Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada era globalisasi saat ini, kehidupan terus berubah dan berkembang
seiring dengan majunya teknologi dan banyaknya pengaruh yang ada. Kehidupan
umat manusia sudah tidak lagi berpacu penuh pada tradisi dan budaya namun
sudah tercampur dengan pengaruh dari negara maju. Dalam hal ini, pengaruh yang
cukup signifikan terlihat adalah pada dunia pendidikan. Pendidikan sangat amat
penting dalam meningkatkan mutu manusia baik secara individu ataupun dalam
kelompok masyarkat. Christoper J. Lucas, yang menyatakan bahwa pendidikan
menyimpan kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan keseluruhan aspek
lingkungan hidup dan dapat memberi informasi yang paling berharga mengenai
pasangan hidup masa depan di dunia serta membantu anak didik dalam
mempersiapkan kebutuhan yang esensial untuk menghadapi perubahan.

Dengan memahami betapa pentingnya pendidikan tersebut, tentu harus


disadari bahwa pendidikan tidak hanya dalam ilmu pengetahuan namun pendidikan
jauh lebih penting dalam moralitas anak. Kepandaian dalam ilmu pengetahuan sangat
mudah diraih, semakin maju teknologi maka pendidikan ilmu pengetahuan akan
semakin mudah dipelajari, namun belum tentu mudah untuk pendidikan moral itu
sendiri. Pendidikan moral pada hakikatnya adalah pendidikan karakter seorang anak
dalam berprilaku. Segala bentuk pikiran, perkataan, perbuatan itu termasuk dalam
pendidikan moral dan tidak mudah untuk dipelajari. Butuh bimbingan dengan cinta
kasih agar seorang anak memiliki moral yang baik dengan tingkah laku sopan santun
yang sesuai norma yang ada di masyarakat. Anak akan menjadi lebih mudah dalam
kehidupannya jika pendidikan moral anak tersebut baik, meskipun dalam ilmu
pengetahuan masih dibawah. Sebaliknya, jika pendidikan moral anak kurang,
meskipun dalam ilmu pengetahuan sangat baik, anak tersebut akan tetap merasa
kesulitan dalam menjalani kehidupan ini, karena moralitas adalam kunci dari segala
pendidikan yang ada. Orang yang ber moral akan di pandang hebat dan di segani
orang banyak sedangkan orang yang hanya pintar ilmu hanya akan dipuji saja.
Didalam ranah pendidikan, meningkatkan kemampuan intelektual saja tidak
cukup. Kejujuran, kebenaran serta pengabdian kepada masyarakatadalah hal yang
penting dalam dunia pendidikan. Moral dalam dunia pendidikan merupakan
indikator optimisme dalam pembangunan masyarakat Indonesia ke depan. Moral
menuntut pelaksanaan apa yang baik dan penolakan apa yang buruk.
(Zuriah,2008:12).

Seseorang yang paham dengan moral bisa membedakan apa yang baik dan
apa yang buruk. Seseorang yang bermoral akan disegani serta dihargai masyarakat
karena berhasil memahami nilai-nilai serta norma yang dikehendaki masyarakat.
Masyarakat lebih nyaman dengan seseorang yang memahami pendidikan moral.
Seseorang yang bermoral akan menjauhi penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi di masyarakat. (Zuriah,2008:13-19).

Dalam ajaran agama hindu, pendidikan moral juga dibahas di beberapa


susastra hindu khususnya tentang ajaran trikaya parisudha. Ajaran trikaya
parisudha adalah ajaran tentang bagaimana seseorang dalam berfikir, berkata dan
berbuat yang baik dalam kehidupannya. Perlu kita ketahui bersama bahwa salah
satu tugas suci bagi umat Hindu ialah untuk menata dirinya sendiri serta
masyarakat. Serta umat manusia untuk mengenal jati dirinya untuk berusaha
menjadi manusia yang bermoral yang secara ideal disebut manusia ”Dharmika”.
Itu dikarenakan terlahir sebagai manusia sangatlah mulia seperti disebutkan dalam
Kitab Suci Saraccamuscaya sloka 234 disebutkan sebagai berikut :

”Diantara semua makhluk hidup, hanya dilahirkan menjadi manusia sajalah yang
dapat melaksanakan perbuatan baik atau buruk ; leluhurlah ke dalam perbuatan
baik, segala perbuatan yang buruk itu ; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi
manusia”

Dengan memperhatikan ajaran Tri Kaya Parisudha, kita diarahkan serta


dituntut untuk berbuat kebenaran, kebaikan, agar dapat melebur kegelapan, atau
Karma yang jahat (buruk) untuk menuju yang Dharmika. Tetapi dewasa ini orang-
orang tidak dapat mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha tersebut dengan baik
dan benar, hal ini dikarenakan akibat dari perkembangan teknologi dan informasi
serta pengaruh-pengaruh budaya barat yang dapat dengan mudahnya masuk ke
dalam budaya kita (budaya ketimuran).

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah:


1. Mengetahui dan memahami nilai-nilai ajaran tri kaya parisudha yang
terdapat dalam sloka sarasamusccaya.
2. Mengetahui dan memahami nilai-nilai ajaran tri kaya parisudha yang
terdapat dalam sloka bhagawad gita.
3. Mengetahui dan memahami nilai-nilai ajaran tri kaya parisudha yang
terdapat dalam sloka manawa dharmasastra.
4. Menjadikan ajaran tri kaya parisudha sebagai dasar pendidikan moral anak.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TRI KAYA PARISUDHA

Pada dasarnya sesuai dengan siklus rwabhineda perbuatan manusia


dapat ditinjau dari dua sisi atau dimensi yang berbeda, yaitu antara perbuatan yang
baik (subha karma) dan perbuatan yang tidak baik/buruk (asubha karma).
Perputaran siklus subha dan asubha karma ini selalu saling bertautan dan silih
berganti satu sama lainnya dan tidak dapat dipisahkan. Demikianlah sikap dan
prilaku manusia selama hidupnya berada pada dua jalur yang berbeda itu,
sehingga patut dengan kesadaran budhi nuraninya manusia harus dapat
menggunakan kemampuan berpikirnya kearah yang lebih baik dan benar. Apabila
manusia sebagai makhluk berpikir mau dan mampu mengarahkan pikirannya ke
arah yang baik akan mengakibatkan ucapan dan perilakunya menjadi baik (subha
karma). Sebaliknya apabila tidak mampu mengarahkan pikiran (mengendalikan-
nya) kearah yang baik, hal inilah mengakibatkan manusia berucap dan berbuat
yang buruk (asubha karma) (Sudiarta, 2018). Sebagai manusia dengan kekuatan
idep atau manah ini harus dengan cermat dapat memilah dan memilih perbuatan
baik sehingga tidak terjerembab dalam perbuatan buruk.

A. PENGERTIAN TRI KAYA PARISUDHA


Tri Kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan,
yaitu berpikir yang bersih dan suci (Manacika), berkata yang benar (Wacika) dan
berbuat yang jujur (Kayika). Dari tiap arti kata di dalamnya, Tri berarti tiga; Kaya
bararti Karya atau perbuatan atau kerja atau prilaku; sedangkan Parisudha berarti
“upaya penyucian”.Jadi “Trikaya-Parisudha berarti “upaya
pembersihan/penyucian atas tiga perbuatan atau prilaku kita”.
B. BAGIAN-BAGIAN TRI KAYA PARISUDHA SEBAGAI DASAR
PENDIDIKAN MORAL

1. MANACIKA (PENYUCIAN PIKIRAN)


Inilah tindakan yang harus diprioritaskan, karena pada dasarnya semua hal
bermula disini. Ia menjadi dasar dari prilaku kita yang lainnya (perkataan dan
perbuatan); dari pikiran yang murni akan terpantul serta terpancarkan sinar yang
menyejukan orang-orang disekitar kita, sebaliknya pikiran keruh akan
meruwetkan segala urusan kita, walaupun sebenarnya tak perlu seruwet itu. Tentu
ruwet tidaknya suatu permasalahan, amat tergantung padacara kita memandang
serta cara kita menyikapinya.

Bila pandangan kita sempit dan gelap, semuanya akan menjadi sumpek dan
pengap. Sebaliknya bila pandangan kita terang, segala hal akan tampak jelas
sejelas-jelasnya. Ibarat mengenakan kacamata, penampakan yang diterima oleh
mata amat tergantung pada kebersihan, warna bahan lensanya, serta kecangihan
dari bahan lensanya. Jadi, apapun adanya suatu keberadaan, memberikan pancaran
objektif bagi kita, namun kita umumnya tidak dapat menangkapnya dengan
objektif.

Pandangan kotor akan menampakkan objek kotor dan tidak murni dimata kita.
Apabila cara pandang serupa itu kita gunakan memandang berbagai fenomena
hidup dan kehidupan, tentu hidup kita menjadi ruwet, menimbulkan duka-nestapa,
serta berbagai kondisi-kondisi pikiran negatif. Hal inilah yang terjadi dalam
pikiran kita. Pikiran kita menjadi kotor dan suram pandangan kita sendiri. Untuk
itu hanya kita sendiri yang dapat membersihkannya. Hal ini dalam Hindu
disebutkan :”tak ada makhluk dari alam manapun yang dapat menyucikan batin
kita, apabila kita sendiri tidak bergerak dan berupaya kearah itu, terlebih benda-
benda materi, tentu tak mungkin menyucikan siapa-siapa”.

Untuk menyucikan pikiran, perlu memperbaiki pandangan terlebih dahulu.


Untuk memperbaiki pandangan, diperlukan pemahaman yang baik dan mencukupi
tentang falsafah ajaran agana yang dapat dipelajari dari kitab suci dan bimbingan
guru. Melalui hal tersebut, banyak kegelapan dan kegalauan batin kita menjadi
sirna, terbitnya cahaya terang dalam batin melalui bimbingan beliau, membantu
mempercepat proses menuju tujuan akhir. Advertisement

Tiga macam implementasi pengendalian pikiran dalam usaha untuk


menyucikannya, disebutkan di dalam Saracamuscaya, adalah:

 Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal.


 Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain.
 Tidak mengingkari HUKUM KARMA PHALA.
Demikianlah disebutkan didalam salah satu Kitab Suci umat Hindu, bila kita
cermati inti dari tiga hal di atas adalah bahwa dengan faham karma phala sebagai
hukum pengatur yang bersifat universal, dapat membimbing mereka, yang
meyakininya untuk berpola pikir yang benar dan suci.

2. WACIKA (PENYUCIAN PERKATAAN)

Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan yang patut di kendalikan,


yaitu:

1. Tidak suka mencaci maki.


2. Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
3. Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain.
4. Tidak ingkar janji atau berkata bohong.

Demikianlah disebutkan dalam Sarasamuscaya; kiranya jelas bagi kita bahwa


betapa sebetulnya semua tuntunan praktis bagi pensucian batin telah tersedia. Kita
harus dapat menerapkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

3. KAYIKA (PENYUCIAN PERBUATAN FISIK DAN PRILAKU)

Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu:


1. Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
2. Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.
3. Tidak berjinah atau yang serupa itu.

Demikianlah sepuluh hal penting dalam pelaksanaan Tri Kaya Parisudha sesuai
dengan apa yang dijabarkan dalam kitab Saracamuscaya. Pengamalan Tri Kaya
Parisudha dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan untuk membentuk
karma serta hubungan yang baik antar sesama umat.

2.2 TRI KAYA PARISUDHA MENURUT KITAB BHAGAWADGITA

 Dua Tipe Manusia

Kitab Bhagawadgita banyak sekali berisi butir-butir tentang Tri Kaya


Parisudha meliputi tata laku berpikir yang baik, berkata yang baik maupunn
berbuat yang baik sampai kepada hal-hal yang bersifat buruk. Menurut Kitab
Bhagawadgita, ukuran tau patokan untuk dijadikan pegangan baik buruk tata
laku manusia adalah dari pembentukan pribadi manusia itu sendiri. Dalam
rangka membangun manusia seutuhnya Kitab Bhagawadgita membedakan
adanya dua macam tipe manusia (Pudja, 1984 : 98-99) yaitu:

1). Daiwi Sampat.

2). Asuri sampat.

Hal ini tercantum dalam Bhagawadgita Bab XVI yang melukiskan apa yang
menyebabkan manusia itu baik dan bersifat mulia dan apa pula ciri-ciri orang
jahat yang berwatak setan. Sifat-sifat mulia adalah untuk mencapai kelepasan,
pembebasan atau moksa, sedangkan sifat-sifat jahat menyebabkan orang terikat
dengan belenggu kesengsaraan dalam siklus kelahiran dan kematian. Orang yang
dilahirkan dengan sifat-sifat setan memandang dunia ini tanpa kebenaran, tanpa
moral, tanpa koordinasi dan hanya terdiri dari hawa nafsu saja. Janganlah
membiarkan diri kita dikuasai oleh kekerasan, keangkuhan, hawa nafsu, amarah
dan lobha, yang bisa menjerumuskan ke dalam kandungan setan. Nafsu
birahi, amarah dan lobha adalah pintu menuju gerbang neraka (Pendit,
1979/1980 : 313)

a. Daiwi Sampat

Daiwi Sampat adalah sifat-sifat manusia dengan sifat dewa. Pada umumnya
hal ini dilihat dari tata laku manusia yang selalu berpegang pada kesucian,
keselarasan dan cinta kasih. Kehidupan manusia jenis ini diliputi oleh
ketentraman, kedamaian dan perasaan rendah hati dan ini merupakan sehari-
hari mereka. Adapun yang mendasari hidupnya adalah :

§ Abhaya atau tidak mengenal rasa takut.


§ Sattwasamsuddhi atau berjiwa murni.
§ Jnana wyawasthitah atau bijaksana.
§ Danam atau dermawan.
§ Dama atau menguasai indria.
§ Yajna atau suka beryajna.
§ Swadhyaya atau suka belajar sendiri.
§ Tapa atau taat dalam berpantang.
§ Arjawa atau jujur.
§ Yoga Samadhi atau suka melakukan yoga samadhi.

Disamping ke sepuluh sifat diatas, mereka pun memiliki sifat-sifat lain,yakni :

§ Ahimsa atau tidak menyakiti


§ Satya atau jujur dan berpegang pada kebenaran.
§ Akroda atau tidak mudah marah.
§ Tyaga atau tidak terikat kehidupan duniawi.
§ Santi atau tentram dan damai.
§ Apasuna atau tidak suka memfitnah.
§ Daya atau kasih sayang.
§ Aloluptwam atau tak menginginkan milik orang lain.
§ Mardawa atau lemah lembut.
§ Hrih atau sopan santun.
§ Acapalam atau tidak mudah menggerakan tangan.
§ Teja atau cekatan,tangkas.
§ Ksama atau mudah memaafkan.
§ Dhritih atau mempunyai pendirian yang kuat.
§ Sauca atau kesucian.
§ Adhora atau tidak dengki atau iri hati.
§ Natimanita atau tidak angkuh.

Manusia yang memiliki semua sifat diatas dapat dinyatakan sebagai


makhluk yang mempunyai Daiwi Sampat. Orang itu menjadi manusia mulia
yang dihormati dan terpuji. Tetapi hidup di dunia ini orang tidak boleh
menuruti kemauannya sendiri. Hidup dengan penuh tenggang rasa dan
menghargai orang lain adalah dasar yang menjiwai sifat-sifat Daiwi Sampat.
Mengenai masalah ini Kitab Bhagawadgita XVI – 1 sampai 4 menyatakan
sebagai berikut :

Sloka XVI – 1 :

Abhayam sattvasamsuddhir
Jnanayoga vyavasthitah
Danam damas cha yajnas cha
Svadhyayas tapa arjavam
Artinya :

Tidak gentar, sucihati, bijaksana, mendalami yoga dan ilmu pengetahuan,


dermawan, menguasai indria, berupacara kebaktian, mempelajari kitab sastra,
hidup sederhana dan jujur.

Sloka XVI – 2 :

Ahimsa satyam akrodhas


Tyagah santir apaisunam
Daya bhuteshy aloluptvam
Mardavam hrir achapalam
Artinya :
Tanpa kekerasan, kebenaran, tanpa kemarahan, tanpa egoisme, tenang, tanpa
mencari kesalahan, kasih sayang kepada semua makhluk, tidak loba, lemah
lembut, sopan dan dalam keseimbangan jiwa.

Sloka XVI – 3 :

Tejah kshama dhrtih saucham


Adroho na timanita
Bhavanti sampadam daivim
Abhijatasya bharata
Artinya :

Cekatan, suka memaafkan, teguh iman, budi luhur, tanpa irihati, tanpa
keangkuhan, semua itu adalah milik mereka yang dilahirkan, dengan sifat-
sifat dewata.

3. Asuri Sampat :

Asuri atau Asura merupakan lawan dari Sura atau Dewa. Asura
artinya raksasa. Asuri sampat diartikan sebagai sifat-sifat kekerasan atau yang
bertentangan dengan sifat-sifat dewa. Dalam hal ini sifatnya kasar, kejam,
tidak etis, dan hanya mau melihat kepentingannya sendiri saja. Orang seperti
ini tidak pernah ragu untuk berbohong, memfitnah, mengadu domba, dan
berbagai sifat buruk lainnya.

Adapun ciri dari sifat-sifat Asuri Sampad ini adalah :

§ Dambha atau munafik, pura-pura suci tetapi hidupnya sediri sebaliknya.


§ Darpa atau sombong karena pengetahuannya.
§ Na ati manita atau angkuh.
§ Krodha atau pemarah.
§ Parusya atau suka mencela.
§ Ajnanam atau bodoh.
§ Atmasambhawa atau sombong.
§ Stabda atau keras kepala.
§ Dhanamana atau suka berjudi.
§ Madanartah atau mabuk karena kaya.
Mengenai hal ini Bhagawadgita Sloka XVI menyatakan seperti di bawah ini :

Sloka XVI – 4 :

Dhambo darpo bhimanas cha


Krodah parushyam eva cha
Ajnanam cha bhijatasya
Partha sampadam asurim
Artinya :

Berpura-pura, angkuh, membanggakan diri, marah, kasar, bodoh, semuanya


ini dimiliki oleh mereka yang dilahirkan dengan sifat-sifat setan.

Sloka XVI – 7:
Pravrittim cha nivrittim cha
Jana na vidur asurah
Na saucham na pi cha charo
Na styam teshu vidyate
Artinya :

Mereka yang jahat tidak tahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak
boleh dikerjakan, demikian pula tidak ada kesucian, kelakuan baik dan
kebenaran.

Sloka XVI – 8 :

Asatyam apratishtham te
Jagad ahur anisvaram
Aparaspara sambhutam
Kim anyat kamahaitukam
Artinya :

Mereka berkata bahwa dunia ini tanpa kebenaran, tanpa moral, tanpa Tuhan,
tidak ada koordinasi bersama, hanya disebabkan oleh hawa nafsu birahi,
selebihnya tidak ada.

Sloka XVI – 10 :
Kamam asritya dushpuram
Dambha mana madanvitah
Mohad grihitva sadgrahan
Pravartante suchivratah
Artinya :

Dengan menyerahkan diri kepada nafsu ketidakpuasan penuh kepura-puraan,


kebanggakan dan kesombongan memiliki pandangan salah karena ilusi,
mereka berbuat hal-hal yang sangat keji.

2.3 TRI KAYA PARISUDHA MENURUT KITAB SARASAMUSCCAYA

Dalam kitab Sarasamusccaya masalah Tri Kaya Parisudha di bagi menjadi


tiga kelompok Sloka Pertama mengenai Tri Kaya tercantum dalam sloka 73
sampai 78, kedua tentang manah atau pikiran dalam Sloka 79 sampai 82 dan
ketiga tentang ucapan atau Wak dalam Sloka 117 sampai 127. sebelum
menjelaskan setiap Sloka yang berkaitan, terlebih dahulu diberikan rangkuman
sebagai gambaran menyeluruh atas berbagai Sloka dimaksud sebegai berikut :

1. Pada hakekatnya manusia itu mempunyai sepuluh indria (dasa karma)


yang patut dikendalikan indria itu dibagi dalam tiga kelompok. Yang
berkaitan dengan pikiran, banyaknya tiga, yang betalian dengan
perkataan benyaknya empat dan yang berhubungan dengan perbuatan
banyaknya tiga.
2. Yang bertalian dengan pikiran (banyaknya tiga) yang perlu dikendalikan
adalah tidak menginginkan atau dengki terhadap milik orang lain, tidak
marah kepada semua makhluk dan percaya dengan ajaran karmaphala.
3. Yang bertalian dengan perkataan (berjumlah empat) yang tidak patut
diucapkan adalah perkataan yang jahat, perkataan kasar menghardik,
perkataan yang memfitnah dan perkataan yang sifatnya berbohong.
4. Yang berhubungan dengan perbuatan (berjumlah tiga) yang tidak patut
dilakukan adalah membunuh, mencuri dan berzina.
5. Orang itu dikenal karena tingkah lakunya, karena buah pikiran dan
karena uacapannya. Karena itu biasakanlah berpikir baik, berkata baik
dan berbuat baik.
6. Pikiran merupakan unsur penentu. Jika pikiran sudah menentukan
sesuatu, maka mulailah orang berkata atau melakukan suatu perbuatan.
Jadi pikiran adalah pokok sumbernya.
7. Karena itu pikiran dinamakan sumbernya indria. Pikirlah yang
menggerakkan perbuatan yang baik dan yang buruk itu. Karena itu
pikiran perlu dikendalikan.
8. Pikiran itu jalannya tidak menentu. Banyak yang dicita-citakkan,
banyak juga yang diinginkan, kadang-kadang penuh keraguan. Karena
itu jika ada manusia yang dapat mengendalikan pikirannya, maka orang
itu akan memperoleh kebahagiaan.
9. Mata manusia dapat melihat. Pikiran menyertai mata itu melihat. Jika
pikiran kacau, maka pikiran tidak dapat menyertai mata melihat, benda
yang dilihat tidak akan nampak. Pikiran yang memegang perananan
utama.
10. Orang terpuji adalah orang yang tidak pernah mengucapkan kata-kata
kasar, orang yang tidak memikirkan perbuatannya yang tidak patut.
11. Yang patut diucapkan adalah kata-kata yang membawa kebaikan.
Jangan gembar-gembor ingin dipandang pandai bicara. Kata-kata yang
berkepanjangan dapat menyebabkan orang senang, tetapi dapat juga
menimbulkkan kebencian.
12. Perkataan yang maksudnya baik dan diucapkan dengan baik pula akan
menimbulkan kesenangan. Meskipun maksudnya baik, tetapi kalau
diucapkan dengan tidak baik, maka akan menimbulkan kesusahan.
13. Ucapan yang mengandung maksud jahat ibarat anak panah yang dilepas
dari busurnya, akan menyakitkan hati orang yang dilaluinya. Orang
budiman tidak akan mengucapkan kata-kata jahat seperti itu.
14. Orang-orang budiman tidak akan mengucapkan kata-kata yang dapat
menyakiti hati sampai menusuk ke dalam jiwa orang lain.

14
15. Pikiran yang dibuat susah oleh perkataan yang kasar dan menyakitnya
hati, tidak menjadi segar kembali, artinya tidak akan mempertinggi budi
perkataan yang kasar itu.
16. Jangan mencela dan menghina orang cacad, orang buta huruf, orang
menderita, orang yang tertimpa kecekaan, orang miskin, orang bodoh,
begitu pula orang penakut.
17. Pendeta yang berjanji berpegang kepada kebenaran, tidak akan mencaci
orang, tidak memfitnah, tidak mencela, tidak berdusta, tetapi giat
mengedalikan diri menahan ucapan-ucapannya agar orang lain jangan
sampai sakit hati.
18. Inilah orang yang tidak jujur : memuji jika berhadapan, mencela
sesudah di belakang. Orang itu akan dijauhkan dari kebahagiaan.
19. Karena itu jangan mengumpat orang lain dan jangan didengarkan
umpatan itu, tutuplah telinga atau pergilah untuk menghindarinya.

Demikianlah rangkuman Sloka-sloka kitab Sarasamusccaya yang berkaitan


dengan Tri Kaya Parisudha. Untuk lebih jelasnya dibawah ini disampaikan
Sloka-Sloka dimaksud.

Sloka 73 :

Manasa trividhamwaca caiva caturwinham


Kayena tridham capi dasakarma pathaccaret
Artinya :

Ada yang dinamakan karmapatha yaitu pengendalian indria, usahakan agar


terlaksana, sepuluh banyaknya, perinciannya adalah sifat-sifat pikiran tiga
banyaknya, sifat perkataan empat banyaknya, sifat perbuatan tiga macamnya,
semua merupakan sepuluh macam sifat, yang ditimbulkan oleh pikiran,
perkataan dan perbuatan.

Penjelasan :

Ada tiga karma yang lahir dari Manah, empat karma dari Wak dan tiga dari
Kaya atau seluruhnya ada sepuluh macam karma. Rinciannya adalah sebagai
berikut (Pudja, 1981 : 291-292).
1. Manah atau pikiran mempunyai tiga sifat kerja, yaitu :

a. Rasa berkeinginan
b. Rasa gemas atau benci
c. Rasa iman atau yakin dan percaya kepada ajaran Karmaphala.

Yang diharapkan adalah bagaimana agar setiap orang berusaha secara


sungguh-sungguh untuk mengendalikan nafsu dan keinginannya atas harta
benda yang bukan miliknya.

2.Wak atau perkataan mempunyai empat bentuk, yakni :

a. Kata-kata yang bersifat jahat.


b. Kata-kata yang bersifat kasar atau keras (parusya).
c. Kata-kata yang bersifat fitnah (paisuna)
d. Kata-kata yang bersifat tidak benar (mithya atau antra).

3. Kaya atau perbuatan tiga bentuk, yaitu :

a. Perbuatan membunuh atau menyiksa makhluk atau pranatipata.


b. Perbuatan mencuri atau stainya atau stenya.
c. Perbuatan zina atau paradara.

Dari ketiga unsur Trikaya, maka Manah memegang peran utama. Manah
dipandang sebagai motor penggerak dalam berkata maupun berpikir. Manah
menjadi unsur penggerak dan penyaring. Karena itu mansuia diharapkan
berusaha mengendalikan bukan saja Manah (pikiran), tetapi juga wak
(perkataan) dan Kaya (perbuatan). Hanya dengan pengendalian diri seperti itu
manusia akan dapat mencapai kebahagiaan di dunia ini. Tetapi kedudukan
pikiran tetap adalah yang peling penting, paling besar perannya.

Peran dan fungsi pikiran bagi manusia adalah (Pudja, 1981 : 294-295).

a) Sebagai matra penerima rangsangan dari luar atau lingkungannya.


b) Matra yang sifatnya selalu aktip, sehingga memerlukan kendali yang kuat
agar pikiran itu tidak mengembara tanpa arah.
c) Matra yang mampu menggerakkan matra-matra lainnya tanpa arah.
d) Matra yang mampu menggerakkan matra-matra lainnya untuk memenuhi
pikiran itu.
e) Matra yang mampu melihat sendiri apa yang tidak tampak oleh indria
dalam wujud ide atau pikiran yang serba abstrak

Selanjutnya bentuk manifestasi pikiran dapat berwujud :

 Ide atau pengetahuan yang positif.

Keinginan atau harapan yang bersifat negatif yang menjadi dasar timbulnya
Kama. Keinginan ini tampak dalam bentuk aksi dan emosi seperti ingin kaya,
ingin dihargai atau dihormati, ingin berkuasa dan sebagainya.

Dengan menyadari hakekat pikiran itu, maka Kitab Sarasamusccaya pagi-


pagi telah menggariskan akan pentingnya penguasaan diri seseorang secara
intrinsik dalam diri dan pikiran manusia itu sendiri.

Berikut ini adalah Sloka Kitab Sarassamusccaya yang bertalian dengan sifat
pikiran itu :

Sloka 74 :

Anabhidhyam paraswesu sarvasatvesu carusam


Karmanam phlamastiti trividha manasa caret
Artinya :

Sifat pikiran yang pertama-tama diajarkan, tiga banyaknya, perinciannya,


tidak menginginkan atau dengki terhadap milik orang lain, tidak marah
kepada semua mahkluk dan percaya akan kebenaran ajaran karmaphala,
itulah ketiga bentuk sifat pikiran sebagai pengendali atas indria.

Sloka 75 :

Asatpralapan parusyam paisunyam anrtam tatha


Catvari vaca rajendra na jalpennanucitayet
Artinya :

Inilah yang tidak patut timbul dari perkataan, empat banyaknya, yaitu
perkataan yang jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan yang menfitnah
dan perkataan berbohong. Jauhkanlah dirimu dari kata-kata itu, jangan
diucapkan, pun juga jangan terpikir untuk diucapkan.

Sloka 76 :

Pranatipatam stainyam ca paradaranathapi va


Trini papani kayena sarvatah parivarjawet
Artinya :

Inilah perbuatan yang tidak patut dilakukan yakni membunuh, mencuri dan
berzina. Ketiganya jangan dilakukan terhadap siapapun, baik secara borolok-
olok, bergurau, dalam keadaan dirundung malang, bahkan dalam mimpi pun
ketiganya agar dihindari.

2.4 TRI KAYA PARISUDHA MENURUT KITAB MĀNAWA


DHARMAŚĀSTRA

Dalam kitab Manawa Dharmasastra dapat ditemukan adanya butir-butir Tri


Kaya Parisudha yang mengandung ajaran tentang berpikir yang baik, berkata
yang baik, berbuat yang baik. Dalam sloka IV-18 dinyatakan bahwa pakaian
kita, pikiran dan kata-kata kita hendaknya menyesuaikan diri dengan
kewangsaan, kedudukan maupun kemampuan kita.

Sloka IV-18 :

Wasayah karmano ‘rthasya


Śrutasyābhijanasya ca
Weśawāag buddhi sārupyam
Ācaran wicaredhiha
Artinya :

Berjalan didunia ini hendaknya menyesuaikan

Pakaian, kata-kata serta pikirannyaagar sesuai

Sesuai dengan kedudukan dan kekayaannya

Sesuai pelajaran suci dan kewangsaannya


Kemudian dalam sloka XII-3 sampai XII-11 kitab Manawa Dharmasastra
mengajarkan tentang karma yang lahir dari pikiran, perkataan dan perbuatan
manusia dan semua pahalanya.Berikut adalah petikan dari beberapa sloka-sloka
tersebut :

Sloka XII-3 :

Ubhāśubha phalam karma


Manowāgdeha sambhawan
Karmajā gatayo nrnāam
Ūttamā dhyamāh
Artinya :

Karma yang lahir dari pikiran, perkataan dan perbuatan menimbulkan


akibat baik atau buruk dengan karma yang telah menyebabkan timbulnya
berbagai keadaan pada diri manusia.

Sloka XII-4

Tasyeha triwidhasyāpi
Tryadhisthānasya dehinah
Daśa laksana yuktasya manah
Widyāt prawartakam
Artinya :

Ketahuilah bahwa pikiran adalah perangsang dari semua hal dibawah


ini dan bahkan sampai kepada semua perbuatan yang ada hubungannya
dengan badan dan terdiri atas tiga jenis dan terbagi atas sepuluh kelompok.

Sloka XII-5

Parādrawyeswabhidhyānam
Manasānista cintanam
Witathā bhiniweśaśca
Triwidam karma mānasam
Artinya :
Bernafsu akan milik orang lain, berpikiran pada diri seseorang
mengenai apa yang tidak diinginkan dan mengikuti ajaran yang salah,
merupakan tiga dosa dari pikiran.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tri Kaya Parisudha adalah tiga dasar prilaku yang harus disucikan yaitu
manacika(pikiran), wacika (perkataan) dan kayika (perbuatan). Dengan adanya
pikiran yang baik akan timbul perkataan yang baik, sehingga terwujudlah
perbuatan yang baik. Pikiran kita ibaratkan seperti mesin yang bergerak untuk
menggerakkan suatu perbuatan. Setiap perbuatan menyebabkan adanya ‘phala’.
Hasil yang diterima tergantung dari perbuatan yang diperbuat. Jika berbuat baik
akan menghasilkan phala yang baik pula dan begitu juga sebaliknya. Ajaran Tri
Kaya Parisudha juga di muat di dalam beberapa kitab suci Agama Hindu seperti
Bhagawadgita, Sarasamuscaya, dan Manawa Dharmasastra. Diharapkan nilai-nilai
yaang terdapat dalam ajaran tri kaya parisuda dapat kita implementasikan
terhadap pendidikan moral di dalam mendidik siswa.

3.2 SARAN

Dalam menjalani kehidupan di era globalisasi saat ini, penerapan ajaran-


ajaran agama berlandaskan susastra hindu hendaknya kita tingkatkan. Sejatinya
masyarakat sejak jaman dahulu sudah menerapkannya sebagai sebuah ajaran
moral namun saat ini dengan perkembangan jaman dan banyaknya budaya asing
yang masuk ajaran-ajaran yang diberikan mulai sedikit demi sedikit berkurang
karena anggapan kuno. Dengan keberadaan beberapa susastra hindu seperti
sarasamusccaya, bhagawad gita dan manawa dharmasastra yang mencantumkan
ajaran moral diharapkan para pendidik dan orang tua dapat memanfaatkan ajaran-
ajaran tersebut dan mempergunakannya sebagai landasan dalam pendidikan moral
anak.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Parisada Hindu Dharma Indonesia (phdi.or.id)


2. √Materi Tri Kaya Parisudha | yuktheory!
3. Tri Kaya Parisudha | Sanatana Dharma (wordpress.com)

4. KARMA PHALA, TRI KAYA PARISUDHA, DAN PUNARBAWA – Kalender


Bali (alitmd.com)
5. Sarasamuscaya 75 | gama bali
6. hinduindonesia.co.id
7. Bhagavad Gita 1.15 | gama bali

Anda mungkin juga menyukai