PENYUSUN:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Praktik 1
Tempat : Kelas
3
Teori atau Prinsip Dasar yang Menjadi Landasan Praktikum
Surat dakwaan menurut M. Yahya Harahap adalah surat atau akta yang
memuat rumusan tidak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan
dan ditarik dari hasil penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim
dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.
a. Syarat formal
- Surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum;
- Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal alhir, jeis kelamin,
kebangsaan, tepat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
4
b. Syarat materiil
- Uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan,
- Menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus dan locus
delicti).
Eksepsi adalah tangkisan/plead atau pembelaan yang tidak mengenai atau tidak
ditujukan terhadap materi pokok surat dakwaan, tetapi terhadap cacat “formal” yang
melekat pada surat dakwaan.
Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, pengajuan eksepsi atau juga dikenal
dengan istilah “Keberatan”, harus diajukan pada sidang pertama atau
sesaat/setelah penuntut umum membacakan dakwaan.
Klasifikasi Eksepsi :
Terhadap Eksepsi tersebut, berdasarkan Pasal 156 ayat (2) KUHAP, Hakim
dalam putusan sela dapat mengabulkan atau menerima eksepsi dengan demikian
pemeriksaan pokok perkara berakhir atau menolak atau tidak menerima eksepsi
sehingga pemeriksaan pokok perkara harus dilanjutkan.
Surat Tuntutan atau dalam bahasa lain disebut dengan Rekuisitor adalah surat
yang memuat pembuktian Surat Dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang
terungkap di persidangan dan kesimpulan penuntut umum tentang kesalahan
terdakwa disertai dengan tuntutan pidana. Agar supaya Surat Tuntutan tidak mudah
untuk disanggah oleh terdakwa/ penasehat hukumnya, maka Surat Tuntutan harus
dibuat dengan lengkap dan benar. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam membuat Surat Tuntutan :
5
Dalam KUHAP tidak ada satu pasalpun yang mengatur tentang bentuk dan
susunan Surat Tuntutan, bentuk dan susunan Surat Tuntutan dari masa ke masa
selalu berkembang di dalam praktek peradilan. Menurut praktek peradilan
sistematika dari Surat Tuntutan Pidana adalah sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Identitas Terdakwa
3. Surat dakwaan
4. Hasil pembuktian
5. Barang bukti
6. Analisa Fakta
7. Analisa Hukum
8. Pembuktian Surat Dakwaan
9. Tuntutan Pidana
Dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana, penuntut umum juga harus
mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan juga hal-hal yang memberatkan.
Oleh karena itu perlu disampaikan/dituliskan dalam surat tuntutan tentang hal-hal
yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan.
Pleidooi yang artinya pembelaan merupakan upaya terkahir dari seorang terdakwa
atau pemble dalam rangka mempertahankan hak-haknya atau membela kebenaran
yang diyakininya sesuai bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan. Pembuatan
Pledoi tidak ada yang baku, tetapi pada prinsipnya sistematikanya kurang lebih
sebagai berikut :
6
Dalam putusan akhir, haruslah mencantumkan hal-hal, sebagaiman diatur dalam
Pasal 197 ayat (1) KUHAP, yaitu sebagai berikut:
7
Praktik 2
Mahasiswa dapat memeragakan para pihak yang terlibat dalam peradilan pidana
dalam sidang dengan tema pembuktian.
8
Bahwa yang dimaksud dengan membuktikan berarti memberi kepastian kepada
hakim tentang adanya suatu peristiwa atau perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang. Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk dijadikan dasar dalam
menjatuhkan putusan hakim kepada terdakwa tentang bersalah atau tidaknya
sebagaimana yang telah didakwakan oleh penuntut umum. Namun tidak semua hal
harus dibuktikan, sebab menurut Pasal 184 ayat (2) KUHAP, bahwa ”hal yang
secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”. Dengan demikian hakim di
dalam memeriksa suatu perkara pidana dalam sidang pengadilan senantiasa
berusaha membuktikan:
a. Alat-alat bukti, artinya alat-alat bukti macam apa yang dapat dipergunakan
untuk menetapkan kebenaran dalam penuntutan pidana (keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa).
b. Peraturan pembuktian, artinya peraturan-peraturan cara yang diperbolehkan
bagi hakim untuk mempergunakan alat-alat bukti itu (cara penyumpahan
saksi-saksi, cara pemeriksaan saksi dan terdakwa, pemberian alasan-alasan
pengetahuan pada kesaksian dan lain-lain).
c. Kekuatan alat-alat bukti, artinya ketentuan banyaknya alat-alat bukti yang
harus ada untuk dapat menjatuhkan pidana (misalnya keterangan terdakwa
itu hanya merupakan alat bukti yang sah apabila memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam Pasal 189 KUHAP).
Menurut sistem HIR, dalam acara perdata/pidana hakim terikat pada alat-alat bukti
yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan
berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja.
Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, bahwa yang termasuk alat bukti yang sah
adalah :
a. Keterangan saksi.
Keterangan saksi menurut Pasal 1 angka 27 KUHAP adalah ”salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
9
sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Agar keterangan
saksi supaya dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah, maka harus
memenuhi 2 syarat, yaitu: (1) Syarat formil, bahwa keterangan saksi hanya
dapat dianggap sah, apabila diberikan memenuhi syarat formil, yaitu saksi
memberikan keterangan di bawah sumpah, sehingga keterangan saksi yang
tidak disumpah hanya boleh dipergunakan sebagai penambahan penyaksian
yang sah lainnya ; (2) Syarat materiel, bahwa keterangan seorang atau satu
saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat pembuktian (unus testis
nulus testis) karena tidak memenuhi syarat materiel, akan tetapi keterangan
seorang atau satu orang saksi, adalah cukup untuk alat pembuktian salah
satu unsur kejahatan yang dituduhkan.
Untuk suatu penilaian keterangan saksi sebagaimana menurut Pasal 185
KUHAP, bahwa: (1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi
nyatakan di sidang pengadilan (testimony) ; (2) Keterangan seorang saksi
saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perbuatan yang didakwakan kepadanya ; (3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti
yang sah lainnya ; (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri
sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai
suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu
dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya
suatu kejadian atau keadaan tertentu ; (5) Dalam menilai kebenaran
keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh
memperhatikan: persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain,
persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;alasan yang
mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu,
cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya ; (6)
Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan
yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai
dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai
tambahan alat bukti sah yang lain.
b. Keterangan ahli;
Menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP, bahwa ”Keterangan ahli adalah keterangan
yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Menurut Pasal 186 KUHAP, bahwa Keterangan ahli ialah apa yang
seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pembahasan tentang hal-hal
mengenai keterangan ahli adalah suatu gambaran akan pentingnya seorang ahli
dalam memberikan keterangan tentang suatu tindak pidana berdasarkan
kemampuan atau keahlian di bidangnya. Hal ini sangat dimungkinkan atas`
keterbatasan pengetahuan penyidik atau penuntut umum dan hakim dalam
mengungkap suatu perkara tindak pidana tanpa keterangan ahli. Kehadiran
10
seorang ahli dalam memberikan keterangan suatu penyidikan terjadinya tindak
pidana menjadi sangat penting dalam semua tahap-tahap penyidikan, baik dalam
tahap penyelidikan, penindakan, pemeriksaan maupun penyerahan berkas
perkara kepada penuntut umum. Tanpa kehadiran seorang ahli dalam
memberikan atau menjelaskan suatu masalah akan dapat dibayangkan bahwa
penyidik akan mengalamai kesulitan dalam usaha mengungkap suatu tindak
pidana, terutama tindak pidana berdimensi tinggi seperti tindak pidana teror
dengan bom, pembakaran/kebakaran, pencemaran lingkungan, komputer, uang
palsu, mutilasi.
c. Surat;
Surat sebagai alat bukti dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah.
d. Petunjuk;
Perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara
yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri
menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
e. Keterangan terdakwa.
Hal-hal yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang
dilakukannya atau yang diketahuinya atau dialaminya sendiri.
11
BAB III
Praktik 1
Alat :
Bahan:
Metode:
Dikerjakan secara individu untuk surat kuasa dan berkelompok untuk Surat
Dakwaan, Eksepsi, Putusan Sela, Surat Tuntutan, Pembelaan/Pledoi dan Putusan
Akhir
Pembentukan Kelompok:
Setiap kelompok terdiri dari 3-4 orang yang dipilih sendiri oleh mahasiswa tersebut..
Panduan Prosedur/Mekanisme:
12
menjadi objek perkara, kemudian tugas kelompok adalah membuat dokumen-
dokumen yang diperlukan dalam proses sidang peradilan pidana, yaitu
kelompok ganjil membuat Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan. Sementara
kelompok genap membuat Eksepsi dan Pledoi/Pembelaan..
5. Masing-masing kelompok hanya bisa menjawab kelompok pasangannya.
6. Setelah membuat dokumen tersebut masing-masing kelompok juga
berkewajiban untuk mempersentasikan hasil kelompoknya. Misalnya
kelompok 1 membuat Surat Dakwaan, kelompok 2 membuat Eksepsi/
Keberatan berdasarkan Surat Dakwaan kelompok 1 .
7. Setelah presentasi Surat Dakwaan dan Eksepsi, maka setiap kelompok
mahasiswa membuat contoh Putusan Sela dari contoh perkara. Demikian
pula, setelah presentasi Surat Tuntutan dan Pledoi, setiap kelompok
membuat putusan akhir dati contoh perkara.
13
Praktik 2
Alat :
Bahan:
Metode:
Pembentukan Kelompok:
Setiap kelompok terdiri dari 8-12 orang yang dipilih sendiri oleh mahasiswa
tersebut..
Panduan Prosedur/Mekanisme:
14
dalam penyusunan skenario
2. Mahasiswa anggota kelompok wajib memerankan suatu pihak yang terlibat
dalam perkara pidana sesuai dengan skenario yang telah disusun.
3. Anggota kelompok yang tidak sedang memeragakan sidang peradilan semu
wajib menyimak dan memberikan tanggapan terhadap peragaan peradilan
semu kelompok yang sedang tampil
15
Lampiran
Daftar Pustaka
Andi Hamzah. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia, 1987.
16
Format Laporan Praktik
Format laporan praktik dibuat dalam bentuk seperti dokumen peradilan pidana yang
sesungguhnya untuk praktik 1 . Praktik 2 adalah dalam bentuk role play, yaitu
memeragakan persidangan peradilan semu.
Penilaian Praktik 1:
Rubrik Penilaian
Praktek
Penilaian Praktik 2:
Rubrik Penilaian
Praktek
17