Anda di halaman 1dari 17

MODUL PRAKTIKUM

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


HUKUM ACARA PIDANA DAN PRAKTIK PERADILAN PIDANA

PENYUSUN:

PROF. DR. H.M.SAID KARIM, S.H., M.H., M.Si. (PJMK)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

TAHUN 2018

1
BAB I

IDENTITAS MATA KULIAH

Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana dan Praktik Peradilan


Pidana
Kode Mata Kuliah/Sks : 317B1724/4 (Empat) Sks
Semester : V (Lima)
Dosen Pengajar : Prof. Dr. H. Said Karim, S.H., M.H., M.Si.
(PJMK)
Prof. Dr. M.Syukri Akub,S.H., M.H.
Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H.
Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S.
Prof. Dr. Slamet Sampurno, S.H, M.H. DFM
Dr. Syamuddin Muchtar, S.H., M.H.
Dr. Abd. Asis, S.H., M.H.
Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H.
Dr. Hj. Haeranah, S.H., M.H.
Dr. Hj.Nur Azisa, S.H., M.H.
Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H.
Dr. Hijrah Adhyanti Mirzana, S.H., M.H.
Dr. Audyna Mayasari Muin, S.H., M.H.
C.Capaian Pembelajaran : S1- Memiliki integritas dan etika profesi hukum
Lulusan berdasarkan nilai-nilai Pancasila
KU1- Mampu berpikir secara kritis, logis dan
sistematis
KU2- Mampu berkomunikasi secara lisan dan
tulisan
KU3- Mampu bekerja secara individu dan
kolektif
KK3- Mampu memberikan saran dan
penyelesaian masalah hukum
Capaian Pembelajaran Mata : Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa
Kuliah/ Sasaran Belajar memiliki integritas dan etika profesi hukum,
sehingga mampu berpikir secara kritis, logis,
sistematis dan mampu berkomunikasi secara
lisan dan tulisan, serta mampu memberikan
saran dan penyelesaian masalah hukum.
Jadwal Praktikum : Pertemuan ke 22 sampai dengan ke 29
Deskripsi Mata kuliah : Membahas tentang prosedur dan tahap-tahap
beracara di pengadilan menurut KUHAP dalam
perkara pidana dan menjelaskan tentang hal-hal
menyusun dan membuat: Surat Kuasa, Surat
Dakwaan , Eksepsi (keberatan), Surat Tuntutan
pidana (Requisitoir), Pembelaan (Pledoi), Replik
(nader requisitoir), Duplik (nader pleidooi),
Putusan Pidana serta pengajuan upaya-upaya
hukum dalam perkara pidana.
2
BAB II

PENDAHULUAN

Praktik 1

Deskripsi Singkat Praktik

Setelah mendapatkan materi Hukum Acara Peradilan Pidana yang membahas


mengenai tahap-tahap beracara pada peradilan pidana, maka pada pertemuan ini akan
melakukan praktik membuat surat kuasa, surat dakwaan, eksepsi, putusan sela,
tuntutan, pledoi dan putusan akhir.

Sasaran Pembelajaran Praktikum

Mahasiswa dapat membuat dokumen-dokumen hukum yang digunakan ketika terjadi


suatu perkara tindak pidana dan perkara tersebut disidangkan dalam peradilan pidana.

Tata Tertib dan Etika Praktik

1. Mahasiswa harus dapat mengemukakan gagasan pikirannya terhadap kasus-


kasus yang terkait dengan materi yang dibahas;
2. Mahasiswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok dan menyusun berkas/dokumen
yang berkaitan dengan proses penyelesaian perkara pidana yang harus
dilakukan secara berkelompok ;
3. Mahasiswa dapat menyusun berkas/dokumen yang berkaitan dengan proses
penyelesaian perkara pidana secara jujur dan mandiri untuk tugas yang
dikerjakan secara individu.

Alokasi Waktu dan Tempat Praktik

Waktu : (2x50 menit) x (3pertemuan)

Tempat : Kelas

3
Teori atau Prinsip Dasar yang Menjadi Landasan Praktikum

Alur persidangan tindak pidana tingkat pertama *)

*) diunduh dari http://pn-brebes.go.id/wp-content/uploads/2018/03/proses-


persidangan-pidana.png

Surat dakwaan menurut M. Yahya Harahap adalah surat atau akta yang
memuat rumusan tidak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan
dan ditarik dari hasil penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim
dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Syarat surat dakwaan :

a. Syarat formal
- Surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum;
- Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal alhir, jeis kelamin,
kebangsaan, tepat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.

4
b. Syarat materiil
- Uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan,
- Menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus dan locus
delicti).

Bentuk Surat dakwaan :

- Surat dakwaan biasa/tunggal


- Surat dakwaan alternatif
- Surat dakwaan subsidiaritas
- Surat dakwaan kumulasi.

Eksepsi adalah tangkisan/plead atau pembelaan yang tidak mengenai atau tidak
ditujukan terhadap materi pokok surat dakwaan, tetapi terhadap cacat “formal” yang
melekat pada surat dakwaan.

Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, pengajuan eksepsi atau juga dikenal
dengan istilah “Keberatan”, harus diajukan pada sidang pertama atau
sesaat/setelah penuntut umum membacakan dakwaan.

Klasifikasi Eksepsi :

- Eksepsi kewenangan mengadili


- Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima
- Eksepsi dakwaan batal

Terhadap Eksepsi tersebut, berdasarkan Pasal 156 ayat (2) KUHAP, Hakim
dalam putusan sela dapat mengabulkan atau menerima eksepsi dengan demikian
pemeriksaan pokok perkara berakhir atau menolak atau tidak menerima eksepsi
sehingga pemeriksaan pokok perkara harus dilanjutkan.

Surat Tuntutan atau dalam bahasa lain disebut dengan Rekuisitor adalah surat
yang memuat pembuktian Surat Dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang
terungkap di persidangan dan kesimpulan penuntut umum tentang kesalahan
terdakwa disertai dengan tuntutan pidana. Agar supaya Surat Tuntutan tidak mudah
untuk disanggah oleh terdakwa/ penasehat hukumnya, maka Surat Tuntutan harus
dibuat dengan lengkap dan benar. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam membuat Surat Tuntutan :

- Surat Tuntutan harus disusun secara sistematis.


- Harus menggunakan susunan tata bahasa indonesia yang baik dan benar.
- Isi dan maksud dari Surat Tuntutan harus jelas dan mudah dimengerti.
- Apabila menggunakan teori hukum harus menyebut sumbernya.

5
Dalam KUHAP tidak ada satu pasalpun yang mengatur tentang bentuk dan
susunan Surat Tuntutan, bentuk dan susunan Surat Tuntutan dari masa ke masa
selalu berkembang di dalam praktek peradilan. Menurut praktek peradilan
sistematika dari Surat Tuntutan Pidana adalah sebagai berikut :

1. Pendahuluan
2. Identitas Terdakwa
3. Surat dakwaan
4. Hasil pembuktian
5. Barang bukti
6.  Analisa Fakta
7.  Analisa Hukum
8. Pembuktian Surat Dakwaan
9. Tuntutan Pidana

Dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana, penuntut umum juga harus
mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan juga hal-hal yang memberatkan.
Oleh karena itu perlu disampaikan/dituliskan dalam surat tuntutan tentang hal-hal
yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan.

Pleidooi yang artinya pembelaan merupakan upaya terkahir dari seorang terdakwa
atau pemble dalam rangka mempertahankan hak-haknya atau membela kebenaran
yang diyakininya sesuai bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan. Pembuatan
Pledoi tidak ada yang baku, tetapi pada prinsipnya sistematikanya kurang lebih
sebagai berikut :

a. Bab Eksepsi, jika pada agenda terdahulu mengajukan eksepsi.


b. Bab pendahuluan
c. Bab Tinjauan atas dakwaan
d. Bab Tinjauan Yuridis
e. Bab fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang dihubungkan
dengan Surat Dakwaan dan Tuntutan
f. TinNjauan terhadap tuntutan
g. Bab Penutup/Kesimpulan

Setelah pemeriksaan perkara dinyatakan selesai oleh hakim, maka sampailah


hakim pada tugasnya, yaitu menjatuhkan putusan akhir. Menurut KUHAP ada
beberapa jenis putusan akhir yang dapat dijatuhkan oleh hakim dalam suatu
perkara, yaitu sebagai berikut :

a. Putusan Bebas (Vrijspraak)


b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum ( Onslaag van Alle Recht
Vervolging)
c. Putusan Pemidanaan

6
Dalam putusan akhir, haruslah mencantumkan hal-hal, sebagaiman diatur dalam
Pasal 197 ayat (1) KUHAP, yaitu sebagai berikut:

a. Kepala putusan berbunyi: ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang


Maha Esa”
b. Nama lengkap, tampat lahir, umut atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa.
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan
beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang
menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.
e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan
terdakwa.
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara
diperiksa oleh hakim tunggal.
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhinya semua unsur
dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan
atau tindakan yang dijatuhkan.
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti.
j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana
letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat autentik dianggap palsu.
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan.
l. Hari dan tanggal putusan nama penuntut umum, nama hakim yang
memutuskan, dan nama panitera.

7
Praktik 2

Deskripsi Singkat Praktik

Setelah mendapatkan materi mengenai pembuktian pada peradilan pidana, maka


pada pertemuan ini akan melakukan praktik peradilan semu tentang pembuktian.

Sasaran Pembelajaran Praktikum

Mahasiswa dapat memeragakan para pihak yang terlibat dalam peradilan pidana
dalam sidang dengan tema pembuktian.

Tata Tertib dan Etika Praktik

1. Mahasiswa terlibat aktif dalam kelompok untuk menyusun skenario peradilan


semu dalam sidang dengan tema pembuktian.
2. Mahasiswa terlibat aktif dalam kelompok untuk memeragakan skenario peradilan
semu dalam sidang dengan tema pembuktian.

Alokasi Waktu dan Tempat Praktik

Waktu : (2x50 menit) x ( 4 pertemuan)

Tempat : Lab Moot Court

Teori atau Prinsip Dasar yang Menjadi Landasan Praktikum

Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam


perkara perdata, sebab pembuktian perkara pidana (hukum acara pidana) bertujuan
untuk mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau yang sesungguhnya,
sedangkan pembuktian dalam perkara perdata (hukum acara perdata) adalah
bertujuan untuk mencari kebenaran formil, artinya hakim tidak boleh melampaui
batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Jadi hakim dalam
mencari kebenaran formal cukup membuktikan dengan ”preponderance of
evidence”, sedangkan hakim pidana dalam mencari kebenaran materil, maka
peristiwanya harus terbukti (beyond reasonable doubt). Demikian pula dalam
persidangan, hakim dalam perkara pidana adalah aktif, artinya hakim berkewajiban
untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh,
sedangkan dalam perkara perdata, hakimnya pasif artinya hakim tidak menentukan
luas dari pada pokok sengketa dan tidak menambah dan mengurangi selain apa
yang disengketakan oleh para pihak.

8
Bahwa yang dimaksud dengan membuktikan berarti memberi kepastian kepada
hakim tentang adanya suatu peristiwa atau perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang. Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk dijadikan dasar dalam
menjatuhkan putusan hakim kepada terdakwa tentang bersalah atau tidaknya
sebagaimana yang telah didakwakan oleh penuntut umum. Namun tidak semua hal
harus dibuktikan, sebab menurut Pasal 184 ayat (2) KUHAP, bahwa ”hal yang
secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”. Dengan demikian hakim di
dalam memeriksa suatu perkara pidana dalam sidang pengadilan senantiasa
berusaha membuktikan:

a. Terjadinya suatu peristiwa ;

b. Peristiwa yang terjadi adalah suatu tindak pidana ;

c. Sebab-sebab terjadinya tindak pidana tersebut ;

d. Menentukan orang yang bersalah melakukan tindak pidana tersebut.

Dengan demikian, maka tujuan pembuktian di atas, adalah untuk mencari,


menemukan dan menetapkan kebenaran-kebenaran yang ada dalam perkara itu,
dan bukanlah semata-mata mencari kesalahan seseorang.

Terkait masalah pembuktian, terdapat beberapa istilah yang dapat ditemukan


dalam KUHAP, antara lain sebagai berikut :

a. Alat-alat bukti, artinya alat-alat bukti macam apa yang dapat dipergunakan
untuk menetapkan kebenaran dalam penuntutan pidana (keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa).
b. Peraturan pembuktian, artinya peraturan-peraturan cara yang diperbolehkan
bagi hakim untuk mempergunakan alat-alat bukti itu (cara penyumpahan
saksi-saksi, cara pemeriksaan saksi dan terdakwa, pemberian alasan-alasan
pengetahuan pada kesaksian dan lain-lain).
c. Kekuatan alat-alat bukti, artinya ketentuan banyaknya alat-alat bukti yang
harus ada untuk dapat menjatuhkan pidana (misalnya keterangan terdakwa
itu hanya merupakan alat bukti yang sah apabila memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam Pasal 189 KUHAP).

Menurut sistem HIR, dalam acara perdata/pidana hakim terikat pada alat-alat bukti
yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan
berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja.

Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, bahwa yang termasuk alat bukti yang sah
adalah :

a. Keterangan saksi.
Keterangan saksi menurut Pasal 1 angka 27 KUHAP adalah ”salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami

9
sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Agar keterangan
saksi supaya dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah, maka harus
memenuhi 2 syarat, yaitu: (1) Syarat formil, bahwa keterangan saksi hanya
dapat dianggap sah, apabila diberikan memenuhi syarat formil, yaitu saksi
memberikan keterangan di bawah sumpah, sehingga keterangan saksi yang
tidak disumpah hanya boleh dipergunakan sebagai penambahan penyaksian
yang sah lainnya ; (2) Syarat materiel, bahwa keterangan seorang atau satu
saksi saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat pembuktian (unus testis
nulus testis) karena tidak memenuhi syarat materiel, akan tetapi keterangan
seorang atau satu orang saksi, adalah cukup untuk alat pembuktian salah
satu unsur kejahatan yang dituduhkan.
Untuk suatu penilaian keterangan saksi sebagaimana menurut Pasal 185
KUHAP, bahwa: (1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi
nyatakan di sidang pengadilan (testimony) ; (2) Keterangan seorang saksi
saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perbuatan yang didakwakan kepadanya ; (3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti
yang sah lainnya ; (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri
sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai
suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu
dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya
suatu kejadian atau keadaan tertentu ; (5) Dalam menilai kebenaran
keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh
memperhatikan: persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain,
persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;alasan yang
mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu,
cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya ; (6)
Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan
yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai
dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai
tambahan alat bukti sah yang lain.

b. Keterangan ahli;
Menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP, bahwa ”Keterangan ahli adalah keterangan
yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Menurut Pasal 186 KUHAP, bahwa Keterangan ahli ialah apa yang
seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pembahasan tentang hal-hal
mengenai keterangan ahli adalah suatu gambaran akan pentingnya seorang ahli
dalam memberikan keterangan tentang suatu tindak pidana berdasarkan
kemampuan atau keahlian di bidangnya. Hal ini sangat dimungkinkan atas`
keterbatasan pengetahuan penyidik atau penuntut umum dan hakim dalam
mengungkap suatu perkara tindak pidana tanpa keterangan ahli. Kehadiran

10
seorang ahli dalam memberikan keterangan suatu penyidikan terjadinya tindak
pidana menjadi sangat penting dalam semua tahap-tahap penyidikan, baik dalam
tahap penyelidikan, penindakan, pemeriksaan maupun penyerahan berkas
perkara kepada penuntut umum. Tanpa kehadiran seorang ahli dalam
memberikan atau menjelaskan suatu masalah akan dapat dibayangkan bahwa
penyidik akan mengalamai kesulitan dalam usaha mengungkap suatu tindak
pidana, terutama tindak pidana berdimensi tinggi seperti tindak pidana teror
dengan bom, pembakaran/kebakaran, pencemaran lingkungan, komputer, uang
palsu, mutilasi.

c. Surat;
Surat sebagai alat bukti dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah.

d. Petunjuk;
Perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara
yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri
menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

e. Keterangan terdakwa.
Hal-hal yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang
dilakukannya atau yang diketahuinya atau dialaminya sendiri.

11
BAB III

PROSEDUR DAN MEKANISME PRAKTIK

Praktik 1

Alat :

Laptop & LCD

Kertas & Pulpen

Bahan:

Posisi kasus suatu tindak pidana

Metode:

Dikerjakan secara individu untuk surat kuasa dan berkelompok untuk Surat
Dakwaan, Eksepsi, Putusan Sela, Surat Tuntutan, Pembelaan/Pledoi dan Putusan
Akhir

Pembentukan Kelompok:

Setiap kelompok terdiri dari 3-4 orang yang dipilih sendiri oleh mahasiswa tersebut..

Panduan Prosedur/Mekanisme:

1. Dosen memberikan suatu kasus posisi tindak pidana dan meminta


mahasiswa membuat Surat Kuasa sebagai Pembela dari terdakwa dalam
kasus posisi tersebut.
2. Pada pertemuan berikutnya, Mahasiswa dibagi menjadi 8 kelompok dengan
sistem kelompok 1 (ganjil) berpasangan dengan kelompok 2 (genap),
kelompok 3 berpasangan dengan kelompok 4, dan seterusnya.
3. Tugas dari kelompok adalah ganjil adalah berperan sebagai Jaksa Penuntut
Umum, sementara kelompok genap adalah berperan sebagai Terdakwa.
4. Skenario praktek peradilan tersebut diawali dengan dosen memberikan Kasus
posisi suatu tindak pidana kepada setiap pasangan kelompok yang akan

12
menjadi objek perkara, kemudian tugas kelompok adalah membuat dokumen-
dokumen yang diperlukan dalam proses sidang peradilan pidana, yaitu
kelompok ganjil membuat Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan. Sementara
kelompok genap membuat Eksepsi dan Pledoi/Pembelaan..
5. Masing-masing kelompok hanya bisa menjawab kelompok pasangannya.
6. Setelah membuat dokumen tersebut masing-masing kelompok juga
berkewajiban untuk mempersentasikan hasil kelompoknya. Misalnya
kelompok 1 membuat Surat Dakwaan, kelompok 2 membuat Eksepsi/
Keberatan berdasarkan Surat Dakwaan kelompok 1 .
7. Setelah presentasi Surat Dakwaan dan Eksepsi, maka setiap kelompok
mahasiswa membuat contoh Putusan Sela dari contoh perkara. Demikian
pula, setelah presentasi Surat Tuntutan dan Pledoi, setiap kelompok
membuat putusan akhir dati contoh perkara.

Peran Dan Tanggungjawab Masing Masing Mahasiswa:

1. Mahasiswa anggota kelompok harus mengikuti diskusi kelompok secara aktif


2. Mahasiswa anggota kelompok wajib memberikan sumbangsih pemikiran
dalam membangun argumentasi pada dokumen yang sedang dibuat
3. Setiap kelompok menujuk seorang speaker sebagai pembicara untuk
melakukan persentasi
4. Anggota kelompok yang tidak sedang persentasi wajib menyimak persentasi
kelompok yang sedang tampil
5. Anggota kelompok yang tidak sedang persentasi memberikan respon
terhadap hasil persentasi kelompok.

13
Praktik 2

Alat :

- Toga unuk Majelis Hakim, JPU serta Pembela.


- Kostum untuk piak-pihak lain yang terlibat dalam Sidang perkara peradilan
pidana

Bahan:

Posisi kasus suatu tindak pidana

Metode:

Dikerjakan secara berkelompok untuk menyusun scenario sidang dengan agenda


pembuktian dan kemudian memeragakannya.

Pembentukan Kelompok:

Setiap kelompok terdiri dari 8-12 orang yang dipilih sendiri oleh mahasiswa
tersebut..

Panduan Prosedur/Mekanisme:

1. Dosen membagi menjadi 8 kelompok dengan sistem kelompok 1 (ganjil)


berpasangan dengan kelompok 2 (genap), kelompok 3 berpasangan dengan
kelompok 4, dan seterusnya.
2. Dosen memberikan suatu kasus posisi perkara tindak pidana dan meminta
pasangan kelompok untuk menyusun skenario sidang dengan agenda
pembuktian. Kelompok ganjil menyusun skenario persidangan dengan
agenda pembuktian oleh Pihak Jaksa Penuntut Umum, sedangkan kelompok
genap menyusun sekenario persidangan dengan agenda pembuktian oleh
pihak Pembela Terdakwa.
3. Masing-masing kelompok hanya bisa menjawab kelompok pasangannya
4. Masing-masing kelompok kemudan wajib memeragakan dalam bentuk sidang
peradilan semu sesuai dengan skenario yang telah disusun.

Peran Dan Tanggungjawab Masing Masing Mahasiswa:

1. Mahasiswa anggota kelompok harus mengikuti diskusi kelompok secara aktif

14
dalam penyusunan skenario
2. Mahasiswa anggota kelompok wajib memerankan suatu pihak yang terlibat
dalam perkara pidana sesuai dengan skenario yang telah disusun.
3. Anggota kelompok yang tidak sedang memeragakan sidang peradilan semu
wajib menyimak dan memberikan tanggapan terhadap peragaan peradilan
semu kelompok yang sedang tampil

15
Lampiran

Daftar Pustaka

Andi Hamzah. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia, 1987.

Jeremias Lemek. Penuntun Praktis Membuat Pledoi.Yogyakarta : New Merah Putih,


2008.

Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan.


Jakarta, 1985.

Leden Marpaung. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan


Penyidikan). Jakarta : Sinar Grafika, 2011.

------------------------- Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan & Pengadilan


Negeri, Upaya Hukum & Eksekusi). Jakarta : Sinar Grafika, 2011.

Luhut M.P. Pangaribuan. Hukum Acara Pidana : Surat-surat Resmi di Pengadilan


Oleh Advokat. Jakarta : Djambatan, 2008.

M.Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP :


Penyelidikan dan Penyidikan. Jakarta : Sinar Grafika. 2012

------------------------------.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:


Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar
Grafika, 2012

Osman Simanjuntak. Teknik Penerapan Surat Dakwaan. Jakarta : Sumber Ilmu


Jaya, 1999.

P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang. Pembahasan KUHAP menurut Imu


Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP).

16
Format Laporan Praktik

Format laporan praktik dibuat dalam bentuk seperti dokumen peradilan pidana yang
sesungguhnya untuk praktik 1 . Praktik 2 adalah dalam bentuk role play, yaitu
memeragakan persidangan peradilan semu.

Penilaian Praktik 1:

Rubrik Penilaian

No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai Nilai

Praktek

1 Ketepatan sistematika dokumen ( Surat 10%


Dakwaan, Eksepsi, Putusan Sela, Surat
Tuntutan, Pledoi dan Putusan Akhir)

2 Ketepatan materi dokumen 40%

3 Analisis Hukum : Ketepatan mengaitkan fakta 45%


hukum dengan aturan pada perundang-
undangan

4 Ketepatan waktu pengumpulan tugas 5%

Penilaian Praktik 2:

Rubrik Penilaian

No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai Nilai

Praktek

1 Ketepatan prosedur persidangan pidana 40%

2 Ketepatan memeragakan persidangan semu 60%

17

Anda mungkin juga menyukai