Anda di halaman 1dari 26

MENGENAL ALIRAN-ALIRAN

FILSAFAT
Rasionalisme

 Para filosuf rasionalisme adalah mereka:


a. Mengatakan bahwa kekuatan akal pada diri
manusia-yang dalam pandangan mereka
merupakan suatu kekuatan instinktif-adalah
sumber dari semua ilmu yang hakiki.
b. Berkait dengan alam kosmik, para penganut
aliran rasionalisme menerima adanya wujud
spiritual atau rasio yang merupakan asal-usul
dari segala entitas.
Diantara tokoh-tokoh aliran rasionalisme

 Plato (427-347SM)
Apa yang tampak oleh indera kita adalah fenomena, wujud
hakiki menurut plato adalah idea.
Idea adalah suatu makna rasionali yang tetap dan satu,
berlawanan dengan inderawi yang partikular dan berubah.
Tentang pengetahuan Plato mengakui kekuatan jiwa untuk
bisa memahami sesuatu. Selama berkaitan dengan hal hal
inderawi, maka pemahaman tersebut bersifat dugaan.
Dugaan yang benar adalah anugerah Ilahi atau ilham dan
bukan usaha manusia.
Rene Descrates (1596-1650)
Descrates menerapkan metode keraguan yang ia gunakan
untuk menguji pengetahuan-pengetahuannya yang lampau
dimana ia bisa memilih yang benar dan menghindari yang
salah.
Indera menipu kita dan kebenaran-kebenaran umum yang
kita klaim sesungguhnya mempunyai efek (kesan) fantasi
dan keraguan.
Keraguan inilah awal menuju kepastian, dan yang pasti
(pertama) adalah ragu. Maka ragu-ragu merupakan pangkal
dari pikiran , maka ada istilah cogito ergo sum.
Yang benar adalah (clear and distincly)
Aliran Empirisme

 Penganut aliran ini menolak teori ide-ide


natural yang dikemukakan aliran
rasionalisme.
 Pengetahuan dengan segala bentuknya
berpangkal pada pengalaman inderawi.
 Orientasi ini mendorong mereka secara serius
memperhatikan peristiwa-peristiwa nyata.
Dintara tokoh-tokoh aliran empirisme

 Aristoteles (384-322)
Berbeda dengan gurunya, Aristoteles
berpendapat bahwa bentuk-bentuk alami
merupakan sebuah hakikat nyata yang bersifat
materiil dan inderawi.
Karena pengetahuan kita dimulai dari hal-hal
partikular inderawi, maka untuk mengetahui
makna-makna universal umum menggunakan
metode induktif yang bergerak dari hal
partikular ke universal.
 John Locke (1632-1704)
Menurut pandangan Locke, pengetahuan
manusia kembali pada pengalaman inderawi.
Sesungguhnya akal mirip sebuah kertas
bersih yang kosong dari makna-makna awal
atau konsep-konsep instinktif. Tak ada
sesuatu apapun di dalam akal selama entitas
belum terindera.
Aliran Kritisisme

 Kedua aliran filsafat sebelumnya berbeda pada titik tolak


pijakan.
 Perbedaan menajam hingga abad ke 17 dan 18, hingga
datang aliran kritisisme yang diusung Immanuel Kant.
 Kant menggabungkan garis rasionalisme dan empirisme
menjadi aliran kritisisme.
 Mengapa kritik?karena kritik adalah cara untuk
memverifikasi berbagai pendapat dan membebaskan
berbagai pemikiran dari keyakinan sebagai pemikiran yg ajeg
 Kritik menuntut observasi cermat, kesadaran sempurna
untuk menjelaskan yg terselubung dan samar.
Immanuel Kant (1724-1804)

 Observasi, telaah dan penelitian menjadi pintu awal dari kritik.


 Jika ada pernyataan “meja itu mahal” dan “segitiga itu tiga
sudut” maka;
 Meja itu mahal predikatnya (mahal) itu menambahkan sesuatu
yang baru kepada subjek (meja).
 Penambahan “mahal” diperolah setelah adanya pengalaman
dengan meja lain.
 Itu disebut sebagai putusan sintetis dan diperoleh dengan cara a
posteriori.
 Sedangkan segitiga itu tiga sudut , predikat (tiga sudut) itu
tidak menambahkan sesuatu yang baru pada subjek (segitiga).
 Itu disebut putusan analitis dan diperoleh dengan cara a priori
 Ilmu pasti sebenarnya disusun atas putusan a
priori yang bersifat sintesis.
 Ilmu pengetahuan mengandaikan adanya
putusan-putusan yang memberi pengertian
baru (sintesis) dan yang pasti mutlak serta
bersifat umum (a priori).
Aliran Positivisme

 Aliran ini berpangkal dari apa yg telah


dikrtahui, yang faktual, yang positif.
 Diluar apa yang ada sebagai fakta atau
kenyataan dikesampingkan.
 Apa yang kita ketahui secara positif adalah
segala yg tampak, segala gejala.
 Demikianlah positivisme membatasi filsafat
dan ilmu pengetahuan pada bidang bidang
gejala saja.
Cara kerja positivisme

 Segala fakta, yg menyajikan diri pada kita


sebagai penampakan atau gejala, kita terima
apa adanya.
 Kemudian berusaha mengatur fakta-fakta
tadi menurut hukum tertentu.
 Berpangkal pada hukum-hukum tertentu yg
telah ditentukan tadi kita mencoba melihat
masa depan, ke apa yg akan tampak sebagai
gejala dan menyesuaikan diri dengannya.
 Arti segala ilmu pengetahuan ialah:
mengetahui untuk dapat melihat ke masa
depan.
 Tidak ada gunanya unruk menanyakan
kepada hakekatnya atau kepada sebabsebab
yg sebenarnya dari gejala-gejala itu.
 Tokoh aliran ini August Comte (1798-1857)
Eksistensialisme

 Dilatarbelakangi oleh krisis perang dunia kedua ketika


manusia dirundung kegelisahan akan bahaya
kemusnahan universal yang mengancam seluruh umat
manusia.
 Kata eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi,
yang diturunkan dari kata kerja sisto (berdiri,
menempatkan).
 Oleh karena itu kata eksistensi diartikan; manusia berdiri
sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia
sadar dirinya ada. Ia dapat meragukan segala sesuatu,
tapi satu hal yang pasti yaitu bahwa dirinya ada.
Seperti ini

 Eksistensialis adalah pandangan yang


mengatakan bahwa eksistensi mendahului esensi.
 Tokoh dari aliran eksistensialisme adalah Soren
Kierkegaard, Martin Heidegger serta Jean Paul
Sartre.
 Islam itu agama damai (esensi), tidak akan pernah
diakui dikala penganutnya suka berperang,
bertengkar ataupun berkonflik.
Ciri khas eksistensialisme

 Menganggap bahwa hanya manusia yang


berkesistensi, eksistensi adalah cara khas
manusia berada.
 Berkesistensi harus diartikan secara dinamis.
Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara
aktif, berkesistensi berarti merencanakan,
berbuat dan menjadi.
 Dalam aliran eksistensialisme manusia
dipandang sebagai realitas yang belum selesai,
karena dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
 Keberadaan manusia bersama dengan
manusia yang lain (mitsein).
 Manusia terbuka bagi dunianya dan bagi
sesamanya. Dan keterbukaan itu butuh:
 Kepekaan (befindlichkeit)
 Pengertian/pemahaman (Verstehen)
 Kata-kata (rede)
Aliran Fenomenologi

 “fenomenologi” berasal dari kata Yunani


fenomenon yaitu suatu yang tampak, yang
terlihat karena bercahaya, yang dalam
bahasa Indonesia disebut “gejala”.
 fenomenologi adalah suatu aliran yang
membicarakan fenomena, atau segala
sesuatu yang menampakkan diri.
 Diantara tokoh Fenomenologi adalah
Edmund Husserl.
 Fenomenologi merupakan metode dan filsafat.
 Sebagai metode, fenomenologi membentangkan
langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita
sampai pada fenomena yang murni
 Sebagai filsafat, fenomenologi menurut Husserl
memberi pengetahuan yang perlu dan esensial
mengenai apa yang ada. Dengan demikian
fenomenologi dapat dijelaskan sebagai metode
kembali ke benda itu sendiri (Zu den Sachen Selbt),
dan ini disebabkan benda itu sendiri merupkan objek
kesadaran langsung dalam bentuk yang murni.
 Langkah fenomenologi, adalah pengamatan dan
reduksi (reduksi fenomenologis, reduksi eideteis,
reduksi transedental).
 Jika kita melihat sebuah rumah, kita akan temukan
banyak objek dan bentuknya.
 Bukan hanya itu, kita juga akan mengetahui besar,
luas, tinggi dll dari rumah itu.
 Kita harus mencari pengertian yang sebenarnya, kita
harus menerobos gejala-gejala yang menampakkan
diri menuju kepada “barangnya sendiri”
Filsafat Analitik (logika
Bahasa)
 Dilatarbelakangi adanya kekacauan bahasa
filsafat.
 Banyak teori atau konsep filsafat dipaparkan
dengan bahasa yang membingungkan,
bahkan jauh dari bahasa sehari-hari.
 Tokoh aliran ini G.E Moore dan Ludwig
Wittgenstein
 Wittgenstein berkesimpulan bahwa makna
sebuah kata adalah penggunaannya dalam
kalimat.
 Makna sebuah kalimat adalah penggunaannya
dalam bahasa.
 Makna bahasa adalah penggunaannya dalam
berbagai konteks kehidupan manusia.
 Pemikiran wittgenstein ini kemudian berpengaruh
pada munculnya aliran postmodernisme.
Contoh

 Dialek masyarakat “samin” yang


menggunakan language game (logika-
bahasa)
Aliran Teori Kritis

 Kritik ideologi dan modernitas.


 Kritik setelah tahu atau menguasai ilmunya.
 Kritik konstruktif, dekonsteruktif, destruktif.
 Kegiatan kritik itu harus disertai kontribusi
kritiknya
 Itulah yang membedakan kritik dengan
mencela.

Anda mungkin juga menyukai