PENDAHULUAN
Pada era globalisasi saat ini, kehidupan terus berubah dan berkembang
seiring dengan majunya teknologi dan banyaknya pengaruh yang ada. Kehidupan
umat manusia sudah tidak lagi berpacu penuh pada tradisi dan budaya namun
sudah tercampur dengan pengaruh dari negara maju. Dalam hal ini, pengaruh yang
cukup signifikan terlihat adalah pada dunia pendidikan. Pendidikan sangat amat
penting dalam meningkatkan mutu manusia baik secara individu ataupun dalam
kelompok masyarkat. Christoper J. Lucas, yang menyatakan bahwa pendidikan
menyimpan kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan keseluruhan aspek
lingkungan hidup dan dapat memberi informasi yang paling berharga mengenai
pasangan hidup masa depan di dunia serta membantu anak didik dalam
mempersiapkan kebutuhan yang esensial untuk menghadapi perubahan.
Seseorang yang paham dengan moral bisa membedakan apa yang baik dan
apa yang buruk. Seseorang yang bermoral akan disegani serta dihargai masyarakat
karena berhasil memahami nilai-nilai serta norma yang dikehendaki masyarakat.
Masyarakat lebih nyaman dengan seseorang yang memahami pendidikan moral.
Seseorang yang bermoral akan menjauhi penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi di masyarakat. (Zuriah,2008:13-19).
”Diantara semua makhluk hidup, hanya dilahirkan menjadi manusia sajalah yang
dapat melaksanakan perbuatan baik atau buruk ; leluhurlah ke dalam perbuatan
baik, segala perbuatan yang buruk itu ; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi
manusia”
1.2 TUJUAN
PEMBAHASAN
Bila pandangan kita sempit dan gelap, semuanya akan menjadi sumpek dan
pengap. Sebaliknya bila pandangan kita terang, segala hal akan tampak jelas
sejelas-jelasnya. Ibarat mengenakan kacamata, penampakan yang diterima oleh
mata amat tergantung pada kebersihan, warna bahan lensanya, serta kecangihan
dari bahan lensanya. Jadi, apapun adanya suatu keberadaan, memberikan pancaran
objektif bagi kita, namun kita umumnya tidak dapat menangkapnya dengan
objektif.
Pandangan kotor akan menampakkan objek kotor dan tidak murni dimata kita.
Apabila cara pandang serupa itu kita gunakan memandang berbagai fenomena
hidup dan kehidupan, tentu hidup kita menjadi ruwet, menimbulkan duka-nestapa,
serta berbagai kondisi-kondisi pikiran negatif. Hal inilah yang terjadi dalam
pikiran kita. Pikiran kita menjadi kotor dan suram pandangan kita sendiri. Untuk
itu hanya kita sendiri yang dapat membersihkannya. Hal ini dalam Hindu
disebutkan :”tak ada makhluk dari alam manapun yang dapat menyucikan batin
kita, apabila kita sendiri tidak bergerak dan berupaya kearah itu, terlebih benda-
benda materi, tentu tak mungkin menyucikan siapa-siapa”.
Demikianlah sepuluh hal penting dalam pelaksanaan Tri Kaya Parisudha sesuai
dengan apa yang dijabarkan dalam kitab Saracamuscaya. Pengamalan Tri Kaya
Parisudha dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan untuk membentuk
karma serta hubungan yang baik antar sesama umat.
Hal ini tercantum dalam Bhagawadgita Bab XVI yang melukiskan apa yang
menyebabkan manusia itu baik dan bersifat mulia dan apa pula ciri-ciri orang
jahat yang berwatak setan. Sifat-sifat mulia adalah untuk mencapai kelepasan,
pembebasan atau moksa, sedangkan sifat-sifat jahat menyebabkan orang terikat
dengan belenggu kesengsaraan dalam siklus kelahiran dan kematian. Orang yang
dilahirkan dengan sifat-sifat setan memandang dunia ini tanpa kebenaran, tanpa
moral, tanpa koordinasi dan hanya terdiri dari hawa nafsu saja. Janganlah
membiarkan diri kita dikuasai oleh kekerasan, keangkuhan, hawa nafsu, amarah
dan lobha, yang bisa menjerumuskan ke dalam kandungan setan. Nafsu
birahi, amarah dan lobha adalah pintu menuju gerbang neraka (Pendit,
1979/1980 : 313)
a. Daiwi Sampat
Daiwi Sampat adalah sifat-sifat manusia dengan sifat dewa. Pada umumnya
hal ini dilihat dari tata laku manusia yang selalu berpegang pada kesucian,
keselarasan dan cinta kasih. Kehidupan manusia jenis ini diliputi oleh
ketentraman, kedamaian dan perasaan rendah hati dan ini merupakan sehari-
hari mereka. Adapun yang mendasari hidupnya adalah :
Sloka XVI – 1 :
Abhayam sattvasamsuddhir
Jnanayoga vyavasthitah
Danam damas cha yajnas cha
Svadhyayas tapa arjavam
Artinya :
Sloka XVI – 2 :
Sloka XVI – 3 :
Cekatan, suka memaafkan, teguh iman, budi luhur, tanpa irihati, tanpa
keangkuhan, semua itu adalah milik mereka yang dilahirkan, dengan sifat-
sifat dewata.
3. Asuri Sampat :
Asuri atau Asura merupakan lawan dari Sura atau Dewa. Asura
artinya raksasa. Asuri sampat diartikan sebagai sifat-sifat kekerasan atau yang
bertentangan dengan sifat-sifat dewa. Dalam hal ini sifatnya kasar, kejam,
tidak etis, dan hanya mau melihat kepentingannya sendiri saja. Orang seperti
ini tidak pernah ragu untuk berbohong, memfitnah, mengadu domba, dan
berbagai sifat buruk lainnya.
Sloka XVI – 4 :
Sloka XVI – 7:
Pravrittim cha nivrittim cha
Jana na vidur asurah
Na saucham na pi cha charo
Na styam teshu vidyate
Artinya :
Mereka yang jahat tidak tahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak
boleh dikerjakan, demikian pula tidak ada kesucian, kelakuan baik dan
kebenaran.
Sloka XVI – 8 :
Asatyam apratishtham te
Jagad ahur anisvaram
Aparaspara sambhutam
Kim anyat kamahaitukam
Artinya :
Mereka berkata bahwa dunia ini tanpa kebenaran, tanpa moral, tanpa Tuhan,
tidak ada koordinasi bersama, hanya disebabkan oleh hawa nafsu birahi,
selebihnya tidak ada.
Sloka XVI – 10 :
Kamam asritya dushpuram
Dambha mana madanvitah
Mohad grihitva sadgrahan
Pravartante suchivratah
Artinya :
14
15. Pikiran yang dibuat susah oleh perkataan yang kasar dan menyakitnya
hati, tidak menjadi segar kembali, artinya tidak akan mempertinggi budi
perkataan yang kasar itu.
16. Jangan mencela dan menghina orang cacad, orang buta huruf, orang
menderita, orang yang tertimpa kecekaan, orang miskin, orang bodoh,
begitu pula orang penakut.
17. Pendeta yang berjanji berpegang kepada kebenaran, tidak akan mencaci
orang, tidak memfitnah, tidak mencela, tidak berdusta, tetapi giat
mengedalikan diri menahan ucapan-ucapannya agar orang lain jangan
sampai sakit hati.
18. Inilah orang yang tidak jujur : memuji jika berhadapan, mencela
sesudah di belakang. Orang itu akan dijauhkan dari kebahagiaan.
19. Karena itu jangan mengumpat orang lain dan jangan didengarkan
umpatan itu, tutuplah telinga atau pergilah untuk menghindarinya.
Sloka 73 :
Penjelasan :
Ada tiga karma yang lahir dari Manah, empat karma dari Wak dan tiga dari
Kaya atau seluruhnya ada sepuluh macam karma. Rinciannya adalah sebagai
berikut (Pudja, 1981 : 291-292).
1. Manah atau pikiran mempunyai tiga sifat kerja, yaitu :
a. Rasa berkeinginan
b. Rasa gemas atau benci
c. Rasa iman atau yakin dan percaya kepada ajaran Karmaphala.
Dari ketiga unsur Trikaya, maka Manah memegang peran utama. Manah
dipandang sebagai motor penggerak dalam berkata maupun berpikir. Manah
menjadi unsur penggerak dan penyaring. Karena itu mansuia diharapkan
berusaha mengendalikan bukan saja Manah (pikiran), tetapi juga wak
(perkataan) dan Kaya (perbuatan). Hanya dengan pengendalian diri seperti itu
manusia akan dapat mencapai kebahagiaan di dunia ini. Tetapi kedudukan
pikiran tetap adalah yang peling penting, paling besar perannya.
Peran dan fungsi pikiran bagi manusia adalah (Pudja, 1981 : 294-295).
Keinginan atau harapan yang bersifat negatif yang menjadi dasar timbulnya
Kama. Keinginan ini tampak dalam bentuk aksi dan emosi seperti ingin kaya,
ingin dihargai atau dihormati, ingin berkuasa dan sebagainya.
Berikut ini adalah Sloka Kitab Sarassamusccaya yang bertalian dengan sifat
pikiran itu :
Sloka 74 :
Sloka 75 :
Inilah yang tidak patut timbul dari perkataan, empat banyaknya, yaitu
perkataan yang jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan yang menfitnah
dan perkataan berbohong. Jauhkanlah dirimu dari kata-kata itu, jangan
diucapkan, pun juga jangan terpikir untuk diucapkan.
Sloka 76 :
Inilah perbuatan yang tidak patut dilakukan yakni membunuh, mencuri dan
berzina. Ketiganya jangan dilakukan terhadap siapapun, baik secara borolok-
olok, bergurau, dalam keadaan dirundung malang, bahkan dalam mimpi pun
ketiganya agar dihindari.
Sloka IV-18 :
Sloka XII-3 :
Sloka XII-4
Tasyeha triwidhasyāpi
Tryadhisthānasya dehinah
Daśa laksana yuktasya manah
Widyāt prawartakam
Artinya :
Sloka XII-5
Parādrawyeswabhidhyānam
Manasānista cintanam
Witathā bhiniweśaśca
Triwidam karma mānasam
Artinya :
Bernafsu akan milik orang lain, berpikiran pada diri seseorang
mengenai apa yang tidak diinginkan dan mengikuti ajaran yang salah,
merupakan tiga dosa dari pikiran.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tri Kaya Parisudha adalah tiga dasar prilaku yang harus disucikan yaitu
manacika(pikiran), wacika (perkataan) dan kayika (perbuatan). Dengan adanya
pikiran yang baik akan timbul perkataan yang baik, sehingga terwujudlah
perbuatan yang baik. Pikiran kita ibaratkan seperti mesin yang bergerak untuk
menggerakkan suatu perbuatan. Setiap perbuatan menyebabkan adanya ‘phala’.
Hasil yang diterima tergantung dari perbuatan yang diperbuat. Jika berbuat baik
akan menghasilkan phala yang baik pula dan begitu juga sebaliknya. Ajaran Tri
Kaya Parisudha juga di muat di dalam beberapa kitab suci Agama Hindu seperti
Bhagawadgita, Sarasamuscaya, dan Manawa Dharmasastra. Diharapkan nilai-nilai
yaang terdapat dalam ajaran tri kaya parisuda dapat kita implementasikan
terhadap pendidikan moral di dalam mendidik siswa.
3.2 SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA