Anda di halaman 1dari 3

Kesadaran Manusia Dalam Logika Mulla Shadra

Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang dianugerahi akal atau rasio dalam
berperilaku maupun bertindak menjadi konsekuensi sebagai hasil dari olah pikirnya tersebut.
Kesadaran manusia sendiri menjadi tanggung jawab manusia itu sendiri terkait apa yang
mereka kehendaki atas tindakannya, atas dasar itu segala perbuatan maupun perilaku manusia
berdasar atas kesadaran dirinya sendiri.
Fakta bahwa perjalanan evolusioner manusia berawal dari sisi hewani manusia dan
bergerak menuju sisi manusiawinya, sebuah tujuan yang sangat mulia. Prinsip ini berlaku
untuk individu maupun masyarakat. Pada permulaannya eksistensinya, manusia tidak lebih
daripada organisme material belaka. Berkat gerakan evolusioner yang mendasar, manusia
berubah menjadi substansi spiritual.1 Dan kita tahu manusia memiliki dua hal yang mendasar
terkait keberadaannya yaitu : kesadaran dan eksistensi, jadi manusia butuh kepada dua hal itu
tanpa saling mendahului dan juga tidak kehilangan salah satunya.
Tentu saja semua peradaban yang telah dibangun sebesar ini berawal dari kesadaran
manusia yang betul – betul sangat kompleks untuk dipahami secara menyeluruh begitu juga
dengan manusia itu sendiri. Bahwa kesadaran manusia seperti yang dipahami oleh salah satu
filosof muslim Muhammad Iqbal mengatakan, “Kita dapat merasakan adanya diri. Kita
secara langsung dapat melihat bahwa diri itu nyata dan ada. Sehingga kedirian kita adalah
sesuatu yang benar – benar nyata yang dapat kita kenali, realitasnya adalah suatu
kenyataan.”2
Jadi manusia tanpa kesadaran adalah hal yang mustahil sebab ia adalah realitas dari
yang kita kenali bahwa itu kenyataan, sekalipun terjadi penyimpangan esensi tetapi tetap saja
itu kesadaran manusia dalam realitas itu. Mengingat bahwa, bagaimana manusia mampu
mengenal kesadarannya sendiri terkait dirinya sebagai manusia? Yang akan dijawab
berdasarkan dengan alur logika Mulla Shadra dalam hal indra luar dan indra dalam. Tentu
tidak semua pandangan filosof mampu menjelaskan kesadaran manusia itu sendiri tanpa
melewati batas dan yang paling ekstrim mengesampingkan hukum – hukum realitas itu
sendiri yang sebenarnya menjadi bagian dari prinsip logika, jadi sebagian filosof menjelaskan
kesadaran manusia dengan tidak berdasar atas prinsip logika.
Shadruddin Muhammad bin Ibrahim Syirazi atau lebih di kenal dengan nama Mulla
Sadra merupakan filosof muslim yang cukup menggemparkan dunia intelektual islam di
Persia pada periode Safawi hingga saat ini dan di kenal sebagai filosof pendiri aliran al-
Hikmah al-Muta’aliyah. Konsep al-Hikmah al-Muta’aliyah lahir dari bagaimana Mulla
Shadra berusaha mengkombinasikan dan mengharmonisasikan berbagai pandangan terdahulu
dengan pandangannya sendiri, melalui kreatifitas serta kejeniusan berpikirnya. Seluruh unsur
penting yang terdapat di dalam berbagai definisi yang dikemukakan Ibn Sina, Ikhwan al-
Shafa, maupun Suhrawardi, disintesiskannya menjadi satu kesatuan yang utuh, sehingga
terlihat sebagai sesuatu yang baru.3
Dalam kesadaran manusia, alur logika seperti apa yang mampu mengindrai kesadaran
manusia. Bahwa dalam pemikiran Mulla Sadra membagi indra menjadi dua yaitu indra luar

1
Murtadha Muthahhari, Tafsir Holistik Kajian Seputar Relasi Tuhan, Manusia dan Alam. Citra; 2012. Hal 9.
2
Ishrat Hasan Enver, Metafisika Iqbal. Pustaka Pelajar; 2004. Hal 52.
3
Syaifan Nur, Filsafat Wujud Mulla Sadra. Pustaka Pelajar; 2002. Hal 104.
dan indra dalam. Indra luar adalah secara langsung merupakan penyusunan tindakan persepsi
dan yang dapat dipersepsi adalah bentuk jasmani, baik dalam organ indra maupun dalam
alam fisik. Shadra yang sangat kuat menggunakan alur pemikiran Neo-platonik menegaskan,
bahwa tidak ada sesuatu yang fisik yang dapat menjadi obyek pengetahuan yang semestinya,
karena pengetahuan melibatkan suatu status wujud yang sepenuhnya baru yang dengannya
obyek pengetahuan tertanam. Ini merupakan hasil ajaran bahwa (1) pengetahuan terjadi
dalam “kehadiran” obyek kepada subyek; (2) sesuatu yang fisikal (jasamani) tidak dapat
“hadir” baik kesesuatu yag lain atau kepada dirinya, karena bagian – bagian saling “absen”
[tidak hadir]; dan (3) bagi obyek eksternal dan organ – organ indra fisik, tidak ada persoalan
apakah yang pertama hadir ke yang kedua.4
Sedangkan indra dalam merupakan imajinasi yang berbeda dari sensus
communis(akal sehat), karena persepsi indra, fungsi sensus communis, adalah perolehan yang
murni tanpa keterampilan; sementara imajinasi mengimplikasikan keterampilan atau
kekuatan pada bagian jiwa. Karena imajinasi menciptakan obyeknya sendiri ab intio, tidak
ada kebutuhan mempostulatkan “indra aktif ” dalam kasus hal – hal potensial yang
dipikirkan, sementara imajinasi aktual.5
Berdasarkan penjelasan diatas mengenai indra luar dan indra dalam yang memiliki
peran masing – masing dalam menangkap kesadaran manusia, lebih lanjut sebelum
merumuskan kesadaran manusia menggunakan alur logika Mulla Shadra, kita perlu
memahami realitas eksistensi sebagaimana yang dimaksud oleh Haji Mulla Hadi Sabzawari
yang sebagai pemikir filsafat shadra. Realitas eksistensi yang dimaksud ini adalah tahap
pertama pra-konseptual yang dimana sesuatu itu terbukti dengan sendirinya keberadaannya,
mau secara dia ada di realitas obyektif atapun keberadaannya secara gagasan “eksistensi”.
Jadi kesadaran manusia pada tahap indra luar adalah sesuatu yang terbukti dengan
sendirinya tanpa, perlu pengaruh dari dalam sebab realitas obyektif yang mengharuskan
adanya kesadaran manusia itu sebagai hukum keniscayaan dan juga di dasarkan dengan tiga
poin dalam indra luar yang telah di jelaskan sebelumnya. Bahwa kesadaran sebagai obyek
yang hadir dalam diri subyek ini bersifat imaterial, juga tidak tersentuh pada hal – hal
material yang tidak bisa dilekatkan kesesuatu yang lain juga dirinya sediri, sedangkan hal –
hal material tidak mempermasalahkan yang hadir duluan dan berbeda dengan imaterial
karena terjadi kausalitas dalam kesadaran manusia yang hadir.
Sedangkan pada tahap indra dalam imajinasi yang berfungsi secara terus – menurus
aktual dalam menghadirkan konsep ataupun gagasan kesadaran manusia dari dalam dan
tentunya bersifat imaterial mengingat imajinasi tidak berada di realitas obyektif, melainkan
menjadi bagian dari potensi jiwa yang juga pada dasarnya terbukti dengan dirinya sendiri
karena sifat aktualnya secara terus – menerus.
Bisa dikatakan kesadaran manusia adalah sesuatu yang tak terpisah dari tubuh
manusia karena kesadaran manusia yang bersifat imaterial butuh kepada hal – hal materil dan
begitu pula sebaliknya, hal itu juga tidak bisa dipisahkan satu sama lain, melainkan hadir
secara simultan bersama – sama.

4
Fazlur Rahman, Filsafat Shadra. Pustaka; 2000. Hal 296-297.
5
Ibid. Hal 301.
Manusia tanpa kesadaran mustahil dan begitu juga sebaliknya, hal itu bagaikan dua sisi koin
yang mustahil salah satunya dihilangkan.

Daftar Pustaka :

Fazlur Rahman, Filsafat Shadra. Pustaka; 2000.

Ishrat Hasan Enver, Metafisika Iqbal. Pustaka Pelajar; 2004.

Murtadha Muthahhari, Tafsir Holistik Kajian Seputar Relasi Tuhan, Manusia


dan Alam. Citra; 2012.

Syaifan Nur, Filsafat Wujud Mulla Sadra. Pustaka Pelajar; 2002.

Anda mungkin juga menyukai