1. Rasionalisme Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri menurut satu metode yang umum. Ia berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akal-lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti. 2. Emperisme Empirisme muncul karena anggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra (empiri), dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. a. Thomas Hobbes (1588-1679) Pendapatnya, bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum dan filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala- gejala yang diperoleh dari sebabnya. Namanya sangat terkenal karena teorinya tentang Kontrak Sosial, yaitu manusia mempunyai kecendrungan untuk mempertahankan diri. Apabila setiap orang mempunyai kecendrungan demikian, maka pertentangan, pertengkaran atau perang total tak dapat dihindari. Untuk menghindarinya diperlukan akal sehat, agar setiap orang mau melepaskan haknya untuk berbuat sekehendaknya sendiri. b. John Locke (1932-1704) Dalam penelitiannya ia memakai istilah sensation dan reflection. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, tetapi manusia tidak dapat mengerti dan meraihnya. Sementara itu, reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang sifatnya lebih baik daripada sensation. Tiap-tiap pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensation dan reflection. Walaupun demikian, manusia harus mendahulukan sensation. Hal ini disebabkan karena jiwa manusia disaat dilahirkan putih bersih yang belum tertulisi pengalamanlah yang membentuk jiwa seseorang. 3. Kritisisme Aliran ini dipelopori Immanuel Kant yang mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisisme yang disebut zaman pencerahan (Aufklarung). Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empiri). Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataannya. 4. Idealisme Para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan akal , alasannya karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang berada diluar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu dasar, yaitu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan: aku sebagai sumber yang sekonkret-konkretnya. Pelopor idealisme adalah: J.G Fichte, F.W.J. Scheling, G.W.F. Hegel, Schopenhauer. Apa yang dirintis oleh Kant mencapai puncak perkembangannya pada Hegel. Hegel mempelajari pemikiran Kant dan merasa tidak puas, menurutnya segala peristiwa di dunia ini hanya dapat dimengerti jika suatu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa- peristiwa itu sudah secara otomatis mengandung penjelasan-penjelasannya. 5. Positivisme Titik tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Jadi, setelah fakta diperolehnya, fakta-fakta tersebut kita atur dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan. Beberapa tokoh dalam positivisme: August Comte, John S. Mill, Herbert Spencer. a. August Comte (1798-1857) Menurut pendapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap, yaitu: tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah/positif. Pada tahap teologis manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang batiniah (sebab pertama). Pada tahap metafisis manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Pada tahap ilmiah/positif, manusia telah mulai mengetahui dan sadar bahwa upaya pengenalan teologis dan metafisis tidak ada gunanya. Pada akhir hidupnya, ia berupaya untuk membangun agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan kemanusiaan dengan semboyan “Cinta sebagai prinsip,teratur sebagai basis, kemajuan sebagai tujuan”. 6. Evolusionisme Aliran ini dipelopori oleh Charles Robert Darwin (1809-1882). Ia terinpirasi dari buku Malthus An Essay on the Principle of Population yang mengatakan manusia akan cenderung meningkat jumlahnya (deret ukur), diatas bahan-bahan makanan (deret ukur). sehingga, Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi hal tersebut manusia harus bekerja sama, harus berjuang diantara sesamanya untuk mempertahankan hidupnya. Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu untuk menyesuaikan diri dengan iklim sekitarnya. Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan tentang segala sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest dan strunggle for life. Pada hakikatnya antara bintang dan manusia dan benda apapun tidak ada bedanya. 7. Materialisme Julien de Lamettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Seorang tokoh lagi (Materialisme Alam) adalah Ludwig Feueurbach (1804-1872) sebagai pengikut Hagel, mengemukakan pendapat bahwa baik pengetahuan maupun tindakan berlaku adagium, artinya terimalah dunia yang ada, bila menolak agama/metafisika. Dari Materialisme Historis/dialektis, yaitu Karl Marx (1818-1883) yang berpendapat bahwa tugas seorang filosof bukan untuk menerangkan dunia, tetapi untuk mengubahnya. 8. Neo-Kantianisme Banyak filosof Jerman ingin kembali ke filsafat kritis, gerakan ini disebut Neo- kantianisme. Tokohnya antara lain Wilhelm Windelband, Herman Cohen, Paul Natrop, Heinrich Reickhart. Herman Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya pada otoritas akal manusia untuk mencipta. Karena segala sesuatu itu baru dikatakan ‘ada’ apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, ‘ada’ dan ‘dipikirkan’ adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan isi pikiran. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person, tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia. 9. Pragmatisme Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan bermanfaat bagi kehidupan. Tokohnya Wilsliam James (1842-1910), beranggapan bahwa masalah kebenaran tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoritis. Ia menginginkan hasil-hasil yang konkrit. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi- konsekuensi praktisnya. 10. Filsafat Hidup Aliran ini lahir akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan indrustrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pemikiran manusia. Bahkan alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin, yang tersusun dari beberapa komponen, dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya. Tokohnya adalah Henry Bergson dan John Dewey. a. Henry Bergson (1859-1941) Pemikirannya, alam semesta ini merupakan suatu organisme yang kreatif, tetapi perkembangannya tidak sesuai dengan implikasi logis. Perkembangannya seperti meletup- letup dalam keadaan tidak sama sehingga melahirkan akibat-akibat dengan spektrum yang baru. Hanya ada beberapa yang berhasil dalam membentuk suatu organisme kreatif yang sesuai dengan hukum alam. Dalam eksistensinya, manusia mempunyai daya hidup (elan vital). Dengan adanya elan vital tersebut diharapkan manusia akan mampu melahirkan segala tindakannya. Pemikiran filsafat Henry Bergson ini sebagai reaksi dari Positivisme, Materialisme, Subjektivisme, dan Relativisme. b. John Dewey (1859-1952) Pemikirannya, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan dalam tindakan hidup manusia. Untuk itu, filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran metafisika yang tidak ada manfaatnya. Dengan demikian, filsafat harus berasaskan pada pengalaman, kemudian mengadakan penyelidikan dan mengolahnya secar kritis sehingga filsafat akan mampu memberikan suatu sistem norma-norma dan nilai-nilai. 11. Fenomenologi Fenomenologi yaitu suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak harus berupa kejadian-kejadian. Tokohnya adalah Edmund Husser, dan pengikutnya Max Scheler. Edmund Husserl (1839-1939) pemikirannya bahwa objek/benda harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif. Tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif artinya mengkhayalkan gejala-gejala dalam berbagai macam yang berbeda. Sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda-beda. Sehingga akan muncul unsur yang tidak berubah-ubah yaitu hakikat. 12. Eksistensialisme Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasarkan pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pelopornya adalah Soren Kierkegaard, Martin Heidegger, J.P.Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel. Pemikiran Soren Kierkegaard mengemukakan kebenaran itu tidak berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang konkret. 13. Neo-Thomisme. Aliran yang mengikuti Paham Thomas Aquinas yaitu pertama, menganggap bahwa ajaran thomas sudah sempurna. Kedua, menganggap bahwa walaupun ajaran Thomas telah sempurna, tetapi masih terdapat hal-hal yang suatu saat belum dibahas. Ketiga, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna. B. Cabang-Cabang Filsafat 1. Metafisika Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar yang berada diluar pengalaman manusia. Cabang ini membicarakan segala sesuatu secara komprehensif seperti hubungan akal dengan benda. Metafisika memuat suatu bagian dari persoalan yang ada: (1) Membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal; (2)Membicarakan sesuatu yang bersifat keluar biasaan; (3)Membicarakan karakteristik hal-hal yang sangat mendasar, yang berada diluar pengalaman manusia;(4)Berupaya menyajikan suatu pandangnan yang komprehensif tentang segala sesuatu(5)Membicarakan persoalan-persoalan seperti: hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan pengertian tentang kemerdekaan wujud Tuhan, kehidupan, setelah mati dan lainnya. Metafisika dibagi Lagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Metafisika umum (Yang Disebut Ontologi) Ontologi merupakan cabang dari metafisika yang membicarakan eksistensi dan ragam-ragam dari suatu kenyataan. Jenis ontologi ini ditemukan kemungkinan untuk menterjemahkan isitilah-istilah falsafi dengan jawaban-jawaban yang diberikan seperti Ateisme , Agnostitsme, Panteisme, Tisme. Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu :Materialisme, Idealisme, Dualisme, Agnotisisme. 2. Metafisika Khusus (Yang Disebut Kosmologi) Metafisika khusus (kosmologi) adalah ilmu pengetahuan tentang struktur alam semesta yang membicarakan tentang ruang, waktu, dan gerakan. Kosmologi berarti ilmu tentang dunia dan ketertiban yang paling fundamental dari seluruh realitas. Adapun bagian filsafat terbagi menjadi dua, yaitu: a. Antropologi, Setiap filsafat mengandung eksplisit ataupun implisit suatu pandangan tentang manusia, tentang tempatnya dalam kosmos, tentang hubungannya dengan dunia, dengan sesama. b. Kosmologi, merupakan rangka umum yang dimana hasil-hasil dari ilmu alam dapat dipasang. 2. Epistemologi Epistomogi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Ia menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan. Sehingga dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu: Empiris, Rasionalisme, Positivisme, Intuisionisme. 3. Logika Logika adalah cabang filsafat yang menyelidiki kesehatan cara berpikir, aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan yang kita lontarkan sah. Logika dapat dibedakan atas dua macam, yakni logika kodratiah dan logika ilmiah. Logikah kodratiah logika yang bekerja berdasarkan hukum-hukum logika ilmiah. Kedua macam logika ini tidak dapat dipisahkan. Karena logika ilmiah membantu logika kodratiah. Logika dibagi dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif disebut juga logika formal yang membicarakan susunan proposisi-proposisi dan penyimpulan yang sifat keharusannya berdasarkan atas susunannya. Logika induktif mencoba untuk menarik kesimpulan tidak dari susunan proposisi-proposisi, melainkan dari sifat-sifat seperangkat bahan yang diamati. 4. Aksiologi Aksiologi adalah filsafat nilai berkaitan dengan kategori: (1) baik dan buruk; (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama dibawah kajian filsafat adalah tingkah laku. Sesuai dengan sifatnya, ia menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian masalah secara mendalam artinya ia menyelesaikan masalah dengan cara pertama-tama mencari penyebab yang paling awal munculnya masalah. Sedangkan, universal artinya melihat masalah dalam hubungan yang seluas-luasnya. 5. Etika Etika merupakan cabang filsafat yang bersangkutan dengan tanggapan-tanggapan mengenai tingkah laku yang betul dan menyelidiki semua norma moral serta membahas mengenai baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Objek material adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral. Teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku dapat diukur secara etis yaitu : a. Teori dentologis yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. b. Teori teologis lebih menekankan pada unsur hasil suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung dari pada ruginya. Beberapa ahli membagi etika kedalam tiga studi, yakni etika deskriptif, etika normatif, dan meatika. Etika deskriptif adalah etika yang mencoba menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan penerimaan moral secara deskriptif. Etika normatif disebut juga filsafat moral (moral philosophy) atau etika filsafati yang berarti sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dan penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik dan buruk, benar dan salah, sedangkan meatika menyelidiki dan menetapkan arti serta makna istilah-istilah normatif yang di ungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. 6. Estetika Estetika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan seni dan keindahan. Dalam estetika, hakikat keindahan (seperti keindahan jasmani, keindahan rohani, keindahan seni dan keindahan alam), dan diselidiki emosi-emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang bagus, yang mengharukan dsb dibicarakan. Estetika dibedakan ke dalam dua bagian, yakni estetika deskriptif dan estetika normatif. Estetika deskriptif menggambarkan gejala-gejala pengalaman yang keindahan. Sedangkan estetika normatif mencari dasar pengalaman keindahan. Ia mempersoalkan dan menyelidiki hakikat, dasar dan ukuran pengalaman keindahan.