Anda di halaman 1dari 12

Mata Kuliah : Filsafat

Dosen Pembimbing : Dr. Jonsen Sembiring, M.Th


Nama/NIM : Felyn Novita Haloho/2210201, Nursintauli Napitupulu/2210213,
Tonry Manurung/2210225, Windara Sinurat/2210228

Bab I Pendahuluan
Filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran
mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut
pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. (Kattsoff, 1986, 4)
Pada makalah ini kami akan menguraikan tentang Rasionalisme dan Empirisme,
antara lain adalah latar belakang rasionalisme, pengertian rasionalisme, tokoh-tokoh
rasionalisme, pokok-pokok pikiran rasionalisme, dan tujuan mempelajari rasionalisme.
Selanjutnya adalah tentang latar belakang empirisme, pengertian empirisme, tokoh-tokoh
empirisme, pokok-pokok pikiran empirisme dan tujuan mempelajari empirisme.

Bab II Pembahasan
2.1 Rasionalisme
2.1.1 Latar Belakang Rasionalisme
Latar belakang Munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri
dari segala pemikiran tradisional yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu
mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Kaum Rasionalisme mulai dengan
sebuah pernyataan aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan
dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia.
Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia
tidak menciptakannya, tetapi mempelajari lewat pengalaman.
Ide tersebut kiranya sudah ada di sana sebagai bagian dari kenyataan dasar dan
pikiran manusia. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip,
maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada,
orang tidak mungkinkan dapat menggambarkannya. Prinsip tidak dikembangkan dari
pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip
tersebut. Dalam perkembangannya, Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh, masing-
masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu koridor yang sama.
(Jumadi, 2017, 24-25)

1
Bagi rasioanlisme, pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman indra masih
diragukan kebenarannya, Adapun yang jelas dapat dipercaya adalah kenyataan bahwa
manusia berpikir dengan akalnya, dan akal itulah yang berkuasa atas hidupnya.
(Miftakhuddin, 2021, 296)

2.1.2 Pengertian Rasionalisme


Rasionalisme berasal dari kata rasional dan isme. Rasional dapat diartikan masuk akal
sesuai dengan nalar, sedangkan isme adalah faham. Jadi, rasionalisme adalah faham yang
menyatakan bahwa akal memiliki kekuatan independen untuk dapat mengetahui dan
mengungkap prinsip- prinsip pokok dari alam atau terhadap sesuatu kebenaran yang menurut
logika, berada sebelum pengalaman, tetapi tidak bersifat analitik. (Jumadi, 2017, 25) Akal
manusia adalah otoritas tertinggi penentu kebenaran. Dengan akal, manusia dapat memahami
dunia ini secara apriori. Bahkan tanpa harus melibatkan pengalaman indrawi. Cara berpikir
rasionalisme adalah deduktif. Kebenaran-kebenaran apriori dideduksi secara terperinci,
sementara pengalaman indrawi dicurigai karena dianggap tidak konsisten sehingga tidak
dapat dijadikan pijakan pengetahuan. (Waston, 2019,11)
Rasionalisme secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa inggris
rationalism. Kata ini benkar dari kata bahasa latin ratio yang berarti "akal" A.R. Lac ey
menantulkan bahwa berdasarkan akar katanya masionalisme adalah sebuah pandangan yang
herpegangan bahwa akal menupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Dan, secara
eminologis aliran ini dipandang sebagai alinan yang berpegang pada prinsip hahwa akal han
diben peranan utama dalam penjelasan la sangat menekankan akal badi sebagai sumber utama
pengetahun, mendahulu anggul atas, dan bebas dari pengamatan inderawi Indra menurut teori
rasional, adalah sumber pemahaman terhadap konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan
sederhana. Tetapi ia bukan satu-satunya sumber-sumber. Ada juga fitnah yang mendoning
munculnya sekumpulan konsepsi dalam akad. Kaum nasionalisme mulai dengan sebuah
pemyatan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya
diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran
manusia.Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa
kebenaran haruslah ditentukan atau didapatkan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang
berdasarkan fakta, bukan berasal dari pengalaman inderawi. Rasionalisme menentang paham
empirisme, karena kaum rasionalis berpendapat bahwa ada kebenaran yang secara langsung
dapat dipahami. Dengan kata lain, orang-orang yang menganut paham rasionalis ini
menegaskan bahwa beberapa prinsip rasional yang ada dalam logika, matematika, etika, dan

2
metafisika pada dasamya benar. (Rasionalisme- Universitas Stekom Semarang
https://g.co/kgs/v8Z2Bz )

2.1.3 Tokoh-tokoh Rasionalisme


1. Rene Descartes (1596-1650)
Descartes di samping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat,
terutama karena dia dalam filsafat sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan
yang mendalam. la yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber
pengetahuan yang dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik
karena dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya
karena tidak ada metode berpikir yang pasti. Descartes merasa benar-benar ketegangan dan
ketidak pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat. Descartes kecil yang mendapat
nama baptis Rene, tumbuh sebagai anak yang menampakan bakatnya dalam bidang filsafat,
sehingga ayahnya pun memanggilnya dengan julukan Si Filsuf Cilik. Pendidikan pertamanya
diperoleh dari sekolah Yesuit di La Fleche dari tahun 1604-1612
Selanjutnya Rene Descartes mengajarkan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga
“idea bawaan” (inate ideas). Ide bawaan ini sudah ada sejak lahir, yaitu:
a. Pemikiran
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berpikir, maka harus
diterima juga bahwa pemikiran itu merupakan hakikat saya.
b. Allah
Allah sebagai wujud yang sama sekli sempurn. Karena saya memounyai ide
“sempurna”, harus ada penyebab sempurna untuk idea itu, karena akibat tidak
melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain hanyalah Allah.
c. Keluasan
Saya mengerti materi sebagai keluasan atau eksistensi (Inggris= Extension),
sebagaimana yang dilakukn dan dipelajari oleh para ahli ilmu ukur. ( Zainal
Abidin, 2011, 115-117)

2. Baruch De Spinoza (1632-1677)


Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677 M. Nama
aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri dari agama Yahudi, ia mengubah
namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam. Spinoza
mengikuti pemikiran Rene Descartes. De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan

3
Rene Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan.
Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya
berbarengan.Spinoza, ada tiga taraf pengetahuan, yaitu berturut-turut taraf persepsi indrawi
atau imajinasi, taraf refleksi yang mengarah pada prinsip-prinsip dan taraf intuiti. Hanya taraf
kedua dan ketigalah yang dianggap pengetahuan sejati. Dengan ini, Spinoza menunjukkan
pendiriannya sebagai seorang rasionalis.(Muliadi, 2020, 72-76)
Pikiran-pikiran pokok:
a. Rasionalisme dan mistik. Filsafat Spinoza merupakan temuan antara rasionalisme
dan mistik. Ada dua interpretasi dari pikiran Spinoza yang cukup berbeda. Yang
pertama, interpretasi rasionalistis, memandang pikiran Spinoza sebagai contoh
paling murni dari panteisme. Intepretasi kedua juga memandang Spinoza sebagai
panties, tetapi Spinoza disini digambarkan sebagai seorang yang sangat religius.
b. Allah= Alam= Satu Substansi. Menurut Spinoza, Seluruh kenyataan merupakan
kesatuan, dan kesatuan ini sebagai satu-satunya substansi itu sama dengan Allah
atau alam.
c. Etika. Pedoman untuk menjadi bahagia disajikan dalam Ethica Spinoza. Tujuan
etika ini ialah kebahagiaan. Menurut Spinoz kebahagiaan itu sama dengan
kebebasan. Perasaan ini dapat dicapai oleh pengertian. (Harry Hamersma, 1983, 9-
10)

2.1.4 Pokok-pokok Pikiran Rasionalisme


Berkaitan dengan ajaran pokok dalam mezbah pemikiran rasionalisme ini, sebagaimana
dikatakan oleh Lorens Bagus bahwa yang menjadi pokok-pokok dalam ajaran rasionalisme
ini diantaranya:
1. Dengan proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang
tidak dapat disangkal
2. Realitas dapat diketahui atau beberapa kebenaran tentang realotas dapat diketahui
secara tidak tergantung dari pengamatan, pengalaman, dan penggunaan metode
empiris
3. Pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran tentang realitas yang mendahului
pengetahuan apapun juga (tetapi yang bukan kebenaran analitis) kebenaran-kebenaran
ini adalah gagasan bahwa secara isomorfosis cocok dengan realitas

4
4. Akal budi adalah sumber utama pengetahuan, dan ilmu pengetahuan pada dasarnya
adalah suatu sistem dedukatif yang dapat dipahami secara rasional yang hanya secara
tidak langsung berhubungan dengan pengalaman indrawi
5. Kebenaran tidak diuji dengan prosedur verfikasi indrawi tetapi dengan kriteria seperti
konsisten logis
6. Terdapat metode(cara) rasional (dedukatif, logis, matematis, inferensial) yang dapat
diterapkan pada materi soal pokok apa saja yang dapat memberikan kita penjelasan
yang memadai
7. Kepastian mutlak mengenai hal-hal adalah ideal pengetahuan dan sebagian dapat
dicapai dengan pikiran murni. Kepastian dan keniscayaan mutlak adalah ciri pokok
baik dari realitas maupun dari semua pengetahuan yang benar
8. Hanya kebenaran-kebenaran niscaya dan benar pada dirinya sendiri, yang timbul dari
akal budi saja yang dikenal sebagai benar, nyata dan pasti
9. Alam semesta (realitas) mengikuti hukum-hukum dan rasionalitas (bentuk) logika. Ia
adalah suatu siste, yang di rancang secara rasional (logis) yang aturannya cocok
dengan logika
10. Begitu logika dikuasai, segala sesuatu dalam alam semesta dapat dianggap dedukasi
dari prinsip-prinsip atau hkum-hukumnya. (Wahyudin, 2020, 62-63)

2.1.5 Tujuan Mempelajari Rasionalisme


Rasionalisme sepenuhnya mengandalkan akal budi sebagi sumber untuk memperoleh
pengetahuan. Pada rasinalisme, penalaran merupakan salah satu metode untuk memperoleh
pengetahuan berdasarkan akal. Pemakaian penalaran didasarkan pada gagasa bahwa
kebenaran yang sejati hanya dapat diperoleh menggunakan akal tanpa memerlukan
pengalaman. (Sholihul Huda, 2023,203-204)

2.2 Empirisme
2.2.1 Latar Belakang Empirisme
Pemahaman empirisme telah dikemukakan oleh Aristoteles dengan berpednapat
bahwa persepsi adalah dasar dari ilmu pengetahuan. Empirisme muncul pertama kali di
Inggris sebagai pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran rasionalisme yang
dikemukakan olej Rene Descartes.Gagasan awal empirisme dikemukakan oleh Thomas
Hobbes (1588-1679) dengan pendpaat bahwa permulaan dari segala pengetahuan berasal dari

5
pengalaman indrawi. Hukum-hukum mekanisme dianggap dasar dari proses-proses yang
berlangsung di dunia, termasuk didalamnya adalah manusia.
Kemudian gagasan lain mengenai empirisme dikemukakan oleh John Locke (1632-
1704) yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan yang diterima oleh akal berasal dari
pengalaman. Pemikiran empirisme dikembangkan lagi oleh George Berkeley yang
berpendapat bahwa substansi yang bersifat materil itu tidak ada sama sekali, yang ada
hanyalah ciri-ciri yang dapat diamati. Ketika dunia memasuki masa revolusi industry,
manusia mulai mengandalkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mentapkan kebijakan
dalam mengatasi berbagai masalah sosial di masyarakat. Mistisme serta kepercayaan tentang
klenik dan sihir diselesaikan dengan penyusunan dan pengujian ber agai teori yang bersifat
ilmiah. Tolak ukur yang digunakan ialah empirisme dan metode ilmiah. (Sholihul Huda,
2023211-212)

2.2.2 Pengertian Empirisme


Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang mneyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman indra manusia. Secara etimolohi, istilah empirisme
berasal dari bahasa Yunani emperia, yang berarti pengalaman. Dalam empirisme pengalaman,
kebenaran hanya dapat diperoleh melalui pengaaman. (Sholihul Huda, 2023, 211)
Manusia dituntut membebaskan dirinya dari hawa nafsunya. Dalam hal demikian,
hanya jiwa lah yang dapat memberi kesempurnaan pada seseorang. Oleh karena itu,
empirisme mengalami hambatan besar ketika memahami jiwa. Hal ini terjadi karena
empirisme berpijak pada rasionalitas, sedangkan jiwa berpijak pada transendensi. Empirisme
melahirkan rasionalisme. Oleh karena itu, dalam empirisme tidak mengenal adanya dosa,
sebab setiap perilaku yang muncul dari dorongan jiwa semata-mara bersifat mekanis dan
logis. Oleh sebab itu, walaupun menurut agama manusia berbuat dosa, namun tidak dalam
dunia empirisme selama latar belakang munculnya perbuatan tersebut dianggap rasional. (Al-
Hafidz, 2015, 135-136)
Aliran empirisme melihat bahwa faktor “penentu” dari pengetahuan manusia adalah
faktor lingkungan, dalam hal ini pendidikan dan pengalaman empirik (Budiman, 2021, 36).
Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati, tetapi
tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara pribadi (seperti pikiran dan
perasaan) kerangka kerja (frame work) teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme.
Asumsi behaviorisme adalah nature of human being/manusia tumbuh secara alami. Latar

6
belakang empirisme adalah How we Know what we know (Sukardjo dan Komarudin,
2010,33).
Seorang empirisis biasanya berpendapat bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman. Sifat yang menonjol dari jawaban ini dapat dilihat bila kita
memperhatikan pertanyaan seperti, “Bagaimana orang mengetahui es membeku?”, jawbaan
kita tentu berbunyi, “karena saya melihat yang demikian”, atau “karena seorang ilmuwan
melihatnya demikian”. Dengan begitu, dapat dibedakan dua macam unsur: pertama, unsur
yang mengetahui dna kedua, unsur yang diketahui. Orang yang mengetahui merupakan
subjek yang memperoleh pengethauan dan dikenal dengan perkataan yag menunjukkan
seseorang atau suatu kemampuan.
“Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indra”, kata penganut empirisme dari
Britania mengatakan bahwa pada manusia dilahirkan akalnya merupakan sejenis buku catatan
yang kosong (tabula rasa). Di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
indrawi. Menurut John Locke, seluruh sisa pengetahuan kita peroleh dengan jalan
menggunakan seerta meperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi
pertama dan sederhana itu.
Ia memandang bahawa akal sebagai jenis tempat penampungan yang secara pasif
menerima hasil-hasil pengindraan tersebut. Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapa
pun rumitnya dapat dilacak kembali sampai pada pengalaman-pengalaman indrawi yang
pertama-tama, yang dapat diibaratkan atom-atom yang Menyusun objek-objek material. Apa
yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan
atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual. (Juhaya S. Praja,
2003, 25-26)

2.2.3 Tokoh-tokoh Empirisme


1. Aristoteles
Aristoteles menggunakan pendekatan empirisme untuk menetapkan dasar-dasar ilmu
pengetahuan. Ia mengandalkan kemampuan indra khusunya penglihatan (mata) dan
pendengaran (telinga). Penggunaan pendekatan ini kemudian disebut sebagai metode
induktif atau metode empirisme.
Setiap kasus kejadian yang meliputi fenoena alam maupun fenomena sosial, diberikan
kesimpulan umum atau generalisasi sehingga diperoleh pengetahuan ilmiah. Metode ini
menciptakan satu alat bantu bagi penemuan pengetahuan ilmiah yang disebut statistika.
2. John Locke

7
John Locke menjadi peletak dasar empirisme dalam proses berpikir. Pada tahun 1669,
ia menulis sebuah buku berjudul Essay Concerming Human Understanding yang
memiliki presmis utama berupa pernyataan bahwa semua pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman. Pemikiran Locke ini menolak pendapat Plato mengenai adanya ide bawaaan
sebelum perolehan pengalaman. Ia menolak semua gagasan yang mendukung adanya ide
bawaan.
Empirisme yang dikembangkan oleh John Locke juga berkaitan dengan pendidikan.
pemikiran empirisme John Locke berkaitan dengan pandangannya mengenai
pengetahuan yang dimiliki manusia saat lahir. Ia meyakini bahwa mansuia dilahirkan
dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan sama sekali. Locke juga meyakini bahwa
perkembangan anak khususnya dalam pendidikan sepenuhnya dipengaruhi oleh
lingkungan. (Sholihul Huda, 2023,213-214)

2.2.4 Pokok-pokok Pikiran Empirisme


Ada beberapa ajaran pokok dalam pemikiran empiris. adapun yang menjadi pokok-pokok
penting dalam pemikiran ajaran empirisme ini, yaitu
 Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
 Pengalaman indrawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau
rasio.semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data indrawi.
 Semua pengetahuan turun secara langsung, atau disimpulkan secara tidak langsung
dari data indrawi (kecual beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
 Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. akal budi
mendapatkan tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman.
 Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mangaku bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan. (Ahmad Wahyudin, 2020, 57)
Ajaran pokok dari empirisme dapat dibagi berdasarkan pandangannya mengenai sumber
pengetahuan, metode berpikir dan model penalaran yang digunakan. Sumber pengetahuan
dalam pandangan empirisme hanya dari pengalaman. Metode berpikir yang digunkaannya
ialah melalui bukti empriis dan percobaan. Sedangkan model penalaran yang digunakannya
ialah penalaran induktif.

8
Empirisme meyakini bahwa indra merupakan alat pengenalan pengetahuan yang
sempurna dan paling jelas. Dalam arti lain, empirisme mengutaman penggunakan unsur
aposteriori. Pandangan epistemologis pada pemikiran empirisme didasari oleh prinsip bahwa
segala sesuatu ada di dalam pikiran terlebih dahulu ada dalam bentuk data-data indrawi.
Epistemology empirisme didasarkan kepada karya-karya dari John Locke dan David Hume.
Dalam pemikiran keduanya, fenomenalisme-nominalisme dijadikan sebagai dasar ilmu.
Sesuatu hal dianggap sebagai pengetahuan jika merupakan sebuah fenomena yang dapat
dialami secara langsung.
Status sebagai pengetahuan tidak dapat diberikan kepada pernyataan yang tidak mengacu
kepad aobjek yang independent. Empirisme meyakini bahwa keseluruhan struktur ilmu dapat
diketahui menggunakan metode induksi. (Sholihul Huda, 2023,212-213)

2.2.5 Tujuan Mempelajari Empirisme


Empirisme menganggap bahwa pengalaman melalui panca Indera yang
menjadi landasan kehidupan manusia. Demikian pula halnya, untuk memperoleh ilmu
pengetahuan harus berdasar pada pengamatan atau pengalaman inderawi (pengalaman
lahiriah). Menurut empirisme, akal pikiran (rasio) hanya sebagai pelengkap atau
membantu untuk memperjelas pengetahuan yang berasal dari pengalaman. (Purwo
Husodo, 2018, 84)

Bab III Pertemuan gagasan Rasionalisme dan Empirisme


Perdebatan muncul dibawah bayang-bayang asal-usul pengetahuan antara
rasionalisme dan empirisme. Menurut para rasionalis, sumber utama dari pengetahuan
manusia adalah kemampuan nalar, sedangkan menurut empiris, sumbernya adalah
pengalaman. Hakikat nalar adalah masalah yang sulit, tetapi secara umum diasumsikan
sebagai fitur yang unik yaitu kemampuan pikiran yang melaluinya kebenaran tentang sebagai
fitur yang unik yaitu kemampuan pikiran yang melaluinya kebenaran tentang realitas dapat
dipahami. Tesis semacam itu memiliki dua sisi: di satu sisi ia berpendapat bahwa realitas
pada prinsipnya dapat diketahui dan di sisi lain, ada fakultas manusia (atau sekumpulan
fakultas) yang mampu mengetahuinya. Dengan demikian, seseorang dapat mendefinisikan
bahwa rasionalisme sebagai teori abhwa ada isomorfisme (hubugan pencerminan) antara
nalar dan realitas yang memungkinankan yang pertama memahami yang terakhir
sebagaimana adanya.

9
Hampir tidak ada filsuf yang menjadi seorang empurus yang sejati, yaitu orang yang
berpendapat bahwa secara harfiah semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Bahkan John
Locke (1632-1704), yang dianggap sebagai bapak empirisme modern, berpikir bahwa ada
beberapa pengetahuan yang tidak berasal dari pengalaman, meskipun ia berpendapat bahwa
pengetahuan dimaksud tergolong “remeh” dan tidak berisi. Empirisme dengan demikian
mengakui keberadaan pengetahuan apriori tetapi meyangkal signifikansinya. (Daniel Rusyad,
2020, 18-19)

10
Bab IV Kesimpulan dan Relevansi pada masa kini
Kesimpulan
Rasionalisme adalah pandangan yang berpendapat bahwa pengetahuan yang kita
miliki berasal dari pemikiran dan nalar manusia, dan ini bisa diperoleh tanpa melibatkan
pengalaman indrawi. Rasionalis meyakini bahwa akal adalah sumber utama pengetahuan, dan
pengetahuan kita dapat diperoleh dengan menggunakan logika dan pemikiran. Mereka
berargumen bahwa prinsip-prinsip dasar seperti matematika dan logika adalah kebenaran
yang ada sebelum pengalaman. Tokoh terkenal dalam rasionalisme termasuk Rene Descartes
dan Baruch Spinoza.
Empirisme, meyakini bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi. Menurut
pandangan ini, kita memperoleh pengetahuan melalui panca indera kita, seperti melihat,
mendengar, merasa, dan lain sebagainya. Empiris berpendapat bahwa pengalaman adalah
satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat diandalkan. Tokoh-tokoh terkenal dalam
empirisme meliputi John Locke dan George Berkeley.

Relevansi pada Masa Kini


Kedua pandangan antara rasionalisme dan empirisme memiliki dampak pada cara kita
memahami sumber pengetahuan dan bagaimana kita memahami dunia di sekitar kita.
Rasionalisme menekankan pentingnya akal dan pemikiran, sementara empirisme
menganggap pengalaman inderawi sebagai sumber utama pengetahuan. Titik temu antara
rasionalisme dan empirisme menciptakan diskusi dalam filsafat tentang bagaimana
pengetahuan manusia dapat diperoleh dan dipahami.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011.
Hamersma, Harry. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: PT Gramedia, 1984.
Husodo, Purwo. Sejarah Pemikiran Barat. Yogyakarta: AG Publishing, 2018.
Jumadi. Perkembangan Filsafat. Yogyakarta: UNY, 2017.
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986.
Miftakhuddin. Sejarah Peradaban Dunia Lengkap. Yogyakarta: Anaka Hebat Indonesia,
2021.
Muliadi. Filsafat Umum. Bandung: UIN, 2020.
Praja, Juhaya S. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana, 2003.
Sudarsono. Ilmu Filsafat. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001.
Wahyudin, Ahmad. Kajian Epistemologi Terhadap Ilmu Hikmah dan Penyimpangan
Prakteknya dalam Masyarakat. Banten: A-Empat, 2020.
Waston. Filsafat Ilmu dan Logika. Jakarta: UMS, 2019.

https://g.co/kgs/v8Z2Bz, diakses pada 25 Oktober 2023 pukul 05.10 WIB

12

Anda mungkin juga menyukai