PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari
kata Philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang
berarti cinta, senang, suka, dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan
kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan
atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Tujuan kita
mempelajari studi filsafat ini agar dapat mengetahui dunia filsafat minimal
mengetahui cara memecahkan berbagai problematika kehidupan yang
dihadapinya.
Dalam pembelajaran banyak sekali paham filsafat di antarnya yaitu,
filsafat idealisme, empirisme, rasionalisme, kritikisme, positivisme,
pragmatisme, fenomenologi, existensialisme, politik, manusia, estetika dan
etika/ nilai. Di sini, yang akan kita bahas adalah filsafat Rasionalisme,
Eksistensisme, dan Idealisme saja.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana aliran pemikiran filsafat modern Rasionalisme?
b. Bagaimana aliran pemikiran filsafar modern Eksistensialisme?
c. Bagaimana aliran pemikiran filsafat modern Idealisme?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui aliran pemikiran filsafat modern Rasionalisme.
b. Untuk mengetahui aliran pemikiran filsafat modern Eksistensialisme.
c. Untuk mengetahui aliran pemikiran filsafat modern Idealisme.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber
pengatahuan satu-satunya yang benar adalah rasio (akal budi). Rasionalisme
adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting dalam memperoleh pengatahun dan mengetes pengatahuan.
Rasionalisme mengajarkan bahwa pengatahuan di peroleh dengan cara berfikir
alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana
yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai
abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan
dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh
kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa
dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua
permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah
kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi
kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap
kepercayaan yang bersifat dogmatis, terhadap norma-norma yang bersifat tradisi
dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan
serta semua anggapan yang tidak rasional. Kepercayaan terhadap akal ini sangat
jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk
menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat
tinggi. Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat
dikenal dengan nama aliran rasionalisme
2
menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal bukan perasaan, bukan
iman, bukan ayat suci, bukan yang lainnya.1
Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan
lebih dahulu segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia meragukan
semua yang dapat di indera, objek yang sebenarnya tidak mungkin
diragukan. Inilah langkah pertama dari metode cogito (metode keraguan
Descartes). Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi
mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan juga pada
pengalaman dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Didalam
mimpi seolah olah seorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh
terjadi, persis seperti tidak mimpi (jaga) begitu pula pada pengalaman
halusinasi, ilusi dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas antara
mimpi dan jaga. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi.
Benda-benda dalam mimpi, halusinasi, ilusi dan kejadian dengan roh halus
itu, bila dilihat dari posisi kita juga, itu tidak ada. Akan tetapi benda-benda
itu sunguh-sunguh ada bila dilihat dari posisi kita dalam mimpi.
2. Baruch Spinoza ( 1632-1677 M)
Baik Spinoza maupun leibniz ternyata mengikuti pemikiran Descartes.
Dua tokoh terakhir ini menjadi substansi sebagai tema pokok dalam
metafisika mereka, dan mereka berdua juga mengikuti metode Descartes,
tiga filosof ini, descartes, spinoza dan leibniz, biasanya dikelompokkan
dalam satu mazhab. Yaitu rasionalisme.
Dalam gometri. Spinoza memulai dengan meletakkan defenisi- defenisi,
defenisi ini diambil dari Solomon : 73)
Beberapa defenisi
1. sesuatu yang sebabnya pada dirinya saya maksudkan esensinya
mengandung eksistensi, atau sesuatu yang hanya dipahami sebagai
adanya.
2. sesuatu dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oleh sesuatu yang lain,
misalnya tubuh kita terbatas, yang membatasinya ialah besarnya tubuh
kita itu.
3
3. substansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya, dipaham melalui dirinya,
konsep dapat dibentuk tentangnya bebas dari yang lain.
4. yang saya maksud dengan atribut (sifat) ialah apa yang dapat dipahami
sebagai melekat pada esensi substansi.
5. yang saya maksud mode ialah perubahan-perubahan pada substansi.
6. tuhan yang saya maksud ialah sesuatu yang terbatas secara absolute
(mutlak).
7. sesuatu saya sebut disebabkan oleh yang lain, dan tindakan ditentu
olehnya sendiri.
8. yang saya maksud dengan kekekalan (etermity) ialah sifat pada aksistensi
itu tadi
spinosa berpendapat bahwa apa saja yang benar-benar ada, maka adanya
itu haruslah abadi sama halnya dengan tatkala ia berbicara dalam
astronomi, defenisi selalu di ikuti oleh aksioma. Aksioma ialah jarak
terdekat antara dua titik ialah garis lurus.
4
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai
gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada
(bereksistensi) dalam dunia.
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran
dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab
atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana
yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa
kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai
suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada
di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme
adalah manusia konkret.
5
keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa
muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang
merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau
tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami
krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu
agama di sana dan di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna
pada kehidupan.
Tokoh-tokoh eksistensialisme
1. Soren Aabye Kiekegaard
Søren Aabye Kierkegaard adalah seorang filsuf dan teolog abad
ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard sendiri melihat dirinya
sebagai seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi sekarang ia
dianggap sebagai bapaknya filsafat eksistensialisme.
Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-
masalah agama seperti misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen,
etika dan teologi Kristen, dan emosi serta perasaan individu ketika
diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial. Karena itu, karya
Kierkegaard kadang-kadang digambarkan sebagai eksistensialisme
Kristen dan psikologi eksistensial.
Ludwig Wittgenstein berpendapat bahwa Kierkegaard "sejauh ini,
adalah pemikir yang paling mendalam dari abad ke-19". Inti pemikiran
dari tokoh ini adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis
tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan
menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini.
Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan
apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
2. Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah
yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme. Sartre
menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi.
6
Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama
hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di
masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan
nilai adalah kebebasan manusia.
Inti pemikirannya adalah menekankan pada kebebasan manusia,
manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan
mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk
yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
C. Idealisme
Didalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada
jiwa(mind) dan spirit(roh). Istilah ini diambil dari “idea” yaitu sesuatu yang
hadir dalam jiwa.2
Idealis pertama dalam pengertian modern ialah bekeley yang pada abad
ke-18 menolak eksistensi independen benda-benda. Ia mengajukan argumen;
1.Apa yang diketahui haruslah ada dalam pikiran atau berhubungan dengan
pikiran.
2.Kita tidak dapat mengatakan secara positif bahwa materi yang dipahami
berada bebas dari pemahaman
3.Sifat objek fisik selalu berekor pada pegalaman atau pikiran.
Menurut Fichte dasar realitas adalah kemauan; kemauan inilah thing-in
itself-nya manusia. Filsafat menurutnya haruslah dideduksi dari satu prinsip.
Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral bahkan
seluruh kebutuhan manusia. Dasar kepribadian adalah kemauan; bukan
kemauan irasional melainkan kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa
kebebasan diperoleh hanya dengan melalui peraturan dan kepatuhan.
Seperti Fichte, Schelling mula-mula berusaha menggambarkan jalan
yang dilalui intelek dalam proses mengetahui, semacam epistemologi.
Schelling membahas realitas lebih objektif dan menyiapkan jalan bagi
idealisme absolute Hegel. Dalam pandangan Schelling, realitas adalah identik
7
dengan gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis. Reese (1980:511)
menyatakan bahwa filsafat schelling dibagi menjadi lima tahap.
1. Idealisme subjektif. Pada tahap ini dia mengikuti pemikiran Fichte.
2. Filsafat alam. Pada tahap ini ia menerapkan prinsip atraksi dan repulsi
dalam berbagai problem filsafat dan sains.
3. Idealisme transendental atau idealisme objektif. Filsafat alam dilengkapi
dengan suatu kesadaran absolut.
4. Filsafat identitas. Absolut lebih penting kedudukannya, dipandang
sebagai identitas semua individu isi alam.
5. Filsafat positif. Pemikirannya menekankan nilai mitologi dan mengakui
perbedaan yang jelas antara tuhan dan alam semesta.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengatahuan
satu-satunya yang benar adalah rasio (akal budi). Rasionalisme adalah paham
filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam
memperoleh pengatahun dan mengetes pengatahuan. Rasionalisme
mengajarkan bahwa pengatahuan di peroleh dengan cara berfikir alat dalam
berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.
2. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala
dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada
(bereksistensi) dalam dunia.
3. Didalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa(mind)
dan spirit(roh). Istilah ini diambil dari “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca dengan itu semua kami harapkan makalah ini akan menjadi lebih baik
lagi.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://adipustakawan01.blogspot.co.id/2013/06/aliran-eksistensialisme.html
http://maulana-ikbar.blogspot.co.id/2012/05/makalah-filsafat-rasionalisme.html
10