Anda di halaman 1dari 23

FILSAFAT ILMU AKUNTANSI

"FILSAFAT MODERN DAN FILSAFAT POSTMODERN"

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Ni Kadek Sinarwati, S.E., M.Si., Ak

OLEH :
I KADEK DEDY SURYATNA 2129141007
PUTU CANDRA ARDIANA PUTRA 2129141021
PUTU SURYA WIDYAWATI 2129141022

PROGRAM STUDI S2 AKUNTANSI


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
DENPASAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat zaman modern yang kelahirannya didahului oleh suatu periode yang
disebut dengan “Renaissance” dan dimatangkan oleh “gerakan” Aufklaerung di
abad ke-18 itu, didalamnya mengandung dua hal yang sangat penting. Pertama,
semakin berkurangnya kekuasaan Gereja, kedua, semakin bertambahnya kekuasaan
ilmu pengetahuan. Pengaruh dari gerakan Renaissance dan Aufklaerung itu telah
menyebabkan peradaban dan kebudayaan zaman modern berkembang dengan pesat
dan semakin bebas dari pengaruh otoritas dogma-dogma Gereja. Terbebasnya
manusia barat dari otoritas Gereja dampak semakin dipercepatnya perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan. Sebab pada zaman Renaissance dan Aufklaerung
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada otoritas
dogma-dogma Gereja, melainkan didasarkan atas kesesuaiannya dengan akal. Sejak
itu kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan didasarkan atas kepercayaan dan
kepastian intelektual (sikap ilmiah) yang kebenarannya dapat dibuktikan
berdasarkan metode, perkiraan, dan pemikiran yang dapat diuji. Kebenaran yang
dihasilkan tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah dan dikoreksi sepanjang waktu.
Kebenaran merupakan “a never ending process”, bukan sesuatu yang berhenti,
selesai dalam kebekuan normatif atau dogmatis.
Pada umumnya, para sejarawan sepakat bahwa zaman modern lahir sekitar
tahun 1500-an di Eropa. Peralihan zaman ini ditandai dengan semangat anti Abad
Pertengahan yang cenderung mengekang kebebasan berpikir. Sesuai dengan istilah
“modern” yang memiliki arti baru, sekarang, atau saat ini, filsafat modern
merupakan sebuah pemikiran yang menganalis tentang kekinian, sekarang,
subjektivitas, kritik, hal yang baru, kemajuan, dan apa yang harus dilakukan pada
saat ini. Semangat kekinian ini tumbuh sebagai perlawanan terhadap cara berpikir
tradisional Abad Pertengahan yang dianggap sudah tidak relevan.
Filsafat Abad Modern memiliki corak yang berbeda dengan periode filsafat
Abad Pertengahan. Perbedaan itu terletak terutama pada otoritas kekuasaan politik
dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak
dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman modern otoritas
kekuasaan itu terletak kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman
modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada
pada dirinya sendiri. Para filosof modern pertama-tama menegaskan bahwa
pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau dogma-dogma Gereja, juga tidak
berasal dari kekuasaan feudal, melainkan dari diri manusia sendiri.
Adapun postmodernisme yang muncul diakibatkan karena kegagalan
Modernisme dalam mengangkat martabat manusia. Bagi postmodernisme, paham
modernisme selama ini telah gagal dalam menepati janjinya untuk membawa
kehidupan manusia menjadi lebih baik dan tidak adanya kekerasan. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi masa modernisme membawa kehancuran bagi
manusia, peperangan terjadi dimana-mana yang hal ini mengakibatkan manusia
hidup dalam menderita. Pandangan modernisme menganggap bahwa kebenaran
ilmu pengetahuan harus mutlak serta objektif, tidak adanya nilai dari manusia. Di
sinilah muncul suatu paham postmodernisme yang merupakan kelanjutan,
keterputusan, dan koreksi dari modernisme untuk memberikan suatu pemikiran baru
dan solusi dalam menjalani kehidupan yang semakin kompleks ini. Bagi
postmodernisme ilmu pengetahuan tidaklah objektif tetapi subjektif dan interpretasi
dari manusia itu sendiri, sehingga kebenarannya adalah relatif. Dalam penulisan ini
penulis akan membahas secara fokus dan rinci terhadap paham postmodernisme
yang merupakan pengembangan pemikiran tentang ilmu pengetahuan, yang
merupakan pergeseran, perkembangan bahkan kelanjutan dari modernisme itu
sendiri. Tentunya hal ini akibat dari pergolakan pemikiran dari para pemikir yang
peduli terhadap ilmu pengetahuan, sehingga memunculkan suatu pemikiran baru.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang, adapun beberapa rumusan masalah yang
dapat dirumuskan, yaitu:
1. Apa pengertian dari filsafat modern dan filsafat postmodern?
2. Bagaimana perkembangan dari filsafat modern dan filsafat postmodern?
3. Apa ciri-ciri dari filsafat modern dan filsafat postmodern?
4. Siapa saja filosof atau tokoh tokoh filsafat modern dan postmodern?
5. Apa kelebihan dan kelemahan filsafat postmodern?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penulisan
sebagai berikut:
1. Mengetahui arti dari pada filsafat modern dan filsafat postmodern
2. Memahami tentang sejarah dan perkembangan filsafat modern dan filsafat
postmodern
3. Mengetahui ciri-ciri dari filsafat modern dan filsafat postmodern
4. Mengetahui siapa saja filosof pada masa filsafat modern dan filsafat postmodern
5. Mengetahui kelebihan dan kelemahan filsafat postmodern

D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan yang telah dipaparkan, diperoleh manfaat
penulisan sebagai berikut:
- Bagi Penulis
Melalui proses penulisan ini, manfaat yang didapatkan oleh para penulis adalah
pemahaman yang lebih terhadap Filsafat Modern dan Filsafat Postmodern.
- Bagi Pembaca
Melalui makalah ini, para pembaca dapat memperoleh informasi dan pengetahuan
tentang Filsafat Modern dan Filsafat Postmodern.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Modern


Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam
sampai ke akar-akarnya dalam mencari hakikat dari suatu fenomena untuk mempeoleh
kebenaran yang sesungguhnya. Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan
tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri
manusia sendiri. Aspek yang berperan adalah pendapat berbeda. Aliran rasionalisme
menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah kebenaran pasti berasal dari rasio (akal).
Sedangkan aliran empirisme yaitu meyakini pengalaman sumber pengetahuan yang berasal
dari batin maupun inderawi. Aliran kritisisme yaitu memadukan kedua pendapat berbeda.
Sebelum zaman modern yaitu pada zaman pertengahan orang kurang menyadari
bahwa manusia bisa mengadakan perubahan-perubahan secara kualitatif baru. Oleh karena
itu 'modernitas' bukan hanya menunjuk pada periode, melainkan juga suatu bentuk
kesadaran yang terkait dengan kebaruan. Karena itu, istilah perubahan, kemajuan, revolusi,
pertumbuhan adalah istilah-istilah kunci kesadaran modern. Pemahaman tentang
modernitas sebagai suatu bentuk kesadaran itu lebih mendasar daripada pemahaman-
pemahaman yang bersifat sosiologis ataupun ekonomis. Dalam pemahaman-pemahaman
terakhir ini orang menunjuk tumbuhnya sains, teknik dan ekonomi kapitalistis sebagai ciri-
ciri masyarakat modern. Berbeda dari pemahaman-pemahaman sosiologis dan ekonomis,
pemahaman di sini bersifat epistemologis yaitu yang kita minati bukan perubahan
institusional sebuah masyarakat, melainkan perubahan bentuk-bentuk kesadaran atau pola-
pola berpikirnya.

B. Perkembangan Filsafat Modern


Filsafat abad pertengahan masih bergerak dalam kekangan teologia dan iman
kristiani. Setelah zaman pertengahan, filsafat barat menjadi suatu kuasa rohani yang berdiri
sendiri, dengan wataknya sendiri. Hal ini disebabkan karena timbulnya aliran Humanisme
dan Renaissance, yang lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia sendiri, lebih
memusatkan perhatiannya kepada hidup didunia ini daripada hidup di akhirat. Terlebih
zaman ini disusun oleh pencerahan, yang menjadikan manusia merasa dewasa dan makin
percaya kepada dirinya sendiri serta makin berusaha membebaskan diri dari segala kuasa
tradisi dan gereja. Masa tersebut merupakan masa modern yang menjadi identitas di dalam
filsafat Modern. Pada masa ini rasionalisme semakin dipikirkan. Adapun hal-hal yang
jelas menandai masa Modern ini dimana kehidupan manusia Barat berkembang pesat,
khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi.
Sebagai suatu periode atau zaman, masa modern mulai muncul di abad ke-16, lalu
memuncak di abad ke-18. Dewasa ini cukup gampang menerima perbedaan antara cara
berpikir abad ke-16 dan seterusnya dengan abad-abad sebelumnya. Pembedaan yang terang
itu adalah hasil dari perdebatan yang lama. Karena begitu kabur dan kompleksnya soal
periodisasi ini, tidak mengherankan kalau baru pada abad ke-19 para sejarawan sepakat
menentukan tanggal lahir modernitas pada abad ke-16, sambil membedakan zaman
sebelumnya sebagai "abad pertengahan". Istilah medium aevum (Zaman Tengah) sudah
muncul di awal modernitas, istilah itu berasal dari dari Flavio Biondo (1392-1463). Yang
ditunjuk sebagai peristiwa-peristiwa terpenting yang menjadi awal modernitas itu adalah
gerakan Renaisans, reformasi, tapi juga penemuan-penemuan benua-benua baru, penemuan
mesin cetak, dan mesiu. Pemikiran para filsuf yang hidup mulai dari abad ke-16 ini
kemudian dicirikan sebagai "modern", karma bukan kebetulan gerakan-gerakan sosial dan
penemuan-penemuan itu juga melahirkan pemikiiran-pemikiran yang berpusat pada
manusia sebagai subjektivitas, rasio sebagai kemampuan kritis, dan sejarah sebagai
kemajuan.
Pada masa Modern terjadi perkembangan yang pesat pada bidang ekonomi. Hal ini
terlihat dari kota-kota yang berkembang menjadi pusat perdagangan, pertukaran barang,
kegiatan ekonomi monoter, dan perbankan. Kaum kelas menengah melakukan upaya untuk
bangkit dari keterpurukan dengan mengembangkan suatu kebebasan tertentu. Kebebasan ini
berkaitan dengan syarat-syarat dasar kehidupan. Segala macam barang kebutuhan bisa
dibeli dengan uang. Makanisme pasar pun sudah mulai mengambil peranan penting untuk
menuntut manusia untuk rajin, cerdik, dan cerdas. Dari sudut pandang sosio-ekonomi
menjelaskan bahwa individu berhadapan dengan tuntutan-tuntutan baru dan praktis yang
harus dijawab berdasarkan kemampuan akal budi yang mereka miliki.
Dari sudut pandang sejarah Filsafat Barat melihat bahwa masa modern merupakan
periode dimana berbagai aliran pemikiran baru mulai bermunculan dan beradu dalam
kancah pemikiran filosofis Barat. Filsafat Barat menjadi penggung perdebatan antar filsuf
terkemuka. Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang khas. Argumentasi
mereka pun tidak jarang yang bersifat kasar dan sini, kadang tajam dan pragmatis, ada juga
yang sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini dibagi ke dalam tiga zaman atau
periode yaitu: zaman Renaissans (Renaissance), zaman Pencerahan Budi (Aufklarung),
dan zaman Romantik, khususnya periode Idealisme Jerman.

C. Ciri-Ciri Filsafat Modern


Filsafat zaman modern ditandai dengan perubahan bentuk-bentuk kesadaran atau
pola-pola berpikir. Sebagai bentuk kesadaran, modernitas dicirikan dengan tiga hal yaitu
sebagai berikut:
1. Subjektivitas
Subjektivitas dimaksudkan bahwa manusia menyadari dirinya sebagai subjectum,
yaitu sebagai pusat realitas yang menjadi ukuran segala sesuatu. Lewat modernisasi
manusia lebih menyadari dirinya sebagai individu. Di dalam filsafat ada pernyataan
Decartes yang sangat terkenal yaitu Cogito Ergo Sum yang artinya saya berpikir
maka saya ada. Pernyataan itu adalah formulasi padat kesadaran zaman modern
yang terus dipertahankan. Di abad ke-19, Marx dengan ilham dari Hegel,
menegaskan bahwa manusia adalah subjek sejarah yaitu bahwa manusia tidak
hanyut dipermainkan waktu, melainkan perancang sejarahnya sendiri. Dengan
demikian subjektivitas dipahami dalam matra historisnya.
2. Kritik
Dengan kritik dimaksudkan bahwa rasio tidak hanya menjadi sumber pengetahuan,
melainkan juga menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan individu dari
wewenang tradisi atau untuk menghancurkan parsangka-prasangka yang
menyesatkan. Kant merumuskan kritik sebagai keberanian untuk berpikir sendiri di
luar tuntunan tradisi atau otoritas. Dia sendiri mengatakan “terbangun dari tidur
dogmatis” yaitu kemampuan kritis rasio membuatnya bebas dari prasangka-
prasangka pemikiran tradisional.
3. Kemajuan
Subjektivitas dan kritik pada gilirannya mengandaikan keyakinan akan
kemajuan. Dengan kemajuan dimaksudkan bahwa manusia menyadari waktu
sebagai sumber langka yang tak terulangi. Waktu dialami sebagai rangkaian
peristiwa yang mengarah pada satu tujuan yang dituju oleh subjektivitas dan kritik
tersebut.
D. Tokoh Tokoh Filsafat Modern
1. Rasionalisme
Setelah pemikiran Renaissance sampai pada penyempurnaanya, yaitu telah tercapainya
kedewasaan pemikiran, maka terdapat keseragaman mengenai sumber pengetahuan yang
secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiris). Karena
orang mempunyai kecenderungan untuk membentuk aliran berdasarkan salah satu di antara
keduanya, maka kedua-duanya sama-sama membentuk aliran tersendiri yang saling
bertentangan. Berikut adalah tokoh-tokohnya meliputi:
a) Rene Descartes (1596-1650 M)
Descartes adalah seorang filosof modern yang lahir pada tahun1596 dan wafat
pada tahun 1650. Ia beragama katholik, akan tetapi dia juga menganut aliran Galileo
yang saat itu ditentang oleh pengaruh agama katholik.
Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel,
kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada
zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri
yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad
pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan
bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan
bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan
filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh
Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambangnya
perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen,
selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis
pada akal.
Descartes sangat menyadari bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh
Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio. Tokoh-tokoh Gereja waktu itu masih
berpegang teguh pada keyakinan bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana
tersirat dalam jargon credo ut intelligam yang dipopulerkan oleh Anselmus. Untuk
meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasinya
dalam sebuah metode yang sering disebut cogito Descartes, atau metode cogito saja.
Metode tersebut dikenal juga dengan metode keraguan Descartes (Cartesian
Doubt).
b) Spinoza ( 1632-1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677
M. nama aslinya Banich Spinoza. Setelah ia mengucilkan dirinya dari agama
yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus De Spinoza ia hidup dipinggiran
kota dan baik Spinoza maupun leibniz ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu.

c) Blaise Pascal (1623-1662 M)


Blaise Pascal, (19 Juni 1623–19 Agustus 1662), adalah seorang
matematikawan, fisikawan, penemu, penulis, dan filsuf kristen dari Perancis. Dia
adalah seorang anak ajaib yang dididik oleh ayahnya, seorang kolektor pajak di
Rouen. Karya Pascal awal berada di alam dan terapan ilmu di mana ia membuat
kontribusi penting untuk studi cairan, dan menjelaskan konsep tekanan dan vakum
dengan generalisasi karya Evangelista Torricelli. Pascal juga menulis pertahanan
dari metode ilmiah. Pascal lahir di Clermont-Ferrand, ia kehilangan ibunya,
Antoinette Begon, pada usia ketiga. Ayahnya, Etienne Pascal (1.588-1.651), yang
juga memiliki minat dalam ilmu pengetahuan dan matematika, seorang hakim lokal
dan anggota ”de Noblesse Robe “. Pascal memiliki dua saudara perempuan,
Jacqueline dan Gilberte. Pada 1631, lima tahun setelah kematian istrinya, Etienne
Pascal pindah dengan anak-anaknya ke Paris. Etienne, yang tidak pernah menikah
lagi, memutuskan bahwa ia sendiri akan mendidik anak-anaknya, karena mereka
semua menunjukkan kemampuan intelektual yang luar biasa, terutama Blaise
anaknya. Pascal muda menunjukkan bakat luar biasa untuk matematika dan ilmu
pengetahuan.
2. Empirisme
Empirisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.
Empirisme berasal dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.
Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Untuk memahami isi
doktrin ini perlu dipahami lebih dahulu dua ciri pokok empirisme, yaitu mengenai teori
tentang makna dan teori tentang pengetahuan. Berikut adalah tokoh-tokohnya meliputi:
a) John Locke (1632-1704 M)
John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di Wrington, Somerset
adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari
pendekatan Empirisme. Locke menekankan pentingnya pendekatan empiris dan
juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai
filsuf negara liberal. Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca
Descartes (post Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-
satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Akhir
hidup Locke, Pada tahun 1700, Locke pensiun dari pekerjaannya. Bulan-bulan akhir
tahun 1704 merupakan saat-saat terakhir kehidupannya, Ia meninggal tanggal 28
Oktober 1704, beliau dikuburkan di High Laver. Salah satu pemikiran Locke yang
paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah proses manusia mendapatkan
pengetahuan. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman
manusia, sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran manusia belum
berfungsi atau masih kosong ibarat sebuah kertas putih, yang kemudian
mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Ada dua
macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah dan batiniah.

b) David Hume (1711-1776 M)


David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, 7 Mei 1711. Ayahnya adalah seorang
pengacara dan tuan tanah, sedangkan ibunya seorang Kalvinis keras. Ia mempelajari
hukum, sastra, dan filsafat di Universitas Edinburgh. Pribadinya lebih tertarik
dengan dunia filsafat dibandingkan ilmu yang lain. Ia adalah seorang filsuf Empiris.
Ia bekerja sebagai diplomat di Prancis, Italia, Austria, dan Inggris. Hume meninggal
di Edinburgh pada tahun 1776.

3. Kritisisme
Isaac Newton (1642-1772) memberikan dasar-dasar berpikir dengan induksi, yaitu
pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar
yang sifatnya umum. Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang ahli
pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme.
Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul
dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan
tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal.
Setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi
kemajuan atau peradaban manusia. Berikut adalah tokoh kriistisme meliputi:
a) Immanuel Kant (1724-1804 M)
Immanuel Kant (1724-1804) adalah seorang filsuf Jerman kelahiran Konigsberg, 22
April 1724 – 12 februari 1804. Ia dikenal sebagai tokoh kritisisme. Filsafat kritis
yang ditampilkannya bertujuan untuk menjembatani pertentangan antara kaum
Rasionalisme dengan kaum Empirisme. Bagi Kant, baik Rasionalisme maupun
Empirisme belum berhasil memberikan sebuah pengetahuan yang pasti berlaku
umum dan terbukti dengan jelas. Kedua aliran itu memiliki kelemahan yang justru
merupakan kebaikan bagi seterusnya masing-masing. Pikiran-pikiran dan tulisan-
tulisannya yang sangat penting dan membawa revolusi yang jauh jangkauannya
dalam filsafat modern. Ia terpengaruh oleh lahirnya piettisme dari ibunya, tetapi ia
hidup dalam zaman skeptisme serta membaca karangan-karangan Voltaire dan
Hume. Akibat dari itu semua ialah bahwa ia mempunyai problema : what can we
know? (apa yang dapat kita ketahui?) what is nature and what are the limits of
human knowledge? (apakah alam ini dan apakah batas-batas pengetahuan manusia
itu?) sebagian besar hidupnya telah ia pergunakan untuk mempelajari logical
process of thought (proses penalaran logis), the external world (dunia eksternal) dan
the reality of things (realitas segala yang wujud).

4. Positivisme
Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa
akar sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-1776)
dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah
haruslah diuji melalui percobaan (aliran empirisme). Sementara Kant adalah orang yang
melaksanakan pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of pure reason (kritik
terhadap pikiran murni atau aliran kritisisme). Selain itu Kant juga membuat batasan-
batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk menghukumi pengetahuan
tersebut dengan menjadikan pengalaman sebagai porosnya. Berikut adalah tokoh
positivisme meliputi:
a) Auguste Comte (1798-1857 M)
Bapak positivisme, Auguste Comte memiliki nama panjang Isidore Auguste
Marie Francois Xavier Comte. Ia lahir di Montpellier Prancis pada tanggal 19
Januari 1798 dari keluarga bangsawan Katolik. Namun, ia tidak mengikuti
kepercayaan keluarganya yaitu agama Katolik sejak usia muda, ia mendeklarasikan
dirinya seorang Atheis. Comte kecil mengenyam pendidikan lokal di Montpellier
dan mendalami matematika. Pada usia ke 25 tahun ia hijrah ke Paris dan belajar di
Echole Polytechnique dalam bidang psikologi dan kedokteran. Selain itu, di Paris ia
juga mempelajari pikiran-pikiran kaum ideolog.
Comte adalah mahasiswa yang brillian, namun ia tidak berhasil menamatkan
studi di perguruan tinggi. Ia adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka
memberontak. Ia dikeluarkan karena gagasan politik dan pemberontakan dengan
teman sekelasnya. Selain dikenal dengan sifat pemberontak dan keras kepala,
Comte juga dikenal sebagai mahasiswa yang berfikiran bebas dan memiliki
kemauan keras untuk tidak ingin berada di bawah posisi orang lain yang
kemungkinan besar akan mengaturnya. Comte hidup pada masa Revolusi Perancis,
rezim Napoleon, pergantian monarki dan periode republik dimana pergolakan
sosial-politik terjadi cukup hebat. Hal tersebut yang melatar belakangi pemikiran
Comte. Walau mengalami masa yang sulit ia tetap bekerja keras diantaranya dengan
memberi les matematika dan aktif menulis. Dari sinilahlah, karir profesional Comte
dimulai.

b) John Stuart Mill ( 1806 – 1873 M)


John Stuart Mill dilahirkan pada Rodney Street di Pentonville daerah London pada
tahun 1806, anak sulung dari filsuf Skotlandia, sejarawan dan imperialis James Mill
dan Harriet Burrow. Mill tidak pernah sekolah, namun ayahnya memberi suatu
pendidikan yang sangat baik. Terbukti sejak kecil usia 3 tahun sudah diajari bahasa
Yunani, dan bahasa Latin pada usia 8 tahun, serta ekonomi politik dan logika
(termasuk karya asli Aristoteles) pada usia 12 tahun dan mendiskusikannya dengan
ayahnya. Selanjutnya Mill mempelajari ekonomi, Demonthenes dan Plato
khususnya pada metode dan argumentasi. Pada usia 15 tahun, ia membaca karangan
Jeremy Betham dan berhasil mempengaruhi paradigma berfikirnya, sehingga ia
mematangkan pendapatnya dan memantapkan tujuannya untuk menjadi ”Sosial
Reformer” (pembaharu sosial). Ketika berusia 17 tahun, Mill bekerja di India House
Company, di mana Ia mengabdi selama tiga puluh lima tahun sampai perusahaan
tersebut bubar pada tahun 1853.

5. Materialisme
Materialisme mengatakan bahwa realitas seluruhnya tediri dari materi. Itu berarti bahwa tiap-
tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material atau
kiranya sudah jelas bahwa materialisme mengakui kemungkinan metafisika, karena
materialisme sendiri berdasarkan suatu metafisika. Berikut adalah tokoh materialism
meliputi:
a) Karl Marx (1818-1883 M)
Marx lahir di Trier Jerman pada tahun 1818. Ayahnya merupakan seorang Yahudi
dan pengacara yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia
enam tahun. Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke Universitas di Bonn,
kemudian Berlin. Ia memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat
Epicurus dan Demoktirus. Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri
dan pengikut Feurbach. Dalam usia dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur
Koran Rheinich Zeitung yang dibrendel pemerintahannya karena dianggap
revolusioner. Tahun 1847, Marx dan Engels bergabung dengan Liga Komunis, dan
atas permintaan liga komunis inilah, mereka mencetuskan Manifesto Komunis
(1848).

b) Riwayat Hidup Thomas Hobbes (1588-1679 M)


Thomas Hobbes dari Malmesbury (lahir di Malmesbury, Wiltshire, Inggris, 5 April
1588 meninggal di Derbyshire, Inggris, 4 Desember 1679 pada umur 91 tahun)
adalah seorang filsuf Inggris yang beraliran empirisme. Pandangannya yang terkenal
adalah konsep manusia dari sudut pandang empirisme-materialisme, serta
pandangan tentang hubungan manusia dengan sistem negara. Hobbes memiliki
pengaruh terhadap seluruh bidang kajian moral di Inggris serta filsafat politik,
khususnya melalui bukunya yang amat terkenal "Leviathan". Hobbes tidak hanya
terkenal di Inggris tetapi juga di Eropa Daratan. Selain dikenal sebagai filsuf,
Hobbes juga terkenal sebagai ahli matematika dan sarjana klasik. Ia pernah menjadi
guru matematika Charles II serta menerbitkan terjemahan Illiad dan Odyssey karya
Homeros.
Gambar 1. Para Filsuf Modern dan Alirannya

E. Pengertian Postmodernisme
Istilah postmodern secara harfiah berarti “setelah modern”. Istilah “modern”, yang
berarti zaman baru, berasal dari bahasa Latin modernus, yang telah digunakan sejak abad
ke-5 M untuk menunjuk batas antara era kekuasaan agama Kristen dan era Paganisme
Romawi (Smart, 1990). Istilah ini kemudian berkembang menjadi beberapa istilah turunan
yang kesemuanya menunjuk pada suatu kurun sejarah setelah era Abad Pertengahan.
Beberapa istilah tersebut adalah modernitas, modernisasi dan modernisme. Dalam
penggunaannya, seringkali terjadi tumpang tindih dan simplifikasi pengertian di antara
berbagai istilah ini. Meskipun demikian, diterima suatu kenyataan bahwa yang diacu oleh
istilah-istilah ini adalah suatu era kebudayaan baru yang ditegakkan oleh rasio, subjek dan
wacana antropomorfisme. Pengertian postmodern menurut beberapa ahli yaitu:
a) Jean-Francois Lyotard, merupakan orang yang memperkenalkan postmodernisme
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di tahun 1970-an dalam bukunya yang
berjudul “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Dia mengartikan
postmodernisme sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, atas tradisi
metafisik, fondasionalisme maupun atas modernisme.
b) Louis Leahy, postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-
ide zaman modern.
c) Emanuel, postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi
kembali paradigma modern.
d) Ghazali dan Effendi, postmodernisme mengoreksi modernisme yang tidak
terkendali yang telah muncul sebelumnya.

Maka dapat disimpulkan bahwa postmodernisme merupakan suatu ide baru yang
menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori
pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba untuk memberikan
kritikan-kritikan terhadap modernisme yang dianggap telah gagal dan bertanggung jawab
terhadap kehancuran martabat manusia; ia merupakan pergeseran ilmu pengetahuan dari
ide-ide modern menuju pada suatu ide yang baru yang dibawa oleh postmodernisme itu
sendiri.

F. Perkembangan Filsafat Postmodern


Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari modernisme itu sendiri.
Kata modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme
selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan
di mana semua kebutuhan akan dapat terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita
menghadapi mitos-mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang
membuat manusia tak berdaya dalam menghadapi dunia.
Modernisme, menurut Anthony Giddens, menimbulkan berkembangbiaknya petaka
bagi umat manusia. Pertama, penggunaan Johan Setiawan dan Ajat Sudrajat 29 kekerasan
dalam menyelesaikan sengketa. Kedua, penindasan oleh yang kuat atas yang lemah. Ketiga,
ketimpangan sosial yang kian parah. Keempat, kerusakan hidup yang kian menghawatirkan.
Tumbangnya modernisme dan munculnya postmodernisme dapat kita ketahui dari
pemikiran filsafatnya Soren Kierkegaard (1813-1855), sebagaimana dikutip oleh Ali
Maksum, yang menentang rekonstruksi dan masuk akal yang menentukan keabsahan
kebenaran ilmu. Sesuatu itu dikatakan benar ketika sesuai dengan konsensus atau aturan
yang berlaku di dunia modern, yaitu rasional dan objektif. Namun tidak dengan
Kierkegaard, dia berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat subjektif. Truth is subjectivity,
artinya bahwa pendapat tentang kebenaran subjektif itu menekankan pentingnya
pengalaman yang dialami oleh seorang individu yang dianggapnya relatif.
Gejala Postmodernisme yang merambah ke berbagai bidang kehidupan tersebut
yang didalamnya termasuk ilmu pengetahuan merupakan suatu reaksi terhadap gerakan
modernisme yang dinilainya mengalami kegagalan. Modernisme yang berkembang dengan
ditandai oleh adanya rasionalisme, materialisme, dan kapitalisme yang didukung dengan
perkembangan teknologi serta sains menimbulkan disorientasi moral keagamaan dengan
runtuhnya martabat manusia.
Atas latar belakang itulah, para tokoh dan pemikir postmodernisme menghadirkan
sebuah gagasan baru yang disebut dengan postmodernisme dalam rangka melakukan
dekonstruksi paradigma terhadap berbagai bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk
mengoreksi atau membuat dan bahkan menemukan paradigma yang baru. Postmodernisme
seperti yang dikatakan oleh Derrida dan Lyotard, merupakan anti tesis dari modernisme.
Hampir semua istilah yang diajukan oleh postmodernisme adalah antonimasi modernisme.
Kelahiran postmodernisme membuat istilah baru dan mengakibatkan perbedaan dengan
paham modernisme. Berikut ini beberapa istilah yang digunakan oleh aliran modernisme
dan postmodernisme atau pembeda antara keduanya.

G. Ciri-Ciri Filsafat Postmodern


Ciri-ciri dari filsafat postmodern yaitu sebagai berikut:
1. Dekonstruktif
Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Falsafah Kalam di Era
Postmodernisme menyatakan bahwa ciri-ciri pemikiran postmodernisme adalah
dekonstruktif. Hampir semua bangunan atau konstruksi dasar keilmuan yang telah
mapan dalam era modern, baik dalam bidang sosiologi, psikologi, antropologi,
sejarah, bahkan juga ilmu-ilmu kealaman yang selama ini baku ternyata
dipertanyakan ulang oleh postmodernisme. Hal ini terjadi karena teori tersebut
dianggap menutup munculnya teori-teori lain yang barangkali jauh lebih dapat
membantu memahami realitas dan pemecahan masalah. Jadi klaim adanya teori-
teori yang baku, standar, yang tidak dapat diganggu gugat, itulah yang ditentang
oleh pemikir postmodernisme.
Standar yang dilihatnya kaku dan terlalu skematis sehingga tidak cocok
untuk melihat realitas yang jauh lebih rumit. Maka menurutnya harus diubah,
diperbaiki, dan disempurnakan oleh para pemikir postmodernisme. Dalam istilah
Amin Abdullah dikenal dengan deconstructionism yakni upaya mempertanyakan
ulang teori-teori yang sudah mapan yang telah dibangun oleh pola pikir
modernisme, untuk kemudian dicari dan disusun teori yang lebih tepat dalam
memahami kenyataan masyarakat saat ini, meliputi keberagaman, dan juga realitas
alam.

2. Relativisme
Relativisme mengandung arti pemikiran postmodernisme dalam hal realitas
budaya (nilai-nilai, kepercayaan, dan lainnya) tergambar dalam teori-teori yang
dikembangkan oleh disiplin ilmu antropologi. Dalam pandangan antropologi, tidak
ada budaya yang sama dan sebangun antara satu dengan yang lain. Seperti budaya
Amerika jelas berbeda dengan Indonesia. Maka nilai-nilai budaya jelas sangat
beraneka ragam sesuai dengan latar belakang sejarah, geografis, dan sebagainya.
Nilai-nilai budaya bersifat relatif, dan hal ini sesuai dengan alur pemikiran
postmodernisme yaitu bahwa wilayah, budaya, bahasa, agama sangat ditentukan
oleh tata nilai dan adat istiadat masing-masing. Dari sinilah Nampak jelas bahwa
para pemikir postmodernisme menganggap bahwa segala sesuatu itu relatif dan
tidak boleh absolut, karena harus mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan bagi postmodernisme bersifat relatif,
tidak ada ilmu pengetahuan yang kebenarannya absolut. Dan melihat suatu peristiwa
tertentu juga ketika ingin menilainya harus dilihat dari segala sisi, tidak hanya
terfokus pada satu sisi tertentu.

3. Pluralisme
Pluralisme merupakan ciri pemikiran postmodernisme selanjutnya. Hasil teknologi
modern dalam bidang transportasi dan komunikasi menjadikan era pluralisme
budaya dan agama telah semakin dihayati dan dipahami oleh banyak orang
dimanapun mereka berada. Adanya pluralisme budaya, agama, keluarga, ras,
ekonomi, sosial, suku pendidikan, ilmu pengetahuan, politik merupakan sebuah
realitas. Artinya bahwa mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban,
agama dan budaya. Sehingga menciptakan suatu adanya heterogen, bermacam-
macam bukan homogen. Keanekaragaman ini harus ditoleransi antara satu dengan
yang lainnya bukan saling menjatuhkan apalagi sampai terjadinya suatu konflik
tertentu.

H. Tokoh-Tokoh Postmodernisme
Ada beberapa tokoh yang bisa disebut mewakili era postmodernisme yaitu sebagai
berikut:
1) Jean-Francois Lyotard
Lyotard merupakan salah satu filsuf postmodernisme yang paling terkenal sekaligus
paling penting di antara filsuf-filsuf postmodernisme yang lainnya. Dua karya yang
menjadikannya terkenal baik di Perancis maupun diluar negeri yaitu The
Postmodernisme Condition dan The Differend. Karyanya itu juga baik sesuatu
ataupun seseorang yang ditolak bersuara terhadap sistem ideologis yang dominan
yang menentukan sesuatu yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Pemikiran
Lyotard tentang ilmu pengetahuan dari pandangan modernisme yang sebagai narasi
besar seperti kebebasan, kemajuan, dan sebagainya kini menurutnya mengalami
permasalahan yang sama seperti abad pertengahan yang memunculkan istilah religi,
nasional kebangsaan, dan kepercayaan terhadap keunggulan negara eropa untuk saat
ini tidak dapat dipercaya atau kurang tepat kebenarannya. Maka, postmodernisme
menganggap sesuatu ilmu tidak harus langsung diterima kebenarannya harus
diselidiki dan dibuktikan terlebih dahulu. Bagi Lyotard, ilmu pengetahuan
postmodernisme bukanlah semata-mata menjadi alat penguasa, ilmu pengetahuan
postmodern memperluas kepekaan kita terhadap pandangan yang berbeda dan
memperkuat kemampuan kita untuk bertoleransi atas pendirian yang tak mau
dibandingkan.

2) Michel Foucault
Michel Foucault merupakan seorang tokoh postmodernisme yang menolak
keuniversalan pengetahuan. Ada beberapa asumsi pemikiran pencerahan yang
ditolak oleh Foucault yaitu:
- Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal, tetapi
khas untuk setiap waktu dan tempat
- Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter objektif dunia,
tetapi pengetahuan itu selalu mengambil perspektif.
- Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan murni, tetapi
selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa.
Namun demikian, menurut Foucault, tidak ada perpisahan yang jelas, pasti,
dan final antara pemikiran pencerahan dan pasca-modern, atau antara modern dan
pasca-modern. Paradigma modern, kesadaran, dan objektivitas adalah dua unsur
membentuk rasional-otonom, sedangkan bagi Foucault pengetahuan bersifat
subjektif.
3) Jacques Derrida
Membahas filsuf yang satu ini tidak akan lepas dari buah pikirannya tentang
dekonstruksi. Istilah ini merupakan salah satu konsep kunci postmodernisme. Secara
etimologis, dekonstruksi adalah berarti mengurai, melepaskan, dan membuka.
Derrida menciptakan sebuah pemikiran dekonstruksi, yang merupakan salah satu
kunci pemikiran postmodernisme, yang mencoba memberikan sumbangan
mengenai teori-teori pengetahuan yang dinilai sangat kaku dan kebenarannya tidak
bisa dibantah, yang dalam hal ini pemikiran modernisme. Derrida mencoba untuk
meneliti kebenaran terhadap suatu teori pengetahuan yang baginya bisa dibantah
kebenarannya yang dalam arti bisa membuat teori baru asalkan hal tersebut dapat
terbukti kebenarannya dan dipertanggungjawabkan.
4) Jean Baudrillard
Pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur, yang dilihatnya
mengalami revolusi besar-besaran dan merupakan bencana besar. Revolusi kultural
itu menyebabkan massa menjadi semakin pasif ketimbang semakin berontak seperti
yang diperkirakan pemikir marxis. Dengan demikian, masa dilihat sebagai lubang
hitam yang menyerap semua makna, informasi, komunikasi, pesan dan sebagainya,
menjadi tidak bermakna. Massa menempuh jalan mereka sendiri, tak mengindahkan
upaya yang bertujuan memanipulasi mereka. Kekacauan, apatis, dan kelebaman ini
merupakan istilah yang tepat untuk melukiskan kejenuhan masa terhadap tanda
media, simulasi, dan hiperealitas. Bagi Jean Baudrillard, karya-karyanya
mempunyai sumbangan terhadap pemikiran teori sosial untuk postmodernisme yang
baginya bahwa objek konsumsi merupakan tatanan produksi. Sehingga baginya
masyarakat hidup dalam simulasi yang dicirikan dengan ketidakbermaknaan.
Karena manusia kehilangan identitasnya dan jati dirinya yang banyak terjadi pada
masa kontenporer. Tokoh inilah yang terkenal dengan menyebut dunia
postmodernisme sebagai kehidupan yang Hiperealitas.
5) Fedrick Jameson
Fedrick Jameson merupakan salah satu kritikus literatur berhaluan marxis
paling terkemuka. George Ritzer dalam Postmodern Social Theori, menempatkan
Jameson dengan Daniel Bell, kaum feminis dan teoritis multikultur. Jameson
menggunakan pola berfikir Marxis untuk menjelaskan epos historis yang baru
(postmodernisme), yang baginya bukan modification dari kapitalisme, melainkan
ekspansi darinya. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa periode historis yang ada
sekarang bukanlah keterputusan, melainkan kelanjutannya. Menurut Jameson,
postmodernisme memiliki dua ciri utama, yaitu pastiche dan schizofrenia. Jameson
mulai dengan menjelaskan bahwa modernisme besar didasarkan pada gaya yang
personal atau pribadi. Subjek individual borjois tidak hanya merupakan subjek masa
lalu, tapi juga mitos subjek yang tidak pernah benar-benar ada, hanya mistifikasi,
kata Jameson, yang tersisa adalah pastiche. Pastiche dari pastiche, tiruan gaya yang
telah mati. Kita telah kehilangan kemampuan memposisikan ini secara historis.
Postmodernisme memiliki konsep waktu yang khas. Jameson, menjelaskan apa
yang ia maksudkan dengan menggunakan teori schizofrena lacan. Schizofrenik
adalah pengalaman penanda material yang terpisah, terisolir, dan gagal membentuk
rangkaian yang koheren.

I. Kelebihan dan Kelemahan Filsafat Postmodernisme


Kelebihan postmodernisme antara lain bahwa perspektif postmodernisme dapat
membuat kita peka terhadap kemungkinan bahwa wacana besar positif, prinsip-prinsip etika
positif, dapat diputar dan dipakai untuk menindas manusia. Martabat manusia harus
dijunjung tinggi, seperti kebebasan adalah nilai tinggi, tetapi bisa saja terjadi bahwa nama
kebebasan sekelompok orang mau ditiadakan. Postmodernisme ikut membuat kita sadar,
sebuah kesadaran bahwa semua cerita besar perlu dicurigai, perlu diwaspadai agar tidak
menjelma rezim totalitarianisme yang hanya mau mendengarkan suara diri sendiri dan
mengharuskan suara-suara yang berbeda dari luar.
Menurut Franz Dahler, postmodernisme memiliki segi positif, yaitu keterbukaan
untuk kebhinekaan masyarakat, untuk toleransi, perlawanan terhadap monopoli, dominan
agama, aliran dan ideologi tertentu, hingga menguntungkan demokrasi.
Zaprulkhan menyatakan bahwa setidaknya ada kelemahan yang ada pada
postmodernisme, yang penulis rangkum menjadi tiga poin utama, yaitu sebagai berikut:
a) Postmodernisme yang sangat semangat mempromosikan narasi-narasi kecil,
ternyata buta terhadap kenyataan bahwa banyak juga narasi kecil yang
mengandung banyak kebusukan. Katakanlah kaum komunitarian yang membela
tradisi-tradisi komunitas dikemukakan bahwa banyak tradisi komunitas
bertentangan tidak hanya dengan suatu ide abstrak martabat manusia
postmodernisme akan menolak argumen itu, melainkan terhadap institusi-
institusi moral mendalam manusia.
b) Postmodernisme tidak membedakan antara ideologi, di satu pihak dan prinsip-
prinsip universal etika terbuka, di pihak lain. Dengan istilah-istilah kabur seperti
cerita besar mereka menutup perbedaan yang prinsipil itu. Yang mempermudah
adalah pendekatan ideologis dan bukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar
moralitas yang terbuka. Dalam arti ideologi tertutup, memang bertentangan
dengan martabat manusia sebagai makluk yang bertindak berdasarkan kesadaran
akan baik dan buruk, yang sanggup untuk bertanggung jawab, karena ideologi
selalu menuntut ketaatan mutlak.
c) Postmodernisme menuntut untuk menyingkirkan cerita-cerita besar demi cerita
kecil atau lokal. Dengan kata lain tuntutan postmodernisme kontradiktif,
memaklumkan kepada umat manusia bahwa maklumat-maklumat kepada umat
manusia (cerita besar) harus ditolak sama artinya dengan memaklumatkan
bahwa maklumat itu sendiri tidak perlu dihiraukan.
BAB III
SIMPULAN

1. Filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Aspek
yang berperan adalah pendapat berbeda. Aliran rasionalisme menyatakan bahwa
sumber pengetahuan adalah kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Sedangkan aliran
empirisme yaitu meyakini pengalaman sumber pengetahuan yang berasal dari batin
maupun inderawi. Aliran kritisisme yaitu memadukan kedua pendapat berbeda.
2. Ciri-ciri filasfat modern yaitu subjektivitas, kritik, kemajuan.
3. Tokoh-tokoh filasafat modern yaitu untuk paham Rasionalisme (Decrates, Spinoza,
Leibiniz), paham Empirisme (Hobbes, Locke, Berkeley), Idealisme (Kant, Fichte),
Materialisme (Feuerbach, K. Marx), Positivisme (Comte).
4. Postmodernisme menghadirkan sebuah gagasan baru yang disebut dengan
postmodernisme dalam rangka melakukan dekonstruksi paradigma terhadap berbagai
bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk mengoreksi atau membuat dan bahkan
menemukan paradigma yang baru. Postmodernisme merupakan anti tesis dari
modernisme.
5. Ciri-ciri pemikiran postmodernisme antara lain Dekonstruktifisme, Relativisme, dan
Pluralisme.
6. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain Jean-Francois Lyotard, Michael Foucault,
Jacques Derrida, Jean Baudrillard, dan Fedrick Jameson.
7. Kelebihannya postmodernisme dapat membuat kita peka terhadap kemungkinan bahwa
wacana besar positif, prinsip-prinsip etika positif, dapat diputar dan dipakai untuk
menindas manusia. Postmodernisme memiliki segi positif, yaitu keterbukaan untuk
kebhinekaan masyarakat, untuk toleransi, perlawanan terhadap monopoli, dominan
agama, aliran dan ideologi tertentu, hingga menguntungkan demokrasi.
8. Kelemahan postmodernisme yaitu postmodernisme yang sangat semangat
mempromosikan narasi-narasi kecil, ternyata buta terhadap kenyataan bahwa banyak
juga narasi kecil yang mengandung banyak kebusukan, yang kedua postmodernisme
tidak membedakan antara ideologi, ketiga menuntut untuk menyingkirkan cerita-cerita
besar demi cerita kecil atau lokal.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, 2004, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.
Aginta, Medhy Hidayat, 2008, Panduan Pengantar Untuk Memahami Postrukturalisme dan
Posmodernisme, Yogyakarta: Jalasutra Post.
Hardiman, F Budi, 2007, Filasafat Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hidayat, Medhy Aginta. 2019. Menimbang Teori-Teori Sosial Postmodern: Sejarah,
Pemikiran, Kritik dan Masa Depan Postmodernisme. Jurnal of Urban Sociology
FISIB Universitas Trunojoyo Vol.2, No.1. April 2019.
Setiawan, Johan, Ajat Sudrajat. 2018. Pemikiran Postmodernisme dan Pandangannya
Terhadap Ilmu Pengetahuan. Jurnal Filsafat Universitas Negeri Yogyakarta
Vol.28, No.1. Februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai