Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FILSAFAT RASIONALISME, EMPIRISME DAN KRITISISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu : Dede Heryanto, M.Pd

Oleh:
Kelompok VII

1. Ai Latifah Paujiah (2122.02.02.012)


2. Dede Nurjanah (2122.01.00.010)
3. Elim Mulyani (2122.01.00.012)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AZZAHRA

CIBALONG – TASIKMALAYA

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan filsafat sejak zaman pra-Yunani kuno hingga
abad XX sekarang ini, telah banyak aliran filsafat bermunculan. Setiap aliran filsafat
memiliki kekhasan masing-masing sesuai dengan metode yang dijalankan dalam
rangka memperoleh kebenaran.
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada
zaman kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Dalam zaman modern ada periode
yang disebut Renaissance (kelahiran kembali). Kebudayaan klasik warisan Yunani-
Romawi dicermati dan dihidupkan kembali, seni dan filsafat mencari inspirasi
darisana.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia
sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan terdapat perbedaan pendapat.
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, kebenaran
pasti berasal dari rasio (akal). Sebaliknya, aliran empirisme meyakini pengalamanlah
sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Kemudian
muncullah suatu aliran yang diberi nama aliran kritisisme, yang mencoba memadukan
kedua pendapat berbeda itu.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian dari aliran empirisme, rasionalisme, dan kritisisme?
2. Siapa saja yang berperan dalam aliran-aliran filsafat tersebut?
3. Bagaimana membedakan filsafat rasionalisme, empirisme, dan kritisisme?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari aliran empirisme, rasioanlisme, dan kritisisme.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran- aliran tersebut.
3. Untuk mengetahui perbedaan filsafat rasionalisme, empirisme, kritisisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Rasionalisme
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini
berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. Rasionalisme adalah paham
filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh
dan mengetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah
logis atau kaidah-kaidah logika. Dalam aliran rasionalisme ada dua macam bidang, yaitu
bidang agama dan bidang filsafat. Dalam bidang agama, rasionalisme adalah lawan
autoritas, dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Sementara, dalam
bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan empirisme dan terutama berguna sebagai teori
pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan
bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal, contohnya logika dan
matematika.
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai
bapak filsafat modern. Beliau merupakan ahli ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu
kedokteran. Beliau mengatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya,
harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode
yang umum. Beliau juga berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya
adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang
ditentukan oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran
dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri
dari segala pemikiran tradisional (scholastik), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak
mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam
Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan titik tolak
pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, cogito ergo sum (saya
berpikir maka saya ada). Jelasnya bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.
Adapun kelemahan aliran filsafat rasionalisme antara lain:
- Doktrin-doktrin filsafat rasionalisme cenderung mementingkan subjek daripada objek,
sehingga rasionalisme hanya berfikir yang keluar dari akal budinya saja yang benar,
tanpa memerhatikan objek-objek rasional secara peka.
- Cara memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut
mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai permusuhan baru dengan sesama
pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem filosofis yang subjektif
tersebut.
Sedangkan kelebihan aliran filsafat rasionalisme antara lain:
- Mampu menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia. Contoh:
matematika, astronomi, biologi disusun berdasarkan logika.
- Dengan menalar, manusia mampu menjelaskan pemahaman yang rumit dan bersifat
abstrak.
- Kebenaran diperoleh dari sebab-sebab yang menyatakannya benar.
- Rasionalisme memberikan kerangka berfikir yang koheren dan logis.
- Memberikan sifat rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan
pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.

Tokoh-tokoh Rasionalisme dan Pemikirannya


1. Rene Deskartes (1596-1650 M)
Rene Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. Karyanya
yang paling terkenal adalah caurs deia methode (1537) dan meditations (1642) berisi
tentang metode cogito descartes, atau metode catigo saja. Beliau mengetahui bahwa
tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh gereja, bahwa dasar filsafat haruslah rasio
(akal), maka untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun
argumentasi yang sangat terkenal.
Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan segala
sesuatu yang dapat diragukan. Di dalam mimpi seolah-olah seorang mengalami
sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (juga) begitu pula
pada pengalaman halusinasi, ilusi dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas
antara mimpi dan jaga. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi. Benda-
benda dalam mimpi, halusinasi, ilusi dan kejadian dengan roh halus itu, bila di lihat
dari posisi kita, itu tidak ada. Akan tetapi benda-benda itu sunguh-sunguh ada bila di
lihat dari posisi kita dalam mimpi, halusinasi, ilusi dan roh halus.
2. Spinoza (1632-1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677 M.
Nama aslinya banich spinoza. Setelah mengucilkan dirinya dari agama Yahudi, beliau
mengubah namanya menjadi benedictus de spinoza, dan kemudian memutuskan untuk
hidup dipinggiran kota. Dalam geometri, Spinoza memulai dengan meletakkan
definisi- definisi. Berikut beberapa contoh definisi yang digunakan dalam membuat
kesimpulan-kesimpulan dalam metafisika, (Solomon : 73)
 Sesuatu yang sebabnya pada dirinya, saya maksudkan esensinya mengandung
eksistensi, atau sesuatu yang hanya dipahami sebagai adanya.
 Sesuatu dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oleh sesuatu yang lain, misalnya
tubuh kita terbatas, yang membatasinya ialah besarnya tubuh kita itu.
 Substansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya, dipaham melalui dirinya, konsep
dapat dibentuk tentangnya bebas dari yang lain.
 Yang saya maksud dengan atribut (sifat) ialah apa yang dapat dipahami sebagai
melekat pada esensi substansi.
 Yang saya maksud mede ialah perubahan-perubahan pada substansi.
 Tuhan yang saya maksud ialah sesuatu yang terbatas secara absolut (mutlak),
sesuatu saya sebut disebabkan oleh yang lain, dan tindakan ditentukan olehnya
sendiri.
 Yang saya maksud dengan kekekalan (etermity) ialah sifat pada aksistensi itu tadi.
Spinosa berpendapat bahwa apa saja yang benar-benar ada, maka adanya itu
haruslah abadi sama halnya dengan tatkala ia berbicara dalam astronomi, definisi
selalu di ikuti oleh aksioma. Aksioma ialah jarak terdekat antara dua titik ialah garis
lurus. Berikut aksioma-aksioma yang dipasangnya dalam metafisika:
 Segala sesuatu yang ada, ada dalam dirinya atau ada dalam sesuatu yang lain.
 Sesuatu yang tidak dapat dipahami melalui sesuatu yang lain harus di pahami
melalui dirinya sendiri.
 Dari suatu sebab tentu di ikuti, bila tidak ada sebab tidak mungkin ada akibat yang
mengikutinya.
 Pengetahuan kita tentang akibat di tentukan oleh pengetahuan kita tentang sebab.
 Sesuatu yang tidak bisa di kenal umum, tidak akan dapat di pahami konsep sesuatu
yang tidak melibatkan konsep tentang yang lain.
 Ide yang benar harus sesuai dengan objeknya.
 Bila sesuatu dapat di pahami sebagai tidak adanya maka esensinya tidak ada.
3. Lleibniz (1646-1716 M)
Gotifried Willheim Von Lleibniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada
tahun 1716. Beliau merupakan filosofi Jerman, matematikawan, menjadi atasan, dan
juga pembantu pejabat tinggi negara. Pusat metafisikanya adalah ide tentang substansi
yang di kembangkan dalam konsep monad.
Sama seperti pemikiran Spinoza, metafisika Lleibniz memusatkan perhatian pada
substansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini mekanistis dan keseluruhnya bergantung
pada sebab, sementara substansi pada Lleibniz adalah tujuan. Penentuan prinsip
filsafat Lleibniz ialah prinsip akan yang mencukupi, yang secara sederhana dapat di
rumuskan sesuatu harus mempunyai masalah bahkan Tuhan harus mempunyai masalah
untuk setiap yang di ciptaan-Nya. Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya ada
satu substansi, Lleibniz berpendapat bahwa substansi itu monad, setiap monad berbeda
satu dengan yang lain dan Tuhan (sesuatu yang super monad dan satu-satunya monad
yang tidak di cipta) adalah pencipta monad-monad itu. Pemikiran beliau tentang
monad selanjutnya ditulis pada tahun 1714 dalam sebuah karya yang di beri judul
monadology. Berikut isi-isi dari monad yang beliau tulis:
 Monad yang kita bicarakan di sini adalah substansi yang sederhana, yang
selnjutnya menyusun sesuatu yang sederhana, dan selanjutnya menyusun substansi
yang lebih besar.
 Harus ada substansi yang sederhana karena susunan tidak lain dari suatu koleksi
substansi sederhana.
Satu substansi sederhana ialah substansi yang kecil yang tidak dapat di bagi.
Adapun substansi yang berupa susunan (compositas) ialah substansi yang besar
dan jenisnya dapat di bagi. Akan tetapi, ada kesulitan di sini. Bila simple sub
stance (monad) itu terletak dalam ruang, maka akibatnya pasti dapat di bagi. Oleh
karena itu, Lleibniz menyatakan bahwa semua monad itu haruslah material dan
tidak mempunyai ukuran,tidak dapat di bagi.
 Sekarang, apa pun yang tidak mempunyai bagian – bagian tentulah tidak dapat di
bagi. Monad pada sifatnya dan kenyataannya adalah unsur segala sesuatu.
 Kerusakan, karena itu, tindakan menjadi pada substansi itunya, karena tidak dapat
di bagi karena immaterial itu.
 Dengan cara yang sama tidak ada jalan untuk memahami simple substansi itu di
cipta (come into exintence) karena monad itu tidak dapat di bentuk dengan
menyusun.
 Kita hanya dapat menatakan sekarang bahwa peniadaan, yang tersusun mempunyai
permulaan dan berakhir melalui peniadaan. Yang terusan mempunyai permulaan
dan berakhir secara berangsur.
 Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya tidak akan pernah ada.
 Setiap monad harus di keadaan satu dengan lainnya, karena tidak pernah ada isi
alam yang sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui perbedaan itu.
 Tidak ada jalan masuk menjelaskan bagaimana monad-monad itu dapat perubahan
dalam dirinya sendiri oleh sesuatu di luarnya, karena tidak ada kemungkinan suatu
yang masuk ke dalamnya.

B. Filsafat Empirisme
Latar belakang munculnya empirisme adalah awal muasal timbulnya aliran ini
bermula dari penolakan atas dominasi logika cartesian di daratan Eropa saat itu. Di
samping itu, gelora renaissance di daratan Eropa menginspirasi dataran Britania Raya
sampai ada istilah sendiri yaitu enlightment. Kata ini berasal dari bahasa yunani emoeiria,
empeiros (berarti berpengalaman dalam, berkenalan dengan, terampil untuk). Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari
pengalaman manusia. Berbeda dengan anggapan rasionalis yang mengatakan bahwa
sumber pengetahuan adalah rasio. Paham ini berpendapat bahwa indera atau pengalaman
adalah sumber satu-satunya atau paling tidak sumber primer dari pengetahuan manusia,
sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Sumber ilmu pengetahuan dalam teori empirisme adalah pengalaman dan penginderaan
inderawi.
Dalam sejarah filsafat, klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran yang
mulanya tidak ada dalam indera. Hal tersebut mengandung makna bahwa:
1. Sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman.
2. Semua ide (gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk lewat menggabungkan apa
yang dialami.
3. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan.
4. Akal budi tidak dapat memberikan tentang realitas tanpa acuan daripengalaman
inderawi.
Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat di peroleh melalui indera. Indera
memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian kesan-kesan tersebut
berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Pengetahuan yang berupa
pengalaman terdiri dari penyusunan dan pengaturan kesan-kesan yang bermacam- macam.
Adapun kelemahan aliran filsafat empirisme antara lain:
1. Indera terbatas. Benda yang jauh kelihatan kecil. Apakah benda itu kecil? Tidak.
Keterbatasan kemampuan indera ini melaporkan bahwa tidak sebagaimana adanya,
dari sini akan membentuk pengetahuan yang salah.
2. Indera menipu. Pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan
dingin. Ini juga akan menimbulkan pengetahuan yang empiris.
3. Objek yang menipu contohnya ilusi.
4. Berasal dari indera atau objek sekaligus. Yang mana mata (indera penglihatan) tidak
dapat melihat keseluruhan seekor kerbau tersebut, dan seekor kerbau tersebut juga
tidak dapat memperlihatkan seluruh anggota badannya. Andaikan saja ketika kita
melihatnya dari depan, kita hanya dapat melihat kepalanya saja yang mana kita tidak
akan melihat ekornya.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa aliran ini lemah karena keterbatasan indera atau
objek tersebut. Maka dari itu aliran empirisme sangatlah bertentangan dengan aliran
rasionalisme
Sedangkan kelebihan aliran filsafat empirisme antara lain:
1. Mengedepankan fakta-fakta yang dapat diterima indera sehingga praktis digunakan
untuk mencari kebenaran.
2. Informasi dapat diperoleh dengan cepat melalui indera.
3. Dalam metod eilmiah, empiris sangat berguna dalam pengumpulan data atau
pencarian bukti-bukti awal, sehingga empiris membentuk kerangka pengujian dalam
mencari kebenaran.
4. Empiris adalah cara pertama munculnya pengetahuan tertentu.

Tokoh-tokoh Empirisme dan Pemikirannya


1. Francis Bacon (1210- 1292 M)
Dari mudanya Bacon sudah mempunyai minat terhadap filsafat. Akan tetapi
waktu dewasa beliau menjabat pangkat- pangkat tinggi dikerjakan Inggris kemudian
diangkat dalam golongan bangsawan. Setelah berhenti dari jabatannya yang tinggi,
barulah beliau mulai menuliskan filsafatnya.
Menurut Franccis Bacon bahwa pengetahuan ynag sebenarnya adalah
pengetahuan yang diterima orang melaui persatuan inderawi dengan dunia fakta.
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Dengan demikian bagi
Bacon cara mencapai pengetahuan itu pun segera nampak dengan jelasnya. Haruslah
pengetahuan itu dicapai dengan mempengaruhi induksi. Haruslah sekarang
memperhatikan yang konkrit, mengumpulkan, mengadakan kelompok-kelompok,
itulah tugas ilmu pengetahuan.
2. Thomas Hobbes (1588- 1679 M)
Thomas Hobbes adala seorang ahli pikir yang lahir di Malmesbury. Beliau adalah
anak dari seorang pendeta. Menurutnya, bahwa pengalaman inderawi sebagai
permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah
yang merupakan kebenaran. Pengetahuan kita tak mengatasi pengindraan dengan kata
lain pengetahuan yang benar hanyalah pengetahuan indera saja, yang lain tidak.
Ada yang menyebut Hobbes itu menganut sensualisme, karena ia amat
mengutamakan sensus (indra) dalam pengetahuan. Tetapi dalam hubungan ini tentulah
ia anggap salah satu dari penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persentuhan
dengan indera (empiri) itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang
sifatnya umum. Menurutnya, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat-
akibat atau tentang gejala-gejala yang di peroleh. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu
untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ditentukan oleh sebab, sedangkan
prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti/ ilmu alam.
3. John Locke (1932- 1704 M)
John Locke dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, Inggris. Beliau adalah filosof
yang banyak mempelajari agama Kristen. Disamping sebagai seorang ahli hukum
beliau juga menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran, dan penelitian
kimia. Dalam mencapai kebenaran, sampai seberapa jauh (bagaimana) manusia
memakai kemampuannya.
Beliau hendak menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia sampai kemanakah
ia dapat mencapai kebenaran dan bagimanakah mencapainya itu. Dalam penelitiannya
ia memakai istilah sensation dan reflecaton. Sensation adalah suatu yang dapat
berhubungan, sementara reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan
pengetahuan kepada manusia, yang lebih baik daripada sensation.
John Locke berargumen:
 Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak ada,
memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti
ditempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya
kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu dating,
yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita
sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli.
 Persetujuan umum adalah argument yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat
disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru dijadikan alasan untuk
mengatakan ia tidak ada.
 Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
 Apa innate itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui
adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate itu ada justru saya jadikan alasan
untuk mengatakan ia tidak ada.
 Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot ide yang
innate itu tidak ada padahal anak normal dan akan “idiot sama-sama berpikir”.
4. David Hume (1711- 1776 M)
David Hume menjadi terkenal oleh bukunya, hume, treatise of human nature
(1739 M) yang ditulisnya tatkala masih muda, tepatnya ketika berumur dua puluh
tahunan. Buku itu tidak terlalu banyak menarik perhatian orang, karenanya Hume
pindah ke subyek lain, lalu ia menjadi seorang yang terkenal sebagai sejarawan.
Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal, yang
disebutnya An Enqury Cincering Human Understanding, waktu mudanya ia juga
berpolitik tetapi tak terlalu mendapat sukses. Ia menganalisa pengertian substansi.
Seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengaman kita.
Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman.
Adapun yang bersentuhan dengan indra kita itu sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal
tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertian sesuatu yang tetap –
substansi – itu tidak lain dari perulangan pengalaman yang demikian acap kalinya,
sehingga kita menganggap mempunyai pengertian tentang suatu hal, tetapi sebetulnya
tidak ada substansi itu hanya anggapan, khayal, sebenarnya tidak ada.

C. Filsafat Kritisisme
Aliran ini dimulai di Inggris, kemudian Prancis dan selanjutnya menyebar ke seluruh
Eropa, terutama di Jerman. Di Jerman pertentangan antara aliran rasionalisme dan
empirisme terus berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Latar belakang munculnya
kritisisme adalah karena paham rasionalisme dan empirisme masing-masing sama
bagusnya, tetapi karena ada pertentangan di antara kedua paham tersebut, akhirnya
Immanuel Kant mencoba untuk menjembataninya dengan memadukan kedua unsur
tersebut menjadi suatu paham bernama kritisisme.
Aliran filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di introdusir oleh
Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Pertentangan antara rasionalisme
dan empirisme dicoba untuk diselesaikan oleh Kant dengan kritisismenya. Untuk itulah
Kant menulis 3 buku yang berjudul: kritik der rainen vernuft (kritik atas rasio murni),
kritik der urteilskraft (kritik atas dasar pertimbangan), dan kritik rasio praktis

Ciri-ciri aliran filsafat kritisisme diantaranya adalah sebagai berikut:


1. Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek bukan pada objek.
2. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau
hakikiat sesuatu.
3. Pendirian aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang. Immanuel Kant
mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan
kritisisme.

Adapun kelemahan aliran filsafat kritisisme antara lain:


- Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat
merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam kritisisme semua hal itu
dinaifkan.
- Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat
menemukan pengetahuan yang valid.
- Orangnya radikal.
- Tergantung dari individu yang menerapkan akankah jadi serakah atau tidak
Sedangkan kelebihan aliran filsafat kritisisme antara lain:
- Kritisisme lahir dari paham empirisme dan rasionalisme, sehingga kadar dari paham ini
jauh lebih tinggi daripada kedua paham tersebut.
- Kritisisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan di sektor fisik dan teknologi.
- Kritisisme sangat menekankan aspek rasional-ilmiah, baik pada epistemology ataupun
keyakinan omtologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya
Tokoh-tokoh Kritisisme dan Pemikirannya
1. Immanuel Kant (1724-1804)
Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman kelahiran Konigsberg, 22 April
1724 dan wafat pada 12 Februari 1804. Filsafat kritis yang ditampilkannya bertujuan
untuk menjembatani pertentangan antara kaum rasionalisme dengan kaum empirisme.
Bagi Kant, baik rasionalisme maupun empirisme belum berhasil memberikan sebuah
pengetahuan yang pasti berlaku umum dan terbukti dengan jelas. Kedua aliran itu
memiliki kelemahan yang justru merupakan kebaikan bagi seterusnya masing-masing.
Menurut Kant, pengetaahuan yang dihasilkan oleh kaum rasionalisme tercermin
dalam putusan yang bersifat analitik-apriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana
predikat sudah termasuk dengan sendirinya ke dalam subyek. Memang mengandung
kepastian dan berlaku umum, tetapi tidak memberikan sesuatu yang baru. Sedangkan
yang dihasilkan oleh kaum empirisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat
sintetik-aposteriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat belum termasuk ke
dalam subyek. Meski demikian, sifat sintetik-apesteriori ini memberikan pengetahuan
yang baru, namun sifatnya tidak tetap, sangat bergantung pada ruang dan waktu.
Kebenaran disini sangat bersifat subyektif.
Dengan melihat kebaikan yang terdapat diantara dua putusan tersebut, serta
kelemahannya sekaligus, Kant memadukan keduanya dalam suatu bentuk putusan
yang bersifat umum-universal, dan pasti di dalamnya, “akal budi dan pengalaman
indrawi dibutuhkan serentak”.
Cara untuk mendapatkan putusan sintetik-apriori? dalam hal ini Kant
menunjukan pada 3 bidang sebagai tahapan yang harus dilalui, yaitu:
 Bidang indrawi
Peranan subyek lebih menonjol, namun harus ada dua bentuk murni yaitu
ruang dan waktu yag dapat diterapkan pada pegalaman. Hasil yang diterapkan pada
ruang dan waktu merupakan fenomena konkrit. Namun pengetahuan yang
diperoleh indrawi ini selalu berubah-ubah, tergantung pada subyek yang
mengalami dan situasi yang melingkupinya.
 Bidang akal
Apa yang telah diperoleh melalui bidang indrawi tersebut, untuk memperoleh
pengetahuan yang bersifat objektif-universal. Haruslah dituangkan ke bidang akal.
Disini terkandung 4 bentuk kategori:
1. Kategori kuantitas, terdiri atas; singular (kesatuan), partikular (sebagian), dan
universal (umum).
2. Kategori kualitas, terdiri atas; realitas (kenyataan), negasi (pengingkaran), dan
limitasi (batas-batas).
3. Kategori relasi, terdiri atas; categories (tidak bersyarat), hypothetis (sebab dan
akibat), disjunctive (saling meniadakan).
4. Kategori modalitas, terdiri atas; mungkin/tidak, ada/tiada, keperluan/kebetulan.
 Bidang rasio
Pengetahuan yang telah diperoleh akal itu baru dapat dikatakan sebagai
putusan sintetik-apriori, setelah dikaitkan 3 macam ide, yaitu; Allah (ide teologis),
jiwa (ide psikologis), dan dunia (ide kosmologis).
Namun ketiga macam ide itu sendiri tidak dapat dicapai oleh akal pikiran
manusia. Ketiga ide ini hanya merupakan petunjuk untuk menetapkan kesatuan
pengetahuan. Selain itu immanual kant juga mengangkat aliran aufk larung ke puncak
perkembangannya sekaligus mengantar keruntuhannya. Pendapatnya adalah;
 Ajarannya tentang pengetahuan ialah pendapat-pendapat yang sintesis dengan
suatu pertanyaan; bagaimana mungkin orang dapat menetapkan pendapat yang
apriori (terlepas dari pengalaman) tentang suatu objek dengan mempergunakan
logika?
 Ajarannya tentang kesusilaan adalah bertentangan dengan ajaran etika/ kesusilaan
dari aufk larung (rasa senang/ kenikmatan dan faedah). Maka ajaran etikanya
berprinsip bahwa segala sesuatu hanya tergantung pada kehendak/ suasana yang
menjadi dasar perbuatan-perbuatan kita. Perbuatan baik dari sudut susila adalah
berdasarkan keinsafan kewajiban dengan pengertian bahwa setiap perbuatan kita
bisa menjadi hukum umum yang berlaku. Asas pokok kesusilaan adalah imperatif
kategoris, artinya suatu imperatif/ perintah dari dalam diri kita yang
memerintahkan kepada kita tanpa memandang sebab dan akibatnya, cara
berbuatnya, dsb. Berbuat baik adalah berbuat dengan berpangkal pada hukum
kesusilaan yang dibuat oleh diri kita sendiri seara otonom karena menghormati
hukum kesusilaan.
 Ajarannya tentang kesenian: Rasa estetis itu khususnya berupa suatu rasa senang/
nikmat yang bercampur dengan perasaan tak senang. Dapat mengikat menjadi
perasaan luhur yang berlebih-lebihan yang dapat membuat kita merasa luhur/
mulia.
Adapun karya Kant yang terpenting adalah Kritik der reinen vernunft, 1781.
Dalam bukunya ini beliau membatasi pengetahuan manusia, atau dengan kata lain
apa yang bisa diketahui manusia. Kant sebenarnya hanya meneruskan perjuangan
Thomas Aquinas yang pernah melakukannya. Immanuel kant sendiri mulanya sangat
bersitegang teguh dengan rasionalisme, secara beliau adalah seorang Jerman, namun
beliau tersadarkan akan empirisme dari bukunya David Hume (filsuf Inggris). Dan
sejak itulah Immanuel Kant merasa rasionalisme dan empirisme bisa digabungkan
dan merupakan sebuah bagian yang dapat melengkapi satu sama lain.
Kritisisme rasionalis Jerman yang diajarkan Immanuel Kant adalah
metodeloginya yang dikenal dengan metode induksi, dari partkular data-data terkecil
baru mencapai kesimpulan universal. Dengan kritisisme Immanuel Kant (1724-1804)
mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.
Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah
separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita,
namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita
memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan hume bahwa kita
tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia "itu sendiri", namun hanya dunia itu
seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua orang". Namun, menurut kant, ada dua
unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang
pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah, ruang dan waktu yang tidak dapat kita
ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah
cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua
adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk
kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Immanuel kant juga beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa
menentukan fenomena saja. Fenomena itu sendiri adalah sesuatu yang tampak yang
hanya menunjukkan fisiknya saja. Seperti benda pada dirinya, bukan isinya atau
idenya. Seperti ada ungkapan "the think in itself". Sama halnya dengan manusia
hanya bisa melihat manusia lain secara penampakannya saja atau fisiknya saja, tetapi
tidak bisa melihat ide manusia tersebut. Inderawi hanya bisa melihat fenomena (fisik)
tapi tidak bisa melihat nomena (dunia ide abstrak- plato)
Immanuel Kant memang cenderung mendapatkan "ilham" atau terinmspirasi
dari plato, tapi tidak semuanya, dia "menyempurnakannya" dengan menggabungkan
dengan pengalaman empirisme ajaran aristoteles. Plato beranggapan fenomena yang
membentuk nomena, ide di atas segalanya, ide yang membentuk sebuah yang nyata,
seperti halnya tuhan menciptakan manusia.
Immanuel kant terinspirasi dari plato terlihat dari teori 3 postulat "buatan".
Sesuatu yang kita percaya, namun sulit dibuktikan.
1. Free will, kehendak yang bebas.
2. Keabadian jiwa, immortaolitas jiwa (warisan plato. Manusia mati, tetapi jiwa tak
pernah mati, makanya ide bersifat abstrak dan di atas segalanya).
3. Tuhan, merupakan sesuatu yang kita percaya dan yakini akan keadaanya, akan
tetapi sulit untuk mebuktikan kenampakan fisiknya.
Menurut Kant, dalam pengenalan inderawi selalu sudah ada 2 bentuk apriori,
yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subyek sendiri.
Memang ada suatu realitas terlepas dari subyek yang mengindera, tetapi realitas tidak
pernah dikenalinya. Kita hanya mengenali gejala-gejala yang merupakan sintesa
antara hal-hal yang datang dari luas dengan bentuk ruang dan waktu. Melalui
filsafatnya, Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan. Agar
maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme
dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi
pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari pengalaman. Dan berikut kami
paparkan kritik terhadap rasionalisme, empirisme dan kombinasi antara keduanya:
1. Kritik terhadap rasionalisme
Dalam hal ini ada tiga macam kritik yang dilontarkan kant yaitu:
A. Critique of pure reason (kritik atas rasio murni)
Menurut kant, baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat
sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan
perpaduan antara sintesa unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.
B. Critique of practical reason (kritik atas rasio praktis)
Disamping rasio murni terdapat apa yang disebut rasio praktis, yaitu
rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan, atau dengan kata lain,
rasio yang memberi perintah kepada kehendak kita.
C. Critique of judgment atau kritik atas daya pertimbangan
Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio murni dan” kritik atas rasio
praktis adalah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan
mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan dibidang tingkah laku manusia.
Maksud dari kritik of judgement ialah mengerti ke dua persesuaian ke dua
lapangan ini.
Bentuk lain dari dari kritik terhadap rasionalisme adalah sebagai berikut:
 Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
 Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh, merasa bahwa mereka menemukan
kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah
kehidupan yang praktis.
 Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan
manusia selama ini.
2. Kritik terhadap empirisme
Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman?
A. Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan panca indera.
B. Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indera kiranya
melupakan kenyataan bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak
sempurna.
C. Empirisme tidak memberikan kita kepastian.
3. Kombinasi antara rasionalisme dan empirisme
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode
induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan
untuk mendukung penilaian ini, karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang
tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data inderawi.
4. Perbedaan Filsafat Rasionalisme, Empirisme, dan Kritisisme
Adapun perbedaan dari filsafat rasioanlisme, empirisme, dan kritisisme adalah
sebagai berikut:
Rasionalisme Empirisme Kritisisme
Bersifat a priori (tidak Bersifat a posteriori Pengetahuan dijelaskan
tergantung pada pengalaman (pengetahuan yang didapat sebagai sintesis antara unsur
indrawi/apa yang tersirat dicapai hanya dari a priori dan a posteriori
dalam makna ide-ide yang pengalaman)
sudah diterima)
Bagi Descartes, pengetahuan Menurut Locke, pikiran Dalam diri subjek terdapat
tentang dunia luar manusia harus diandaikan dua kemampuan: sensibility
ditentukan oleh kebenaran sebagai tabula rasa (kertas dan understanding (akal-
yang sudah melekat dalam kosong). Baru dalam proses budi)
pikiran subjek (adanya ide- pengenalannya terhadap
ide) dunia luar, pengalaman
memberi kesan-kesan dalam
pikiran
Adapun data-data indrawi
yang diperoleh dari
sensibility kemudian diolah
menjadi pengetahuan, ini
berlangsung pada taraf
understanding.
Understanding tampil dalam
bentuk putusan (judgment).
Pada putusan itu terjadi
sintesis antara unsur a
posteriori dan a priori.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang
mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah
yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah problematika dan
kehidupannya. Dengan demikian, telah banyak aliran filsafat yang bermunculan yang
memiliki kekhasan masing-masing sesuai dengan metode yang dijalankan dalam rangka
memperoleh kebenaran.
Di antara filsafat yang bermunculan adalah rasionalisme, empirisme, dan
kritisisme. Rasionalisme mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dnegan cara
berpikir dengan kaidah-kaidah logika. Sementara empirisme meyakini pengalamanlah
sumber pengetahuan, baik yang batin, maupun yang inderawi. Sedangkan kritisisme
yang digagas oleh Immanuel Kant beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh dari
apa yang disebut akal murni yang diikuti dengan etika dan estetika.

B. Saran
dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar dapat mengambil
manfaat tentang berbagai macam aliran filsafat yang muncul dalam sejarahnya,
diantaranya aliran filsafat rasionalisme, empirisme, dan kritisisme.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, H. 1980. Sari sejarah Filsafat baru 2. Yogyakarta: Kanisius.


Syadali, A. & Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Achmadi, A. 1995. Filsafat Umum. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Peursen, V. 1997. Orientasi Dalam Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan


1. Mengapa golongan skolastik akhirnya memilih pindah ke filsafat rasionalisme, empirisme,
dan kritisisme?
Jawab:
Karena filsafat zaman modern (rasionalisme, empirisme, dan kritisisme) berfokus pada
manusia, bukan kosmos (seperti pada zaman kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan).
Selain itu para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri,
sehingga para filsuf pada zaman skolastik memilih untuk pindah haluan ke filsafat
modern.
2. Diantara ketiga paham filsafat (rasionalisme, empirisme, dan kritisisme), manakah yang
paling berpengaruh di dunia? Sebutkan dan jelaskan!
Jawab:
Baik rasionalisme, empirisme maupun kritisisme masing-masing memiliki pengaruh
tersendiri sesuai kurun waktu tertentu dalam perkembangan filsafat modern. Dimana
ketiganya memiliki kekhasan masing-masing sesuai dengan metode yang dijalankan dalam
rangka memperoleh kebenaran.
3. Apa persamaan dari rasionalisme, empirisme, dan kritisisme?
Jawab:
Sama-sama menggunakan logika dan pengalaman, dimana masing-masing aliran memiliki
porsi yang berbeda sesuai metode yang dijalankan dalam rangka memperoleh kebenaran.
4. Apa yang menyebabkan rasionalisme dan empirisme bertolak belakang?
Jawab:
Dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan empirisme, terutama dilihat dari sumber
pengetahuannya. Rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio,
kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Sebaliknya, empirisme meyakini pengalamanlah
sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi.
5. Bagaimana hubungan antara rasionalisme dan berfikir logika?
Jawab:
a. Berfikir logika berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh rasionalisme.
b. Keduanya mempunyai maksud untuk menelaah pengalaman lahiriah yang menyangkut
dunia maupun pengalaman batiniah yang berhubungan dengan pribadi manusia.
c. Berfikir logika, sebagai sumber kebenaran pengetahuan bagi rasionalisme, karena
hanya ada dua sumber pengetahuan: penalaran logis dan pengalaman empiris. Yang
pertama adalah analitik a priori, sedangkan yang kedua adalah sintetik a posteriori,
maka sintetik a priori tidak ada.
d. Peran rasionalisme adalah klarifikasi makna pernyataan dan hubungan logis mereka.
Tidak ada berfikir logika yang berbeda atas dan di atas pengetahuan rasionalis.
e. Rasionalisme merupakan hasil dipertanyakan berfikir logika formal. Menurut
rasionalitas ini, adalah mungkin untuk menerjemahkan teori ilmiah dalam bahasa murni
observasional tanpa kehilangan kekuatan berfikir logika yang kuat.
6. Apa yang menyebabkan empirisme menolak Cartesian?
Jawab:
Hal ini dikarenakan Cartesian sangat bertolak belakang dengan empirisme yang
merupakan suatu aliran dalam metode ilmu pengetahuan yang didasarkan pada
pengalaman semata. Ilmu pengetahuan yang sejati adalah yang inderawi, yang terjadi dan
ada secara nyata.
7. Bagaimana hubungan antara empirisme dengan berfikir positivisme?
Jawab:
a. Empirisme dan berfikir positivisme saling resap-meresapi. Berfikir positivisme hanya
menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta dan berkaitan
erat dengan apa yang dicita-citakan oleh empirisme.
b. Berfikir positivisme pun bertolak dari data empiris seperti pengamatan dan fakta yang
dinyatakan dengan memakai indera.
c. Empirisme dan berfikir positivisme mempunyai hubungan melalui pemikiran
positivisme yang logis, tetap setia pada sifatnya yang empiristis dengan menganggap
hukum-hukum logis sebagai hubungan melulu antara istilah - istilah hasil kesepakatan
menimbulkan sistem terbentuk.
d. Hubungan kedua bagian ini juga nampak pada keyakinan dasar dari berfikir positivisme
yang berakar pada paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas berada
(exist) dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws).
Penelitian berupaya mengungkap kebenaran realitas yang ada dan bagaimana realitas
tersebut senyatanya berjalan. Berfikir positivisme mempunyai makna mempercayai
bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian
empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan.
e. Berfikir positivisme mencari fakta-fakta atau sebab-sebab dari gejala-gejala sosial tanpa
memperhatikan keadaan individu sebagai subyek. Empirisme juga menganjurkan
kepada ilmuwan sosial untuk mencari fakta-fakta atau gejala-gejala sosial dan
memandangnya sebagai “barang sesuatu” (thing) yang memberikan pengaruh eksternal
terhadap tingkah laku manusia secara indrawi atau empiris.
f. Karena berfikir positivisme dan empirisme mendekati persoalan-persoalan dengan cara
yang sama dan mencari pemecahan persoalan yang sama pula, maka hasil yang
didapatkan juga sama yaitu berbentuk ilmiah, disinilah letak hubungan keduanya.
g. Berfikir positivisme dan empirisme meneliti fakta-fakta dan sebab-sebab melalui
metodologi seperti kuisioner, pencatatan barang-barang, dan analisis demografi yang
menghasilkan data kuantitatif (jumlah, angka-angka) yang memungkinkannya untuk
membuktikan hubungan anatara variabel secara statistik. Sehingga keduanya dalam
riset harus melakukan pengukuran yang akurat, dan juga menguji hipotesis melalui
analisa atas angka-angka yang berasal dari pengukuran.
h. Seiring perekembangan ilmu-ilmu sosial pendekatan empirisme dan berfikir
positivisme mengalami pergeseran. Faktor utamanya adalah tuduhan bahwa empirisme
tidak tuntas memotret persoalan sosial yang berkembang juga karena postulat
obyektifitas dan distansi periset–obyek studi yang menjadi dasarnya keduanya saling
berhubungan.
i. Tesis dasar empirisme modern yaitu berfikir positivisme terdiri menyangkal
kemungkinan sintetik pengetahuan apriori.
j. Berfikir positivisme memberikan kelonggaran lebih besar pada masukan secara
empiris.
8. Bagaimana proses mendapatkan pengetahuan menurut empirisme?
Jawab:
Ajaran-ajaran pokok empirisme adalah sebagai berikut:
- Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa ayng dialmai.
- Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akla atau
rasio.
- Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
- Semua pengetahuan turun secara langsung, atau disimpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi.
- Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari
pengalaman.
- Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai