Anda di halaman 1dari 10

IDEALISME

Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita)
dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa
yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya
dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia
idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat
murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak
berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia
idea.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya
idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti
yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang
paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut
dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Tegasnya, idealisme adalah aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita
sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007 : 416)
Menurut Ahmad Agung yang dikutip dari bukunya Juhaya S. Pradja (1987 : 38) ada
beberapa jenis idealisme, diantaranya :
1)   Idealisme subjektif atau juga disebut immaterialisme, mentalisme, dan fenomenalisme.
Seorang idealis subjektif akan mengatakan bahwa akal, jiwa, dan persepsi-persepsinya atau ide-
idenya merupakan segala yang ada. Objek pengalaman bukanlah benda material; objek
pengalaman adalah persepsi. Oleh karena itu benda-benda seperti bangunan dan pepohonan itu
ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.
2)   Idealisme objektif, yakni dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam
susunan alam.
3) Idealisme individual atau idealisme personal, yaitu nilai-nilainya dan perjuangannya untuk
menyempurnakan dirinya. Personalisme ini muncul sebagai protes terhadap materialisme
mekanik dan idealisme monistik.

Tokoh Aliran Filsafat Idealisme


1.    Plato (427-374 SM)
Plato adalah murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang
mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani
dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh
panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea.
Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu
tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak
dikategorikan idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti
bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai
keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki
posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari
raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling
atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah
memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan
cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato
mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah
kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman.
Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang
dialami sehari-hari.
2.    J. G. Fichthe (1762-1914 M)
Johann Gottlieb Fichte adalah filosuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780-
1788 M. Berkenalan dengan filsafat Kant di Leipzig 1790 M. Berkelana ke Konigsberg untuk
menemui Kant dan menulis Critique of Relevation pada zaman Kant. Buku itu
dipersembahkannya kepada Kant. Pada tahun 1810-1812 M ia menjadi rektor Universitas Berlin.
Filsafatnya disebut Wissenschaftslehre (ajaran ilmu pengetahuan). Dengan melalui metoda
deduktif fichte mencoba menerangkan hubungan Aku (Ego) dengan adanya benda-benda (non-
Ego). Karena Ego berpikir, mengiakan diri maka terlahirlah non-Ego (benda-benda). Dengan
secara dialektif (berpikir dengan metoda : tese, anti tese, sintese) Fichte mencoba menjelaskan
adanya benda-benda.
Secara sederhana dialektika Fichte itu dapat diterangkan sebagai berikut: manusia
memandang obyek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindera obyek tersebut, manusia
berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk
membentuk dan mengabstraksikan obyek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirannya.
Fichter menganjurkan supaya kita memenuhi tugas, dan hanya demi tugas. Tugaslah yang
menjadi pendorong moral. Isi hukum moral ialah berbuatlah menurut kata hatimu. Bagi seorang
idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju kesempurnaan spiritual.
3.    F. W. S. Schelling (1775-1854 M)
Friedrich Wilhem Joseph Schelling telah mencapai kematangan sebagai filosuf pada
waktu itu ia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, ketika usianya baru 23 tahun, ia telah
menjadi guru besar di Universitas Jena. Sampai akhir hidupnya pemikirannya selalu
berkembang. Namun, continuitasnya tetap ada. Dia adalah filosuf idealis Jerman yang telah
meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel. Ia pernah menjadi
kawan Fichte.
Bersama Fishte dan Hegel, Sheiling adalah idealis Jerman yang terbesar. Pemikirannya
pun merupakan mata rantai antara Fishte dan hegel. Fichte memandang alam semesta sebagai
lapangan tugas manusia dan sebagai basis kebebasan moral, Schelling membahas realitas lebih
obyektif dan menyiapkan jalan bagi idealisme absolute. Dalam pandangan Scheiling, realitas
adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis. Pada Schelling, juga
pada Hegel, realitas adalah proses rasional evolusi dunia menuju realisasi berupa suatu ekspresi
kebenaran terakhir. Tujuan proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna.

4.    G. W. F. Hegel (1770-1031)


George Wilhem Friedrich Hegel lahir pada tahun 1770 M di Stuttgart. Ini adalah tahun-
tahun Revolusi Prancis yang terkenal itu (1789 M), juga merupakan tahun-tahun berbunganya
kesusasteraan Jerman.. Lessing, Goethe dan Schiller hidup pada periode ini juga.
Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel.
Ia termasuk salah satu filosuf barat yang menonjol. Inti filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh,
spirit), suatu istilah diilami oleh agamanya. ia berusaha menghubungkan Yang Mutlak itu dengan
Yang Tidak Mutlak. Yang Mutlak itu roh (jiwa), menjelma pada alam dan dengan demikian
sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya Idea, artinya: berpikir.
Idea yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Demikianlah
proses roh atau Idea yang disebut Hegel: Dialektika. Proses itu berlaku menurut hukum akal.
Sebab itu yang menjadi aksioma Hegel: apa yang masuk akal (rasional) itu sungguh riil, dan apa
yang sungguh itu masuk akal.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa aliran idealisme ini aliran yang mengemukakan
bahwa sesuatu hal akan muncul berangkat dari ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah “
segala yang ada hanyalah yang ada” sebab yang ada itulah adalah gambaran atau perwujudan
dari alam pikiran (bersifat tiruan).

Idealisme dan Filsafat Pendidikan


Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah
pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T.
Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.
Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh
idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne
adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New
York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme
dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E.
Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan
sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan kecemerlangan
pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education dan studi mengenai
pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi
Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada
prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu
sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang
melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis
sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak
sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus
mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas
spiritual.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus
dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga
menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian,
muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir,
berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Adapun proses
pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi secara sadar dan
penuh keinsafan.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas
adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola
pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak
sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan
berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga
hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-
gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach)
secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile
pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau
tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke
dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama
para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau
sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk
spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang
mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman
pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat
dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham
idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak
melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi
kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh
warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan
mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan
idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam
spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak
sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya
terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling
menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan
individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan
dengan Tuhan.

PENGARUH IDEALISME DI RUANG KELAS


Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1)
guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam
suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
(4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi
teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah
murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib
beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru
harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek
yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar
sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
(13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu
belajar, bagaimana pun keadaannya.
            Guru menjadi agen penting dalam menolong siswa mengembangkan potensinya
semaksimal mungkin Guru idealis menyajikan bahan belajar warisan budaya yang terbaik.
Membuat siswa berperan dalam menyumbangkan karya mereka untuk masyarakat. Guru idealis
akan menekankan para siswa untuk menggapai cita- cita tertinggi yang mampu ia raih.
Menunjukkan jalan bagi siswa untuk mencapai yang terbaik dalam hidup. Visi hidup haruslah
tinggi sehingga menginspirasi siswa untuk berjuang lebih keras. Siswa tidak boleh terpengaruh
dengan kondisi sosial yang tidak mendukung pencapaian cita- cita. Siswa diajarkan untuk berani
bermimpi kemudian berjuang keras untuk mewujudkan mimpi- mimpinya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
            Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai berikut :
1). Tujuan Pendidikan
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau
kemampuan dasar, serta kebaikan sosial
2). Kedudukan Siswa
Bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan Guru
Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab
dalam menciptakan lingkungan pendidikan siswa
4). Kurikulum
Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk
memproleh pekerjaan
5). Metode
Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan
            Menurut Kant, guru harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sabagai alat. Guru
harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia merupakan contoh yang baik untuk diterima oleh
siswanya. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, dimana tujuan itu berada
di luar kehidupan sekarang ini. Tujuan pendidikan idealisme akan berada di luar kehidupan
manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu
mencapai dan menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari Tuhan.

ALIRAN IDEALISME DALAM PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH


Mengingat bahwa aliran idealisme aliran yang mengemukakan bahwa sesuatu hal akan
muncul berangkat dari ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah “ segala yang ada
hanyalah yang ada” sebab yang ada itulah adalah gambaran atau perwujudan dari alam pikiran
(bersifat tiruan). Maka KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah juga disebut sebagai
salah satu tokoh aliran idealism karena KH. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh
penggerak kebudayaan yang memunculkan ide- ide tentang peradaban manusia.
Pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan Kyai Haji Ahmad Dahlan terlihat
dari pengembangan bentuk pendidikan dari model pondok pesantren dengan menerapkan metode
sorogan, bandongan dan wetonan menjadi bentuk madrasah atau sekolah dengan menerapkan
metode belajar secara klasikal. Adapun tujuan pendidikan lebih difokuskan pada pembentukan
akhlak manusia.
Sistem pendidikan yang dikembangkan persyarikatan Muhammadiyah bersifat kreatif
dalam mengintregasikan tuntutan idealisme, korektif dan modernis. Aspek idealisme merupakan
substansi dari pendidikan persyarikatan Muhammadiyah, sedangkan aspek korektif, inovatif dan
modernis merupakan instrumennya. Secara idealistis Muhammadiyah konsisten terhadap upaya
menegakkan ajaran Islam yang bersumber dari al-¬Qur'an dan hadits, menghilangkan bi’dah dan
khurafat serta komitmen terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.
Aspek korektif dan inovatif terlihat pada adanya usaha-usaha mengembangkan pondok
pesantren dan dalam memenuhi tuntutan modernisasi, dengan mencangkok sistem pendidikan
yang bersifat sekuler dalam bentuk persekolahan.
Pada dasarnya ideologi Muhammadiyah berdasarkan Al Qur’an surat Ali ‘Imran : 104)
ِ ‫ َو ْلتَ ُكن ِّم ْن ُك ْم ُأ َّمةٌ يَ ْدعُونَ ِإلَى ا ْل َخ ْي ِر َويَْأ ُمرُونَ ِبا ْل َم ْع ُر‬                                          
‫وف َويَ ْن َه ْونَ َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر َوُأ ْولَـِئ َك ُه ُم ا ْل ُم ْفلِ ُحون‬

      Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.
Kesimpulan
1.   Aliran Idealisme sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah
yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah “ segala yang ada hanyalah
yang ada” sebab yang ada itulah adalah gambaran atau perwujudan dari alam pikiran (bersifat
tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik itu hanya apa yang
ada di dalam ide itu sendiri. Tokoh yang paling terkenal dalam aliran ini adalah Plato (427-374
SM).
2.      Guru dalam hal ini sebagai tenaga pengajar dalam aliran idealisme dituntut untuk memahami
siswa secara toatal dalam arti tidak hanya sebatas mengajar di kelas saja tetapi juga memahami
siswa di luar sekolah. Guru dituntut untuk masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik.
3.        Aliran Idealisme ini sesuai dengan gerakan dari organisasi Muhammadiyah, bahkan menjadi
substansi dari pendidikan Muhammadiyah sedangkan aspek korektif, inovatif dan modernis
merupakan instrumennya. 
4. Saya memilih aliran Idealisme dalam aliran filsafat pendidikan karena sudah ada bukti real
dalam dunia pendidikan sekolah muhammadiyah, seperti tertera di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007.


Louis O. Kattsoff : Penerjemah, Soejono Soemargono, 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta,
Tiara Wacana
Power, Edward J. 1982.  Philosophy of Education. New Jersey : Printice Hall Inc. Englewood
Cliffs.
Uyoh Sadulloh, 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta, Bandung

Anda mungkin juga menyukai