Anda di halaman 1dari 5

A.

Aliran Filsafat Idealisme

Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara
gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera.
Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran
ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri
selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami
gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli
hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah
gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud
dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan
kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada
kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa
bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan
bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan
kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-
masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan
kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan
ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit
sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka
yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah
memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat
menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide,
Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide
tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi
contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui
jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan
untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam
yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu
visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan
sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan
dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya
sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita.
Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam
lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang
demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal
dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai
yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi
dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini
hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang
merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan
Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma
lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia.
Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau
materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha
menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru
berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan
hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil
adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani
yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru. Maka apabila kita
menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada
dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak
pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan
memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam
pikiran.Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari
paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada
porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan
tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk
di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha
yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun
katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada
prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-
kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom
mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi
yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi
dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan
dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi
aliran filsafat idealisme.
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap
idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia.
Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam
nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran
idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih
banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari
dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa
pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun
adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat
terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat
Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang
sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang
mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum
terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang
keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan .

B. Tokoh tokoh Idealisme

1.Plato (477 -347 Sb.M)


2.B. Spinoza (1632 -1677)
3.Liebniz (1685 -1753)
4.Berkeley (1685 -1753)
5.Immanuel Kant (1724 -1881)
6.J. Fichte (1762 -1814)
7.F. Schelling (1755 -1854)
8.G. Hegel (1770 -1831)

C. Perkembangan Idealisme.

Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pikiran
manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni
dari Plato. Yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan
kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah
berupa bayangan saja dari alam idea itu.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang
menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam
benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat
dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham idealisme hilang sarna sekali. Di masa
abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli
pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung ulama-ulama filsafat yang mengakui aliran serba dua
seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian
dan kebendaan maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting
daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan
kepada penganut Idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka
tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman Idealiasme pada masa
abad ke-18 dan 19 ketika periode Idealisme Jerman sedang besar sekali pengaruhnya
di Eropa.

D. Aliran-aliran dalam filsafat Idealisme


1. Idealisme Obyektif
Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan
idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel / LOGOS-nya
Plato) ide diluar ide manusia. Menurut idealisme obyektif segala sesuatu baik dalam
alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan
materiil, yang ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada
sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan
perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan
bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya.
Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama
kali disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar yang dapat di
tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang riil, melainkan bayangan dari
dunia idea yang abadi dan riil. Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan klas
yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak. Dan ini jelas nampak
dalam ajarannya tentang masyarakat ideal.
Pada jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang
dikenal dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur
idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu
tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun yang hirarki
yang berada dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan.
Segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta
merupakan penjelmaan dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat ini
membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu merupakan tuan
tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai wakil Tuhan didunia ini. Tokoh-
tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah: Johannes Eriugena (833 M), Thomas
Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb.
Kemudian pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah system
filsafat idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang dikemukakan
oleh George.W.F Hegel (1770-1831 M). Menurut Hegel hakekat dari dunia ini adalah
ide absolut, yang berada secara absolut dan obyektif didalam segala sesuatu, dan
tak terbatas pada ruang dan waktu. Ide absolut ini, dalam prosesnya menampakkan
dirinya dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan gejala fikiran. Filsafat Hegel
ini mewakili klas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru tumbuh dan masih lemah,
kepentingan klasnya menghendaki suatu perubahan social, menghendaki dihapusnya
hak-hak istimewa kaum bangsawan Junker. Hal ini tercermin dalam pandangan
dialektisnya yang beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan
berubah tidak ada yang abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feodal.
Akan tetapi karena kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu membuat mereka
tidak berani terang-terangan melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang
berkuasa ketika itu.
Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-
hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah
formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta
mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat
manjur buat segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau
menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau bertindak
secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka adalah kaum
textbook-thingking.

2. Idealisme Subyektif

Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada
ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia.
Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau
karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan
masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang
bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley segala, sesuatu yang
tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah bukanlah materiil yang riil dan ada
secara obyektif. Sesuatu yang materiil misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai
sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu (bundles of
conception David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan / konsepsi dari rasa
jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikian Berkeley dan Hume menyangkal
adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui adanya materi atau
dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk
bersifat egoistis Aku-isme yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang
ada hanya Aku, segala sesuatu yang ada diluar selain Aku itu hanya sensasi atau
konsepsi-konsepsi dari Aku. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan
mengedepankan Aku-isme/solipisme Berkeley menyatakan hanya Tuhan yang
berada tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat Berkeley dan Hume ini adalah filsafat Borjuasi besar Inggris pada abad
ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik Perancis,
sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi di Inggris pada waktu itu.
Pada abad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang
terkenal dengan nama Positivisme, yang di kemukakan pertama kali olehAguste
Comte (1798-1857 M), menurutnya hanya pengalaman-lah yang merupakan
kenyataan yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia
adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk menguraikan
pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya dalam filsafat
ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John Dewey (1859-1952),
keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide pragmatisme, menurut
mereka Pragmatisme adalah suatu filsafat yang menggunakan akibat-akibat praktis
dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai suatu ukuran untuk menetapkan nilai
dan kebenarannya. Filsafat seperti ini sangat menekankan pada pandangan
individualistic, yang mengedepankan sesuatu yang mempunyai keuntungan atau
cash-value(nilai kontan)-lah yang dapat diterima oleh akal si Aku tsb. Pragmatisme
berkembang di Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar di
negeri yang katanya the biggest of all. Sebab dari pandangan filsafat seperti ini
Imperialisme, tindakan eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan selama dapat
mendapatkan keuntungan untuk si Aku.
Pandangan-pandangan idealisme subyektif dapat kita lihat dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya tidak jarang kita temui perkataan-perkataan seperti ini : Baik
buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada orang yang menerimanya,
ialah baik bagi mereka yang menganggapnya baik dan buruk bagi mereka yang
menganggapnya buruk. kekacauan sekarang timbul karena orang yang duduk
dipemerintahan tidak jujur, kalau mereka diganti dengan orang-orang yang jujur maka
keadaan akan menjadi baik. aku bisa, kau harus bisa juga, dsb.
(Mahr)

Anda mungkin juga menyukai