Anda di halaman 1dari 14

A.

ALIRAN FILSAFAT IDEALISME


1. Defenisi Aliran Filsafat Idealisme
Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa
Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme.
Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18.
Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat
diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh.
Beberapa pengertian Idealisme :
a. Adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan pikiran.
b. Untuk menyakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas
pikiran.
c. Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh,
ide-ide, pemikiran mutlak dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan materi.
d. Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam bentuk fisik tidak
ada.
e. Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. Dunia eksternal tidak bersifat
fisik.
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide gagasan, pemikiran, akal-
pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek dan daya-daya
material. Idealisme menekankan akal pikir sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi
dan bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi
adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan
dengan materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir
(mind) adalah sebuah fenomena pengiring.
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan
fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap.
Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik,
benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada
hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari
alam semesta.
Contoh Penerapan Aliran Idealisme yaitu :
Dalam kehidupan sehari-hari, Sebagai contoh terjadinya korupsi di Indonesia, disebabkan
ketidak adanya pola pikir yang idealistis dengan lingkungan kerjanya. Dimana akan
dihalalkannya semua tindakan yang berhubungan dengan karir atau pun pekerjaannya untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga akan menyebabkan banyaknya tindakan
pelanggaran yang merugikan individu lain.
Dalam kehidupan pribadi, misalnya saat kita sedang melakukan sebuah pekerjaan, ketika
kita tidak menyukai apa yang kita kerjakan itu dan akhirnya memilih mundur karena tidak
sesuai dengan idealisme kita, pengertian idealisme di sini bisa jadi, apa yang kita kerjakan
tadi tidak sesuai aturan yang ada, atau tidak sesuai kehendak atau minat dalam hati.

2. Tokoh – Tokoh Aliran Filsafat Idealisme


 Plato (477 -347 SM)
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari
kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang
pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan
menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari. Menurut Plato juga tentang teori
pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh
melallui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan hasil akal
belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dan benda-benda diluar
penjelmaan material.

 J. G. Fichte (1762-1914 M.)


Ia adalah seorang filsuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada
tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya
disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte:
manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut,
manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya
untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirkannya.

 G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)


Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar
Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang
di ilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak
mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia
akan dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).
3. Prinsip – Prinsip Aliran Filsafat Idealisme
Prinsip yang mendasari pengetahuan idealisme adalah rasionalisme mengemukakan
bahwa indra kita hanya memberikan materi mentah bagi pengetahuan. Pengetahuan tidak
ditemukan dari pengalaman indra , melainkan dari konsepsi, dalam prinsip-prinsip sebagai
hasil aktivitas Berpandangan bahwa nilai itu absolut. Tidak berubah darijiwa generasi ke
generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Contohnya : hukum moral dan kewajiban manusia
manusia untuk berlaku jujur, adil, ikhlas, pemaaf, kasih sayang sesama manusia dimanapun
berada. Diantara lain Prinsip-prisip Idealisme :
 Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau
ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta bagian-bagianya harus dipandang
sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan. Dunia adalah suatu
totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual.
 Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan
hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
 Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih
tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu
hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh
atau sukma. Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
 Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris(berpusat kepada Tuhan), kepada
jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengandung
kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual, maka kebanyaakan
kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari
kejadian alam semesta ini.
4. Implikasi Aliran Filsafat Idealisme
Implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta
kebaikan sosial.
b. Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis
untuk memperoleh pekerjaan.
c. Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang lain),
tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
d. Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
e. Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama
dengan alam.

5. Bentuk-Bentuk Aliran Filsafat Idealisme


Terdapat pengelompokkan-pengelompokkan tentang jenis-jenis idealisme. Berikut
akan diuraikan secara singkat tentang idealisme subyektif, idealisme oyektif, dan
personalisme.
a. Idealisme Subyektif (Immaterialisme)
Idealisme Subyektif kadang-kadang dinamakan mentalisme atau fenomenalisme.
Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau ide-
idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda material, obyek
pengalaman adalah peersepsi. Benda-benda seperti bangunan dan pohon-pohonan itu ada,
tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.
Kaum idealis subyektif mengatakan bahwa tak mungkin ada benda atau persepsi
tanpa seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut, subyek (akal atau si yang tahu)
seakan-akan menciptakan obyeknya (apa yang disebut materi atau benda-benda) bahwa apa
yang riil itu adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal tersebut.
Mengatakan bahwa suatu benda ada berarti mengatakan bahwa benda itu dipersepsikan oleh
akal.

b. Idealisme Obyektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide
manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat
dalam susunan alam. Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau
masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada
dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia,
sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia
dan segala pikiran dan perasaannya.
Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian alam
tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala sesuatu, dan mereka menghubungkan
kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute
mind).
Kelompok idealis obyektif tidak mengingkari adanya realitas luar atau realitas
obyektif. Mereka percaya bahwa sikap mereka adalah satu-satunya sifat yang bersifat adil
kepada segi obyektif dari pengalaman, oleh karena mereka menemukan dalam alam prinsip:
tata tertib, akal dan maksud yang sama seperti yang ditemukan manusia dalam dirinya
sendiri. Terdapat suatu akal yang memiliki maksud di alam ini. Mereka percaya bahwa hal itu
ditemukan bukan sekadar difahami dalam alam.

c. Idealisme Personal/ personalisme


Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan
dirinya. Personalisme muncul sebagai protes terhadap meterialisme mekanik dan idealisme
monistik. Sebagai suatu kelompok, pengikut aliran idealisme personal menunjukkan
perhatian yang lebih besar kepada etika dan lebih sedikit kepada logika daripada pengikut
idealisme mutlak.

6. Hubungan Aliran Filsafat Idealisme dalam Pendidikan


Aliran idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia pendidikan.
William T. Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat
berpengaruh di Amerika Serikat. Idealisme terpusat tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah
satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme.
Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai
kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata.
Bagi aliran idealisme, peserta didik merupakan pribadi tersendiri, sebagai makhluk
spiritual. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual
merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.

Sejak idealisme sebagai aliran filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas
adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual.
Pola pendidikan yang diajarkan filsafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak
sepenuhnya berpusat dari anak atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat tapi idealisme.
Maka tujuan pendidikan menurut aliran idealisme terbagi atas tiga hal, tujuan untuk
individual, masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa
menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis,
dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan
individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan
dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi sebagai :
a. Guru adalah personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru merupakan wahana atau
fasilitator yang akan mengantarkan anak didik dalam mengenal dunianya lewat materi-materi
dalam aktifitas pembelajaran. Untuk itu, penting bagi guru memahami kondisi peserta didik
dari berbagai sudut, baik mental, fisik, tingkat kecerdasan dan lain sebagainya.
b. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa. Artinya, seorang
guru itu harus mempunyai pengetahuan yang lebih dari pada anak didik.
c. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya, seorang guru harus
mempunyai potensi pedagogik yaitu kemampuan untuk mengembangkan suatu model
pembelajaran, baik dari segi materi dan yang lainnya.
d. Guru haruslah menjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh murid. Artinya, seorang
guru harus mempunyai potensi kepribadian yaitu karakter dan kewibawaan yang berbeda
dengan guru yang lain.
e. Guru menjadi teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi
sosial yaitu kemampuan dalam hal berinteraksi dengan anak didik.
f. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya aktual.
B. ALIRAN FILSAFAT REALISME
1. Defenisi Aliran Filsafat Realisme
Memasuki abad ke-20, realisme muncul. Real berarti yang aktual atau yang ada, kata
tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh,
artinya yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan
apa yang ada. Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara
dualitis. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis.
Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rahani.
Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subyek yang menyadari dan
mengetahui disatu pihak, dan dipihak lainnya adalah adanya realita diluar manusia, yang
dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia. Implikasinya Realisme dalam
pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban
penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan
dengan pendidikan yang baik.
Sebagai aliran filsafat, realisme berpendirian bahwa yang ada yang ditangkap
pancaindra dan yang konsepnya ada dalam budi itu memang nyata ada. Contoh : Batu yang
tersandung di jalan yang baru dialami memang ada. Bunga mawar yang bau harumnya
merangsang hidung sungguh-sungguh nyata ada bertengger pada ranting pohonnya di taman
bunga. Kucing yang dilihat mencuri lauk di atas meja makan betul-betul ada dan hidup dalam
rumah keluarga itu.
Adanya benda tetumbuhan, makhluk hidup, dan manusia itu lengkap. Mereka tidak
hanya ada dalam bayangan dan budi sebagai esensia atau hakikat yang abstrak, tetapi lengkap
dengan eksistensia atau keberadaan mereka masing-masing. Contoh : Batu yang tersandung
waktu orang melintas di jalan bukan hanya bayangan dan konsep ”kebatuan”, tetapi memang
ada, dapat disentuh, menyembul keluar di badan jalan. Kucing yang mencuri lauk bukan
hanya bayangan dan konsep ”kekucingan”, tetapi betul-betul ada dan bila dipegang memang
mencakar
Jadi, yang ada dan dialami oleh pancaindra dan dimengerti oleh budi itu tak dapat
diragukan memang ada; dengan lingkup dan esensia dan eksistensianya, dengan hakikat dan
keberadaannya, dan merupakan makhluk yang ada dan hidup. Karena hanya bila berupa
bayangan, konsep, esensianya saja, bagaimana batu dapat disandungi, bunga mawar dapat
dicium baunya, kucing dapat kelihatan waktu mencuri lauk?

2. Tokoh – Tokoh Aliran Filsafat Realisme


Beberapa tokoh yang beraliran realisme:
 Aristoteles
“Menurut Aristoteles (bahasa Yunani: ριστοτέλης, Aristoteles) adalah seorang
filosof Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung. Dia menulis di banyak mata
pelajaran, termasuk fisika, metafisika, puisi, teater, musik, logika, retorika, politik,
pemerintahan, etika, biologi dan zoologi. Meskipun ia adalah murid Plato selama 20 tahun
dan sangat terpengaruh olehnya, ada dalam filsafatnya yang merupakan reaksi terhadap
pemikiran Plato dalam mendefinisikan Soul (jiwa), dia merasa perlu untuk
mempertimbangkan tingkat kehidupan yang berbeda:
a. Kehidupan Tanaman tingkat terendah dimana hanya ditemukan kemampuan mencari gizi,
kekuatan menerima makanan.
b. Kehidupan Hewan kemapuan mencari gizi dan kemampuan persepsi-menginginkan
kemampuan dan kekuatan penggerak.
c. Kehidupan Manusia-memiliki kemampuan berpikir-hewan yang berpikir dan fungsi sejati
adalah hidup secara rasional.”
 Johan Amos Comenius
“ Menurut John Amos Comenius (28 Maret 1592 -15 November 1670) seorang guru Ceko,
ilmuwan, pendidik, dan penulis. Dia adalah seorang Moravia (uskup) Protestan, pengungsi
religius, dan salah satu pencetus paling awal pendidikan universal, sebuah konsep yang
akhirnya ditetapkan dalam bukunya Didactica Magna. Ia sering dianggap sebagai FATHER
OF MODERN EDUCATION.
Konsepsi menarik dari pemikiran Comenius adalah realistis yang jelas, meski keyakinan
religiusnya tidak menyelaraskan dengan hal tersebut. Manusia bagaikan sebuah cermin yang
terpenjara dalam sebuah ruangan, yang merefleksikan gambaran-gambaran dari semua yang
ada disekitarnya, dan menjadi suatu figure hidup untuk menggambarkan karakter dari pikiran.
Kamar adalah duniayang eksternal.”

 Santo Thomas Aquinas


“Menurut Santo Thomas Aquinas Aliran Realiseme Berkaitan dengan indra. Dimana, Indra
adalah sumber pengetahuan. Bentuk Manusia universal, atau kategori, dari berbagai persepsi
tentang seperti benda.
a. Percaya pada pengetahuan melalui indra.
b. Percaya bahwa baik materi dan hakikat terikat di benda-benda fisik.
c. Percaya bahwa pengetahuan dimulai dengan rasa persepsi.
d. Pengetahuan dapat tumbuh di luar indra ketika alasan dunia diterapkan pada pengalaman
indrawi.
e. Percaya dalam menggunakan penalaran induktif untuk sampai pada generalisasi atau
universal.
Dia berpikir penyelidikan ilmiah yang didukung Thomas berjuang keras untuk menjawab
hubungan antara Tuhan dan substansi material darimana dunia itu dibuat.
Jika Tuhan adalah roh, maka sesuatu akan terpisah dari-Nya. Jawaban Saint Thomas pada
masalah ini bahwa Tuhan adalah sesuatu yang tanpa batas dan abadi, tidak ada awal atau
akhirnya. Oleh karena itu, benda ini tidak hidup pada waktu sama dengan Tuhan di dalam
kekekalan sebelum alam semesta ini dibuat. Tuhan menciptakan sesuatu benda, dan pada
materi utama, Tuhan menciptakan benda tersebut yang merupakan unsure pokok yang
membedakan dengan benda yang lainnya dan berbeda dengan objek individu dimana dunia
itu dibuat. Materi bukanlah satu hal yang otomatis atau keberadaan yang tanpa sebab.”
 Rene Descartes
 Francis Bacon
 Wiliam Mc Gucken
 John Locke
 Galileo
 David Hume
 John Stuart Mill.

3. Prinsip – Prinsip Aliran Filsafat Realisme


Pada prinsip dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang hakikat
wujud/realitas/ontologi secara dualitas, terdiri atas dunia fisik dan rohani. Para pengikut
realisme ada kesepakatan tentang prinsip dasar yang berhubungan dengan pendidikan.
Beberapa prinsip dasar pendidikan realisme adalah sebagai berikut :
 Belajar pada dasarnya mengutamakan perhatian pada peserta didik seperti apa adanya.
 Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada anak.
 Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek mater yang telah ditentukan.
Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti oleh guru. Secara luas lingkungan
materiil dan sosial, manusia yang menentukan bagaimana seharusnya ia hidup.

4. Implikasi Aliran Filsafat Realisme


Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut :
a. Tujuan Pendidikan, untuk Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial
b. Kedudukan siswa , Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat
dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin
mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
c. Peranan guru, Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar, dan dengan keras
menuntut prestasi dari siswa
d. Kurikulum, Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. Berisikan
pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
e. Metode, Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode
penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode
utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.
5. Bentuk-Bentuk Aliran Filsafat Realisme
Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller
membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2) Realisme Naturalis.
(Uyoh Sadullah : 2007 : 103)
1. Realisme Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme
religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme klasik ialah
filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme
religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat
Aristoteles dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam
agama kristen, yang disebut tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme
yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata,
dan berada diluar fikiran (idea) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme
berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih penting daripada
materi karena Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa
manusia merupakan suatu perpaduan/kesatuan materi dan rohani dimana badan dan roh
menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun manusia juga
abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari
kebahagiaan abadi.
a. Realisme klasik
Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional.
Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat
menjangkau kebenaran umum.. Self evident merupakan suatu bukti yang ada pada diri
(realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang
lain. Self evident merupakan asas untuk mengerti kebenaran dan sekaligus untuk
membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi pengetahuan artinya pengetahuan
yang benar buktinya ada didalam pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self
evident. Artinya bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain sebab
Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki Tuhan, tidak ada yang
menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. Tujuan pendidikan bersifat intelektual.
Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja sebagai tujuan, melainkan
dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
b. Realisme religious
Realisme religious dalam pandangannya tampak dualistis. Ia berpendapat bahwa
terdapat dua order yang terdiri atas “order natural” dan “order supernatural”. Kedua order
tersebut berpusat pada tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan
merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan
diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam. Hakikat
kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini. Kebenaran bukan
dibuat, melainkan sudah ditentukan, dimana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Moral pendidikan berpusat pada ajaran agama. Pendidikan agama sebagai pedoman
bagi anak untuk mencapai Tuhan dan Akhirat.Pandangannya tentang moral, realisme
religious menyetujui bahwa kita dapat memahami banyak hokum moral dengan mengunakan
akal, namun secara tegas beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh
Tuhan. Tuhan telah memberkahi manusia dengan kemampuan rasional yang sangat tinggi
untuk memahami hukum moral tersebut. Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau
kebahagiaan jasmani dan rohani sekaligus. Anak yang lahir pada dasarnya rohaninya dalam
keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai ketuhannan. Anak akan menerima
kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya karena perintah akal, melainkan juga karena
perintah Tuhan.
Johan Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan yang dapat digolongkan pada
realisme religious, mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk mencapai
dua tujuan.
Pertama, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi. Kedua, keadaan dan
kehidupan dunia yang sejahtera dan damai. Tujuan pertama merupakan tujuan yang inheren
dalam diri manusia, dimana tujuannya terletak diluar hidup ini. Pada tujuan yang kedua,
Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan perdamaian dunia merupakan
sebahagiaan dari kebahagiaan hidup yang abadi.
Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut :
a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa keberhasilan dalam belajar tidak karena
dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan dari dalam pribadinya.
b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out line secara garis besar dari setiap
mata pelajaran.
c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pelajaran
sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran.
d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan
rencana pelajaran yang akan diberikan.
e. Guru menyampaiakan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan suatu
kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan
untuk perkembangan pengetahuan secara terus-menerus.
f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia.
Kepada siswa ditunjukan kepentingan yang praktis dari setiap system nilai.
g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukan bagi semua anak.

2. Realisme Natural Ilmiah


Realism natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan
system syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan social (social disposition).
Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organism yang
berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realism natural menolak
eksistensi kemauan keras.
Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains. Karena
dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya. Tugas filsafa
mengkordinasikan konsep-konsep dan temuan-temuan sains yang berlainan dan berbeda-
beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan hokum-hukum alam yang permanen,
yang menyebabkan akam semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus, karena
dunia bebas dari manusia dan diatur oleh hukum alam, dan manusia memiliki sedikit control,
maka sekolah harus menyediakan subject matter yang akan memperkenalkan anak dengan
dunia sekelilingnya.
Jadi, menurut realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang
diperolah melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau penginderaan. Teori
pengetahuan yang mereka ikuti adalah teori pengetahuan “empirisme”, seperti yang diuraikan
terdahulu. Menurut empirisme, pengalaman merupakan factor fundamental dalam
pengetahuan, sehingga merupakan sumber dari pengetahuan manusia.

3. Neo-Realisme dan Realisme Kritis (Uyoh Sadulloh : 2007 : 110)


Selain aliran-aliran realism diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang
termasuk realism. Aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan
“Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan
hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi adalah hormat dan
menghormati atas hak-hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai
menerima arah tuntunan social dan individual. Istilah demokrasi harus didefinisikan kembali
sebagai pengawasan dan kesejahteraan social.
Selanjutnya Breed mengatakan bahwa, sekolah harus menghantarkan pewarisan
social sedemikian rupa untuk menanamkan kepada generasi muda dengan kenyataan bahwa
kebenaran merupakan unsure penting dari tradisi masyarakat. Berkali-kali dia menekankan
keharusan menolong pemuda untuk menyesuaikan diri pada fakta yang sebenarnya, pada
alam realitas yang bebas, yang menjadi unsure utama atau yang menjadi tulang punggung
pengalaman manusia.

Semua aliran filsafat pendidikan menyetjui bahwa :


a. Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan
kuat.
b. Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraaan umum
c. Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-
masalah pendidikan.
6. Hubungan Aliran Realisme dan Pendidikan
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john locke
bahwa akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak ubahnya
kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan
dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai
dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan dalam realisme kerap
diidentikkan sebagai sebagi upaya pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang
pengajaran.
Murid adalah sosok yang mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab ia dipandang
sama sekali tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Di sini
dalam pengajaran setiap siswa akan subjek didik tak berbeda dengan robot. Ia mesti tunduk
dan takluk sepatuh-patunya untuk diprogram dan mengerti materi-materi yang telah
ditetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan, realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan dibentuk
untuk hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk pendidikan model ini
kemudian cenderung lebih banyak dikendalikan skeptisisme positivistik, ketika mereka dalam
hal apa pun akan meminta bukti dalam bentuk-bentuk yang bisa didemonstrasikan secara
indrawi.
Realisme memiliki pula jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya
adalah dengan temuan gagasan Crezh, salah seorang pendidik di Mosenius pada abad ke-17
dengan karya Orbic Pictus-nya. Pada periode itu, temuan Orbic Pictus sempat mengejutkan
dunia pendidikan dan dipandang sebagai gagasan baru. Ini disebabkan oleh paling tidak ada
periode tersebut belum ada satupun yang memiliki pemikiran untuk memasukkan alat bantu
visual separti gambar-gambar perlu digunakan dalam pengjaran anak, terutama dalam
mempelajari bahasa.
Diabad selanjutnya, yaitu ke-18 menjelang abad 19, gagasan Moravi ini menginspirasi
seorang pestalozzi. Ia menghadirkan objek-objek peraga fisik dalam ruang pengajaran di
dalam kelas.
Corak lain pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah kedalam
pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun tidak semua
pengaturan yang bersifat mekanistik buruk, apa yang diterapkan realisme dalam ruang
pendidikan melahirkan berbagai hal yang kemudian menuai banyak kecaman sebab telah
menjadi penyebab berbagai dehumanisasi.

C. ALIRAN FILSAFAT MATERIALISME


1. Defenisi Aliran Filsafat Materialisme
Materialisme adalah salah satu paham filsafat yang banyak dianut oleh para filosof,
seperti Demokritus, Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini menganggap bahwa
materi berada di atas segala-galanya. Ketika paham ini pertama muncul, paham tersebut tidak
mendapat banyak perhatian karena banyak ahli filsafat yang menganggap bahwa paham ini
aneh dan mustahil. Namun pada sekitar abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di
Barat karena sudah banyak para filosof yang menganut paham tersebut.
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani,
bukan spiritual, atau supranatural. Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih
dahulu ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah melihat materi. Dengan kata lain
materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide menentukan materi.
Contoh: karena meja atau kursi secara objektif ada, maka orang berpikir tentang meja dan
kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja atau kursi sebelum benda yang berbentuk meja
dan kursi belum atau tidak ada.
 Ciri-ciri filsafat materialisme
a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi
b. Tidak meyakini adanya alam ghaib
c. Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
d. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
e. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.

2. Tokoh – Tokoh Aliran Filsafat Materialisme


Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
a. Thales (625-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah air.
b. Anaximandros (610-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah apeiron, yaitu unsur
yang tak terbatas.
c. Anaximenes (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah udara.
d. Heraklitos (540-475 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah api.
e. Demokritus (460-360 SM) berpendapat bahwa hakikat alam adalah atom-atom yang amat
banyak dan halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian alam semesta

3. Prinsip – Prinsip Aliran Filsafat Materialisme


Prinsip materialisme yang didasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas yaitu :
a. Apa yang dikatakan jiwa ( mind ) dan segala kegiatannya ( berfikir, memahami ) adalah
merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ
jasmani yang lainnya.
b. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan
kesenangan, serta kebebasan hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan.

4. Implikasi Aliran Filsafat Materialisme


Menurut Power (1982), implikasi aliran filsafat pendidikan materialisme, sebagai
berikut:
 Temanya yaitu manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan
terkontrol secara ilmiah dan seksama.
 Tujuan pendidikan merupakan perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan
kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
 Isi kurikulum pendidikan yang mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan
diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.

 Metode, semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning), operant


condisioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetisi.
 Kedudukan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar, pelajaran
sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk belajar.
 Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan, guru dapat
mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

5. Bentuk-Bentuk Aliran Filsafat Materialisme


Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu :
a. Filsafat Materialisme Dialektika
Materialisme dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu selalu
berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika: hukum saling hubungan dan
perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara objektif di dalam dunia semesta. Pikiran-
pikiran materialisme dialektika inipun dapat kita jumpai dalam kehidupan misalnya, “bumi
berputar terus, ada siang ada malam”, “habis gelap timbullah terang”, “patah tumbuh hilang
berganti” dsb. Semua pikiran ini menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan kita senantiasa
berkembang.

b. Filsafat Materialisme Metafisik


Materialisme metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau dikotak-
kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran materialisme metafisik ini misalnya:
“sekali maling tetap maling”, memandang orang sudah ditakdirkan, tidak bisa berubah.

6. Hubungan Aliran Materialisme dan Pendidikan


 Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Positivisme
Materilisme maupun positivisme,pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan
secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (1956). Materialisme belum pernah menjadi
penting dalam menentukan sumber teori pendidikan.
Menurut Waini Rasyidin (1992),filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism
lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil
pendidikan secara factual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan
mengutamakan sains pendidikan.
Dikatakan positivisme,karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari
hanyalah yang mendasarkan fakta-fakta,berdasarkan data-data yang nyata,yaitu yang mereka
namakan positif.

 Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Behaviorisme


Menurut behaviorisme,apa yang disebut dengan kegiatan mental kenyataannya
tergantung pada kegiatan fisik,yang merupakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak.
Gerakan fisik yang terjadi dalam otak,kita sebut berpikir,dihasilkan oleh peristiwa lain dalam
dunia materi,baik material yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada
diluar tubuh manusia.
Pendidikan,dalam hal ini proses belajar,merupakan proses kondisionaisasi
lingkungan. Misalnya, dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut
pada kucing,akhirnya ia menjadi takut pada kucing. Menurut behaviorisme, perilaku manusia
adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anal dan kucing diatas).

 Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Materialisme untuk Pendidikan


Jika dibandingkan dengan aliran filsafat yang lain aliran filsafat materialisme adalah
aliran yang mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, terutama dalam anggapannya yang
hanya meyakini bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Mereka
menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya. Materialisme adalah aliran yang
memandang bahwa segala sesuatu adalah relitas, dan realitas seluruhnya adalah materi
belaka. Kenyataan bersifat material dipandang bahwa segala sesuatu yang hendak
dikatakannya adalah berasal dari materi dan berakhir dengan materi atau berasal dari gejala
yang bersangkutan dengan materi.
Kelebihannya:
 Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah umum.
 Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi,selalu
berhubungan dengan sasaran perilaku.
 Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran berprogram dan kompetensi
Kelemahannya:
 Dalam dunia pendidikan aliran materialisme hanya berpusat pada guru dan tidak
memberikan kebebasan kepada siswanya, baginya guru yang memiliki kekuasan untuk
merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter
hasil belajar siswa. Sedangkan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan
dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk
belajar.
 Di kelas, anak didik hanya disodori setumpuk pengetahuan material, baik dalam buku-buku
teks maupun proses belajar mengajar. Yang terjadi adalah proses pengayaan pengetahuan
kognitif tanpa upaya internalisasi nilai. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang jauh antara apa
yang diajarkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehar-hari anak didik. Pendidikan
agama menjadi tumpul, tidak mampu mengubah sikap-perilaku mereka.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aliran-aliran filsafat pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan

pendidikan antara lain idealisme, realisme, materialisme dan pragmatisme. Idealisme tujuan

pendidikannya menekankan pada aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral,

pertimbangan-pertimbangan estetis, kebebasan, tanggung jawab, dan pengendalian diri demi

mencapai perkembangan pikiran dan diri pibadi. Realisme tujuan pendidikannya

menekannkanb pada penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial. Materialisme tujuan

pendidikannya menekannkan pada Perubahan perilaku mempersiapkan manusia sesuai

dengan kapasitasnya untuk tanggung jawab hidup social dan pribadi yang kompleks.

Sedangkan pragmatisme tujuan pendidikannya menekankan pada penggunaan pengalaman

sebagai alat menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan

masyarakat

B. SARAN
Menurut Saran Kami dari isi Makalah ini. Sebaiknya sebagai seorang pengajar kita
perlu mengetahui aliran apa yang cocok untuk pengajaran di sekolah yang berlaku di
Indonesia agar dapat diterapkan dengan baik. Sebagai seorang pengajar kita harus bisa
menjaga kepercayaan masyarakat karena sekolah yang baik adalah sekolah yang dapat
dipercaya masyarakat dan untuk para orang tua agar dapat mengawasi anaknya dalam belajar
sehingga anaknya dapat meraih prestasi. Agar dinding pemisah antara sekolah dan
masyarakat itu dapat dihapuskan.
DAFTAR PUSTAKA
 Minna, Minarwati. “Filsafat Pendidikan Materialisme dan Filsafat Pendidikan
Paragmatisme”. 11 Juni 2015. http://senjaplb.blogspot.co.id/2013/10/filsafat-pendidikan-
materialisme-dan.html
 Pertiwi, Ramadhani. “Aliran Materialisme dalam Pendidikan”. 15 April 2013.
http://muslimahasy-syauq.blogspot.co.id/2013/04/aliran-materialisme-dalam pendidikan.html
 Kadhapi, Muamer. “Filsafat Pendidikan”. 28 Desember 2014. http://cahaya-
fieraz.blogspot.co.id/2014/12/filsafat-pendidikan-idealisme-realisme.html
 Mawarni, Sella. “Filsafat Idealisme dalam Pendidikan”. http://kuliah-e-
learning.blogspot.co.id/2013/11/filsafat-idealisme-dalam-pendidikan.html
 Munir, Muhammad. “Aliran Pendidikan Realisme”.
http://anekailmu-ilmu.blogspot.co.id/2013/01/aliran-pendidikan-realisme.html

Anda mungkin juga menyukai