beberapa Pasal soal penghinaan.

Menurut KUHP pencemaran nama baik harus memenuhi dua unsur, yaitu

ada tuduhan dan tuduhan dimaksudkan menjadi konsumsi publik. Dalam

penjelasannya, R. Soesilo.40 Mengatakan tuduhan ini harus dialamatkan kepada

perserorangan, jadi tidak berlaku apabila yang merasa terhina ini adalah lembaga

atau instansi, namun apabila tuduhan itu dimaksudkan untuk kepentingan umum,

artinya agar tidak merugikan hak-hak orang banyak atau atas dasar membela diri

(berdasarkan pertimbangan hakim), maka sang penuduh tidak dapat dihukum.

Ketentuan hukum penghinaan bersifat delik aduan, yakni perkara penghinaan

terjadi jika ada pihak yang mengadu. Artinya, masyarakat yang merasa dirugikan

oleh pemberitaan pers yang dianggap mencemarkan nama baiknya atau merasa

terhina dapat mengadu ke aparat hukum agar perkara bisa diusut.

39
Amir,Ilyas. Asas-asas Hukum Pidana. Yogyakarta, Rangkang Education Yogyakarta
& Pukap Indonesia, 2012, Hml. 186-187
40
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Serta Komentarnya Pasal Demi
Pasal. Bogor : Politeja, 1995, Hlm.225.

Universitas Sumatera Utara


44

Aturan pokok yang mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama

baik diatur dalam Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dimana aturan

dari pasal tersebut mengancam adanya suatu sanksi pidana terhadap barang siapa

yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan

mengujarkan suatu hal yang bersifat buruk, negatif atau memalukan dengan

maksud yang jelas agar hal itu dapat diketahui oleh khalayak umum, sebagaimana

hal-hal yang bersifat menyerang kehormatan terhadap seseorang itu diatur dalam

ayat sebelumnya, yaitu dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana. Apabila tindak pidana pencemaran nama baik tersebut dilakukan dengan

tulisan atau gambar yang disiarkan dan atau dipertunjukkan di muka umum, maka

tindak pidana tersebut diatur dalam Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana.

Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang telah diuraikan secara singkat dan jelas diatas, diterjemahkan oleh

Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) demikian :

1. Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik

seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang

supaya hal itu diketahui oleh umum, maka diancam karena pencemaran

dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,

dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena

pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat

Universitas Sumatera Utara


45

bulan atau dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah.

Penerjemahan yang telah diterjemahkan oleh Badan Pembinaan Hukum

Nasional tersebut menjelaskan bahwa istilah pencemaran dan pencemaran tertulis

untuk menerjemahkan istilah Bahasa Belanda smaad mengacu pada Pasal 310

ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sedangkan istilah smaadschrift

mengacu pada Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.41

Terjemahan lain juga telah dilakukan oleh P.A.F Lamintang dan juga

oleh C.D. Samosir, yang menerjemahkan smaad sebagai suatu penistaan yang

dilakukan secara lisan sedangkan smaadscrift sebagai suatu penistaan dengan

tulisan, dimana Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana diterjemahkan sebagai berikut :

1. Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan nama baik orang lain

dengan menuduh orang itu telah melakukan suatu perbuatan tertentu

dengan maksud yang nyata agar tuduhan tersebut diketahui oleh orang

banyak, karena telah menista orang lain secara lisan, maka dihukum

dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 (sembilan) bulan atau dengan

hukuman denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah.

2. Apabila perbuatan itu dilakukan dengan cara menyebarluaskan,

mempertunjukkan secara terbuka atau dengan menempelkan tulisan atau

gambar, maka pelakunya salah telah menista dengan tulisan, dihukum

dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan empat bulan

41
Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Sinar Harapan,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hal. 125.

Universitas Sumatera Utara


46

atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus

rupiah.42

Menurut R.Soesilo43penghinaan dalam KUHP ada 6 macam:

1. Menista (smaad)

2. Menista dengan surat (smaadachrift)

3. Memfitnah (laster)

4. Penghinaan ringan (een voudige belediging)

5. Mengadu secara memfitnah (lasterajke aanklacht)

6. Tuduhan secara memfitnah (lasterajke verdarhtmaking)

Pasal 311 ayat (1) KUHP :

”Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis,

dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan

itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan

dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan

fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Unsur-unsur dari Pasal tersebut yaitu :

1) Barang siapa;

Yaitu ditafsirkan sebagai individu sebagai subjek hukum.

2) Melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan;

Yaitu melakukan suatu pencemaran nama baik kepada seseorang

baiksecara langsung (bertatap muka) maupun secara tertulis.

3) Diizinkan untuk membuktikan;

42
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru,
1983), hal. 130.
43
Op.Cit, R. Soesilo, Hlm.225.

Universitas Sumatera Utara


47

Yaitu bahwa seseorang yang telah memberikan berita bohong

tersebutdiberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa ucapannya

tersebut memang benar-benar sesuai fakta yang sebenarnya.

Pasal 318 ayat (1) KUHP

”Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara

palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan

perbuatan pidana, diancam, karena menimbulkan persangkaan palsu,

dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Unsur-unsur dari pasal tersebut yaitu :

1) Barang siapa;

Yaitu ditafsirkan sebagai individu sebagai subjek hukum.

2) Sengaja;

Yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang

dan tindakan yang diancam hukuman.

3) Melakukan suatu perbuatan;

Yaitu melakukan suatu perbuatan yang terdapat dalam aturan

perundang-undangan dan mempunyai sanksi hukum bagi yang

melanggarnya.

4) Menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu

perbuatan yang dapat dihukum;

Pencemaran nama baik terbagi menjadi 2 macam yaitu, pencemaran

nama baik secara lisan dan percemaran nama baik tertulis. Dalam buku Oemar

Seno Adji.44

44
Oemar Seno, Adji. Mass Media dan Hukum. cet.2. (Jakarta : Erlangga, 1997), Hlm.
92

Universitas Sumatera Utara


48

pencemaran nama baik dikenal dengan istilah penghinaan, dimana dibagi

menjadi:

1. Penghinaan materiil

Penghinaan yang terdiri dari suatu kenyataan yang meliputi pernyataan

yang objektif dalam kata-kata secara lisan maupun secara tertulis, maka yang

menjadi faktor menentukan adalah isi dari pernyataan baik yang digunakan secara

tertulis maupun lisan. Masih ada kemungkinan untuk membuktikan bahwa

tuduhan tersebut dilakukan demi kepentingan umum.

2. Penghinaan formil

Dalam hal ini tidak ditemukan isi dari penghinaan, melaingkan

bagaimana pernyataan yang bersangkutan itu dikeluarkan. Bentuk dan caranya

yang merupakan faktor menentukan. Pada umumnya cara untuk menyatakannya

adalah dengan cara kasar dan tidak objektif. Kemungkinan untuk membuktikan

kebenaran dari tuduhan tidak ada dan dapat dikatakan bahwa kemungkinan

tersebut adalah ditutup.

B. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di luar KUHP

1. Pencemaran Nama Baik Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 1999

tentang Pers

Pencemaran nama baik dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang

Pers, pengaturannya tidak dijelaskan secara spesifik seperti yang ada dalam

KUHP. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Pers mempunyai

fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial dan juga

dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3

Undang–undang No. 40 Tahun 1999. Namun, secara implisit tindak pidana yang

Universitas Sumatera Utara


49

diklasifikasikan sebagai pencemaran nama baik dalam Undang-Undang No. 40

Tahun 1999 tentang Pers terdapat pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 huruf (a).

Selain itu, di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, tidak

terdapat sanksi pidana penjara terhadap pelaku yaitu wartawan dan media massa

(cetak dan elektronik), namun yang ada hanyalah sanksi denda seperti yang

dijelaskan Pasal 18 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999.

2. Pencemaran Nama Baik Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran

Salah satu bentuk pers adalah media elektronik (siaran televisi atau siaran

radio). Berdasarkan Undang- undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran, menegaskan bahwa penyiaran dalam bentuk siaran televisi atau siaran

radio, merupakan kegiatan yang mempunyai fungsi sebagai media informasi,

pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Dalam penyelenggaraan fungsi penyiaran

tersebut diperlukan aturan hukum untuk menanggulangi berbagai pelanggaran,

salah satunya dengan penerapan sanksi pidana di dalam Undang-undang

Penyiaran.

Pasal 36 ayat (5) Undang-undang No. 32 Tahun 2002 yang berisi tentang

larangan dalam isi siaran yaitu dalam huruf a, isi siaran dilarang bersifat fitnah,

menghasut, menyesatkan dan/atau bohong.

Universitas Sumatera Utara


50

3. Pencemaran Nama Baik Menurut Undang No. 11 Tahun 2008 jo. Undang-

Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UU ITE)

Di dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE seseorang yang dapat dikatakan

melanggar ketika memenuhi 4 unsur yaitu (1) unsur setiap orang; (2) Unsur

dengan sengaja dan tanpa hak; (3) unsur memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik; (4) mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Unsur “setiap orang”, menurut Pasal 1 angka 21 UU

ITE dinyatakan bahwa orang adalah orang perorangan, baik warga negara

Indonesia, baik warga negara asing, maupun badan hukum.

Jadi unsur setiap orang menurut Pasal 27 ayat (3) adalah “setiap orang

perorangan, setiap warga negara, baik warga negara Indonesia maupun warga

negara asing maupun suatu badan hukum yang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yangmemiliki muatan penghinaan

dan/atau pencemaran nama baik.

Unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak”Pasal 27 ayat (3) UU ITE

merupakan satu kesatuan bentuk kumulatif yang dalam tataran penerapan hukum

harus dapat dibuktikan oleh penegak hukum dalam memberlakukan Pasal

tersebut.45 Unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak” dimaksudkan bahwa

seseorang yang melakukan perbuatan tersebut mengetahui dan menghendaki

secara sadar bahwa tindakannya itu dilakukan tanpa hak. Dengan kata lain, pelaku

secara sadar mengehendaki dan mengetahui bahwa perbuatan “mendistribusikan”


45
Kristini, Nurhadini. “Tindak Pidana Dibidang Informasi dan Transaksi Elektronik
yang Bermuatan Peghinaan Dan Pencemaran Nama Baik.” Tesis, Fakultas Hukum Airlangga,
2009.

Universitas Sumatera Utara


51

dan/atau “mentransmisikan” dan/atau membuat dapat diaksesnya media informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan

dan/atau pencemaran nama baik.

Adapun unsur “tanpa hak” merupakan unsur melawan hukum.

Pencantuman unsur tanpa hak dimaksudkan untuk mencegah orang melakukan

perbuatan mendistribusikandan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat

diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki

muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang bukan haknya untuk

menyebarkan informasi tersebut. Unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak” inilah

harus dapat dibuktikan secara kumulatif untuk menentukan dapat tidaknya

seseorang dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Unsur “memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama

baik” menunjuk pada ketentuan Bab 16 Buku II KUHP tentang penghinaan,

khususnya berkaitan dengan ketentuan Pasal 310 dan 311 KUHP.46Kedua Pasal

tersebut memberikan dasar pemahaman atau esensi mengenai penghinaan atau

pencemaran nama baik yaitu tindakan menyerang kehormatan atau nama baik

orang lain dengan maksud diketahui oleh umum. Kehormatan dan nama baik

memiliki pengertian yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu

dengan yang lainnya, karena menyerang kehormatan seseorang akan berakibat

terhadap kehormatan serta nama baiknya tercemar, demikian juga sebaliknya,

menyerang nama baik seseorang sama saja akan berakibat tercemarnya nama baik

dan kehormatan seseorang pula. Oleh sebab itu, menyerang salah satu diantara

46
Ibid, Hlm 64

Universitas Sumatera Utara


52

kehormatan atau nama baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh

seseorang melakukan penghinaan.47

Unsur “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya”di dalam penjelasan mengenai Unsur mendistribusikan UU ITE

tidak menjelaskan definisi dari mendistribusikan oleh karena itu harus diambil

definisi baku melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memberikan definisi

sebagai berikut menyalurkan (membagikan, mengirimkan) kepada beberapa orang

atau ke beberapa tempat (seperti pasar, toko). Unsur mentransmisikan, UU ITE

juga tidak menjelaskan definisi dari mentransmisikan. Oleh karena itu, harus

diambil definisi baku melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memberikan

definisi yaitu mengirimkan atau meneruskan pesan dari seseorang (benda) kepada

orang lain (benda lain).Unsur membuat dapat diaksesnya, UU ITE juga sama

sekali tidak memaparkan definisi dari membuat dapat diaksesnya selain hanya

memberikan definisi tentang akses yaitu kegiatan melakukan interaksi dengan

Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.

C. PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA

BAIK di Dalam dan di Luar KUHP

1. Pertanggung jawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik

Menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik Menurut

Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Dalam hukum pidana konsep

liability atau “pertanggung jawaban” itu merupakan konsep sentral yang dikenal

dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa Latin ajaran kesalahan ini disebut juga

47
Mudzakir, Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik
Dictum 3, (Yogyakarta: Atmajaya Pres, 2004.) Hlm. 18

Universitas Sumatera Utara


53

dengan mens rea. Suatu perbuatan tidak mengakibatkan seorang bersalah kecuali

jika pikirn orang itu jahat. Doktrin mens rea itu dilandaskan pada maxsim actuis

nonfacit reum nisi mens sit rea, yang berarti “suatu perbuatan tidak

mengakibatkan seseorang bersalah jika pikiran orang tersebut jahat”.48

Kitab Undang – undang Hukum Pidana tidak menyebutkan secara

eksplisit sistem pertanggungjawaban pidana yang dianut. Beberapa Pasal KUHP

sering menyebutkan kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. Namun sayang,

kedua istilah tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Undang-Undang tentang

maknanya. Jadi, baik kesengajaan maupun kealpaan tidak ada keterangan lebih

lanjut dalam KUHP. Kedua kata itu sering dipakai dalam rumusan delik, seakan-

akan sudah pasti, tetapi tidak tahu apa maknanya. Hal itu seakan-akan tidak

menimbulkan keragu-raguan lagi dalam pelaksanaannya.

Kesalahan, pertanggungjawaban, dan pidana adalah ungkapan-ungkapan

yang terdengar dan digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam moral, agam

dan hukum. Tiga unsur itu berkaitan suatu dengan yang lain, dan berakar dalam

suatu keadaan yang sama yaitu adanya pelanggaran terhadap sistem aturan-aturan.

Sistem aturan-aturan ini dapat bersifat luas dan beraneka macam (hukum perdata,

hukum pidana, aturan moral dan sebagainya). Kesamaan dari ketiganya bahwa

mereka meliputi suatu rangkaian aturan tentang tingkah laku yang diikuti oleh

suatu kelompok tertentu. Jadi sistem yang melahirkan konsep kesalahan,

pertanggungjawaban dan pemidanaan itu adalah sistem normatif.

48
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teoriteori dan Kebijakan Pidana, (Bandung :
Alumni, 2005),hlm. 58

Universitas Sumatera Utara


54

Berpangkal tolak kepada sistem normatif yang melahirkan konsep

kesalahan, pertanggungjawaban dan pemidanaan itu, dicoba menganalisis tentang

pertanggungjawaban pidana. Bertanggung jawab atas sesuatu perbuatan pidana

berarti yang bersangkutan secara sah dapat dikenakan pidana atas perbuatan

tersebut. Untuk meminta pertanggungjawaban pidana seseorang, pertama-tama

harus seseorang tersebut harus melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur

dalam Pasal 1 KUHP berbunyi:

(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan

perundang-undangan pidana yang telah ada

(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan

dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling

menguntungkannya.

Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut

melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum. Tidak semua tindak

pidana merupakan perbuatan melawan hukum, karena ada alasan pembenar

berdasarkan Pasal 50, Pasal 51 KUHP. Sifat melawan hukum itu sendiri meliputi :

a) Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.

b) Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur

dalam undang-undang, tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat.

Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, dapat dirumuskan pengertian

pertanggungjawaban pidana yaitu sebagai penilaian keadaaan dan kemampuan

seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, apakah ia dapat dimintai

pertanggungjawaban atau tidak. Sedangkan untuk menilai bagaimana keadaan

tentang terjadinya suatu tindak pidana, haruslah diketahui adanya kesalahan dari

Universitas Sumatera Utara


55

si pelaku, untuk menilai kemampuan si pelaku haruslah dilakukan pengujian

kesehatan jiwa si pelaku apakah ia tergolong mampu atau tidak untuk

bertanggung jawab.

Jika diperhatikan dengan seksama, di dalam KUHP Buku II terdapat

perbedaan antara kesengajaan dan kealpaan. Rumusan-rumusan dalam KUHP

membedakan antara kedua hal tersebut: a. dengan sengaja; b. karena kealpaan.

Tidak dijelaskan lebih lanjut seperti apa kesengajaan dan kealpaan tersebut.

Namun, dari doktrin-doktrin yang ada, dapat disimpulkan bahwa untuk

pertanggungjawaban pidana perlu dibuktikan terlebih dahulu unsur kesalahan.

Mengetahui pertanggungjawaban pidana pada tindak pidana pencemaran

nama baik, perlu dilihat dari Pasalnya terlebih dahulu, terkait kesalahan apa yang

ditekankan. Berdasarkan ketentuan dalam KUHP, pasal-pasal yang digunakan

untuk menjerat tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Bab XVI

tentang penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 sampai dengan Pasal 321

KUHP. Pasal 310 dapat digunakan untuk menjerat pelaku pencemaran nama baik

yang mempunyai unsur subjektif dengan sengaja, sedangkan unsur objektifnya

menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu

hal, yang maksudnya agar supaya hal itu diketahui oleh umum.49

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dititikberatkan kepada

perbuatan itu yaitu pada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku, sehingga

untuk melakukan pembuktian bersalahnya pelaku, maka dititikberatkan pada

kesengajaan atas perbuatannya tersebut.

49
Imanuel Korassa Sonbai I Ketut Keneng, Alexander, Pertanggungjawaban Pidana
PelakuTindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial dalam Hukum Pidana
Indonesia, Fakultas Hukum Udayana,03 April 2016.

Universitas Sumatera Utara


56

Tindak pidana kehormatan termasuk delik aduan diatur dalam Bab VIII,

Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, dan Pasal 75 KUHP. Suatu pengaduan adalah suatu

pernyataan tertulis dari orang yang berhak untuk mengadu bahwa ia menghendaki

penuntutan pelaku suatu pelanggaran tindak pidana. Konsep “orang yang

mengadu” jika yang menderita atau korban kejahatan suatu tindak pidana sudah

dewasa, maka tidak menimbulkan masalah karena korban itulah yang berhak

mengadu, apabila korban yang ingin melakukan aduan adalah anak yang belum

dewasa, hal ini diatur dalam Pasal 72 dan 73 KUHP.

Berdasarkan rumusan Pasal 72 KUHP, maka yang berhak mengadu

adalah Wakilnya yang sah, Wali pengawas/ wali pengampu, Keluarga sedarah

sampai derajat ketiga. Jika korban kejahatan telah meninggal dunia, maka

pengaduan diatur oleh Pasal 73 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yakni

Orang tuanya, Anaknya, Istri/Suami yang masih hidup.

2. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik

menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang

No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU

ITE)

UU ITE merupakan Lex Specialis dari Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana karena merupakan pengkhususan dari penghinaan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana di ranah internet. Diketahui bahwa UU ITE Pasal 27 ayat

(3) mengatur tentang pencemaran nama baik dalam media sosial. Di dalam Pasal

tersebut terdapat dua unsur, yakni unsur subjektif serta unsur objektif. Unsur

subjektif dari Pasal tersebut adalah unsur kesalahan yang dimaksud dengan

adanya kata-kata dengan sengaja sedangkan unsur objektif pasal tersebut adalah

Universitas Sumatera Utara


57

adanya perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Di dalam UU ITE ini untuk pertanggungjawaban pidana pelaku

ditekankan pada unsur subjektifnya, yakni kesalahan dengan maksud kesengajaan

yang dilakukan oleh pelaku yang melakukan tindakan seperti yang terdapat di

Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 UU ITE. Untuk membuktikan bahwa seorang

pelaku melakukan pencemaran nama baik di media sosial, penegak hukum harus

dapat membuktikan bahwa pelaku secara sadar menghendaki dan mengetahui

perbuatannya.

Untuk itu, yang harus dibuktikan agar seseorang dapat dikenakan

pencemaraan nama baik dengan UU ITE adalah adanya kesengajaan dari sang

pelaku dalam tindakannya “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan”

dan/atau “membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau informasi

elektronik” adalah memiliki muatan penghinaan/pencemaran nama baik.

Di dalam contoh kasus-kasus pencemaran nama baik maka untuk dapat

dijerat dengan Pasal Pencemaran Nama Baik di dalam UU ITE haruslah dilihat

terlebih dahulu apakah pelaku tersebut bisa bertanggung jawab secara akal. Jika

pelaku bisa bertanggung jawab secara akal, maka untuk dibuktikan bersalah maka

haruslah pelaku dapat dibuktikan memenuhi unsur kesalahan, yakni kesengajaan,

bahwa orang itu secara sadar dan sengaja mengetahui apa yang dilakukannya

memuat pencemaran nama baik.

Kasus pencemaran nama baik di media sosial ini untuk dapat dijerat

dengan Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE ialah ditekankan pada

Universitas Sumatera Utara


58

adanya kesalahan pelaku, yakni terdapat unsur sengaja oleh sang pelaku atas

tindakannya, “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat

dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau informasi elektronik” ditujukan

kepada seseorang atau pihak tertentu serta memuat unsur penghinaan/ pencemaran

nama baik.

Dengan melihat contoh kasus yang ada tersebut, maka baik di dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 310 dan 311, maupun di dalam UU

ITE Pasal 27, kedua-keduanya untuk pertanggungjawaban pidananya sama-sama

melihat dari unsur kesalahan sang pelaku, yang mana kesalahan tersebut berupa

kesengajaan. Kesengajaan sang pelaku itulah yang harus dibuktikan oleh penegak

hukum. Hal ini terlihat dari adanya kata-kata “dengan sengaja” dalam Pasal-Pasal

tersebut.

Perbedaan Pencemaran Nama Baik Umum dengan Pencemaran Nama Baik

Khusus

No. Pencemaran Nama Baik Umum Pencemaran Nama Baik Khusus

1. Dimuat dalam satu BAB yaitu Diatur di luar dari BAB XVI Buku ke

BAB XVI Buku ke II KUHP II KUHP dan tersebar pada beberapa

pasal yang masuk ke dalam BAB yang

berbeda-beda objeknya dan

kepentingan hukum yang dilindungi

sebagai dasar pengelompokan tindak

pidana

2. Objeknya orang perorangan Objeknya selain kepada orang secara

semata khusus, juga badan atau instansi

Universitas Sumatera Utara


59

pemerintah, Agama atau golongan

kelompok tertentu serta benda seperti

Bendera Merah Putih

3. Delik Aduan Delik Biasa

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA

TERDAKWA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN

NAMA BAIK DALAM PUTUSAN NOMOR 2/PID.B/2018/PN.BUL DAN

PUTUSAN NOMOR 75/PID.SUS/2018/PN.SBG TERKAIT DENGAN HAK

KEBEBASAN BERPENDAPAT DI INDONESIA

A. STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 2/PID.B/2018/PN. Bul

1. Identitas Terdakwa

Nama lengkap : FIRAWATI MORANA;

Tempat lahir : Kali;

Umur / Tgl. Lahir : 30 Tahun/ 6 Maret 1987;

Jenis kelamin : Perempuan;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Kelurahan Kali Kecamatan Biau Kabupaten Buol;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga;

2. Posisi Kasus

Berawal pada hari Selasa tanggal 19 September 2017 sekira pukul

16.30WITA ketika korban sedang duduk-duduk bersama Saksi Aspia K. Morana

danSaksi Maryam Y. Morana dan anak-anak korban yang sedang bermain-main

dipinggir Jalan Lorong SMK 1 Biau Kabupaten Buol kemudian Terdakwa

datangmeneriaki korban dengan mengatakan “bikin sakit kepala anak-anak ini,

jangankasih bebas di tempat ini biar tidak terkena penyakit mamaku”, mendengar

haltersebut korban bersama dengan anaknya dan dengan Saksi Aspia K. Morana

60
Universitas Sumatera Utara
61

dan Saksi Maryam Y. Morana pergi meninggalkan tempat tersebut dan menuju

kerumah Saksi Aspia K. Morana untuk duduk sambil berbincang-bincang di

depanrumah Saksi Aspia K. Morana, tidak lama kemudian Terdakwa mendatangi

rumahSaksi Aspia K. Morana dalam kondisi marah sambil memegang parang dan

batulalu Terdakwa menghina korban dengan mengatakan “Ris ini bukan manusia

tapibinatang dia ini, binatang kau, anjing, babi, perempuan nakal, gatal, perebut

suamiorang, tidak tahu malu, suka berasa-rasa kemaluannya laki-laki, sering

tidurdengan orang-orang tua, pepek merah” yang mana perkataan Terdakwa

tersebutdi dengar oleh masyarakat di sekitar tempat tersebut namun korban hanya

diam dan tidak menanggapi perkataan Terdakwa kemudian Terdakwa pergi

meninggalkan tempat tersebut. Akibat perbuatan Terdakwa tersebut, korban

merasa malu dihadapan masyarakat.

3. Dakwaan Jaksa

1) Terdakwa FIRAWATI MORANA terbukti secara sah danmeyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana Penghinaan sebagaimanadiatur dan

diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP;

4. Tuntutan Jaksa

1) Terdakwa FIRAWATI MORANA terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana Penghinaan sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP;

2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana penjara selama 2

(dua) bulan dengan perintah Terdakwa ditahan;

3) Menetapkan pada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah

Rp5.000,00(lima ribu rupiah);

Universitas Sumatera Utara


62

5. Fakta Hukum dan Pertimbangan Hakim

Hakim yang mengadili perkara ini dalam putusannya mempertimbangkan

yang pokoknya menerangkan sebagai berikut:

1) Bahwa berdasarkan keterangan Saksi-saksi dan Terdakwadiperoleh fakta-fakta

hukum sebagai berikut:

- Bahwa pada hari Selasa tanggal 19 September 2017 sekira pukul 16.30 WITA

di halaman rumah Saksi Aspia K. Morana beralamat di Kelurahan Kali

Kecamatan Biau Kabupaten Buol, Terdakwa telah melakukan penghinaan

terhadap Saksi korban Rismawati;

- Bahwa Terdakwa mengatakan kepada Saksi korban Rismawati “Ris, walaupun

saya kurus kering saya tidak seperti kau suka merebut suaminya orang, gatal

memang kau seperti binatang lebih bagus binatang, memang gatal kau punya

pepek“

- Bahwa Terdakwa melakukan penghinaan kepada Saksi korban Rismawati di

halaman depan rumah Saksi Aspia K. Morana dan dengan suara yang dapat di

dengar oleh banyak orang di sekitar tempat tersebut;

- Bahwa akibat penghinaan tersebut, Saksi korban Rismawati merasa terhina atas

perkataan Terdakwa tersebut;

- Bahwa Terdakwa selain melakukan penghinaan terhadap Saksi korban

Rismawati, Terdakwa juga sempat melemparkan batu ke atap rumah Saksi

Aspia K. Morana;

Universitas Sumatera Utara


63

2) Segala sesuatu yang termuat dalam beritaacara persidangan perkara ini, untuk

menyingkat putusan ini dianggap telahtermuat dan menjadi bagian yang tak

terpisahkan dengan putusan ini.

3) Majelis Hakim akan mempertimbangkanapakah berdasarkan fakta-fakta hukum

tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana

yang didakwakan kepadanya.

4) Memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan

sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, yang unsur-unsurnya adalah sebagai:1. Barang siapa;2. Dengan

sengaja;3. Merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan

menuduhmelakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan

tersiarnyatuduhan itu;

5) Ad.1 Unsur Barang siapa;barang siapa atau siapa saja pada

dasarnyamenunjukkan pada siapa orangnya yang harus bertanggungjawab atas

perbuatanatau kejadian yang didakwakan itu atau setidaknya mengenai siapa

orangnya yangmenjadi Terdakwa dalam perkara ini. tegasnya, kata barang

siapa menurut bukupedoman pelaksanaan tugas dan administrasi buku II, edisi

revisi tahun 2004,halaman 208 dari Mahkamah Agung Republik Indonesia dan

putusan MahkamahAgung Republik Indonesia Nomor 1398 K/Pid/1994,

tanggal 30 Juni 1995,terminologi kata barang siapa atau HIJ sebagai siapa

saja yang harus dijadikanTerdakwa atau dader atau setiap orang sebagai subjek

hukum (pendukung hakdan kewajiban) yang dapat diminta

pertanggungjawaban dalam segalatindakannya.

Universitas Sumatera Utara


64

6) Dengan demikian konsekuensi logis anasir ini, makaadanya kemampuan

bertanggungjawab (toerekeningsvaandaar-heid) tidak perludibuktikan lagi oleh

karena setiap subjek hukum melekat erat dengan

kemampuanbertanggungjawab sebagaimana ditegaskan dalam memorie van

toelichting (MvT);berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas,Majelis

Hakim berpendapat bahwa unsur barang siapa telah terpenuhi secara

sahmenurut hukum;

7) Ad.2 Unsur dengan sengaja;Menimbang, bahwa Undang-undang tidak

memberikan pengertian tentangapa yang dimaksud dengan sengaja, akan

tetapi praktek peradilan untuk dapatmengetahui arti kesengajaan, dapat diambil

dari Memorie van Toelichting (MvT)yaitu pidana pada umumnya hendaknya

dijatuhkan hanya pada barang siapamelakukan perbuatan yang dilarang,

dengan dikehendaki dan diketahui. Dalampengertian ini disebutkan bahwa

kesengajaan diartikan sebagai menghendaki danmengetahui (willens en wetens)

artinya seseorang yang melakukan suatu tindakandengan sengaja, harus

menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan atauakibatnya. jadi

dapatlah dikatakan, bahwa dengan sengaja berarti menghendakidan mengetahui

apa yang dilakukan serta menyadari tentang apa yang dilakukandan akibat

yang akan timbul dari padanya.

8) Perbuatan yang dilakukan Terdakwa terhadap Saksikorban tersebut merupakan

bentuk kesengajaan sebagai maksud (opzet alsoogmerk) karena Terdakwa

menghendaki perbuatan tersebut beserta akibatnya;bahwa oleh karena

perbuatan tersebut dikehendaki olehTerdakwa disamping mengetahui dan

menyadari tentang apa yang dilakukan itudan akibat yang akan timbul

Universitas Sumatera Utara


65

daripadanya;Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di

atas,Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur dengan sengaja telah terpenuhi

secarasah menurut hukum;

9) Ad.3 Unsur menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan

jalanmenuduh melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata

akan tersiarnya tuduhan itu; bahwa yang dimaksud dengan menyerang

kehormatan ataunama baik seseorang adalah bahwa seseorang dengan

perbuatannya hendakmempermalukan seseorang lainnya, keadaan buruk mana

apabila diketahui oranglain atau orang banyak menyebabkan seseorang yang

dinyatakan itu merasa maluatau tidak enak hati, R. Susilo menyebutkan bahwa

penghinaan yaitu menyerangnama baik atau kehormatan seseorang. orang yang

diserang biasanya merasamalu dan kehormatan yang diserang disini hanya

mengenai kehormatanseseorang sebagai manusia;

10) Terdakwa mengatakan kalimat yang membuat Saksikorban Rismawati merasa

malu tersebut terjadi di halaman rumah Saksi Aspia K.Morana yang mana

tempat tersebut adalah tempat umum dan pada saat Terdakwamengatakan hal

tersebut kepada Saksi korban Rismawati banyak orang yangmendengar dan

melihatnya, sehingga hal tersebut dapat diketahui oleh khalayakumum,

sementara Terdakwa mengetahui kalimat yang dikeluarkan tersebutkepada

diri Saksi korban Rismawati adalah tidak benar;bahwa berdasarkan uraian

pertimbangan tersebut di atas,Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur

menyerang kehormatan atau namabaik seseorang dengan jalan

menuduh melakukan sesuatu perbuatandengan maksud yang nyata akan

tersiarnya tuduhan itu telah terpenuhi secarasah menurut hukum.

Universitas Sumatera Utara


66

11) Dalam persidangan Majelis Hakim tidak menemukan halhal yang dapat

menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar

dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan

perbuatannya; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa tidak ditahan dan

menurut pendapat Majelis Hakim tidak cukup alasan untuk menahan, maka

Terdakwa tidak ditahan sampai perkara ini dinyatakan berkekuatan hukum

tetap;

12) Untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan

terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan

bagi diri Terdakwa; Keadaan yang memberatkan :Perbuatan Terdakwa

menyebabkan Saksi korban Rismawati merasa malu;Terdakwa tidak

menyesali perbuatannya;Keadaan yang meringankan :Terdakwa belum

pernah di hukum;Terdakwa bersikap sopan di persidangan;Terdakwa sebagai

Ibu mempunyai Anak untuk diberi nafkah;

13) Suatu konsekuensi dari suatu perbuatan yang melanggarhukum, haruslah

dikenakan pidana yang layak dan pantas sesuai denganperbuatannya, bahwa

maksud dan tujuan pemidanaan itu sendiri semata-matadimaksudkan tidaklah

untuk membuat seseorang menderita ataupun sebagaitindakan pembalasan

atas perbuatannya, akan tetapi pemidanaan itu sendiriharuslah memberi

manfaat bagi anggota masyarakat pada umumnya dankhususnya berguna pula

bagi pribadi Terdakwa agar tidak lagi mengulangiperbuatannya;bahwa oleh

karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslahdibebani membayar biaya

perkara;

Universitas Sumatera Utara


67

6. Putusan Hakim

MENGADILI:

1) Menyatakan Terdakwa FIRAWATI MORANA tersebut diatas, telah

terbuktisecara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

pencemaran nama baik sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu;

2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjaraselama 1 (satu) bulan;

3) Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara

sejumlahRp5.000,00 (lima ribu rupiah).

7. Analisis Putusan Hakim

1. Dakwaan

Dakwaan merupakan dasar penting dalam hukum acara pidana, karena

berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu.

Pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederburg,

pemeriksaan tidak batal jika batasan-batasan nya dilampaui, namun putusan

hakim hanya boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batasan-

batasan itu, dalam hal ini ada beberapa pengertian surat dakwaan menurut para

ahli sebagai berikut:

- Harun M Husein

Surat dakwaan adalah surat yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh

penuntut umum, yang memuat uraian tentang identitas lengkap terdakwa,

perumusan tindak pidana yang didakwakan dengan unsure-unsur tindak

pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang

bersangkutan, disertai uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana

Universitas Sumatera Utara


68

dilakukan oleh terdakwa, surat yang menjadi dasar dan batas ruang

pemeriksaan disamping pengadilan.

- M. Yahya Harahap

Surat dakwaan adalah surat atau akta yng memuat rumusan tindak pidana

yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik

kesimpulan dari hasil penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan

bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan.

Surat dakwaan menempati posisi sentral dan strategis dalam pemeriksaan

perkara pidana di pengadilan, karena itu surat dakwaan sangat dominan bagi

keberhasilan pelaksanaan tugas penuntutan. Ditinjau dari berbagai kepentingan

yang bekaitan dengan pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi surat dakwaan

dapat dikategorikan:

- Bagi pengadilan/hakim, surat dakwaan merupakan dasar dan sekaligs

membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam

penjatuhan keputusan;

- Bagi penuntut umum, surat dakwaan merupakan dasar

pembuktian/analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya

hukum;

- Bagi terdakwa/ penasihat hukum, surat dakwaan merupakan dasar untuk

mempersiapkan pembelaan.

Berdasarkan Putusan Nomor 2/Pid. B/2018/PNBul dakwaan yang di

gunakan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah dakwaan Alternatif. Dakwaan

alternatif adalah dakwaan yang tersusun dari beberapa tindak pidana yang

didakwakan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain

Universitas Sumatera Utara


69

bersifat saling mengecualikan. Dala dakwaan ini, terdakwa secara faktual

didakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakikatnya ia hanya

didakwa satu tindak pidana saja. Biasanya dalam penulisannya menggunakan kata

„atau‟. Dasar pertimbangan penggunaan dakwaan alternatif adalah karena

penuntut umum belum yakin benar tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk

diterapkan pada tindak pidana tersebut , maka untuk memperkecil peluang

lolosnya terdakwa dari dakwaan, dipergunakan bentuk dakwaan alternative.

Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan dalam hal antara kualifikasi tindak

pidana yang satu dengan yang lain menunjukkan cirri yang sama atau hamper

bersamaan, misalnya pencurian atau penadahan, penipuan dengan penggelapan,

pembunuhan atau penganiayaan, atau pemerkosaan atau pencabulan.

Dakwaan alternatif yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum primairnya

adalah Pasal 310 ayat (1) tentang Pencemaran nama baik dan alternatifnya adalah

pasal 311 ayat (1) tentang fitnah. Jika di analisis berdasarkan hasil penyidikan dan

fakta persidangan terkemukakanlah bahwasanya pelaku dan saksi korban sudah

tidak akur sejak lama dan pernah bertengkar 2 (dua) tahun yang lalu, tetapi

akhirnya damai. Hal ini tentu menjadi pertanda bahwa antara pelaku dan saksi

korban masih sama sama menyimpan dendam sehingga setiap ejekan yang keluar

langsung dibesar-besarkan, apalagi berdasarkan keterangan terdakwa, saksi

korban pernah mencoba mengganggu rumah tangga terdakwa.

Dakwaan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa dirasa

sudah sangat tepat, dengan menggunakan dakwaan alternatif, antara Pencemaran

nama baik dan fitnah, karena kebenaran tentang apa yang dikatakan oleh sipelaku

belum terbukti, sehingga apa yang didakwakan Jaksa sudah sangat tepat.

Universitas Sumatera Utara


70

2. Putusan Hakim

Putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis

dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka bentuk umum, sebagai hasil dari

pemeriksaan perkara. Putusan dijatuhkan kepada pelaku yang terbukti bersalah,

putusan yang dijatuhkan berupa pemidanaan sebagai mana yang diatur dalam

pasal 10 KUHP, yaitu:

1. Pidana Pokok

a. Hukuman Mati

b. Pidana Penjara

c. Pidana Kurungan

d. Pidana Denda

2. Pidana Tambahan

a. Pencabutan Hak tertentu

b. Perampasan hak tertentu

c. Pengumuman putusan hakim

Adapun mengenai kualifikasi urutan-urutan dari jenis pidana tersebut

didasarkan pada berat ringannya pidana yang diaturnya, yang terberat adalah yang

disebutkan terlebih dahulu (pasal 69 KUHP)

Dalam putusan No. 2/Pid. B/2018/PNBul, terdakwa dijatuhi hukuman

pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Andi Hamzah menegaskan bahwasanya

penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pada

umumnya hukuman penjara dijalani dalam suatu ruangan tertentu. Pada masa lalu,

pidana penjara dipesoalkan di dunia barat, apakah si terhukum ditempatkan secara

terpisah, yakni terasing dari sipelaku lainnya, ataukah tidak karena penjara

Universitas Sumatera Utara


71

tersebut terbuat dari beton yang kokoh dan kuat, sehingga para pelaku terasing

dari pergaulan masyarakat luas.50

Adapun tujuan dijatuhkannya pidana terhadap seseorang adalah

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana, mencegah

orang lain melkukan perrbuatan pidana yang sama seperti yang dilakukan

sipelaku, menyediakan saluran-saluran untuk mewujudkan motif balas51

Roger hood berpendapat bahwa sasaran pidana disamping untuk

mencegah si terpidana atau pembuat potensial melakukan tindak pidana juga

untuk, pertama memperkuat kembali nilai-nilai sosial, kedua menentramkan rasa

takut masyarakat terhadap kejahatan.52

Jika kita lihat lagi dalam putusan tersebut diatas, apa yang menjadi

pertimbangan hakim dengan menjatuhkan vonis terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penghinaan sebagaimana diatur

dan diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP; yang dimana dalam Pasal

310 ayat (1) memiliki unsur sebagai berikut:

1. Barang siapa;

2. Dengan sengaja;

3. Merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh

melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya

tuduhan itu.

Berdasarkan unsur tersebut, terdakwa sudah memenuhi segala unsurnya

dan sudah memenuhi unsur untuk dikatakan telah melakukan perbuatan

sebagaimana tertulis dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang Pencemaran nama
50
Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: Refika Aditama), 2011, hlm. 87
51
Ibid, hlm. 23
52
Muladi dan Arif, Op.Cit, hlm. 21

Universitas Sumatera Utara


72

baik. Tetapi terdakwa di vonis hakim selama 1 bulan penjara menurut analisis

penulis belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam proses

pemidanaan.Hukuman selama satu bulan menurut penulis terlalu ringan untuk

dijatuhkan kepada pelaku melihat hinaan yang disampaikan terdakwa

menggunakan bahasa-bahsa yang sangat kasar dan didengar oleh banyak orang

yang.

Dengan fakta-fakta hukum yang diperoleh selama proses persidangan,

tentu hakim seharusnya lebih peka terhadap keadaan yang terjadi, kondisi yang

meringankan dan memberatkan bukan hanya berasal dari pelaku, tapi juga dari

korban itu sendiri, penulis berpikir bahwa hukuman yang dijatukan hakim belum

tentu akan menimbulkan efek jera, dan tujuan tujuan lain yang diinginkan oleh

dilaksanakannya proses pemidanaan.

Jika kita bandingkan antara dakwaan jaksa dan putusan hakim ada sedikit

perbedaan diantara keduanya, yaitu Tuntutan jaksa berbeda dengan putusan

hakim, dan putusan hakim tersebut 1 bulan lebih ringan dari tuntutan Jaksa

Penuntut Umum, dimana Jaksa menuntut pelaku selama dua bulan, sedangkan

Hakim memutus satu bulan. hal ini pun penulis berpikir masih kurang tepat,

dimana pertimbangan hakim yang petama bahwa pelaku melakukan penghinaan

dengan bahasa yang kasar dan tidak pantas dengan suara yang keras sambil

membawa parang dan batu.Yang kedua pelaku korban tentunya merasa malu

karena apa yang disampaikan terdakwa didengar oleh banyak orang dan anak-

anak. namun hakim tidak melihat pertimbangan dari sisi korban, dimana korban

mengalami trauma dan menanggung malu, seharusnya hal ini dapat menjadi

pemberatan dan penambahan hukuman bagi pelaku, karena perbuatan korban

Universitas Sumatera Utara


73

dianggap dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan, bahkan setelah

sipelaku di penjara, maka seharusnya hakim perlu mempertimbangkan dari sisi

korban itu sendiri diluar daripada kesalahan yang ditimbulkan oleh pelaku, demi

terciptanya keaadilan dan keamanan serta memberikan efek jera yang nyata

kepada masyarakat.

B. Studi Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg

1. Identitas Terdakwa

Dalam Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg pengadilan Negeri

Sibolga mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat

pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa :

a. Nama Lengkap : Humisar Charles Pardede Alias Charles

Pardede;

b. Tempat Lahir/ Tanggal Lahir : Medan/6 September 1976

c. Umur : 41 Tahun

d. Jenis Kelamin : Laki-Laki

e. Kebangsaan : Indonesia

f. Tempat Tinggal : Jalan Padang Sidempuan Lubuk Tukko

Kelurahaan Lubuk Tukko Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah

g. Agama : Kristen

h. Pekerjaan : Wartawan

Universitas Sumatera Utara


74

2. Posisi Kasus

Dalam Perkara Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg Pengadilan Negeri

Sibolga menjelaskan bahwa Bahwa pada hari Selasa tanggal 04 Oktober 2016

sekira pukul 17.00 Wib saat korban berada dirumahnya di Jalan Merdeka Nomor

5 Barus Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah Darwinsyah Hutagalung

menelpon korban dan memberitahukan bahwa ada status Facebook milik

terdakwa HUMISAR CHARLES PARDEDE yang isinya mencemarkan nama

baik korban. Bahwa tidak berapa lama sesudah Darwin menelpone korban,

Darwinsyah Hutagalung pun datang bersama Akhmad Syukri Nazry Penarik

kerumah korban, selanjutnya oleh korban bersama Darwinsyah Hutagalung dan

Akhmad Syukri Nazry Penarik membuka website www.facebook.comuntuk

memastikan kebenaran muatan kata-kata atau kalimat yang bernada penghinaan

dan atau pencemaran nama baik terhadap korban.

Bahwa setelah website www.facebook.comberhasil dibuka, bernar

korban melihat kata-bata atau kalimat yang telah diposting oleh terdakwa Humisar

Charles Pardede di akun facebooknya Humisar Charles Charles tertanggal 03

Oktober 2016 pukul 23.40 Wib dengan kalimat sebagai berikut :Wakil ketua

DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST :Pengangkatan TKS Medis menjadi Honor

Daerah sebanyak 375 orang Sarat kepentingan dan Suap, setiap orang yang

diangkat menjadi honor Daerah diduga dipungli 30 juta yang tidak menyanggupi

tidak jadi diangkat menjadi Honda.

Bakhtiar Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis

Kesehatan sosorkan 10 jatah TKS kepada saya asalkan pada pembahasan P-APBD

Tapteng 2016 ikut sayabahas selaku wakil Ketua DPRD Tapteng, demikian

Universitas Sumatera Utara


75

dikatakan wakil Ketua DPRD Tap-Teng, Senin (3/10) dibilangan Parkiran Kantor

DPRD Tapteng usai membahas P-APBD Tapteng.

Kalau sudah begini yang terjadi di Lembaga DPRD Tapteng saat ni dan

di Pemkab Tapteng semua harus makai uang, kita masyarakat berkata apa...?????

Selanjutnya pada tanggal 05 Oktober 2016 pukul 10.35 Wib Humisar

Charles Pardede kembali memposting kalimat di akun facebooknya Humisar

Charles charles dengan kata-kata sebagai berikut:

Ketua DPRD Tapteng Bakhtiar Ahmad Sibarani Vs Wakil Ketua DPRD

Tapteng Awaluddin Rao, ST : menurut wakil ketua DPRD Tapteng, Awaluddin

Rao, ST dia tawarkan Bakhtiar Ahmad uang sebesar Rp.200 juta dan 10 TKS agar

d pembahasan P-APBD Tapteng 2016 disejutui oleh Awaluddin Rao, ST akan

tetapi tawaran coba suap itu ditolaknya mentah-mentah dan membuat Bakhtiar

Ahmad Sibarani menjadi galau dan bila hasil pengesahan pengangkatan Tenaga

Kerja Sukarela (TKS) menjadi Honor Daerah (Honda), hal ini diungkapkan Rao

dihadapan seluruh SKPD Tapteng dan Sekda Drs. Hendrik Susanto Lumbantobing

saat rapat pembahasan P-APBD 2016 di gedung DPRD.

Rao dan Bakhtiar berdebat dan terdengar keluar kata-kata Bakhtiar

menantang Rao agar melaporkan Bakhtiar ke KPK, Polisi soal adanya indikasi

suap pengangkatan Honda sebanyak 375 orang yang terdengar adanya dana

pelican untuk pengangkatan TKS.Disamping itu Rao, mengatakan saya selaku

wakil Ketua DPRD sangat prihatin nantinya kepada para Honda Tapteng yang

diangkat sebanyak 375 orang itu dan nantinya hanya menerima gaji / honor

selama 2 bulan saja yang selebihnya Rao tidak tahu. Sembari Rao mengharapkan

kepada sejumlah Honda yang telah menyerahkan uang Rp.30 Juta itu kepada para

Universitas Sumatera Utara


76

calo-calo yang kita duga merupakan orang suruhan Bakhtiar.Kita menduga

Bakhtiar Ahmad Sibarani dalam hal pengangkatan Honda yang tujuannya untuk

menggalang dana pribadinya untuk kepentingan Pemilukada Tapteng 2017-2022

karena kita mengetahui sosok Baktiar merupakan calon Bupatei Tapteng.Disini

saya salut kepada Baktiar,karena dia telah mampu memberikan iming-iming

kepada masyarakat Tapteng dengan menjanjikan seseorang dapat diangkat

menjadi Honda dan dia mengharapkan agar para Honda tersebut nantinya

memberikan dukungan kepada pasangan Bakhtiar-Darwin (Badar).

Dalam kasus ini kiranya aparat hukum yang ada di NKRI, kiranya

menyikapi persoalan ini dan mengusut dugaan suap para TKS yang diangkat

menjadi Honda dan bila perlu rekening pribadi milik Bakhtiar Ahmad Sibarani

diawasi oleh PPATK dan KPK. (****). Bahwa atas kata-kata atau kalimat yang

telah diposting oleh terdakwa melalui akun facebooknya Humisar Charles Charles

tersebut korban merasa keberatan, karena kehormatan dan nama baik korban

menjadi tercemar apalagi saat kejadian korban menjabat sebagai Ketua DPRD

Kab Tapanuli Tengah sehingga hal tersebut dapat mengurangi kepercayaan

masyarakat kepada korban, hingga akhirnya korban melaporkan peristiwa ini ke

pihak Kepolisian gunaproses penyidikan lebih lanjut;

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana” dengan

sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau

membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik

yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik “ dalam Pasal

27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Universitas Sumatera Utara


77

UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam

dakwaan tunggal;

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Dalam Putusan Nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg Jaksa Penuntut Umum

menuntutnya yang pada pokoknya sebagai berikut :

1) Menyatakan terdakwa Humisar Charles Pardede alias Charles Pardede

bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat

diaksesnya informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang

memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik” sebagaimana

diatur dan diancam pidana pasal27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3)UU RI No. 19

Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronikdalam dakwaan tunggal;

2) Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa Humisar Charles Pardede

alias Charles Pardede tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3

(tiga) tahun dan 6 (enam) bulan penjara dan denda sebesar Rp.200.000.000,-

(dua ratus juta rupiah) subsider 6 (enam) bulan kurungan;

3) Menyatakan barang bukti berupa :

-4 (empat) lembar print out status akun facebook atas nama Humisar Charles

Charles yang diposting pada tanggal 03 Oktober 2016 yang intinya berisikan

kata-kata penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap Bakhtiar Ahmad

Sibarani;

-2 (dua) lembar print out status akun facebook atas nama Humisar Charles

Charles yang diposting pada tanggal 5 Oktober 2016 yang intinya berisikan

Universitas Sumatera Utara


78

kata-kata penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap Bakhtiar Ahmad

Sibarani;

Terlampir dalam berkas perkara;

4) Menetapkan agar Terdakwa Humisar Charles Pardede alias Charles

Pardedetersebut dibebani membayar ongkos perkara sebesar Rp.5.000,-(lima

ribu rupiah);

5. Fakta Hukum dan Pertimbangan Hakim

Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa diperoleh fakta-

fakta hukum sebagai berikut :

1) Bakhtiar Ahmad Sibarani dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan

sebagai berikut:

-Bahwa saksi yang telah melaporkan Terdakwa kepada pihak kepolisian

tentang pencemaran nama baik saksiterhadap tulisan yang

dikirim/diposting oleh Terdakwa di dalam akun facebook Humisar

Charles Charles

-Bahwa saksi mengetahui akun facebook Humisar Charles Charles

adalah milik Terdakwa;

-Bahwa saksi mengetahui pertama sekali tulisan yang dikirim/diposting

Terdakwa tersebut pada hari Selasa tanggal 04 Oktober 2016 sekira

pukul 17:00 WIB, saat saksi berada di rumah dan dihubungi melalui

handphone oleh saksi Darwinsyah Hutagalung;

-Bahwa saksi telah melihat tulisan yang dikirim/diposting oleh Terdakwa

didalam akun facebook Humisar Charles Charles pada tanggal 03

Oktober 2016 dan isi tulisan tersebut mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


79

Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST:Pengangkatan TKS

Medis menjadi Honor Daerah sebanyak 375 orang sarat kepentingan dan

suap. Setiap orang yang diangkat menjadi honor daerah diduga pungli 30

juta yang tidak menyanggupi tidak jadi diangkat menjadi Honda;

Bakhtiar Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis

Kesehatan sosorkan 10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan

P-APBD Tapteng 2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD

Tapteng, demikian dikatakan wakil ketua DPRD Tapteng, Senin (3/10)

dibilangan parkiran kantor DPRD Tapteng usai membahas P-APBD

Tapteng...;

Kalau sudah begini yang terjadi dilembaga DPRD Tapteng saat ini dan di

Pemkab Tapteng smua harus makai uang, kita masyarakat berkata

apa...?????;

-Bahwa saksi juga mengetahui pada tanggal 05 Oktober 2016, Terdakwa

telah membuat tulisan kedua yang telah dikirim/ diposting kedalam akun

facebook Humisar Charles Charles dan isi tulisan tersebut mengatakan :

Ketua DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani VS Wakil Ketua DPRD

Tapteng, Awaluddin Rao, ST: menurut Wakil Ketua DPRD Tapteng,

Awaluddin Rao, ST dia ditawarkan Bakhtiar Ahmad uang sebesar Rp.

200 juta dan 10 TKS agar pembahasan P-APBD Tapteng 2016 disetujui

oleh Awaluddin Rao, ST, akan tetapi tawaran coba suap itu ditolaknya

mentah-mentah dan membuat Bakhtiar Ahmad Sibarani menjadi galau

dan bila hasil pengesahan;

Universitas Sumatera Utara


80

Pengangkatan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) menjadi Honor Daerah

(Honda), hal itu diungkapkan Rao dihadapan seluruh SKPD Tapteng dan

Sekda, Drs. Hendrik Susanto Lumbantobing saat rapat Pembahasan P-

APBD 2016 di gedung DPRD;

Rao dan Bakhtiar berdebat dan terdengar keluar kata-kata Bakhtiar

menantang Rao agar melaporkan Bakhtiar ke KPK, Polisi soal adanya

indikasi suap Pengangkatan Honda sebanyak 375 orang yang terdengar

adanya dana pelicin untuk pengangkatan TKS;Disamping itu Rao,

mengatakan saya selaku Wakil Ketua DPRD sangat prihatin nantinya

kepada para Honda Tapteng yang diangkat sebanyak 375 orang itu dan

nantinya hanya menerima gaji/ honor selama 2 bulan saja yang

selebihnya Rao tidak tahu. Sembari Rao mengharapkan kepada sejumlah

Honda yang telah menyerahkan uang Rp. 30 juta itu kepada para Calo-

calo yang kita duga merupakan orang suruhan Bakhtiar;

Kita menduga Bakhtiar Ahmad Sibarani dalam hal pengangkatan Honda

yang tujuannya untuk Menggalang Dana Pribadinya untuk kepentingan

Pemilukada Tapteng 2017-2022. Karena kita mengetahui sosok Bakhtiar

merupakan Calon Bupati Tapteng;

Disini saya salut kepada Bakhtiar, karena dia telah Mampu memberikan

iming-iming kepada masyarakat Tapteng dengan menjanjikan seorang

dapatdiangkat menjadi Honda dan dia mengharapkan agar Para Honda

tersebut nantinya memberikan dukungan Kepada Pasangan Bakhtiar –

Darwin (BADAR);Dalam kasus ini kiranya aparat hukum yang ada di

NKRI, kiranya menyikapi persoalan ini dan mengusut dugaan suap para

Universitas Sumatera Utara


81

TKS yang diangkat menjadi HONDA dan bila perlu Rekening pribadi

milik Bakhtiar Ahmad Sibarani diawasi oleh PPATK dan KPK(****);

-Bahwa saksi merasa keberatan atas kiriman/ postingan yang dimuat oleh

Terdakwa pada akun facebook Humisar Charles Charles tersebut;

-Bahwa tulisan-tulisan yang menyebut nama saksi dan dimuat dalam

akun facebook Humisar Charles Charles adalah tidak benar karena saksi

tidak pernah meminta uang dari Tenaga Kerja Sukarela agar diangkat

menjadi honor daerah;

-Bahwa saksi tidak ikut serta dalam hal penerimaan Tenaga Kerja

Sukarela tersebut, karena bukan tugas legislatif melainkan eksekutif

khususnya dinas kesehatan, dan pada saat penerimaan tersebut, saksi

tidak lagi menjadi Ketua DPRD karena saksi pada saat itu sudah

mengundurkan diri untuk mencalonkan menjadi Bupati Kabupaten

Tapanuli Tengah;

-Bahwa Terdakwa tidak ada konfirmasi kepada saksi terkait tulisan yang

dikirim/ diposting di akun facebook Humisar Charles Charles dan karena

saksi mengetahui bahwa Terdakwa adalah Tim Sukses salah satu calon

bupati kabupaten Tapanuli Tengah, jadi saksi berpikir hal tersebut adalah

permainan atau strategi politik, karena pada saat itu adalah saat-saat mau

pemilihan bupati kabupaten Tapanuli Tengah, namun pada saat adanya

acara mengenai LKPP, saksi ada mendatangi Terdakwa yang pada saat

itu bersama Awaluddin Rao, dan saksi mengatakan kepada Terdakwa

“kau kalau jago yang benar, kalau tulisan itu semua ngarang”;

Universitas Sumatera Utara


82

-Bahwa setahu saksi, Tenaga Kerja Sukarela yang dimaksud dalam

tulisan Terdakwa diakun facebook Humisar Charles Charles, sebagian

sudah diangkat menjadi bidan Pekerja Tidak Tetap (PTT) dan Bidan PTT

tersebut sekarang sudah diangkat menjadi Calon Pengawai Negeri Sipil

dan hal tersebut terjadi setelah saksi terpilih dan menjabat sebagai Bupati

Tapanuli Tengah;

-Bahwa akibat perbuatan Terdakwa, saksi merasa nama baik dan citra/

reputasi saksi telah dicemarkan oleh Terdakwa, apalagi pada saat itu

saksi sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah yang juga

mencalonkan sebagai Calon Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah;

Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat bahwa

Terdakwa tidak keberatan dan membenarkan keterangan saksi;

2) Akhmad Syukri Nazry Penarik dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan

sebagai berikut :

-Bahwa saksi mengetahui Terdakwa telah mengirim/ memposting tulisan

dalam akun facebook Humisar Charles Charlespada tanggal 03 Oktober

2016 berkaitan nama saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani sebagai Ketua

DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah;

-Bahwa saksi mengetahuinya setelah diberitahukan oleh saksi

Darwinsyah Hutagalung;

-Bahwa menurut cerita saksi Darwinsyah Hutagalung kepada saksi,

tulisan-tulisan tersebut diketahui setelah teman saksi Darwinsyah

Hutagalung ditandai oleh akun facebook Humisar Charles Charles;

Universitas Sumatera Utara


83

-Bahwa saksimengetahui tulisan-tulisan yang dibuat oleh Terdakwa

tersebut pada hari Selasa tanggal 04 Oktober 2016 sekira pukul 17:00

WIB yaitu ketika saksi ditelepon oleh saksi Darwinsyah Hutagalung

melalui handphone dan mengirim screenshoottulisan-tulisan yang dibuat

oleh Terdakwa, lalu saksi membuka media sosial facebook dan mencari

akun atas nama Humisar Charles Pardede, dan menurut saksi tulisan-

tulisan tersebut telah mencemarkan nama baik saksi Bakhtiar Ahmad

Sibarani;

-Bahwa saksi telah melihat tulisan yang dikirim/ diposting oleh

Terdakwa didalam akun facebook Humisar Charles Charles pada tanggal

03 Oktober 2016 dan isi tulisan tersebut mengatakan :

Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST:Pengangkatan TKS

Medis menjadi Honor Daerah sebanyak 375 orang sarat kepentingan dan

suap. Setiap orang yang diangkat menjadi honor daerah diduga pungli 30

juta yang tidak menyanggupi tidak jadi diangkat menjadi Honda;

Bakhtiar Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis

Kesehatan sosorkan 10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan

P-APBD Tapteng 2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD

Tapteng, demikian dikatakan wakil ketua DPRD Tapteng, Senin (3/10)

dibilangan parkiran kantor DPRD Tapteng usai membahas P-APBD

Tapteng...;

Kalau sudah begini yang terjadi dilembaga DPRD Tapteng saat ini dan di

Pemkab Tapteng smua harus makai uang, kita masyarakat berkata

apa...?????;

Universitas Sumatera Utara


84

-Bahwa setelah mengetahui tulisan yang dimuat Terdakwa dalam akun

facebook Humisar Charles Charles, kemudian saksi memberitahukan

kepada saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani, serta meminta izin agar

melaporkan tulisan-tulisan Terdakwa di akun facebooknya kepada pihak

kepolisian, akan tetapi saksi Bakhtiar Ahmad Sibaranimengatakan

“jangan kita perpanjang, tidak usah kita bahas”;

-Bahwa saksi mengetahui Terdakwa kembali membuat tulisan berikutnya

pada tanggal 05 Oktober 2016 didalam akun facebook Humisar Charles

Charles yang mengatakan :

Ketua DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani VS Wakil Ketua DPRD

Tapteng, Awaluddin Rao, ST: menurut Wakil Ketua DPRD Tapteng,

Awaluddin Rao, ST dia ditawarkan Bakhtiar Ahmad uang sebesar Rp.

200 juta dan 10 TKS agar pembahasan P-APBD Tapteng 2016 disetujui

oleh Awaluddin Rao, ST, akan tetapi tawaran coba suap itu ditolaknya

mentah-mentahdan membuat Bakhtiar Ahmad Sibarani menjadi galau

dan bila hasil pengesahanPengangkatan Tenaga Kerja Sukarela (TKS)

menjadi Honor Daerah (Honda), hal itu diungkapkan Rao dihadapan

seluruh SKPD Tapteng dan Sekda, Drs. Hendrik Susanto Lumbantobing

saat rapat Pembahasan P-APBD 2016 di gedung DPRD;

Rao dan Bakhtiar berdebat dan terdengar keluar kata-kata Bakhtiar

menantang Rao agar melaporkan Bakhtiar ke KPK, Polisi soal adanya

indikasi suap Pengangkatan Honda sebanyak 375 orang yang terdengar

adanya dana pelicin untuk pengangkatan TKS;

Universitas Sumatera Utara


85

Disamping itu Rao, mengatakan saya selaku Wakil Ketua DPRD sangat

prihatin nantinya kepada para Honda Tapteng yang diangkatsebanyak

375 orang itu dan nantinya hanya menerima gaji/ honor selama 2 bulan

saja yang selebihnya Rao tidak tahu. Sembari Rao mengharapkan kepada

sejumlah Honda yang telah menyerahkan uang Rp. 30 juta itu kepada

para Calo-calo yang kita duga merupakan orang suruhan Bakhtiar;

Kita menduga Bakhtiar Ahmad Sibarani dalam hal pengangkatan Honda

yang tujuannya untuk Menggalang Dana Pribadinya untuk kepentingan

Pemilukada Tapteng 2017-2022. Karena kita mengetahui sosok Bakhtiar

merupakan Calon Bupati Tapteng;

Disini saya salut kepada Bakhtiar, karena dia telah Mampu memberikan

iming-iming kepada masyarakat Tapteng dengan menjanjikan seorang

dapat diangkat menjadi Honda dan dia mengharapkan agar Para Honda

tersebut nantinya memberikan dukungan Kepada Pasangan Bakhtiar –

Darwin (BADAR);

Dalam kasus ini kiranya aparat hukum yang ada di NKRI, kiranya

menyikapi persoalan ini dan mengusut dugaan suap para TKS yang

diangkat menjadi HONDA dan bila perlu Rekening pribadi milik

Bakhtiar Ahmad Sibarani diawasi oleh PPATK dan KPK(****);

-Bahwa dikarenakan Terdakwa kembali membuat tulisan yang

mencemarkan nama baik saksi Bakhtiar Ahmad Sibaranipada tanggal 05

Oktober 2016, kemudian saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani yang saksi

temani pada saat itu,membuat pengaduan ke pihak kepolisian yang

Universitas Sumatera Utara


86

bertujuan agar masyarakat mengetahui bahwa tulisan tersebut adalah

fitnah;

-Bahwa saat adanya tulisan yang dikirim/ diposting Terdakwa tersebut,

saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani menjabat sebagai Ketua DPRD

Kabupaten Tapanuli Tengah;

-Bahwa akibatperbuatan Terdakwa, saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani

merasa tidak terima karena nama baik dan citra/ reputasinya telah

dicemarkan oleh Terdakwa;

Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat bahwa Terdakwa

tidak keberatan dan membenarkan keterangan saksi;

3) Darwinsyah Hutagalung, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan

sebagai berikut :

-Bahwa saksi mengetahui Terdakwa telah mengirim/ memposting tulisan

dalam akun facebook Humisar Charles Charlespada tanggal 03 Oktober

2016 berkaitan nama saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani sebagai Ketua

DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah;

-Bahwa saksi mengetahuinya setelah melihat tulisan yang dibuat oleh

Terdakwa tersebut melalui akun facebook teman saksi bernama Juniwan,

yang mana akun facebook teman saksi tersebut telah ditandai oleh akun

facebook yang bernama Humisar Charles Pardede;

-Bahwa menurut saksi, tulisan-tulisan tersebut diketahui setelah teman

saksi bernama Juniwan ditandai oleh akun facebook Humisar Charles

Charles;

Universitas Sumatera Utara


87

-Bahwa saksi telah melihat tulisan yang dikirim/ diposting oleh

Terdakwa didalam akun facebook Humisar Charles Charles pada tanggal

03 Oktober 2016 dan isi tulisan tersebut mengatakan :

Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST:Pengangkatan TKS

Medis menjadi Honor Daerah sebanyak 375 orang sarat kepentingan dan

suap. Setiap orang yang diangkat menjadi honor daerah diduga pungli 30

juta yang tidak menyanggupi tidak jadi diangkat menjadi Honda;

Bakhtiar Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis

Kesehatan sosorkan 10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan

P-APBD Tapteng 2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD

Tapteng, demikian dikatakan wakil ketua DPRD Tapteng, Senin (3/10)

dibilangan parkiran kantor DPRD Tapteng usai membahas P-APBD

Tapteng...;

Kalau sudah begini yang terjadi dilembaga DPRD Tapteng saat ini dan di

Pemkab Tapteng smua harus makai uang, kita masyarakat berkata

apa...?????;

-Bahwa saksi mengetahui Terdakwa kembali membuat tulisan berikutnya

pada tanggal 05 Oktober 2016 didalam akun facebook Humisar Charles

Charles yang mengatakan :

Ketua DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani VS Wakil Ketua DPRD

Tapteng, Awaluddin Rao, ST: menurut Wakil Ketua DPRD Tapteng,

Awaluddin Rao, ST dia ditawarkan Bakhtiar Ahmad uang sebesar Rp.

200 juta dan 10 TKS agar pembahasan P-APBD Tapteng 2016 disetujui

oleh Awaluddin Rao, ST, akan tetapi tawaran coba suap itu ditolaknya

Universitas Sumatera Utara


88

mentah-mentah dan membuat Bakhtiar Ahmad Sibarani menjadi galau

dan bila hasil pengesahanPengangkatan Tenaga Kerja Sukarela (TKS)

menjadi Honor Daerah (Honda), hal itu diungkapkan Rao dihadapan

seluruh SKPD Tapteng dan Sekda, Drs. Hendrik Susanto Lumbantobing

saat rapat Pembahasan P-APBD 2016 di gedung DPRD;

Rao dan Bakhtiar berdebat dan terdengar keluar kata-kata Bakhtiar

menantang Rao agar melaporkan Bakhtiar ke KPK, Polisi soal adanya

indikasi suap Pengangkatan Honda sebanyak 375 orang yang terdengar

adanya dana pelicin untuk pengangkatan TKS;

Disamping itu Rao, mengatakan saya selaku Wakil Ketua DPRD sangat

prihatin nantinya kepada para Honda Tapteng yang diangkat sebanyak

375 orang itu dan nantinya hanya menerima gaji/ honor selama 2 bulan

saja yang selebihnya Rao tidak tahu. Sembari Rao mengharapkan kepada

sejumlah Honda yang telah menyerahkan uang Rp. 30 juta itu kepada

para Calo-calo yang kita duga merupakan orang suruhan Bakhtiar;

Kita menduga Bakhtiar Ahmad Sibarani dalam hal pengangkatan Honda

yang tujuannya untuk Menggalang Dana Pribadinya untuk kepentingan

Pemilukada Tapteng 2017-2022. Karena kita mengetahui sosok Bakhtiar

merupakan Calon Bupati Tapteng;

Disini saya salut kepada Bakhtiar, karena dia telah Mampu memberikan

iming-iming kepada masyarakat Tapteng dengan menjanjikan seorang

dapat diangkat menjadi Honda dan dia mengharapkan agar Para Honda

tersebut nantinya memberikan dukungan Kepada Pasangan Bakhtiar –

Darwin (BADAR);Dalam kasus ini kiranya aparat hukum yang ada di

Universitas Sumatera Utara


89

NKRI, kiranya menyikapi persoalan ini dan mengusut dugaan suap para

TKS yang diangkat menjadi HONDA dan bila perlu Rekening pribadi

milik Bakhtiar Ahmad Sibarani diawasi oleh PPATK dan KPK(****);

-Bahwa akibat perbuatan Terdakwa, saksi Bakhtiar AhmadSibaranitidak

terima karena nama baik dan citra/ reputasinya telah dicemarkan oleh

Terdakwa;Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat

bahwa Terdakwa tidak keberatan dan membenarkan keterangan saksi;

4) Abdul Basir Situmeang, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut :

-Bahwa saksi mengetahui Terdakwa dihadapkan di sidang karena

Terdakwa telah menulis status di akun facebook bernama Humisar

Charles Pardede yang intinya pencemaran nama baik terhadap saksi

Bakhtiar Ahmad Sibarani, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD

Kabupaten Tapanuli Tengah;

-Bahwa saksi mengetahui status tersebut dibuat pada hari Senin tanggal

03 Oktober 2016, tetapi saksi lupa jamnya danisi tulisan tersebut

mengatakan :Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao,ST:

Pengangkatan TKS Medis menjadi Honor Daerah sebanyak 375 orang

sarat kepentingan dan suap. Setiap orang yang diangkat menjadi honor

daerah diduga pungli 30 juta yang tidak menyanggupi tidak jadi diangkat

menjadi Honda;

Bakhtiar Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis

Kesehatan sosorkan 10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan

P-APBD Tapteng 2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD

Universitas Sumatera Utara


90

Tapteng, demikian dikatakan wakil ketua DPRD Tapteng, Senin (3/10)

dibilangan parkiran kantor DPRD Tapteng usai membahas P-APBD

Tapteng...

Kalau sudah begini yang terjadi dilembaga DPRD Tapteng saat ini dan di

Pemkab Tapteng smua harus makai uang, kita masyarakat berkata

apa...?????;

-Bahwa saksi ketahui hanya 1 (satu) kali, tetapi status yang ditulisnya

tersebut dibagikan kembali pada tanggal 05 Oktober 2016;-Bahwa saksi

mengetahui setelah melihat akun facebook Terdakwa dan saksi bisa

melihat status tersebut karena saksi dan Terdakwaberteman di facebook;

-Bahwa pada saat Terdakwa menulis status tersebut pada tanggal 3

Oktober 2016, saksitidak ada menanggapi atau melakukan sesuatu hal,

namun setelah Terdakwa kembali membagikan tulisannya tersebut

tanggal 5 Oktober 2016, saksi menanggapi status yang dibagikan

Terdakwa tersebut dengan memberikan komentar “betul Angelin... itu hrs

dilaporkan.... klo tdk dilaporkan nanti seolah olah berita itu benar... sy

ingat 2 bulan lalu, beliau jg memfitnah dprd tapteng mau jumpa disalah

satu hotel dmdn dgn pejabat tapteng terkait memuluskan LKPD”;

-Bahwa menurut saksi, tulisan yang ditulis oleh Terdakwa di akun

facebooknya ditujukan kepada saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani, karena

saat adanya tulisan Terdakwa dalam kiriman/postingan di akun

facebooknya,saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani menjabat sebagai ketua

DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah pada saat itu;

Universitas Sumatera Utara


91

-Bahwa setelah kira-kira 1 (satu) minggu, saksi memberitahukan tulisan

yang dibuat oleh Terdakwa di akun facebooknya kepada saksi Bakhtiar

Ahmad Sibarani pada saat sidang paripurna dan tanggapan saksi Bakhtiar

Ahmad Sibarani mengatakan “iya, saya sudah mengetahui hal tersebut,

nanti akan saya laporkan”;

Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat bahwa Terdakwa

tidak keberatan dan membenarkan keterangan saksi;

Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah mengajukan Ahli sebagai

berikut:

1) Drs. Martin, M.Hum (Ahli Bahasa), dibacakan pada pokoknya menerangkan

sebagai berikut :

-Bahwa benar ahli diperlihatkan tulisan yang dikirim/ diposting oleh

Humisar Charles Pardede, yang mengatakan :

Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST:Pengangkatan TKS

Medis menjadi Honor Daerah sebanyak 375 orang sarat kepentingan dan

suap. Setiap orang yang diangkat menjadi honor daerah diduga pungli 30

juta yang tidak menyanggupi tidak jadi diangkat menjadi Honda;Bakhtiar

Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis Kesehatan

sosorkan 10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan P-

APBDTapteng 2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD Tapteng;

Menurut pendapat ahli, pencemaran nama baik berarti perbuatan

memburukkan kehormatan atau harga diri seseorang (dengan mengatakan

sesuatu yang tidak benar) dan berdasarkan pengertian tersebut maka

pelapor Bakhtiar Ahmad Sibarani dapat tercemar nama baiknya melalui

Universitas Sumatera Utara


92

kalimat-kalimat berikut : (1) Pengangkatan TKS Medis menjadi Honor

Daerah sebanyak 375 orang sarat kepentingan dan suap, (2) Setiap orang

yang diangkat menjadi honor daerah diduga pungli 30 juta yang tidak

menyanggupi tidak jadi diangkat menjadi Honda, (3) Bakhtiar Ahmad

Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis Kesehatan sosorkan

10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan P-APBD Tapteng

2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD Tapteng;

-Bahwa terhadap surat terbuka yang dikirimkan kepada Gubernur

Sumatera Utara oleh Humisar Charles Pardede dapat disebut pencemaran

nama baik terhadap pelapor atas nama Bakhtiar Ahmad Sibarani jika

tidak benar atau tidak ada bukti adanya Bakhtiar Ahmad Sibarani

melakukan hal-hal seperti dinyatakan dalam tulisan kalimat tersebut;

-Bahwa maksud dan tujuan kalimat “setiap orang yang diangkat menjadi

honor daerah diduga pungli 30 juta yang tidak menyanggupi tidak jadi

diangkat menjadi Honda. BAKHTIAR AHMAD SIBARANI coba suap

saya 200 juta dan oknm kadis kesehatan sosrkan 10 juta TKS kepada

saya asalkan pada pembahasan P-APBD Tapteng 2016 ikut saya bahas

selaku wakil ketua DPRD Tapteng” adalah untuk menyatakan apa yang

dilakukan oleh saudara Bakhtiar Ahmad Sibarani tidak baik dan pelapor

atas nama Bakhtiar Ahmad Sibarani dapat dipermalukan dengan kalimat

tersebut sepanjang Bakhtiar Ahmad Sibarani tidak melakukan hal-hal

yang dimaksudkan dalam kalimat-kalimat tulisan saudara Humisar

Charles Pardede melalui akun facebook tersebut;

Universitas Sumatera Utara


93

-Bahwa menurut Ahli, semua kalimat yang dituliskan oleh Humisar

Charles Pardede didalam akun facebook Humisar Charles Charles dapat

disebutkan menjadi kalimat pencemaran nama baik saudara Bakhtiar

Ahmad Sibarani jika semua kalimat tersebut itu tidak benar adanya dan

orang-orang yang yang bisa menjadi malu karena disebutkan dalam

kalimat-kalimat yang terdapat di akun facebook Humisar Charles Charles

adalah Saudara Bakhtiar Ahmad Sibarani, Kepala Dinas Kesehatan

Tapteng, dan teman-temannya. Malunya seseorang tidak mempunyai

kriteria didalam bahasa Indonesia, tetapi seseorang menjadi malu karena

seseorang itu dinyatakan melakukan sesuatu yang tidak baik, tidak benar,

atau tidak terpuji, padahal orang itu tidak melakukan hal-hal yang tidak

baik, tidak benar atau tidak terpuji;

-Bahwa menurut Ahli, apabila perbuatan yang ditulis oleh Humisar

CharlesPardede benar adanya dilakukan oleh saudara Bakhtiar Ahmad

Sibarani maka semua hal-hal yang dimaksud dalam kalimat ataupun

tulisan di akun facebook Humisar Charles Charles tidak merupakan

pencemaran nama baik terhadap saudara Bakhtiar Ahmad Sibarani;

Terhadap keterangan Ahli, Terdakwa memberikan pendapat bahwa

Terdakwa tidak keberatan dan membenarkan keterangan Ahli;

Universitas Sumatera Utara


94

2) Denden Imadudin Soleh, S.H.M.H.CLA(Ahli ITE), dibacakan pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut :

-Bahwa benar ahli telah memeriksa akun facebook atas nama Humisar

Charles Charles;

-Bahwa menurut ahli, pengaturan privasi akun atas nama Humisar

Charles Charles terhadap tulisan yang dibuat dapat dilihat oleh publik;

-Bahwa menurut ahli, apabila tulisan dan komentar yang dibuat dalam

akun facebook Humisar Charles Charles berisi penghinaan atau fitnah

terhadap seseorang, maka perbuatan tersebut masuk kategori perbuatan

dilarang sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE;

-Bahwa menurut ahli, tulisan yang dibuat oleh Humisar Charles Pardede

dapat dibaca oleh umum dan terhadap tulisan “Bakhtiar Ahmad Sibarani

coba suap saya 200 Juta dan oknum Kadis Kesehatan sosorkan jatah 10

TKS kepada saya asalkan pada pembahasan R-APBD Tapteng 2016 ikut

saya bahas selaku wakil ketua DPRD, demikian dikatakan Wakil Keta

DPRD Tapteng, Senin (3/10) dibilang parkiran kantor DPRD Tapteng

usai membahas P-APBD Tapteng” merupakan fitnah sehingga

mencemarkan nama baik pelapor, maka perbuatan tersebut dapat

dikenakan Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) UU No 19 Tahun 2016

tentang perubahan atas UU NO 11 Tahun 2008 tentang informasi dan

transaksi elektronik (UU ITE);

Universitas Sumatera Utara


95

Terhadap keterangan Ahli, Terdakwa memberikan pendapat bahwa Terdakwa

tidak keberatan dan membenarkan keterangan Ahli;

Menimbang, bahwa Terdakwadi persidangan telah memberikan keterangan yang

pada pokoknya sebagai berikut:

-Bahwa Terdakwa adalah pemilik akun facebook bernama Humisar

Charles Charles;

-Bahwa Terdakwa telah membuat dan mendaftarkan akun facebook

bernama HumisarCharles Charles sejak tahun 2006;

-Bahwa Terdakwa telah menggunakan akun facebook tersebut untuk

membuat kiriman/ postingan;

-Bahwa pada tanggal 03 Oktober 2016, Terdakwa telah membuat 2 (dua)

kali kiriman/postingan di akun facebook Humisar Charles Charles

yangberisi tulisan sebagai berikut :

Kiriman/postingan pertama

•Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST:

Pengangkatan TKS Medis menjadi Honor Daerah sebanyak 375 orang

sarat kepentingan dan suap. Setiap orang yang diangkat menjadi honor

daerah diduga pungli 30 juta yang tidak menyanggupi tidak jadi diangkat

menjadi Honda;

Bakhtiar Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis

Kesehatan sosorkan 10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan

P-APBD Tapteng 2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD

Tapteng, demikian dikatakan wakil ketua DPRD Tapteng, Senin (3/10)

Universitas Sumatera Utara


96

dibilangan parkiran kantor DPRD Tapteng usai membahas P-APBD

Tapteng...

Kalau sudah begini yang terjadi dilembaga DPRD Tapteng saat ini dan di

Pemkab Tapteng smua harus makai uang, kita masyarakat berkata

apa...?????;

•Kepada Yth: Bapak Gubernur Sumatera Utara, T. Erry Nuradi:

Bersama surat terbuka saya ini saya sampaikan kepada Bapak selaku Gubernur

Sumatera Utara, kiranya pengajuan P-APBD TA 2016 Kabupaten Tapanuli

Tengah yang diajukan oleh Pj. Bupati Tapanuli Tengah, Drs. Bukit Tambunan ke

DPRD Tapteng dan telah disahkan oleh DPRD Tapteng pada Senin (3/10-2016)

ditinjau kembali dan menjadi atensi Bapak;

Dimana dari sekian pengajuan anggaran P-APBD Kab. Tapteng 2016 ada terdapat

suatu keterpaksaan agar Pemkab Tapteng meng-anggarkan dana honor Daerah

Sebesar Rp.800.000.000,-untuk biaya honor/ gaji Tenaga Kerja Sukarela yang

diangkat menjadi Honor Daerah (Honda) hanya dianggarkan untuk 2 (dua) bulan

honor/ gaji hingga akhir 2016 dan agar disahkan oleh DPRD Tapteng;

Menurut keterangan dari Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST

kepada sejumlah awak media, bahwa pengajuan pengesahan pangangkatan

Tenaga Kerja Sukarela menjadi tenaga Honor Daerah sarat kepentingan dan

berbau suap demi memutuskan kepentingan oknum ketua DPRD Tapteng,

Bakhtiar Ahmad Sibarani beserta koleganya;

Menurut keterangan dari Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST

sebelum akan pengesahan P-APBD Tapteng TA 2016 diajukan dan dibahas di

DPRD Tapteng, oknum ketua DPRD Tapteng mengiming-imingkan uang sebesar

Universitas Sumatera Utara


97

Rp.200.000.000,-kepada Awaluddin Rao, ST dan diiming-imingkan Kadis

Kesehatan Tapteng, Freddy SitumeangSKM, M.Ks kepada Awaluddin Rao, ST 10

jatah TKS untuk dijadikan Honor Daerah dan disahkan di DPRD Tapteng;

Dalam pengakuan Awaluddin Rao, ST selaku Wakil Ketua DPRD Tapteng,

bahwa rekrutmen TKS menjadi Honor Daerah dianggap tidak begitu Urgen dan

disamping itu setiap TKS yang disahkan menjadi Honor Daerah dipungut biaya

sebesar Rp.30.000.000,-oleh pihak Dinas Kesehatan Tapteng dan koleganya

Ketua DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani;Adapun TKS yang telah

diangkat menjadi Honor Daerah sebanyak 375 yang sebelumnya akan

direkrutmen sebanyak 400 orang TKS, namun dari 25 orang TKS medis yang

tidak mampu memenuhi permintaan uang untuk diberikan kepada yang

berkepentingan, akhirnya mereka sejumlah 25 orang TKS yang telah lama

mengabdi di Pemkab Tapteng tidak diperbolehkan mengikuti tes ujian pada

tanggal 25 September yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Tapteng dan tidak

diangkat menjadi Honor Daerah;

Demikian surat terbuka saya ini disampaikan dan dapat saya

pertanggungjawabkan didepan hukum, atas perhatian Bapak diucapkan terima

kasih;

-Bahwa pada tanggal 05 Oktober 2016, Terdakwa telah membuat 1 (satu) kali

kiriman/postingan di akun facebook Humisar Charles Charles yangberisi tulisan

sebagai berikut :

•Ketua DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani VS Wakil Ketua DPRD

Tapteng, Awaluddin Rao, ST: menurut Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin

Rao, ST dia ditawarkan Bakhtiar Ahmad uang sebesar Rp. 200 juta dan 10 TKS

Universitas Sumatera Utara


98

agar pembahasan P-APBD Tapteng 2016 disetujui oleh Awaluddin Rao, ST, akan

tetapi tawaran coba suap itu ditolaknya mentah-mentah dan membuat Bakhtiar

Ahmad Sibarani menjadi galau dan bila hasil pengesahan;

Pengangkatan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) menjadi Honor Daerah (Honda), hal

itu diungkapkan Rao dihadapan seluruh SKPD Taptengdan Sekda, Drs. Hendrik

Susanto Lumbantobing saat rapat Pembahasan P-APBD 2016 di gedung DPRD;

Rao dan Bakhtiar berdebat dan terdengar keluar kata-kata Bakhtiar menantang

Rao agar melaporkan Bakhtiar ke KPK, Polisi soal adanya indikasi suap

Pengangkatan Honda sebanyak 375 orang yang terdengar adanya dana pelicin

untuk pengangkatan TKS;

Disamping itu Rao, mengatakan saya selaku Wakil Ketua DPRD sangat prihatin

nantinya kepada para Honda Tapteng yang diangkat sebanyak 375 orang itu dan

nantinya hanya menerima gaji/ honor selama 2 bulan saja yang selebihnya Rao

tidak tahu. Sembari Rao mengharapkan kepada sejumlah Honda yang telah

menyerahkan uang Rp. 30 juta itu kepada para Calo-calo yang kita duga

merupakan orang suruhan Bakhtiar;

Kita menduga Bakhtiar Ahmad Sibarani dalam hal pengangkatan Honda yang

tujuannya untuk Menggalang Dana Pribadinya untuk kepentingan Pemilukada

Tapteng 2017-2022. Karena kita mengetahui sosok Bakhtiar merupakan Calon

Bupati Tapteng;

Disini saya salut kepada Bakhtiar, karena dia telah Mampu memberikan iming-

iming kepada masyarakat Tapteng dengan menjanjikan seorang dapat diangkat

menjadi Honda dan dia mengharapkan agar Para Honda tersebut nantinya

memberikan dukungan Kepada Pasangan Bakhtiar –Darwin (BADAR);

Universitas Sumatera Utara


99

Dalam kasus ini kiranya aparat hukum yang ada di NKRI, kiranya menyikapi

persoalan ini dan mengusut dugaan suap para TKS yang diangkat menjadi

HONDA dan bila perlu Rekening pribadi milik Bakhtiar Ahmad Sibarani diawasi

oleh PPATK dan KPK(****);

-Bahwa tujuan Terdakwa mengirim/ memposting pernyataan Awaluddin Rao, ST

kedalam akun facebook Humisar Charles Charles adalah supaya orang-orang/

Nitizen dapat membaca keterangan pers yang dikemukakan oleh Awaluddin Rao,

S.T. kepada Terdakwa yang saat itu menjalankan tugas sebagai wartawan;

-Bahwa tujuan Terdakwa mengirim/ memposting surat kepada Gubernur

Sumatera Utara adalah supaya menjadi perhatian oleh Gubernur Sumatera Utara

bahwa pengesahan P-APBD T.A 2016 Kabupaten Tapanuli Tengah yang

menganggarkan biaya honor Tenaga Kerja Sukarela yang diangkat menjadi honor

daerah sejumlah Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah), menurut

keterangan Awaluddin Rao, S.T. bahwa pengesahan P-APBDdibahas terindikasi

suap, dengan iming-iming uang sejumlah Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dari Bakhtiar Ahmad Sibarani yang menjabat sebagai KetuaDPRD

Kabupaten Tapanuli Tengah;

-Bahwa sebagai seorang wartawan, Terdakwa dapat memuat pemberitaan tentang

pernyataan yang diberikan oleh Awaluddin Rao, S.T.

-Bahwa Terdakwa melihat ada yang memberikan komentar terhadap

kiriman/postingan tanggal 03 Oktober 2016 dan tanggal 05 Oktober 2016 di akun

facebook Humisar Charles Charles;

Universitas Sumatera Utara


100

-Bahwa Terdakwa ada membaca pernyataan orang-orang yang tidak sependapat

terhadap kiriman/ postingan yang dibuat tanggal 03 Oktober 2016 dan tanggal 05

Oktober 2016;

-Bahwa sepengetahuan Terdakwa, saat membuat kiriman/postingan tanggal 03

Oktober 2016 dan tanggal 5 Oktober 2016 di akun facebook Humisar Charles

Charles, saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani masih menjabat sebagaiKetua DPRD

Kabupaten Tapanuli Tengah dan menjadi bakal calon bupati Tapanuli Tengah;

-BahwaTerdakwa pernah mengkonfirmasi pernyataan Alawaluddin Rao, ST

kepada saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani melalui pesan singkat (SMS), akan tetapi

saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani membalasdengan mengatakan“jaga mulutmu

ngomong”;

-Bahwa Terdakwa tidak ada bukti yang mendukung kiriman/postingan yang

dibuat tanggal 03 Oktober 2016 dan tanggal 5 Oktober 2016;

-Bahwa Terdakwa tidak ada maksud untuk memfitnah ataupun mencemarkan

nama baik saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani;

Menimbang, bahwa Terdakwatidakmengajukan Saksi yang meringankan (a de

charge);

Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengajukan barang bukti sebagai berikut:

1) 4 (empat) lembar print out status akun facebook atas nama Humisar

Charles Charles yang diposting pada tanggal 03 Oktober 2016 yang

intinya berisikan kata-kata penghinaan atau pencemaran nama baik

terhadap Bakhtiar Ahmad Sibarani;

Universitas Sumatera Utara


101

2) 2 (dua) lembar print out status akun facebook atas nama Humisar Charles

Charles yang diposting pada tanggal 5 Oktober 2016 yang intinya

berisikan kata-kata penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap

Bakhtiar Ahmad Sibarani;

Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan

diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:

-Bahwa benar Terdakwa adalah pemilik akun facebook bernama Humisar Charles

Charles;

-Bahwa Terdakwa telah membuat dan mendaftarkan akun facebook bernama

HumisarCharles Charles sejak tahun 2006;

-Bahwa benar Terdakwa telah mengirim/ memposting tulisan-tulisan di akun

facebook Humisar Charles Charles pada tanggal 3 Oktober 2016 dan tanggal 5

Oktober 2016, diantaranya :Postingan tanggal 3 Oktober 2016 :

•Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST:Pengangkatan TKS Medis

menjadi Honor Daerah sebanyak 375 orang sarat kepentingan dan suap. Setiap

orang yang diangkat menjadi honor daerah diduga pungli 30 juta yang tidak

menyanggupi tidak jadi diangkat menjadi Honda;

Bakhtiar Ahmad Sibarani coba suap saya 200 juta dan oknum Kadis Kesehatan

sosorkan 10 juta TKS kepada saya asalkan pada pembahasan P-APBD Tapteng

2016 ikut saya bahas selaku wakil ketua DPRD Tapteng, demikian dikatakan

wakil ketua DPRD Tapteng, Senin (3/10) dibilangan parkiran kantor DPRD

Tapteng usai membahas P-APBD Tapteng...;

Universitas Sumatera Utara


102

Kalau sudah begini yang terjadi dilembaga DPRD Tapteng saat ini dan di Pemkab

Tapteng smua harus makai uang, kita masyarakat berkata apa...?????;

•Kepada Yth: Bapak Gubernur Sumatera Utara, T. Erry Nuradi:

Bersama surat terbuka saya ini saya sampaikan kepada Bapak selaku Gubernur

Sumatera Utara, kiranya pengajuan P-APBD TA 2016 Kabupaten Tapanuli

Tengah yang diajukan oleh Pj. Bupati Tapanuli Tengah, Drs. Bukit Tambunan ke

DPRD Tapteng dan telah disahkan oleh DPRD Tapteng pada Senin (3/10-2016)

ditinjau kembali dan menjadi atensi Bapak;

Dimana dari sekian pengajuan anggaran P-APBD Kab. Tapteng 2016 ada terdapat

suatu keterpaksaan agar Pemkab Tapteng meng-anggarkan dana honor Daerah

Sebesar Rp.800.000.000,-untuk biaya honor/ gaji Tenaga Kerja Sukarela yang

diangkat menjadi Honor Daerah (Honda) hanya dianggarkan untuk 2 (dua) bulan

honor/ gaji hingga akhir 2016 dan agar disahkan oleh DPRD Tapteng;

Menurut keterangan dari Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST

kepada sejumlah awak media, bahwa pengajuan pengesahan pangangkatan

Tenaga Kerja Sukarela menjadi tenaga Honor Daerah sarat kepentingan dan

berbau suap demi memutuskan kepentingan oknum ketua DPRD Tapteng,

Bakhtiar Ahmad Sibarani beserta koleganya;

Menurut keterangan dari Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin Rao, ST

sebelum akan pengesahan P-APBD Tapteng TA 2016 diajukan dan dibahas di

DPRD Tapteng, oknum ketua DPRD Tapteng mengiming-imingkan uang sebesar

Rp.200.000.000,-kepada Awaluddin Rao, ST dan diiming-imingkan Kadis

Universitas Sumatera Utara


103

Kesehatan Tapteng, Freddy Situmeang, SKM, M.Ks kepada Awaluddin Rao, ST

10 jatah TKS untuk dijadikan Honor Daerah dan disahkan di DPRD Tapteng;

Dalam pengakuan Awaluddin Rao, ST selaku Wakil Ketua DPRD Tapteng,

bahwa rekrutmen TKS menjadi Honor Daerah dianggap tidak begitu Urgen dan

disamping itu setiap TKS yang disahkan menjadi Honor Daerah dipungut biaya

sebesar Rp.30.000.000,00oleh pihak Dinas Kesehatan Tapteng dan koleganya

Ketua DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani;

Adapun TKS yang telah diangkat menjadi Honor Daerah sebanyak 375 yang

sebelumnya akan direkrutmen sebanyak 400 orang TKS, namun dari 25 orang

TKS medis yang tidak mampu memenuhi permintaan uang untuk diberikan

kepada yang berkepentingan, akhirnya mereka sejumlah 25 orang TKS yang telah

lama mengabdi di Pemkab Tapteng tidak diperbolehkan mengikuti tes ujian pada

tanggal 25 September yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Tapteng dan tidak

diangkat menjadi Honor Daerah;

Demikian surat terbuka saya ini disampaikan dan dapat saya

pertanggungjawabkan didepan hukum, atas perhatian Bapak diucapkan terima

kasih;

Postingan tanggal 5 Oktober 2016 :

•Ketua DPRD Tapteng, Bakhtiar Ahmad Sibarani VS Wakil Ketua DPRD

Tapteng, Awaluddin Rao, ST: menurut Wakil Ketua DPRD Tapteng, Awaluddin

Rao, ST dia ditawarkan Bakhtiar Ahmad uang sebesar Rp. 200 juta dan 10 TKS

agar pembahasan P-APBD Tapteng 2016 disetujui oleh Awaluddin Rao, ST, akan

Universitas Sumatera Utara


104

tetapi tawaran coba suap itu ditolaknya mentah-mentah dan membuat Bakhtiar

Ahmad Sibarani menjadi galau dan bila hasil pengesahan;

Pengangkatan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) menjadi Honor Daerah (Honda), hal

itu diungkapkan Rao dihadapan seluruh SKPD Tapteng dan Sekda, Drs. Hendrik

Susanto Lumbantobing saat rapat Pembahasan P-APBD 2016 di gedung DPRD;

Rao dan Bakhtiar berdebat dan terdengar keluar kata-kata Bakhtiar menantang

Rao agar melaporkan Bakhtiar ke KPK, Polisi soal adanya indikasi suap

Pengangkatan Honda sebanyak 375 orang yang terdengar adanya dana pelicin

untuk pengangkatan TKS;

Disamping itu Rao, mengatakan saya selaku Wakil Ketua DPRD sangat prihatin

nantinya kepada para Honda Tapteng yang diangkat sebanyak 375 orang itu dan

nantinya hanya menerima gaji/ honor selama 2 bulan saja yang selebihnya Rao

tidak tahu. Sembari Rao mengharapkan kepada sejumlah Honda yang telah

menyerahkan uang Rp. 30 juta itu kepada para calo-calo yang kita duga

merupakan orang suruhan Bakhtiar;

Kita menduga Bakhtiar Ahmad Sibarani dalam hal pengangkatan Honda yang

tujuannya untuk Menggalang Dana Pribadinya untuk kepentingan Pemilukada

Tapteng 2017 -2022. Karena kita mengetahui sosok Bakhtiar merupakan Calon

Bupati Tapteng;

Disini saya salut kepada Bakhtiar, karena dia telah Mampu memberikan iming-

iming kepada masyarakat Tapteng dengan menjanjikan seorang dapat diangkat

menjadi Honda dan dia mengharapkan agar Para Honda tersebut nantinya

memberikan dukungan Kepada Pasangan Bakhtiar –Darwin (BADAR);

Universitas Sumatera Utara


105

Dalam kasus ini kiranya aparat hukum yang ada di NKRI, kiranya menyikapi

persoalan ini dan mengusut dugaan suap para TKS yang diangkat menjadi

HONDA dan bila perlu Rekening pribadi milik Bakhtiar Ahmad Sibarani diawasi

oleh PPATK dan KPK(****);

-Bahwa tulisan yang dikirim/ diposting Terdakwa didalam akun facebook

Humisar Charles Charles baru diketahui oleh saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani pada

hari Selasa tanggal 04 Oktober 2016 sekira pukul 17:00 WIB, saat saksi Bakhtiar

Ahmad Sibarani berada di rumah lalu dihubungi melalui handphone oleh saksi

Darwinsyah Hutagalung dan ketika saksi Darwinsyah Hutagalung bersama saksi

Akhmad Syukri Nazry Penarik datang ke rumah saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani

dan selanjutnya membuka www.facebook.comserta akun facebook Humisar

Charles Charles milik Terdakwa, barulah saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani melihat

tulisan yang dikirim/diposting Terdakwa dalam akun Humisar Charles Charles;

-Bahwa tulisan tanggal 03 Oktober 2016 dan tanggal 05 Oktober 2016 yang

dikirim/ diposting Terdakwa jugadilihat dandiketahui oleh saksi Abdul Basir

Situmeang;

-Bahwa Terdakwa sama sekali tidak dapat membuktikan kebenaran dari tulisan-

tulisan yang dikirim/ diposting Terdakwa pada tanggal 03 Oktober 2016 dan

tanggal 05 Oktober 2016 dalam akun facebook Humisar Charles Charles;

-Bahwa akibat perbuatan Terdakwa, saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani merasa nama

baik dan citra/ reputasinya telah dicemarkan oleh Terdakwa, karenapada saat

Terdakwa membuat kiriman/ postingan di akun facebook miliknya, saksi Bakhtiar

Universitas Sumatera Utara


106

Ahmad Sibarani masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli

Tengah dan juga mencalonkan sebagai Calon Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah;

Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan

dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam pasal27 ayat(3) Jo pasal 45 ayat (3)

Undang-UndangRepublik IndonesiaNomor19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Undang-UndangNomor11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

1. Setiap Orang;

2. Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim

mempertimbangkan sebagai berikut:

Ad.1. Unsur setiap Orang;

Menimbang, bahwa mengenai unsur setiap orang, Majelis Hakim memberi

pendapat dan pertimbangan hukumnya sebagai berikut :

-Bahwa yang dimaksud dengan setiap orang dalam pasal ini adalah setiap individu

(manusia) atau setiap subjek hukum yang dianggap sebagai pelaku tindak pidana,

dimana orang tersebut dipandang mampu bertanggung jawab dan cakap bertindak

menurut hukum;

Universitas Sumatera Utara


107

-Bahwa dalam perkara ini Terdakwa yang diperhadapkan kepersidangan adalah

:Humisar Charles Pardede Alias Charles Pardede, yang pada awal pemeriksaan

sidang mengaku dan membenarkan identitasnya sama dengan yang tertera dalam

Surat Dakwaan Penuntut Umum, serta menerangkan bahwa dirinyalah sebagai

pelaku tindak pidana yang didakwakan oleh PenuntutUmum, dan hal ini telah

sesuai dengan keterangan para saksi, sehingga Majelis Hakim berkeyakinan

bahwa dalam perkara aquo tidak terjadi kekeliruan akan orangnya;

-Bahwa selama dalam persidangan berlangsung, ternyata pula Terdakwa dalam

kondisi sehat jasmani dan rohani serta mampu dimintai tentang pertanggung

jawabannya atas tindak pidana yang didakwakan tersebut;

Menimbang, bahwa berdasarkan pendapat dan pertimbangan yang dikemukakan

diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur kesatu ini telah terpenuhi

menurut hukumatas diri Terdakwa;

Ad.2.Unsur dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik;

Menimbang, bahwa terhadap unsur pokok tersebut diatas bersifat alternatif, maka

apabila salah satu terbukti maka unsur lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi;

Menimbang, bahwa yang dimaksud “dengan sengaja” atau opzet di sini, dalam

riwayat pembentukan KUHPidana yang dapat kita jumpai dalam memorie van

toelichting (MvT)-nya, adalah “willens en weten”, artinya seseorang yang

melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harusmenghendaki (willen) perbuatan

Universitas Sumatera Utara


108

itu dan harus menginsyafi, menyadari, atau mengerti (weten) akan akibat dari

perbuatannya itu;

Menimbang, bahwa mengenai kehendak, dikemukakan oleh Von Hippel dalam

bukunya Die Grenze Vorsatz und Fahrlassigkeit tahun 1903 atau lebih dikenal

Teori Kehendak (Wilstheorie), yang menyatakan kesengajaan adalah kehendak

membuatsuatu tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat dari tindakan

itu. Akibat dikehendaki apabila akibat itu yang menjadi maksud dari tindakan

tersebut;

Menimbang, bahwa yang dimaksud “tanpa hak” dalam hukum pidana, disebut

juga dengan istilah “wederrechtelijk”, dapat diartikan sebagai suatu perbuatan

yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, melanggar haksubyektif

orang lain, atau bertentangan dengan aturan-aturan hukum pada umumnya;

Menimbang, bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud

dengan :

-Mendistribusikan adalah menyalurkan (membagikan, mengirimkan) kepada

beberapa orang atau beberapa tempat;

-Mentransmisikan adalah mengirimkan atau meneruskan pesan dari seseorang

(benda) kepada orang lain (benda lain): komputer yang mutakhir itu mampu ~

data ke seluruh jaringan komputer di pusat kota;

-Membuat adalah 1 menciptakan (menjadikan, menghasilkan); membikin:

manusia -berita, tetapi berita pun membentuk manusia,2 melakukan;

mengerjakan: terserah kepada Anda bagaimana caranya -lukisan itu; 3

Universitas Sumatera Utara


109

menggunakan (untuk); memakai (untuk): sanggupkah engkau -uang sekian untuk

belanja sebulan?; 4 menyebabkan; mendatangkan: engkau aku takut; sikapnya

yang kurang sopan itu -orang lain sakit hati;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1 Undang –Undang NomorNomor11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud dengan :

-Infromasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk

tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic

data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,

telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi

yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya;

-Dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak

terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,

tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makan atau arti

atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya;

-Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang

berdiri sendiri atau dalam jaringan;

Menimbang, bahwa mengenai penghinaan dan atau pencemaran nama baik

Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik tidak menjelaskan lebih lanjut, namun R. Soesilo dalam bukunya Kitab

Universitas Sumatera Utara


110

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap

Pasal Demi Pasal, Politea-Bogor Hlm 225, menjelaskan yang dimaksud dengan

penghinaan dan atau pencemarannama baik adalah menyerang kehormatan dan

nama baik seseorang. Yang diserang itu biasanya merasa malu. Penghinaan itu

ada 6 macam ialah : menista (smaad), menistadengan surat (smaadachrift),

memfitnah (laster), penghinaan ringan (een vuodige belediging), mengadu secara

memfitnah (lasterlijke aanklacht) dan tuduhan secara memfitnah (lasterajke

verdarhmaking) supaya dapat dihukum dengan menista, maka penghinaan itu

harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang

tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak);

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan Terdakwa serta

dihubungkan dengan barang bukti dipersidangan maka diperoleh fakta hukum

bahwa benar Terdakwa adalah pemilik akun facebook bernama Humisar Charles

Charlesdan melalui akun facebook tersebut pula,Terdakwa telah membuattulisan-

tulisan yang dikirim/diposting pada tanggal 3 Oktober 2016 dan tanggal 5

Oktober 2016.

Menimbang, bahwa oleh karena saksi BakhtiarAhmad Sibarani keberatan atas

perbuatan Terdakwa, karena Terdakwa telah mencemarkan nama baik saksi

sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah dan perbuatan Terdakwa

menyebabkan saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani menjadi malu kepada rekan sesama

anggota DPRDdan juga terhadap masyarakat yang telah memberikan dukungan

kepada saksi Bakhtiar Ahmad Sibarani sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli

Tengah, maka terbukti bahwa perbuatan Terdakwa telah bertentangan dengan

maksud Pasal 4 Undang-Undang Republik IndonesiaNomor11 Tahun 2008

Universitas Sumatera Utara


111

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang pada pokoknya menyebutkan

bahwa salah tujuan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

dilaksanakan adalah untuk memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum

bagi pengguna Teknologi Informasi;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas maka unsur kedua diatas

telah terpenuhi menurut hukum terhadap perbuatan Terdakwa;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal27 ayat (3) Jo Pasal 45

ayat (3) Undang-UndangRepublik IndonesiaNomor19 Tahun 2016 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektroniktelahterpenuhimenurut hukum, maka Terdakwa haruslah

dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal;

Menimbang, bahwa terhadap nota pembelaan Terdakwa, Majelis Hakim

berpendapat, oleh karena perbuatan Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan

sebagaimana pertimbangan unsur-unsur diatas makapembelaan Terdakwa yang

memohon agar dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana

sebagaimana dakwaan penuntut umum adalah tidak berdasar, sehingga nota

pembelaan Terdakwa haruslah ditolak untuk seluruhnya;

Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal

yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan

pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya;

Universitas Sumatera Utara


112

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa terbukti bersalah dan dinilai Terdakwa

dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya maka pidana yang akan dijatuhkan

kepada Terdakwa harus setimpal dengan perbuatannya;

Menimbang, bahwa selain pidana penjara tersebut, terhadap diri Terdakwa juga

harus dikenakan pidana denda yang apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka

diganti dengan pidana kurungan sebagaimana diatur dalam Undang-

UndangRepublik IndonesiaNomor19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik;

Menimbang, bahwa untuk menentukan pidana apakah yang sepatutnya dijatuhkan

terhadap diri Terdakwa perlulah diperhatikanbahwa maksud dan tujuan

pidanabukanlah semata-mata untuk menista atau menderitakan seseorang, tetapi

lebih bertujuan untukmencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan

hukum demi pengayoman warga masyarakatdan mengadakan koreksi terhadap

Terdakwa, agar setelah menjalani pidana ini, Terdakwa akan menjadi warga

masyarakat yang baik, yang taat dan patuh pada segala peraturan perundang-

undangan yang berlaku, sekaligus menjadi pelajaran atau peringatan bagi

masyarakat pada umumnya untuk bijak dan arif dalam menggunakan media sosial

elektronik yang sekarang makin rawan dalam hal pengujaran kebencian;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa tidak ditahan dan menurut pendapat

Majelis Hakimtidak cukup alasan untuk menahan, maka Terdakwa tidak ditahan;

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan untuk

selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


113

Menimbang, bahwa barang buktiberupa 4 (empat) lembar print out status akun

facebook atas nama Humisar Charles Charles yang diposting pada tanggal 03

Oktober 2016 yang intinya berisikan kata-kata penghinaan atau pencemaran nama

baik terhadap Bakhtiar Ahmad Sibarani dan 2 (dua) lembar print out status akun

facebook atas nama Humisar Charles Charles yang diposting pada tanggal 5

Oktober 2016 yang intinya berisikan kata-kata penghinaan atau pencemaran nama

baik terhadap Bakhtiar Ahmad Sibarani adalah bukti yang terlampir dalam berkas

perkara, maka terhadap barang bukti tersebutditetapkan tetap terlampir dalam

berkas perkara;

Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadapTerdakwa, maka perlu

dipertimbangkan terlebih dahulu keadaanyang memberatkan dan yang

meringankanTerdakwa;

Keadaan yang memberatkan:

-Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan norma hukum dan kepatutan;

Keadaan yang meringankan:

-Terdakwa belum pernah dihukum;

-Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwadijatuhi pidanamaka haruslah dibebani

pula untuk membayar biaya perkara;

Universitas Sumatera Utara


114

6. Putusan Hakim

Mengadili

1.Menyatakan Terdakwa Humisar Charles Pardede alias Charles Pardedetersebut

diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana“Dengan sengaja dan tanpa hak membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”,

sebagaimana dalam dakwaan tunggal;

2.Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 2 (dua) tahundan denda sejumlah Rp.200.000.000,00 (dua ratus

jutarupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan

pidana kurunganselama 3 (tiga)bulan;

3.Menetapkan barang bukti berupa :

-4 (empat) lembar print out status akun facebook atas nama Humisar Charles

Charles yang diposting pada tanggal 03 Oktober 2016 yang intinya berisikan kata-

kata penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap Bakhtiar Ahmad Sibarani;

-2 (dua) lembar print out status akun facebook atas nama Humisar Charles Charles

yang diposting pada tanggal 5 Oktober 2016 yang intinya berisikan kata-kata

penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap Bakhtiar Ahmad Sibarani;

Terlampir dalam berkas perkara;

4.Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah

Rp.5.000,00 (limaribu rupiah)

Universitas Sumatera Utara


115

7. Analisis Putusan

Dalam putusannya, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2

(dua) tahun dan pidana denda Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) subsider 3

(tiga) bulan kurungan kepada Humisar Charles Pardede Alias Charles Pardede.

Putusan yang diberikan oleh majelis hakim telah memperhatikan apa yang

menjadi hal yang meringankan dan hal yang memberatkan pada diri terdakwa.

Ketika kita melihat dari apa yang telah diperbuat oleh Charles Pardede

sebagaimana yang diuraikan pada kronologis kasus diatas, maka dapat dilihat

bahwa suatu tindakan yang mungkin dapat dikatakan sebagai tindakan yang

kurang memiliki rasa keadilan. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang ITE memuat klausul “dengan sengaja”. Dan klausul ini merupakan

klausul yang mengharuskan aparat penegak hukum untuk membuktikan ada atau

tidak niat jahat (mens rea) dari pelaku tindak pidana. Dan dalam Pasal 27 ayat (3)

jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE, hal

yang tidak diperhatikan oleh aparat penegak hukum adalah apakah perbuatannya

tersebut dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan akibat hukum atau

tidak. Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 Tentang ITE ini seolah-olah dianggap sebagai delik formil, yang akan

dianggap selesai ketika perbuatan tersebut telah selesai dilakukan. Nyatanya,

tujuan dari adanya Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 Tentang ITE ini, adalah untuk memberikan perlindungan nama

baik kepada setiap orang dari perbuatan orang lain yang dapat mencemarkan nama

baiknya.

Universitas Sumatera Utara


116

Kemudian, Pada putusan tersebut dapat dilihat bahwa, tidak dibuktikan

apakah akibat dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh Charles Pardede

tersebut memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap korban. Jika dilihat

dari keterangan saksi ahli yang menjadi alat bukti dipersidangan yang pada

pokoknya menyatakan “jika perkataan yang dimuat oleh Charles Pardede benar

adanya, maka itu tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan pencemaran nama

baik”, maka hakim dalam pemeriksaan saksi seharusnya mempertanyakan dan

menggali kebenaran dari apa yang dimuat oleh Charles Pardede dalam akun

facebooknya.

Perbuatan para penegak hukum yang tidak menggali kebenaran dari

informasi yang disampaikan oleh Charles Pardede melalui akun facebooknya,

maka hal tersebut dapat mencederai hak kebebasan berpendapat yang dimiliki

oleh Charles Pardede. Sebagai seorang warga negara, Charles Pardede memiliki

hak untuk bebas berpendapat dan dijamin dalam Undang-Undang Dasar. Hakim

seharusnya bersifat aktif sebagai hukum yang berbicara untuk menegakan nilai-

nilai keadilan yang ada di Indonesia

Selain kasus di atas, ada juga kasus yang jika dilihat dari Hak Asasi

Manusia, dapat dinyatakan melanggar hak kebebasan berpendapat. Putusan

Pengadilan Negeri Buol Nomor 2/Pid.B/2018/PN. Bul atas nama terdakwa

Firawati Morana. Dalam kasus tersebut, Penuntut Umum mendakwakan Fitrwati

Morana dengan dakwaan alternatif, dengan dakwaan kesatu yaitu Pasal 310

KUHP dan Dakwaan Kedua yaitu Pasal 311 ayat (1) KUHP. Perkataan Firawati

Morana yang membuat terdakwa berhadapan dengan hukum adalah “Ris ini

bukan manusia tapi binatang dia ini, binatang kau, anjing babi, perempuan nakal,

Universitas Sumatera Utara


117

gatal, perebut suami orang, tidak tahu malu, suka berasa-rasa kemaluannya laki-

laki, sering tidur dengan orang-orang tua, pepek merah”. Dan Hakim memvonis

Firawati Morana terbukti bersalah pencemaran nama baik sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 310 KUHP. Tentu saja jika dilihat dari kronologi kasus,

perkataan ini tidaklah dapat dikatakan pencemaran nama baik, perbuatan tersebut

dilakukan oleh Firawati Morona secara terang terangan. Sehingga hakim

seharusnya lebih aktif menggali fakta persidangan yang berkaitan dengan

pencemaran nama baik dan tidak memaksakan setiap unsur masuk tanpa adanya

fakta yang mendukung.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pada praktiknya, harus diakui bahwa banyak negara masih menggunakan

undang-undang tindak pidana pencemaran nama baik sebagai cara utama

untuk menangani serangan yang tidak diinginkan terhadap reputasi.

Meskipun sebenarnya kebebasan berpendapat bukanlah hal yang dapat

dijadikan sebagai alasan pembenar bagi setiap orang untuk menyampaikan

pendapat mereka. Maka dari itu timbul pertanyaan-pertanyaan mendasar

mengenai siapa yang menetapkan dan apa konsekuensi yang harus

ditanggung bila pembatasan itu tidak dilaksanakan, juga tentunya landasan

apa yang paling sah untuk menetapkan pembatasan. ICCPR sendiri

mengakui bahwa kebebasan berpendapat menerbitkan kewajiban dan

tanggung jawab khusus. Oleh karena itu kebebasan berpendapat dikenai

pembatasan yang diberi syarat harus ditetapkan berdasar hukum dan sesuai

dengan kebutuhan dengan alasan menghormati hak atau nama baik orang

lain dan melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau

kesehatan atau moral masyarakat.

2. Pengaturan mengenai pencemaran nama baik didalam dan diluar KUHP

memiliki perbedaan yang cukup signifikan, yaitu bahwa didalam KUHP

pencemaran nama baik dibuat dalam ssatu Bab yaitu Bab XVI Buku ke-II

sedangkan diluar KUHP pengaturannya tersebar di beberapa pasal dalam

beberapa undang-undang dan masuk dalam bab yang berbeda-beda

118
Universitas Sumatera Utara
119

3. objeknya dan kepentingan hukum yang dilinudngi sebagai dasar

pengelompokan tindak pidana. Selain itu bedanya juga terletak dalam

subjek hukumnya. Didalam KUHP subjeknya adalah orang-perseorangan,

sedangkan diluar KUHP juga termasuk badan atau instansi pemerintah,

agama, golongan, dan benda seperti Bendera Merah Putih.

4. Pada analisis putusan terdapat kesimpulan sebagai berikut:

a. Bahwasannya putusan hakim dalam putusan nomor 02/Pid.B/2018/PN.

Bul masih kurang tepat, seharusnya hal ini dapat menjadi pemberatan dan

penambahan hukuman bagi pelaku, karena perbuatan korban dianggap

dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan, bahkan setelah si

pelaku di penjara, maka seharusnya hakim perlu mempertimbangkan dari

sisi korban itu sendiri diluar daripada kesalahan yang ditimbulkan oleh

pelaku, demi terciptanya keaadilan dan keamanan serta memberikan efek

jera yang nyata kepada masyarakat.

b. Bahwasannya pada putusan nomor 75/Pid.Sus/2018/PN.Sbg tersebut

dapat dilihat bahwa tidak dibuktikan apakah akibat dari perbuatan hukum

yang dilakukan oleh Terdakwa tersebut memiliki dampak yang sangat

signifikan terhadap korban karena apabila yang disampaikan Terdakwa

benar maka hal tersebut bukanlah pencemaran nama baik, maka hakim

dalam persidangan harusnya mempertanyakan dan menggali kebenaran

dari apa yang dimuat oleh Tedakwa dalam akun facebooknya.

Universitas Sumatera Utara


120

B. SARAN

Adapun saran yang dapat Penulis berikan melalui penulisan skripsi ini

adalah:

1. Di Indonesia sendiri sebenarnya diperlukan aturan baku dalam menegakkan

hak-hak mendasar terkait kebebasan menyampaikan pendapat karena

konsep tindak pidana pencemaran nama baik belum ada pengaturan secara

rigid sehingga perlu dilakukan kajian secara historis, yuridis dan filosofis

untuk membuat regulasi yang menyeluruh sebagai pengaplikasian HAM

yang diamankan dalam UUD 1945.

2. Perlu dilakukan revisi terkait aturan tentang pencemaran nama baik dengan

memperkuat hukuman pidana, ruang lingkup pencemaran dan perjalanan

pemidananaanya, serta diperlukan juga konsep delik aduan yang bisa

dilakukan terhadap jenis-jenis pencemarannya.

3. Dalam menjatuhkan vonis, hakim harusnya tidak hanya melihat dan dari sisi

kesalahan yang dilakukan pelaku, namun juga harus melihat dari sisi korban

baik dari sisi psikologis maupun sosialnya, sehingga hal tersebut dapat

dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus perkara.

Universitas Sumatera Utara


121

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Sianturi,S.R.1986. Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya. Jakarta Alumni

Ahaem-Petehaem.

Waluyo, Bambang.2004. Pidana dan Pemidanaan, Jakarta.Sinar Grafika.

Poernomo, Bambang.1983, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Galia Indonesia.

Ilyas,Amir. 2012, Asas-asas Hukum Pidana. Yogyakarta : Rangkang Education.

Chazawi,Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta : Cetakan

Pertama, PT. RajaGrafindo Persada.

Lamintang, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : PT. Citra

Aditya Bakri..

Permatasari, Arliana Permatasari. 1999. Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta:

ICRC, hal 3.

Effendi.A. Masyhur dan Taufansi Sukmana Evandri. 2007. HAM dalam

Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik, dan Proses

Penyusunan/Aplikasi Ha-Kham (Hukum Hak Asasi) Dalam

Masyarakat. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.

Budiarjo, Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia.

Manan,Bagir.2006. Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi

Manusia Di Indonesia. Jakarta: Penerbit P. T. Alumni.

Harjono. 2009. Transformasi Demokrasi. Jakarta: Sekreteriat Jenderal

dan Kepaniteraan.

Marpaung, Leden. 2010. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan. Jakarta : Sinar

Grafika.

Universitas Sumatera Utara


122

Soesilo. R. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Serta Komentarnya

Pasal Demi Pasal. Bogor : Politeja.

Lamintang. P.A.F dan C.D. Samosir. 1983. Hukum Pidana Indonesia. Bandung:

Sinar Baru.

Seno, Oema Adji. 1997. Mass Media dan Hukum. Jakarta : Erlangga.

Artikel

El-Muhtaj, Majda.2005. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Dari

UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta:

Kencana Prenda Media Group.

Tim Penerjemah BPHN,1983. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta.

Sinar Harapan.

Nurhadini, Kristini, Nurhadini. 2009. “Tindak Pidana Dibidang Informasi dan

Transaksi Elektronik yang Bermuatan Peghinaan Dan Pencemaran

Nama Baik.” Tesis, Fakultas Hukum Airlangga.

Mudzakir, 2004. Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat

Publik Dictum 3. Yogyakarta: Atmajaya Pres.

Muladi dan Barda Nawawi Arief.2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana.

Bandung : Alumni, 2005.

Yuri Rahmanto,Tonny.2016 Kebebasan berekspresi dalam Perspektif Hak Asasi

Manusia: Perlindungan, Permasalahan dan Implementasinya di Provinsi

Jawa Barat, Jurnal HAM 7.

Osana, Ellya. 2016. Negara Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia Jurnal Tapis:

Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 12, No. 1 .

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai