Anda di halaman 1dari 24

OI

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ABAD MODERN


( disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Fisika )

Oleh :
Kelas B
Devi Aprillia N

(120210102015)

Defrin Yuniar K.S.

(120210102027)

Desi Rahmawati

(120210102071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

Filsafat Modern merupakan pembagian dalam sejarah filsafat barat pada


abad ke-17 hingga awal abad ke-20, sekaligus menjadi tanda berakhirnya era
skolastisisme. Zaman filsafat modern dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat
pemikiran Descartes, seorang filsuf terkemuka di zaman Modern.
Topik pembahasan aliran-aliran filsafat modern, sudah tidak lagi terfokus
pada keberadaan kosmos dan Tuhan semata, melainkan sudah mulai fokus untuk
mengkaji manusia. Periode ini disebut dengan zaman pencerahan atau renaissance
yang ditandai dengan kemenangan akal budi atas hukum-hukum dogmatis agama.
Para pemikir modern mulai bersikukuh bahwa ilmu dan pengetahuan didapat dari
manusia itu sendiri, bukannya dari kitab suci atau ajaran agama. Namun demikian,
secara epistemologis terdapat perbedaan pendapat. Dalam era filsafat modern ini
yang berlanjut pada abad ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran, yaitu:

1.

RASIONALISME
Rasionalisme berasal dari kata rasio dan isme, yang berarti paham yang

meletakkan kebenaran tertinggi pada akal manusia atau paham filsafat yang
mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh
pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah
dengan cara berpikir. (Hasan Bakti, 2001 : 169)
Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat
yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan
analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran
agama. Hal ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk membebaskan diri dari
segala pemikiran yang tradisional. Yang dalam hal ini Rene Descartes adalah
pendiri pada aliran ini. (Asmoro Achmadi, 2008 : 110)
Rasionalisme adalah aliran filsafat yang sangat mementingkan akal (rasio).
Dalam akal (rasio) terdapat ide-ide dan dengan ide tersebut seorang dapat
membangun ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar akal (rasio).
(Juhaya Praja, 2003 : 91)
Berikut tokoh-tokoh aliran filsafat rasionalisme :

a)

Rene Descartes
Dalam buku nya Discourse on Method (1637) dan Meditations (1642),

Descartes menegaskan perlunya metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua
pengetahuan, yaitu menyangsikan segalanya, secara metodis. Menurutnya yang
harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah
(clear and distinctly) dan hal ini menjadi norma Descartes dalam menentukan
kebenaran.
Descartes memandang pengetahuan melalui indera adalah kabur. Untuk
meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasi
yang amat terkenal. Argumentasi ini tertuang di dalam sebuah metode yang sering
disebut Cogito Descartes atau metode cogito. Tahapan metode itu bisa
digambarkan seperti berikut:

Benda
inderawi
tidak
ada

Gerak,
jumlah,
besaran
(ilmu
pasti)
tidak ada

Saya
sedang
ragu,
ada

Saya ragu
karena
saya
berpikir

Jadi, saya
berpikir,
ada.

(Ahmad Tafsir, 1990 : 129)


Dengan gambaran diatas, Descartes telah menemukan dasar (basis) bagi
filsafatnya. Fondasi itu ialah aku yang berpikir atau aku ragu-ragu dan oleh karena
aku berpikir, maka aku ada (Cogito Ergo Sum). Memang, apa saja yang saya
pikirkan dapat saja suatu khayalan, akan tetapi bahwa aku berpikir bukanlah
khayalan. Tiada seorang pun dapat menipu saya, bahwa saya berpikir dan oleh
karena itu di dalam hal berpikir ini saya tidak ragu-ragu, maka aku berada.
Inilah suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filsafat yang
pertama (primum philosophicum). Aku berada karena aku berpikir. Jadi aku
adalah sesuatu yang berpikir, suatu substansi yang seluruh tabiat dan hakekatnya
terdiri dari pikiran dan untuk berada tidak memerlukan suatu tempat atau sesuatu
yang bersifat inderawi. Cogito (aku berpikir) adalah pasti, sebab cogito adalah

jelas dan terpilah-pilah. Ciri khas kebenaran yang dapat dipastikan adalah jelas
dan terpilah-pilah. Meskipun demikian dia tidak mengingkari pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman. Hanya saja pengalaman dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran.

b)

Baruch Spinoza
Rasionalisme

nya

lebih

luas

dan

konsekuen

dibanding dengan

Rasionalisme Descartes. Baginya di dalam dunia tiada hal yang bersifat rahasia,
karena akal atau rasio manusia telah mencakup segala sesuatu, juga Allah. Bahkan
Allah menjadi sasaran akal yang terpenting.
Pengertian tentang Allah yang diajarkan Spinoza, tidak sama dengan yang
diajarkan Descartes. Bagi Descartes Allah adalah suatu Pribadi yang menciptakan
dunia, akan tetapi bagi Spinoza, Allah adalah suatu kesatuan umum, yang
mengungkapkan diri di dalam dunia. Segala yang ada adalah Allah, tiada sesuatu
pun yang tidak tercakup di dalam Allah dan tiada sesuatu pun dapat berada tanpa
Allah. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut panteisme, yaitu Allah
disamakan dengan segala sesuatu yang ada.
Ada dua hal yang penting menurut Spinoza yang berkaitan dengan
kebebasaan dan kebahagiaan manusia. Pertama menurut Spinoza kebebasan tidak
bersifat pasif, melainkan aktif. Dalam hal ini kita mengenal dan menyerahkan diri,
secara intelektual menunjukkan usaha atau kegiatan aktif. Karena cinta kepada
Allah juga bersifat intelektual, yang didasarkan atas pengertian atau pemahaman
belaka, bukan merupakan hubungan pribadi yang mengandaikan adanya
keterkaitan dalam mencintai. Dalam cinta intelektual kepada Allah menurut
Spinoza, kita bisa melihat segala sesuatu subspecie aeternitatis (dari sudut
kebandingannya). Artinya, dalam diri Allah kita bisa memandang dalam sesuatu
yang ada di dalam semesta ini secara menyeluruh, sehingga tidak ada lagi bagianbagian yang saling terpisahkan entah berdasarkan ruang atau waktu. Bagi Spinoza
Allah adalah alam dan alam adalah Allah. Tidak lebih dan tidak kurang.

c)

G.W. Leibniz

Seperti halnya Descartes dan Spinoza, Leibniz mendasarkan filsafat nya


pada substansi. Sekalipun demikian ada perbedaan yang mendalam antara ajaran
Leibniz dan kedua orang yang mendahuluinya. Descartes mengajarkan bahwa ada
tiga substansi, yaitu Allah, jiwa (mind) dan benda atau keluasan (bodies), sedang
Spinoza mengajarkan adanya satu substansi saja, yaitu Allah. Leibniz tidak dapat
menerima kedua pendapat itu. Baginya substansi adalah suatu ada yang dapat
beraksi (un etre capable daction). Jadi apa yang dipandang Spinoza sebagai sifat
Allah, oleh Leibniz diterapkan kepada benda tunggal. Oleh karena itu maka,
menurut Leibniz, ada banyak sekali substansi, begitu banyak sehingga tak
terbilang jumlahnya.

Tiap substansi oleh Leibniz dinamakan monad, setiap

monad berbeda satu dengan yang lain, dan Allah (sesuatu yang supermonad atau
satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah Pencipta monad-monad itu.
Analisis aliran rasionalisme. Salah satu contoh permasalahan dari
masyarakat Indonesia adalah terkadang ada orang yang tidak bersalah terpaksa
harus menjalani hukuman karena adanya kesalahan pada oknum-oknum tertentu,
atau bahkan adanya kecurangan. Hal ini jelas merupakan contoh dari tindakan
yang tidak dipikir dengan rasional, sehingga merugikan orang lain.
Adapun penerapan paham rasionalisme dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satunya, jika saya mampu menjawab semua soal ujian degan baik dan
benar, kemudian saya aktif dalam berdikusi di kelas, maka saya pun akan
mendapatkan nilai A. Rasionalisme membuat kita meraih kebeneran dan berpikir
secara objektif sesuai dengan akal pikiran.

2.

EMPIRISME
Istilah Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti indra atau lata

indra, yang ditambah dengan isme sebagai suatu aliran. Dengan kata lain,
kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Yang
dilatarbelakangi karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan
manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi
karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu
pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian ada anggapan

bahwa pengetahuanlah yang bermanfat, pasti dan benar hanya diperoleh lewat
indera (empiri), dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran
tersebut lahir dengan nama Empirisme. (Hasan Bakti, 2001 : 171)
Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat
terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme
memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan
memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan
dengan penerapan metode ilmiah.
Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme.
Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio,
sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur.
sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman
sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan
sempurna.
Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa
pengetahuan didapat melalui penampungan yang secara pasif menerima hasilhasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya
dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan.
Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan
pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman
tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di
dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapantanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.
Tradisi empiris dipelopori oleh beberapa tokoh dari kalangan ilmuwan
berkebangsaan Inggris, seperti John Locke, dan Thomas Hobbes
a)

John Locke
Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah

filsafat adalah

proses manusia mendapatkan pengetahuan. Menurut Locke,

seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia, sebelum seorang


manusia mengalami sesuatu, pikiran manusia belum berfungsi atau masih kosong
ibarat sebuah kertas putih, yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman
yang dijalani oleh manusia itu. Ada dua macam pengalaman manusia, yakni

pengalaman lahiriah dan batiniah. Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang


menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan
dengan panca indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika
manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya

sendiri dengan cara

mengingat, menghendaki, meyakini, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman


manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
(Hasan Bakti, 2001 : 176)

b)

Thomas Hobbes
Inti pemikiran Hobbes berakar pada empirisme (berasal dari bahasa

Yunani empeiriayang berarti 'berpengalaman dalam, berkenalan dengan').


Empirisme

menyatakan

bahwa

pengalaman

adalah

asal

dari

segala

pengetahuan. Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang


efek-efek atau akibat-akibat berupa fakta yang dapat diamati. Segala yang ada
ditentukan oleh sebab tertentu, yang mengikuti hukum ilmu pasti dan ilmu alam.
Yang nyata adalah yang dapat diamati oleh indera manusia, dan sama sekali tidak
tergantung pada rasio manusia (bertentangan dengan rasionalisme). Dengan
menyatakan yang benar hanyalah yang inderawi, Hobbes mendapatkan jaminan
atas kebenaran. (Wikipedia, 2013)

Analisis aliran empirisme. Aliran empirisme dapat dicontohkan pada


proses pembelajaran. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak
hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan
dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar
membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam
pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya
mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe.
Contoh yang lainnya seperti Bagaimana kita mengetahui api itu panas?
Maka, seseorang empirisme akan berpandangan bahwa api itu panas karena
memang dia mengalaminya sendiri dengan menyentuh api tersebut dan
memperoleh pengalaman yang kita sebut panas. Dengan kata lain, dengan
menggunakan alat inderawi, kita akan memperoleh pengalaman yang menjadi

pengetahuan kita kelak. Contoh sederhana yang lain, ketika kita belajar memasak,
mungkin saat kita baru pertama kali mencoba masakan yang telah kita masak,
masakan nya terasa terlalu asin, atau bahkan tidak ada rasa sama sekali, nah dari
situ kita bisa belajar bagaimana menciptakan masakan yang enak sesuai dengan
pengalaman yang telah didapat.

3.

KRITISISME
Aliran ini muncul pada abad ke-18, yang dilatarbelakangi manusia melihat

adanya kemajuan ilmu pengetahuan telah mencapai hasil yang menggembirakan.


Di sisi lain jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar
filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan.
Tokoh didalamnya adalah Immanuel Kant, yang mencoba menyelesaikan
persoalan diatas, awalnya ia mengikuti rasionalisme tetapi kemudian terpengaruh
dengan empirisme. Walaupun demikian, Kant tidak mudah untuk menerimanya.
Maka akhirnya, ia mencoba mengadakan sintesis dan mencapai suatu kesimpulan
walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak
mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehinggal akal
mengenal batas-batasnya.
Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, sehingga diadakan
sitensis. Walau pengetahuan bersumber pada akal ( Rasionalisme ), tetapi adanya
pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung harus mempunyai sayap
(rasio) dan udara (empiri).
Pendirian aliran rasionalisme dan Emperisme sangat bertolak belakang.
Rasionalisme berpendirian bahwa rasiolah sumber pengalan/pengetahuan, sedang
Empirisme sebaliknya berpendirian bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber
tersebut.
Imanuel Kant (1724-1804 M) berusaha mengadakan penyelesaian atas
pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan Kritisisme (aliran yang kritis).
Jadi metode berpikirnya metode Kritis walaupun ia mendasarkan diri yang ringgi
dari akal tetapi ia titak mengingkari adanya persoalan persoalan yang melampaui
akal. Karena itu iirasionalitas dari kehidupan dapat diterima dari kenyataannya.
(Asmoro Achmadi, 2008 : 119)

Kant menyatakan bahwa pengetahuan yang dihasilkan dari aliran


rasionalisme tercermin dalam putusan yang bersifat Analitik-Apriori. Putusan ini
memang mengandung suatu kepastian dan berlaku umum. Sedangkan
pengetahuan yang dihasilkan aliran empirisme tercermin dalam putusan SintetikAposteriori (yang sifatnya tidak tetap). Kant memadukan keduanya dalam suatu
bentuk putusan yang Sintetik-Apriori. Di dalam putusan ini, akal budi dan
pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Cara kita untuk mendapatkan putusan
Sintetik-Apriori, menurut Kant, syarat rasio untuk dapat mencapai tahap
rasionalitasnya yakni melewati tiga tahap. Yaitu :
a. Tahap Inderawi ; disini peranan subjek lebih menonjol, tapi harus ada bentuk
rasio murni yaitu ruang dan waktu yang dapat diterapkan pada pengalaman. Hasil
pencerapan indrawi inderawi yang dikaitkan dengan bentuk ruang dan waktu ini
merupakan fenomena konkret. Namun pengetahuan yang diperoleh dalam bidang
inderawi ini selalu berubah-ubah tergantung pada subjek yang mengalami, dan
situasi yang melingkupinya.
b. Akal Budi ; apa yang telah diperoleh melalui bidang inderawi tersebut untuk
memperoleh pengetahuan yang bersifat objektif-universal haruslah dituangkan ke
dalam bidang akal.
c. Tahap Rasional ; pengetahuan yang telah diperoleh dalam bidang akal itu baru
dapat dikatakan sebagai putusan Sintetik-Apriori, setelah dikaitkan dengan tiga
macam ide, yaitu Tuhan (ide teologis) Jiwa (ide psikologis) dan dunia (ide
kosmologis). Namun ketiga macam ide itu sendiri tidak mungkin dapat dicapai
oleh akal pikiran manusia. Ketiga ide ini hanya merupakan petunjuk untuk
menciptakan kesatuan pengetahuan
Analisis aliran kritisisme.

4.

IDEALISME
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa

hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa
(mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang
hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang sangat
berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis itu

dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain : Seorang yang menerima


ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;Orang yang
dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari kata
ide daripada kata ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata
idea-ism lebih tepat digunakan daripada idealism. Secara ringkas idealisme
mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau
jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind
sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi.
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai
kedudukan yang utama dalam alam semesta.Sebenarnya, idealisme tidak
mengingkari materi.Namun, materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan
bukan hakikat.Sebab, seseorang akan memikirkan materi dalam hakikatnya yang
terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui
apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah
nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Paham

ini

beranggapan

bahwa

jiwa

adalah

kenyataan

yang

sebenarnya.Manusia ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung
sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih dipandang sebagai makhluk
kejiwaan/kerohanian.Untuk menjadi manusia maka peralatan yang digunakannya
bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan panca
indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal
dan budilah yang menentukan kualitas manusia. Tokoh-Tokoh Idealisme :
a)

J.G. Fichte (1762-1814 M)


Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip.Ini sudah

mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh


kebutuhan manusia.Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika.Bukan teori,
melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan
diatur.Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta. Menurut
pendapatnya subjek menciptakan objek.Kenyataan pertama ialah saya yang
sedang berpikir, subjek menempatkan diri sebagai tesis.Tetapi subjek
memerlukan objek, seperti tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan ini

merupakan antitesis.Subjek dan objek yang dilihat dalam kesatuan disebut


sintesis. Segala sesuatu yang ada berasal dari tindak perbuatan sang Aku.

b)

G.W.F Hegel (1798-1857 M)


Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua

pemikirannya tidak terlepas dari ide mutlak, baik berkenaan dari sistemnya,
proses dialektiknya, maupun titik awal dan titik akhir kefilsafatannya. Oleh karena
itu pulalah filsafatnya disebut filsafat idealis, suatu filsafat yang menetapkan
wujud yang pertama adalah ide (jiwa).

Analisis aliran idealisme.

5.

POSITIVISME
Positivisme berasal dari kata positive. Dalam bahasa filsafat, positif

bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami
sebagai suatu realita. Positivisme secara terminologis berarti merupakan suatu
paham yang dalam pencapaian kebenaran-nya bersumber dan berpangkal pada
kejadian yang benar-benar terjadi dimana kebenaran tersebut bergantung secara
objektif pada hukum yang telah diletakkan.
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa
yang telah diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika
ditolaknya. Maksud positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti
apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi setelah fakta
diperolehnya, fakta-fakta tersebut diatur agar dapat memberikan semacam asumsi
(proyeksi) ke masa depan.
Di dalam filsafat, positivisme sangatlah dekat dengan empirisme, yakni
paham yang berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah
pengalaman inderawi. Artinya, manusia tidak bisa mengetahui sesuatu apapun,
jika ia tidak mengalaminya terlebih dahulu secara inderawi. Yang menjadi ciri
khas dari positivisme adalah, peran penting metodologi di dalam mencapai
pengetahuan. Di dalam positivisme, valid tidaknya suatu pengetahuan dilihat dari
validitas metodenya. Dengan demikian, pengetahuan manusia, dan juga mungkin

kebenaran itu sendiri, diganti posisinya oleh metodologi yang berbasiskan data
yang juga diklaim obyektif murni dan universal. Dan, satu-satunya metodologi
yang diakui oleh para pemikir positivisme adalah metode ilmu-ilmu alam yang
mengklaim mampu mencapai obyektifitas murni dan bersifat universal. Metodemetode lain di luar metode ilmu-ilmu alam ini pun dianggap tidak memadai.
Ajaran utama dari positivisme diantaranya:
a) Di dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui,
b) Penyebab adanya benda-benda dalam alam tidak diketahui,
c) Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta
tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal,
d) Hanya hubungan fakta-fakta saja yang dapat diketahui,
e) Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial.
Dalam perkembangannya positivisme mengalami perombakan pada
beberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis.
Istilah lain untuk Positivisme logis adalah empirisme logis, empirisme rasional,
dan juga neo-positivisme.
Paradigma positivisme banyak mempengaruhi dunia ilmu pengetahuan
yang di satu sisi paham ini memicu kemajuan industri dan teknologi namun di sisi
lain ia memiliki kelemahan-kelemahan dan mendapatkan kritikan dari para filsuf
dan ilmuwan baru.
Tokohnya yang paling popular adalah Augus Comte (1798-1857).
Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama,
tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.
1) Tahap Teologis
Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam
terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala
tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan
kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada
tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.
2) Tahap Metafisik
Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte.
Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir teologis,

karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan


abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian
dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam
yang menjadi asal mula agama.
3) Tahap Positif
Pada tahap ini pengertian menerangkan berarti fakta-fakta yang khusus
dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi
dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di
bawah satu fakta yang umum
(Asmoro Achmadi, 2008 : 117)

Analisis aliran positivisme.

6.

EVOLUSIONISME
Suatu teori yang menganggap bahwa Evolusi sebagai hukum tertinggi yang

menentukan taraf-taraf kenyataan. Misalnya materi hidup roh. Teori Evolusionisme


dalam bidang biologi itu diterapkan terhadap semua cabang filsafat dan ilmu, khusus
terhadap psikologi, etika, sosiologi, agama, dan sejarah. Teilhard de Chardin berusaha
untuk memadukan teori Evolusi dengan pandangan Kristen Cretio (terciptanya dunia)
dan Providentia (penyelenggaraan ilahi, inayat). (Hartoko, 1986: 26).

Aliran ini dipelopori oleh ahli Zoologi, Charles Robert Darwin. Dalam
pemikirannya, ia mengajukan konsep tentang perkembangan tentang segala
sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival
of the fittest dan struggle for life
Darwin sudah lama berpikir tentang evolusi ide; bahwa semua species
berhubungan satu sama lain dan mempunyai "common ancestor" (berasal dari satu
garis keturunan) dan melalui mutasi species baru muncul. Namun dia masih
penasaran tentang mekanisme bagaimana proses itu terjadi. Secara kebetulan, ia
membaca tulisan-tulisan Thomas Malthus. Malthus berpendapat bahwa populasi
manusia

bertambah

lebih

cepat

daripada

produksi

makanan,

sehingga

menyebabkan manusia bersaing satu sama lain untuk memperebutkan makanan


dan menjadikan perbuatan amal sia-sia. Dengan gembira Darwin menggunakan

mekanisme ini untuk menjelaskan teorinya. Ia menulis: "Manusia cenderung


untuk bertambah dalam tingkat yang lebih besar daripada caranya untuk bertahan.
Akibatnya, sesekali ia harus berjuang keras untuk bertahan, dan seleksi alam akan
memengaruhi apa yang terletak di dalam jangkauan ini." (Descent of Man, Ps.21)
Ia menghubungkan hal ini dengan temuan-temuannya mengenai spesiesspesies yang terkait dengan tempat-tempat, penelitiannya tentang pengembangbiakan binatang, dan gagasan tentang "hukum seleksi alam" (Natural Selection).
Menjelang akhir 1838 ia membandingkan ciri-ciri seleksi para peternak dengan
seleksi alam menurut teori Malthus dari varian-varian yang terjadi "secara
kebetulan" sehingga "setiap bagian dari struktur yang baru diperoleh sepenuhnya
dipraktikkan dan disempurnakan", dan menganggap bahwa ini adalah "bagian
yang paling indah dari teori saya" tentang bagaimana spesies-spesies itu bermula.

Analisis aliran evolusionisme.

7.

MATERIALISME
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau

hakikat dari segala sesuatu ialah materi.Karena itu materialisme mempersoalkan


metafisika, namun metafisikanya adalah metafisika materialisme.
Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang
menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika,
teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis.Maksudnya, suatu
keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang
bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan
yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang
sedang bergerak.
Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristikkarakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas non material. Realitas satusatunya adalah materi. Macam-Macam Materialisme :
1) Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa
seluruh realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan
(jumlah);

2) Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini


menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang
mengungguli manusia. Misteri itu tidak berkaitan dengan prinsip immaterial.
3) Materialisme parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu
yang material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
4) Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa
jiwa itu tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi
atau perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
5) Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas
seluruhnya terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian
dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu
prinsif di materialisme dialektik adalah bahwa perubahan dalam kuantitas.
Oleh karena itu, perubahan dalam materi dapat menimbulkan perubahan
dalam kehidupan, atau dengan kata lain kehidupan berasal dari materi yang
mati. Semua makhluk hidup termasuk manusia berasal dari materi yang mati,
dengan proses perkembangan yang terus-menerus ia menjadi materi yang
memiliki kehidupan. Oleh karena itu kalau manusia mati, ia akan kembali
kepada materi, tidak ada yang disebut dengan ke hidupan rohaniah. Ciri-ciri
materialisme dialektik mempunyai asas-asas, yaitu :

Asas gerak;

Asas saling berhubungan;

Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;


Asas kontradiksi intern

Beberapa tokoh pemikir materialisme, antara lain :


a) Karl Marx (1818-1883)
Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan
hal yang fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-cita politik atau teologi
yang berlebihan, melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu
perjuangan kelas, perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa.

b) Thomas Hobbes (1588-1679 M)


Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh
karena keduanya hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa
materialisme menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
c) Hornby (1974)
Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing
exist (teori atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material
saja). Sebagian ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan
bahwa yang ada hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa
pikiran memang ada, tetapi adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan
materi.
d) Van Der Welj (2000)
Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa
materialisme ini terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh
hukum-hukum

fisika-kimiawi.

Bahkan,

terbentuknya

manusia

sangat

dimungkinkan berasal dari himpunan atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan


kesadaran, jiwa, atau roh sebenarnya hanya setumpuk fungsi kegiatan dari
otakyang bersifat sangat organik-materialistis.
Analisis aliran materialisme.

8.

NEO-KANTIANISME
Setelah

materialisme

pengaruhnya

merajalela,

para

murid

Kant

mengadakan gerakan lagi. Mereka ingin kembali bersifat kritis, yang bebas dari
spekulasi idealisme dan dogmatis Positivisme dan Materialisme. Gerakan ini di
sebut dengan nama Neo-Kantianisme. Herman Cohen memberikan titik tolak
pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya kepada otoritas akal manusia
untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu ada apabila
terlebih dahulu dipikirkan. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person
tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia.
Neo-Kantianisme adalah paham filosofis yang mengalir dari pemikiran
Immanuel Kant. Aliran ini lahir sebagai tanggapan atas ketidakmampuan paham
Idealisme yang berusaha menanggapi tantangan ilmu empiris dan positivisme

dalam bidang agama. Ketidakmampuan ini dikarenakan argumen-argumen


idealisme tetap berada dalam tataran teoritis. Dengan kata lain, argumen atau
pemikiran mereka sulit untuk diterapkan dalam tataran praktis. Padahal di lain
pihak, baik ilmu empiris dan positivisme menyatakan apa yang benar adalah apa
yang dapat dibuktikan melalui dan dalam pengalaman. Agama memang berurusan
dengan apa yang super-sensibilis, tapi sekaligus agama juga harus dapat
memperlihatkannya dalam kehidupan konkret, praktis, dan aktual. Inilah yang
kemudian hendak diusahakan oleh para filsuf Neo-Kantianisme. Akan tetapi,
aliran ini tidak hendak menekankan peranan akal budi teoritis dan sintesenya
dalam pemikiran religius, melainkan mencari interpretasi baru terhadap agama
dalam hubungan dengan akal budi praktis, hidup moral dan kebangkitan zaman
empiris.
Analisis aliran neo-kantianisme.

9.

PRAGMANTISME
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti

tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa


yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan
akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pragmatisme adalah aliran
dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin
sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi
masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka
konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan
walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga
patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, menolak segala intelektualisme,
dan absolutisme, serta meremehkan logika formal.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
kriteria kebenaran sesuatu terletak pada nilai kegunaan sesuatu tersebut dalam
kehidupan nyata. Sehingga kebenaran sifatnya menjadi tidak mutlak. Mungkin

sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi
masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka
konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat kedua.
Tradisi pragmatisme muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang
dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan
refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah
meninggalkan ilmu pengetahuan transendental, kemudian menggantinya dengan
aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mazhab
pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan
bukan merupakan tujuan.
Para pelopor aliran ini, diantaranya; William James (1842), dengan
pandangan filsafatnya bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang
bersifat tetap, atau berdiri sendiri dari akal yang mengenalnya. Menurutnya James,
dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia
adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. Kepercayaan
agama dia katakan hanya berlaku bagi orang-perorang, dan nilainya subyektifrelative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepada orang tersebut suatu
hiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan
sebagainya. Segala macam keagamaan mempunyai nilai yang sama, jikalau
akibatnya sama-sama memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan.
Pandangan-pandangan James banyak diikuti oleh pelopor pragmatisme
berikutnya, John Dewey. Menurutnya, tugas filsafat adalah memberikan
pengarahan bagi perbuatan nyata.
Analisis aliran pragmantisme.

10.

FILSAFAT HIDUP
Aliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi dengan adanya kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan industrialisasi semakin pesat. Hal


ini mempengaruhi pola pikir manusia. Peranan akal pikiran hanya digunakan
untuk menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan alam semesta
atau manusia dianggap sebagai mesin yang tersusun dari beberapa komponen dan
bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.

Tokohnya adalah Henry Bergson (1859-1941). Pada mulanya ia belajar


matematika, dan fisika tapi ia terjun ke dalam bidang filsafat. Pemikirannya, alam
semesta ini merupakan suatu organisme yang kreatif, tetapi perkembangannya
tidak sesuai dengan implikasi logis. Pemikiran filsafat Henry Bergson ini sebagai
reaksi dari positivisme, materialisme, subjektivisme, dan Realitivisme.bahwa,
tugas filsafat adalah memberikan pengaruh dalam tindakan hidup manusia. Untuk
itu, filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran metafisika yang tidak ada
manfaatnya. Dengan demikian, filsafat harus berasaskan pada pengalaman,
kemudian mengadakan penyelidikan, mampu memberikan suatu sistem normanorma dan nilai-nilai.
Analisis aliran filsafat hidup.

11.

FENOMENOLOGI
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu sebagai

ungkapan kejadian yang dapat diamati oleh indra. Edmun Husserl (1859-1938)
adalah pendiri aliran fenomenologi, ia telah mempengaruhi pemikiran filsafat
abad ke 20 ini secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu (logos)
pengetahuan tentang apa yang tampak (phainomenon). Dengan demikian
fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari yang tampak atau apa yang
menampakkan diri atau fenomenon. Bagi Husserl fenomena ialah realitas sendiri
yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan
realitas, realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari dua sudut.
Pertama, fenomena selalu menunjuk ke luar atau berhubungan dengan realitas
di luar pikiran. Dua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena selalu berada
dalam kesadaran kita. Maka dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu
melihat penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni.
Fenomenologi adalah disiplin ilmu yang sungguh revolusioner dan
berpengaruh. Sebagai corak berfilsafat, fenomenologi sangat orisinil, pola
berfilsafat yang tidak lagi mencari esensi di balik penampakkan, melainkan
berkonsentrasi penuh pada penampakkan itu sendiri. Fenomenologi menyapu
bersih segala asumsi yang cenderung mengotori kemurnian pengalaman manusia.

Pengaruh fenomenologi sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan


mendapatkan inspirasi dari fenomenologi, antara lain; psikologi, sosiologi,
antropologi sampai arsitektur, semuanya memperoleh napas baru dengan
munculnya fenomenologi. Selain mempengaruhi ke luar, fenomenologi juga
menghasilkan varian dalam fenomenologi itu sendiri. Sebut saja filsuf semacam
Heidegger dan Marleau Ponty. Mereka mengembangkan fenomenologinya sendiri
yang berbeda dengan fenomenologi Husserl. Heidegger dengan fenomenologi
eksistensial, sedangkan Ponty dengan fenomenologi persepsi. Keluarnya mereka
dari arus utama fenomenologi Husserl dilandasi oleh penolakan mereka terhadap
konsep ego transedental. Manusia bukan ego yang terlepas dari lingkungannya.
Manusia adalah wujud dalam dunia yang menemukan selalu, sudah terisolasi
dalam dunia kehidupan.
Analisis aliran fenomenologi.

12.

EKSISTENSIALISME
Kata Eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, dan sistensi =

berdiri, menempatkan. Secara umum berart, manusia dalam keberadaannya itu


sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh subjek
benda tersebut. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai
miliknya.

Upaya

untuk

menjadi

miliknya

itu

manusia

harus berbuat

menjadikanmerncanakan, yang berdasar pada pengalaman yang nyata/konkret.


Eksistensialisme adalah salah satu aliran filsafat yang memusatkan
perhatiannya pada kebebasan manusia, tanggung jawab pribadi, dan pentingnya
seorang individu untuk menentukan pilihannya. Filsafat ini memandang segala
apa yang ada dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi berbeda dengan
esensi yang merupakan sesuatu yang menjadikan individu itu ada. Secara umum,
eksistensialisme dapat dipahami sebagai paham di mana seseorang memiliki
kebebasan mutlak atas pikirannya dan setiap pribadi bertanggung jawab pada
dirinya sendiri. Pokok permenungan filsafat eksistensialisme adalah keseluruhan
realitas manusia.

Pelopornya adalah Soren Kierkegaard (1831-1855), martin Heidegger,


J.P.Sarte, Karl japers, Gabriel Marcel. Eksistensialisme, mengatakan bahwa yang
menjadi tujuan utama pendidikan bukan agar anak didik dibantu mempelajari
bagaimana menanggulangi masalah-masalah eksistensial mereka, melainkan agar
dapat mengalami secara penuh eksistensi mereka. Para pendidik eksistensialis
akan mengukur hasil pendidikan bukan semata-mata pada apa yang telah
dipelajari dan di-ketahui oleh anak didik, tetapi yang lebih penting adalah apa
yang mampu mereka ketahui dan alami. Oleh karena itu mereka menolak
pendidikan dengan sistem indoktrinasi.
Dua aliran filsafat yang ditentang oleh eksistensialisme ini merupakan dua
ekstrem yang berseberangan. Idealisme memandang manusia melulu sebagai
subjek dan semata-mata berada hanya karena kemampuan akal budi.
Materialisme, sebaliknya, melihat manusia semata-mata objek yang tidak berbeda
dengan benda-benda di luarnya. Di sini kita melihat bahwa eksistensialisme
menjadi penengah di antara kedua ekstrem ini. Kebebasan berpikir dan tanggung
jawab pribadi ini membuat para eksistensialis melihat kebenaran bukan sebagai
suatu hal yang mutlak. Kebenaran bergantung pada bagaimana seorang individu
menilainya berdasarkan kemampuan berpikirnya. Kebenaran bersifat relatif.
Para filosof eksistensialis menyepakati adanya tiga hal yaitu :
Pertama, kesedihan dan penderitaan adalah kondisi yang diperlukan yang
harus dialami. Ketika seseorang berpura-pura memilih sesuatu di mana hampir
tidak ada kesedihan dan penderitaan, orang tersebut sebenarnya tidak memilih
sama sekali. Tanpa penderitaan, seorang bisa menjadi apa pun namun bukan yang
terbaik.
Kedua, pengalaman umum setiap manusia ketika berhadapan dengan hal
yang tak dapat dihindari, penderitaan mengambil rupa kebosanan atau kecemasan,
sikap apatis atau rasa takut. Fungsi nilai eksistensialis adalah membebaskan
manusia dari penderitaan yang melemahkan manusia.
Ketiga,

nilai

eksistensialis

menitikberatkan

pada

kesadaran,

membangkitkan hasrat, dan tekad seseorang untuk melibatkan segenap


kemampuannya. Kierkegaard mengatakan, dia ingin mendapatkan nilai di mana
dia siap untuk hidup dan bahkan bersedia mati. Biarkan orang lain mengeluh

bahwa dunia itu kejam, serunya, Keluhanku adalah sungguh celaka jika tidak
ada hasrat. Atau, dalam kata-kata Nietzsche: Rahasia kemakmuran terbesar dan
kebahagiaan terbesar adalah eksistensi hidup dalam bahaya.
Analisis aliran eksistensialisme.

13.

NEO-THOMISME
Pada pertengahan abad ke-19, ditengah-tengah gereja Katolik banyak

penganut paham Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas.
Pada mulanya dikalangan gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari
ajaran tersebut. Kemudian akhirnya menjadi sebuah paham Thomisme, yaitu
pertama, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas sudah sempurna.
Kedua, paham yang menganggap ajaran Thomas telah sempurna tetapi masih
terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum dibahas. Ketiga, paham yang
menganggap bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh
beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.
Pemikiran Thomas Aquinnas meliputi berikut ini :
Thomas mengemukakan bahwa Allah dalam pandangannya yang
mencerminkan pengaruh filsafat Aristoteles dari zaman Yunani klasik: sebagai
"ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens).

Allah adalah "zat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi.

Allah adalah penggerak yang tidak bergerak.


Selanjutnya, menurut Thomas Dunia dan hidup manusia menurut Thomas

terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan
bawah.

Tingkat

bawah

(kodrati)

hanya

dapat

dipahami

dengan

mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi
sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati).

Thomas

mengajarkan bahwa pada mulanya manusia memunyai hidup kodrati yang


sempurna dan diberi rahmat Allah.
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, rahmat Allah (rahmat adikodrati) itu
hilang dan tabiat kodrati manusia menjadi kurang sempurna. Manusia tidak dapat
lagi memenuhi hukum kasih tanpa bantuan rahmat adikodrati. Rahmat adikodrati
itu ditawarkan kepada manusia lewat gereja. Dengan bantuan rahmat adikodrati

itu manusia dikuatkan untuk mengerjakan keselamatannya dan memungkinkan


manusia dimenangkan oleh Kristus.
(Wikipedia, 2014)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2008. Filsafat Umum.Jakarta: Raja Grafindo Persada


Author. 2013. Thomas Hobbes. (http://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Hobbes)
diakses pada 19 Oktober 2014
Author. 2014. Thomas Aquinas. (http://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Aquinas)
diakses pada 19 Oktober 2014
Nasution, Hasan Bakti .2001.Filsafat Umum.Jakarta: Gaya Media Pratama
S. Praja, Juhaya, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990.

Anda mungkin juga menyukai