Anda di halaman 1dari 15

MORALITAS ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS ANDI DJEMMA

Filsafat Ilmu, Fakultas Ekonomi

Dibuat Oleh : Kelompok XI (11)

1. Gebrilla Iterson (200261201245)  Manajemen, E

2. Grace Elizabeth Hady (2002361201203)  Manajemen, E

3. Jihan (2002360201004)  Ekbang


Abstrak
Perkembangan ilmu pengetahuan telah menjadi sebuah mata rantai kehidupan yang
tak bisa dipisahkan dengan kehidupan dan eksistensi manusia. Ilmu pengetahuan yang
semakin maju menjadi bukti nyata akan pemikiran manusia yang semakin kompleks. Dalam
pemanfaatan suatu ilmu kiranya perlu disadari adalah suatu ilmu harus dihubungkan dengan
konteks di mana manusia itu berada. Dalam masa depan keilmuan diperlukan peran ilmuwan
dalam menghadapi tantangan ilmu dan perkembangannya. Manusia yang berpikir filsafati,
diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang
ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan
tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat. Oleh karena
itu, kita perlu untuk memahami tanggung jawab seorang ilmuan, moralitas ilmu
pengetahuan, dan ilmu bebas nilai atau tidak.
Pendahuluan
Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan rasional juga memiliki objek
material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada
mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material filsafat atas tiga
bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam
kemungkinan. Adapun objek formal,dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh,
radikal, dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang
terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan
spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara
berkesinambungan. Maka seiring dengan berkembangnya zaman, makin berkembanglah
ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.

Kemajuan pesat ilmu pengetahuan yang dicapai manusia pada ujung pertengahan
kedua abad ke-20, memungkinkan arus informasi menjadi serba cepat: apa dan oleh siapa
dari seluruh muka bumi (bahkan sebagian jagat raya) - menembus ke seluruh lapisan
masyarakat dengan bebas tanpa membedakan siapa dia si penerima. Tanpa mengenal batas
jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat
menghambat bertukar pikiran.Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan terhadap pola
kemasyarakatan alienasi adalah suatu kondisi psikologis seorang individu yang dinafasi oleh
kesadaran semu (tentang misteri keabadian termasuk Tuhan), keberadaan, dan dirinya sendiri
sebagai individu serta komunitas
Pembahasan
 Pengertian Moralitas Ilmu Pengetahuan

 Moralitas adalah segala macam pandangan atau norma-norma atau pendapat,


kebiasaan, ajaran baik dan buruk.

 Ilmu pengetahuan adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang


masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaaan-pemeriksaan yang
dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu.

 Secara sederhana dapat kami simpulkan bahwa Moralitas Ilmu Pengetahuan


adalah aturan aturan atau ajaran baik buruk dalam menggunakan Ilmu
Pengetahuan.

A. Tanggung Jawab Ilmuwan

Ilmu merupakan hasil karya seorang ilmuwan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
luas. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya ilmiah itu akan
menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas. Maka jelaslah, jika ilmuwan
memiliki tanggung jawab yang besar bukan saja karena ia merupakan warga masyarakat,
melainkan karena ia juga memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku
ilmuwan tidak hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas
hasil penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam
mengawal hasil penelitiannya agar tidak disalahgunakan.

Ilmu menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Teknologi dan ilmu
pengetahuan dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi
juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Di sinilah pemanfaatan pengatahuan dan teknologi
perlu diperhatikan sebaik-baiknya.

Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berati ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat dan martabat
manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertangung jawab pada kepentingan umum dan
generasi mendatang, serta bersifat universal karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah untuk mengambangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk
menghancurkan eksistensi manusia.

Kadang-kadang, tanggung jawab keilmuan tidak disebabkan oleh ilmu itu sendiri,
misalnya; dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti; bencana alam,
keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya. Tanggung jawab keilmuan bukan
saja dalam arti yang normative, misalnya berkaitan dengan aspek moral yang bersifat
legalistik saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Misalnya, tanggung jawab keilmuan
dalam menyelasaikan berbagai bentuk akibat perubahan sosial yang berdampak terhadap
tatanan moral masyarakat. Jadi, tanggungjawab keilmuan juga memilki arti, mendudukkan
manusia pada kedudukan martabat dirinya, sehingga di satu sisi tidak diperalat oleh ilmu dan
ilmuwan demi mencapai prestise dan supremasi ilmu, atau di sisi lain, tidak tergilas oleh
kebodohan dan kemelaratan hidup karena lingkaran setan ketidaktahuan yang melilit dirinya.

Tanggung jawab mengandung makna penyebab (kausalitas), dalam arti "bertanggung


jawab atas". Tanggung jawab dalam arti demikian berarti; apa yang harus ditanggung.
Subyek yang menyebabkan dapat diminta pertanggungjawabannya, meskipun permasalahan-
permasalahan tersebut tidak disebabkan oleh ilmu atau ilmuwan itu sendiri. Aspek tanggung
jawab sebagai sikap dasar keilmuan, dengan ini, telah menjadi satu dalam kehidupan
keilmuan itu sendiri dan sulit dipisahkan. Tanggung jawab keilmuan, tidak dapat dipisahkan
dari perkembangan pengetahuan maupun keilmuan dari abad ke abad.

Berbicara mengenai tangung jawab ilmu adalah suatu cara tak langsung berbicara
tentang manusia yang mengpraktekan, menerapkan, dan menggunakan ilmu pengetahuan itu.
Kadang-kadang dapat pula terjadi tanggung jawab yang tak disebabkan oleh ilmu
pengetahuan, tetapi dilakukan oleh manusia tanpa mengikutsertakan ilmu
pengetahaun. Misalnya; dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti;
bencana alam, keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya.

Tanggung jawab keilmuan menyangkut, baik masa lalu, masa kini, maupun masa
depan. Alasannya, karena penanganan ilmu atas realitas selalu cenderung berat sebelah.
Kenyataan tersebut telah banyak berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan kosmos
(alam) seperti; pembasmian kimiawi dari hama tanaman, sistem pengairan, keseimbangan
jumlah penduduk, dan sebaginya. Juga, hal itu menyangkut gangguan terhadap tatanan sosial
dan keseimbangan sosial. Artinya, ilmu lah yang telah mengemukakan bahwa tatanan alam
dan masyarakat harus diubah dan dikembangkan maka ilmu pula lah yang bertanggung jawab
menjaganya agar dapat diubah dan dikembangkan dalam sebuah tatanan yang baik, demi
konseistensi kehidupan, regulasi historis, dan keberlanjutan ekologis.

Ilmuwan sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan menggunakan


pikirannya untuk bernalar. Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang membuat kita
sebagai manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu kemudian
digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang
tersedia di sekitar kita.

1. Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Ilmuwan

a. Tanggung jawab sosial

Seorang imuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di bahunya. Bukan
saja karena dia adalah warga masyarakat yang berkepentingannya terlibat secara langsung di
masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam
kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada
penealaahan dal ilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk
keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk
mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. Ilmuwan mempunyai
kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah
dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberi perspektif yang benar,
untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat
dimungkinkan.

Dengan kemapuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat memengaruhi opini


masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogianya mereka sendiri. Dalam hal ini,
berbeda dengan saat menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis dan esoterik, dia harus
berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja
mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.

Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan yaitu dalam bidang etika. Dalam
bidang etika ilmuwan harus memosisikan dirinya sebagai pemberi contoh. Seorang ilmuwan
haruslah bersifat objektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang lain, kukuh dalam
pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua sifat ini serta sifat lainnya
merupakan implikasi etis dari berbagai proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada
hakikatnya merupakan manusia yang biasa berpikir dengan teratus dan teliti. Seorang
ilmuwan tidak menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang
cermat. Di sinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang
awam. Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang
menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada masyarakat
sekitarnya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang harus dibayar untuk
kekeliruan itu. Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuwan sebagai suri
teladan dalam masyarakat.

Ilmuwan sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan


menggunakan pikirannya untuk bernalar. Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang
membuat kita sebagai manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu
kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan
alam yang tersedia di sekitar kita.

Beberapa bentuk tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu:

1) Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial


yang akan berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat.

2) Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana


dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu
merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut.

3) Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian


permasalahan sosial dimasyarakat yang mana masyarakat yang terdiri dari keanekaragaman
ras, agama, etnis dan kebudayaan sehingga berpotensi besar untuk timbulnya suatu konflik.
b. Tanggung jawab moral

Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu
sendiri sebagi seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga
pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan
keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan
untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. para ilmuwan sebagai orang yang
profesional dalam bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral khusus sebagai ilmuwan.
Moral inilah di dalam filsafat ilmu disebut sikap ilmiah.

Sikap yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan, antara lain:

1) Tidak ada rasa pamrih, yaitu suatu sikap yang diarahka untuk mencapai pengetahuan
ilmiah yang objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.

2) Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang bertujuan agar para imuawan mampu
mengadakan pemilihan terhadap berbagai hal yang dihadapi.

3) Seoarang ilmuwan sangat menghargai terhadap segala pendapat yang dikemukakan


oleh orang lain, oleh para ilmuwan lainnya, memiliki keyakinan yang kuat terhadap
kenyataan maupun terhadap alat indera serta budi, adanya sikap yang positif terhadap setiap
pendapat atau teori terdahulu telah memberikan inspirasi bagi terlaksanya penelitian dan
pengamatan lebih lanjut.

4) Seorang ilmuan juga memilki rasa tidak puas terhapa penelitian yang telah dilakukan
sehingga dia terdorong untuk terus melakukan riset atau penelitian.

5) Seorang ilmuwan harus memilki akhlak atau sikap etis yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu untuk kebahagian manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa
dan negara. Akhlak dan sikap etis dalam mengembangkan ilmu untuk memiliki sopan santun
ilmiah yaitu dengan berhati-hati dalam mengeluarkan pendapat, dan kalau teryata dia salah
maka harus segera menyadari dan mengklasifikasi kesalahan tersebut.
c. Tanggung jawab etika

Kemudian tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang
ilmuwan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan, standar
atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode
Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk. Misalnya saja tanggung jawab etika
ilmuwan yang berkenaan dengan penulisan karya ilmiah, maka kode etik pada penulisan
karya ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut:

1) Obyektif(berdasarkan kondisi faktual)

2) Up to date(yang ditulis merupakan perkembangan ilmu paling akhir)

3) Rasional(berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-balik)

4) Reserved(tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak bermotif pribadi)

5) Efektif dan efisien(tulisan sebagai alat komunikasi yang berdaya tariktinggi).

Tugas keilmuan menghimbau pada sebuah tanggung jawab professional yang


memadai. Tanggung jawab profesional keilmuan mengandaikan bahwa seorang ilmuwan
harus menjadi ahli dan terampil dalam bidangnya, jadi bukan sekedar hobi. Tanggung jawab
professional keilmuan mengacu pada bidang keilmuan yang digeluti sebagai panggilan tugas
pokok atau profesi keilmuannya. Tanggung jawab professional menunjuk pula pada
penghasilan atau upah yang diperoleh berdasarkan tingkat kepakaran (pengetahaun dan
ketrampilan) yang dimiliki dalam bidang keilmuannya. Profesional merupakan kata atau
istilah yang umumnya diliputi sebuah citra diri yang berbauh sukses, penuh percayadiri,
berkompeten, bekerja keras, efisien, dan produktif. Tanggung jawab profesional keilmuan
menunjuk pada gambaran diri seseorang berdisiplin, kerasan, dan sibuk dalam pekerjaan
keilmuannya. Disiplin dan kerasan merupak sebuah paham yang membedakan secara radikal
seorang ilmuwan sejati dengan orang yang suka malas, santai, dan seenaknya dalam sebuah
tugas keilmuan.
B. Ilmu Bebas Nilai Atau Tidak ?

Didalam filsafat ilmu terjadi banyak kesibukan dalam menghadapi pertanyaan apakah
ilmu itu bebas nilai atau tidak ?. pertanyaan ini senantiasa dihubungkan dengan pertanyaan
apakah mengenai hal ini gambaran tentang ilmu-ilmu alam berbeda dibandingkan dengan
ilmu-ilmu manusia seperti: ilmu masyarakat, ilmu sejarah ilmu jiwa, ilmu ekonomi, sesuatu
tanggapan disebut pertimbangan nilai jika didalamnya orang mengatakan bahwa sesuatu hal
baik atau keliru, diharapkan atau tidak diharapkan, positif atau negative, menguntungkan atau
merugikan, indah atau jelek, atau apakah sesuatu hal layak untuk diutamakan dibandingkan
dengan hal-hal lain. Oleh karena itu perlu dirumuskan terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan bebas nilai dan tidak bebas nilai.

a. Ilmu Bebas Nilai


Joseph situmorang menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap
kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Ilmu pengetahuan menolak campur tangan factor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Paling tidak ada tiga factor sebagai indicator
bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai:

1. Pertama, ilmu harus bebas nilai dari pengandaian-pengandaian. Yakni bebas dari
pengaruh eksternal seperti: faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur
kemasyarakatan lainnya.

2. Kedua, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.
Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat
kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.

Dalam pandanagn ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal
tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition,
yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin melebar,
tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi
itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar.
Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai
menganggap nilai ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas
nilai tujuan dari ilimu itu untuk ilmu.

b. Ilmu Tidak Bebas Nilai

Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-
nilai yang lainnya mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu selau ada kepentingan-
kepentingan. Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen
Habermas berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai,
karena setiap ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu
menjadi 3 macam, sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing :

1) Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-
analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil
penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-
teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang besifat
teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia untuk
mengelola dunia atau alamnya.

2) Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama, karena tidak
menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia
sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan yang
dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan mendasarinya adalah
dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi
manusia.

3) Teori Kristis, yaitu membongkar penindasan dan mendewasakan manusia pada


otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang
mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah
pembebasan atau emansipasi manusia.
C. Moralitas Ilmu Pengetahuan

Manusia sebagai manipulator dan articulator dalam mengambil manfaat dalam ilmu
pengetahuan. Dalam psigkologi, dikenal konsep diri dan freud menyebut sebagai “id”, “ego”
dan “super ego” , “id” adalah batgian kepribadian yang dorongan biologi (hawa nafsu dalam
agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua insting: libido(konstruktif) dan ideal, hati
nurani (jalaludin Rahmat, 1989). Dalam agama ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara
murka (hawa nafsu).

Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat
saja hanya mefungsikan “id” nya, seingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan
diaarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Misalnya dalam pertarungan antara id dan ego,
dimana ego kalah sementara superego tidak berfungsi optimal, maka tentu nafsu dan murka
yang mengendalikan manusia mejatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan
dengan cara yang salah, dengan begini kebaikan yang diperoleh manusia dari Ilmu
Pengathuan amatlah nihil, malah mungkin bisa menimbulkan kehancuran. Dua kali perang
dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, terjadi karena pilihan “id” dari
kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super ego”nya.

 Id merupakan hal yang mendasari personalitas seseorang. Id dapat direpesentasikan


sebagai kebutuhan dasar alamiah. Id bekerja dengan menganut prinsip kesenangan. Id
mencari kepuasan secara instan terhadap keinginan dan kebutuhan manusia.

 Ego berurusan dengan kenyataan/realita, berusaha memenuhi keinginan Id dengan


cara yang dapat diterima secara sosial. Ego mengerti bahwa orang lain juga memiliki
kebutuhan dan keinginan.

 Superego merupakan aspek moral dari suatu kepribadian yang didapat dari
pengasuhan orang tua atau norma2 dan nilai2 di dalam masyarakat dan didasarkan
pada moral dan penilaian tentang benar dan salah.
Kesimpulan
Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk
kemaslahatan manusia atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan seperti nuklir. Tanggung
jawab para ilmuan sangat berat karena hasil karyanya untuk kemaslahatan manusia.
Para ilmuan harus mengetahui bahwa ilmu itu bebas nilai atau ada tergantungan nilai
sehingga bisa diterapkan sesuai hakekatnya Dalam menggunakan ilmu pengetahuan,
seharusnya melihat berbagai aspek. Baik dari segi norma, sosial, dan kegunaan dari ilmu
Karena hasil dari ilmu, pasti akan berdampak besar dengan yang lainnya. tersebut. Sehingga
ilmu itu harus terikat nilai. Karena perlu di perhatikan faktor sebab dan akibat dalam
penggunaan ilmu pengetahuan. Dan juga subyek dan obyek ilmu sendiri adalah manusia,
sehingga karena manusia memiliki tatanan nilai lainnya, tentunya akan mempengaruhi dalam
penggunaan ilmu.
Kekuasaan ilmu mengharuskan seorang ilmuan memiliki landasan moral yang kuat,
memegang idiologi dalam mengembangkan dan memanfaatkan keilmuannya.

1. Tanggung Jawab Ilmuwan


Ilmu merupakan hasil karya seorang ilmuwan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
luas. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya ilmiah itu
akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas.

Fungsinya selaku ilmuwan tidak hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga
bertanggung jawab atas hasil penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta
bertanggung jawab dalam mengawal hasil penelitiannya agar tidak disalahgunakan.

 Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk
mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. Ilmuwan
mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa
yang mudah dicerna.
 Tanggung Jawab Moral

Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan
itu sendiri sebagi seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik
sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif,
mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas
kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan
sesaat.

 Tanggung Jawab Etika

Tanggung jawab etika meliputi etika kerja seorang ilmuwan yang berkaitan
dengan nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

2. Ilmu: Bebas Nilai atau Tidak

 Ilmu Bebas Nilai maksudnya adalah ilmu pengetahuan menolak campur


tangan faktor eksternal (nilai-nilai) yang tidak secara hakiki menentukan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Dan menganggap faktor eksternal itu menghambat
perkembangan ilmu pengetahuan.

 Ilmu yang tidak bebas nilai memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan
nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.

3. Moralitas Ilmu Pengetahuan

Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat
saja hanya mefungsikan “id” nya, seingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan
diaarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Kenapa? Karena Id hanya mementingkan
kepentingan pribadi saja. Dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah
sementara superego tidak berfungsi optimal, maka tentu nafsu dan murka yang
mengendalikan manusia mejatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan
dengan cara yang salah, dengan begini kebaikan yang diperoleh manusia dari Ilmu
Pengathuan amatlah nihil, malah mungkin bisa menimbulkan kehancuran.

 Id merupakan hal yang mendasari personalitas seseorang. Id dapat


direpesentasikan sebagai kebutuhan dasar alamiah. Id bekerja dengan
menganut prinsip kesenangan. Id mencari kepuasan secara instan terhadap
keinginan dan kebutuhan manusia.

 Ego berurusan dengan kenyataan/realita, berusaha memenuhi keinginan Id


dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Ego mengerti bahwa orang lain
juga memiliki kebutuhan dan keinginan.

 Superego merupakan aspek moral dari suatu kepribadian yang didapat dari
pengasuhan orang tua atau norma2 dan nilai2 di dalam masyarakat dan
didasarkan pada moral dan penilaian tentang benar dan salah.

Anda mungkin juga menyukai