Dosen Pengampu
Dr. H. Muchlis Usman, M.A.
Oleh
Adi Sudrajat
NIM 15790022
PROGRAM DOKTOR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya persembahkan kehadirat Allah swt. Berkat
petunjuk dan pertolongan-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Selawat dan salam saya hadiahkan kepada Nabi Muhammad saw., pemimpin
dan teladan umat manusia di seluruh penjuru dunia, serta kepada keluarga,
sahabat, dan para pengikut beliau yang setia.
Makalah dengan judul Aplikasi Wahdatul wujud dan PAI ini disusun untuk
memenuhi tugas dan sekaligus sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses
pembelajaran Mata Kuliah PAI, Psikologi, dan Tasawuf yang dibimbing oleh
Bapak Prof. Dr. H. Mulyadi, M.Pd.I. dan Dr. H. Muchlis Usman, M.A.
Sehubungan dengan itu, saya sangat bermohon kepada beliau untuk memberikan
arahan, bimbingan, dan petunjuk kepada saya untuk perbaikan dan pengembangan
makalah ini sehingga dapat memenuhi standar mutu yang tinggi sebagai sebuah
karya ilmiah.
Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam
Berbasis Studi Interdisipliner Semester I Tahun Akademik 2015/2016, saya
mengharapkan kritik konstruktif dan saran alternatif bagi perbaikan dan
pengembangan makalah ini.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang tinggi kepada dosen pengampu dan rekan-rekan mahasiswa
yang telah berkontribusi dalam pendalaman dan pengembangan makalah ini.
Semoga Allah swt. memberikan balasan kebaikan yang berlipat baik di dunia
maupun di akhirat. mn!
Adi Sudrajat
i
DAFTAR ISI
ii
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu ilmu yang dapat membantu
terwujudnya manusia yang berkualitas. Ilmu tasawuf tersebut satu mata
rantai dengan ilmu-ilmu lainnya dengan pada sisi luar yang dhahir yang
tak ubahnya jasad dan ruh yang tak dapat terpisah keduanya. Ilmu tersebut
dinamakan juga ilmu batin sebagaimana pendapat Syekh al-Manawi dalam
menjelaskan hadis Nabi: Ilmu itu dua macam, ilmu yang ada dalam qalbu,
itulah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang diucapkan oleh lidah adalah
ilmu hujjah/hukum, atau ilmu bahin itu keluar dari qalbu dan ilmu dhahir
itu keluar dari lidah.1
Secara historis, tasawuf dalam dunia Islam baru akhir-akhir ini
dipelajari sebagai ilmu, sebelumnya dipelajari sebagai jalan untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan. Manusia pada dasarnya adalah suci,
maka kegiatan yang dilakukan oleh sebagian manusia untuk mensucikan
diri merupakan naluri manusia. Usaha yang mengarah kepada pensucian
jiwa terdapat di dalam kehidupan tasawuf. Tasawuf merupakan suatu
ajaran untuk mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah bahkan
kalau bisa menyatu dengan Allah melalui jalan dan cara.
Bertolak dari hal di atas, dalam aplikasinya, tasawuf memiliki
beragam corak konsep dan pemahaman, salah satunya adalah wahdatul
wujud. Wahdatul wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata yaitu
wahdah dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan
sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdahtul wujud
berarti kesatuan wujud. Dalam bahasa inggris unity of existence. Akibat
dari keragaman itu, wahdatul wujud menjadi istilah kontroversial diantara
kaum muslimin. Bagi sebagian mereka wahdatul wujud, khususnya, dan
tasawuf pada umumnya, adalah sebentuk penyimpangan dari ajaran Islam
yang murni. Yang lain menolak wahdatul wujud dan menganggapnya
1
sebagian sesuatu yang berbahaya bagi umat Islam, khususnya mereka yang
awam, seraya menerima tasawuf sebagian bagian integral dari Islam. Tapi
bagi yang lain wahdatul wujud adalah kulminasi dari pengalaman mistik
dalam Islam yang dalam beberapa hadis Nabi Saw disebut sebagai ihsan.2
Dari sedikit pemaparan diatas penulis berusaha menguraikan dan
menjelsakan apa yang dimaksud dengan wahdatu wujud, tokoh-tkoh dari
wahdatul wujud, dengan berbagai keterbatasan, diharapkan makalah ini
dapat menjawab, atau sekurang-kurang memberikan kontribusi pencerahan
terhadap tema wahdatul wujud dengan pendidikan agama Islam yang
masih menjadi persoalan di tengah masyarakat Islam.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
a) Pengertian Wahdatul Wujud?
b) Tokoh-tokoh Wahdatul Wujud dan pemikirannya?
c) Pendidikan Agama Islam?
3. Tujuan Pembahasan
Berdsarkan rumusan masalah diatas maka penulis membuat
tujuan pemabahasan sebagai berikut:
a) Menjelaskan Pengertian Wahdatul Wujud
b) Menjelaskan Tokoh-tokoh Wahdatul Wujud dan pemikirannya
c) Menjelaskan Pendidikan Agama Islam
Harun Nasution, Falsafah dan Misistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010),
h.92
B. PEMBAHASAN
1. Pengetian Wahdatul Wujud
Secara bahasa wahdatul wujud terambil dari bahasa Arab yang
terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri,
tunggal atau kesatuan sedang al-wujud artinya ada.3 Wahdat al-wujud
( (berarti kesatuan Wujud. Paham ini adalah lanjutan dari faham
hulul.4 Paham wahdatul wujud merubah sifat nasuf yang ada dalam Hulul
menjadi Khalaq ( : makhluk) dan sifat Lahut menjadi Haq ( :
Tuhan). Keduanya (Khalaq dan Haq) menjadi suatu aspek, dimana
Khalaq sebagai aspek disebelah luar, dan Haq sebagia aspek sebelum
dalam. Kata Khalaq dan Haq merupakan sinonim dari Al-ard dan AlJauhar dan juga dari Al-Zahir(lahir, dalam) dan Al-Batin (batin,
dalam). Aspek Ard dan khalaq mempunyai sifat kemakhlukan, dan AlJauhar dan haq mempunyai arti keTuhanan. Sehingga setiap yang
berwujud pasti memunyai sifat kemakhlukan dan sifat keTuhanan.5
Dalam Hamka wujud (yang ada) itu hanya satu. Wujudnya
mahluk adalah ain wujudnya kholik. Pada hakikatnya tidaklah ada faraq
(perbedaan) diantara kedunya. Kalau dikatakan berlainandan berbedaujud
mahluk dengan wujud khalik, itu hanya lantaran pendeknya faham dan
singkatnya akal dalam mencapai mengetahi hakekat.6
Sementara kalangan ulama klasik mengartikan wahdat sebagai
sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil.
Selain itu kata wahdat digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik
sebagai suatu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan
forma (bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan
Allah, karena alam dari segi hakikatnya qadim dan berasal dari Tuhan.
3
Pengertian wahdatul wujud yang terakhir itulah yang digunakan para Sufi,
yaitu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu
kesatuan wujud.7
Selain itu, wahdatul wujud dalam mistisme Islam atau tasawuf
falsafi juga kerap di sebut atau disamakan dengan Panteisme. Panteisme
adalah aliran yang meyakini bahwa Tuhan dan makhluk itu satu. Salah
satu konsep keTuhanan yang dulu dianut oleh banyak orang pandangan
bahwa Allah adalah segalanya dan semua orang, dan segala sesuatu adalah
Allah.8 Disamping Tuhan itu transenden secara mutlak dalam kaitannya
dengan semesta, semesta tidak terpisah dariNya.9
Disebut wujud itu karena hanyalah satu, walaupun kelihatannya
banyak. Wujud yang satu itu berkulit dan berisi, atau ada yang mazhar
(kenyataan lahir) dan ada yang batin. Ataupun semua benda-benda yang
ada ini, sebenarnya adalah merupakan pernyataan saja daripada wujud
yang hakiki, dan wujud yang hakiki itulah yang disebut Allah. Wujud itu
mempunyai tujuh martabat, namun hakikatnya satu. Martabat tujuh itu : (a)
Ahadiyah (hakikat sejati dari Allah), (b) Wahdah (hakikat dari
Muhammad). (c) Wahidiyah (hakikat dari Adam), (d) Alam arwah
(hakikat dari nyawa). (e) Alam mitsal (hakikat dari segala bentuk), (f)
Alam ajsam (hakikat tubuh), (g) Alam insan (hakikat manusia). Semuanya
berkumpul pada Ahadiyah (itulah Allah dan itulah Aku).10
Teori wahdatul wujud ini menggambarkan penciptaan alam
semesta
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 247.
Muhsin Labib, Mengurai Tasawuf, Irfan, & Kebatinan, (Jakarta: Lentera Basritama,
2004), hl. 87
9
Seyyed Hossein Nasr, Tiga mahdab utama filsafat Islam, trjmhn maimun syamsuddin, (
Jogjakarta: IRCiSoD, 2014), h.194
10
Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara,
(Surabaya: Al Ikhlas, 1980), h. 76.
8
Abu ala, afifi dalam M.Subkhan Ansori, filsafat ilmu antara ilmu dan kepentingan,
(kediri: pustaka azhar, 2011), h. 253
12
M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Miftahus Sufi, (Yogyakarta: Teras, 2008),166.
13
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf,(Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2011), Cet X, h. 242.
M.Subkhan Ansori, filsafat ilmu antara ilmu dan kepentingan, (kediri: pustaka azhar,
2011), h. 219
18
Stephen Hirtenstein, Keragaman ke Kesatuan Wujud, Ajaran dan Kehidupan Spiritual
Syaikh al Akbar Ibnu Arabi, terj. Tri Wibowo (Jakarta : Murai Kencana, 2001) h. 43.
19
Kautsar Azhari Noer, Ibn AlArabi, Wadatul wujd dalam Perdebatan (Jakarta
:Paramadina, 1995 ) h. 17
22
yang
dikaruniai
atribut.Tuhan,karena
dipandang
tidak
h. 36.
24
Kesatuan antara haq dan al-khalq disini bukan kesatuan dalam wahdah madiyah
(kesatuan materi), bukan bersatunya mahluk dengan tuhan, hingga mengorbankan adanya dzat
tuhan. Bahwa dzat yang sesungguhnya wujud yang hakiki hanyalah wujud allah semata.
Sedangkan wujud selain Allah atau wujud mahluk hanyalah wujud relative yang sepenuhnya
bergantung kepada wujud yang hakiki.sebagaimana dalam al-quran; wahai umat manusia,
kalian adalah fuqara terhadap allah, dan allah-lah yang maha kaya lagi maha terpuji.(Q.S. AlFathir: 15)
25
Harun Nasution, Falsafah dan Misistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010),
h. 92
26
Muhammad Abd. Haq Ansari, Merajut tradisi Syariah Sufisme, cet.1,(Jakarta;
Grafindo Persada, 1997), h.168.
dalam
naskah
tulisan
tangan
milik
Raden
Ngabehi
27
Ali Mahdi Khan, Dasar dasar Filsafat Islam : Pengantar ke gerbang pemikiran,
(Bandung :Nuansa,2004). h,147
28
Ali Mahdi Khan, Dasar dasar Filsafat Islam, h. 148
29
Agus Sunyoto, Wali Songo:Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan, (Tangerang:
Transpustaka, 2011), h. 172
10
30
D.A Rinkes, Nine Saint of Java, (Kuala Lumpur : Malaysian Sociological Research
Institute,1996), h. 27
31
Agus Sunyoto, Wali Songo:Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan ,h. 172
32
Agus Sunyoto, Wali Songo:Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan ,h. 172 dan
Kandito Argawi, Pengakuan-pengakuan Syaikh Siti Jenar ,(Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2012),
h. 45-46
33
Agus Sunyoto, Wali Songo:Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan ,h. 173
11
12
13
14
adalah satu kesatuan atau Tuhan itu immanen dengan alam, namun
lebih menekankan pada transendennya Tuhan dengan alam.40
Sebagaimana ajaran Al-Hallaj tentang hulul, sepertinya
Syaikh Siti Jenar juga mengajarkan bahwa penciptaan alam semesta ini
tidak lain dikarenakan Allah ingin menyaksikan diri-Nya di luar diriNya sebagaimana bunyi dari hadits qudsi berikut, yang artinya: Aku
adalah perbendaharaan harta yang tersembunyi, lalu Aku ingin dikenal
maka Aku menciptakan makhluk. 41
Bahwa karena semua yang ada adalah Dzat Allah semata
dalam pandangan Syekh Siti Jenar, maka saat Allah menciptakan alam
semesta, tidaklah dengan Dzat lain melainkan dengan Dzat-Nya sendiri
(atau dengan kata lain terjadi proses emanasi di dalamnya, sebgaimana
teori Al Farabi dan juga Ibnu Arabi tentnag emanasi ini). Dimana lewat
ciptaan-Nya ini, Allah kemudian menyaksikan diri-Nya sendiri.
Dengan pandnagan yang demikian, sebagaimana juga Ibnu Araby,
Syaikh Siti Jenar sepertinya meyakini bahwa di dalam semua ciptaan
Tuhan (khalq), tersembunyi anasir sang pencipta (Haq). Dimana dalam
hal ini khalq disebut sebagai yang dzahir dan Haq disebut yang bathin.
Sehingga, khalq adalah wujud yang tergantung pada wujud Tuhan
yang mutlak. Tanpa wujud yang mutlak dari Tuhan, tidak akan ada
khalq yang maujud. Artinya bahwa yang memiliki wujud yang hakiki
dalam pandangan Syaikh Siti Jenar ini adalah Tuhan, sedanagkan
khalq (ciptaan) hanyalah merupakan bayangan maya dari tuhan itu
sendiri.42
Ajaran Syaikh Siti Jenar ini, yang di pulau Jawa dikenal
dengan
sebutan
manunggaling
kawula
lan
gusti,
sejatinya
15
pada hakikatnya sama di hadapan Tuhan, baik dia seorang raja, wali,
atau fakir miskin. Karena mereka semua adalah hijab dari Tuhan.
Itulah sebabnya, meskipun manusia berkedudukan sebgaai raja atau
pejabat lainnya, jika tidak mengetahui hakikat sejati dari kehidupan,
maka mereka akan jatuh ke dalam kekosongan ukhrawiah. Sebaliknya,
meski orang tersebut di hadapan manusia yang lain adalah hina papa,
semisal pemulung atau para pengemis, jika mereka telah waskita dan
memiliki pemahaman yang utuh tentang hakikat kehidupan yang sejati,
dimana telah memahami betul makna ketunggalan dari khalq (ciptaan)
dan Haq (pencipta) tadi, maka mereka akan memperoleh kehidupan
yang abadi.43
Manusia yang hidup di dunia ini bersifat mayit atau mati,
sehingga kehidupan yang ada sekarang ini bukanlah kehidupan sejati
karena masih dihinggapi oleh kematian. Hidup sejati adalah tak
tersentuh oleh kematian dalam pandangan Syaikh Siti Jenar.44
Sebagaimana apa yang dimaksudkan oleh Syaikh Siti Jenar tentang
ajarannya tentang Tuhan, Tuhan tidak butuh tempat tinggal, tamanNya merupakan tempat kembali hamba-hamba-Nya. Namun Dia tidak
ada di dalam ataupun di luar taman-Nya. Sebab hamba menyatu
dengan Tuhan, hidup seorang hamba tidak pernah terpisah dari Tuhan.
Sehingga diri pribadi yang sejatinya ada adalah jika hamba tersebut
betul-betul hidup.45
3. Pendidikan Agama Islam
Dalam bahasa Arab pengertian pendidikan, sering digunakan
beberapa istilah antara lain, al-talim, al-tarbiyah, dan al-tadib, al-talim
berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengetahuan
dan ketrampilan. Al-tarbiyah berarti mengasuh mendidik dan al-tadib
43
16
46
1999), h.1
47
17
memberi
makan,
18
memahami
ilmu
pengetahuan
serta
memanfaatkanya
dalam
kehidupan.54
Munurut Rasyid Ridho, at-talim adalah proses transmisi berbagai
ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan
tertentu. Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqarah : 31
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat
lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!.55
Rasyid Ridho memahami kata allama Allah kepada Nabi Adam
54
Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli alTarbawiyah fi al-Islam. (Mesir: Darul Kutub
Misriyah, 1977), h.32
55
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Mekar Surabaya, 2002)
56
Rasyid Ridho, Tafsir al-Manar, (Mesir: Dar al-Manar, 1373 H), h. 42
57
M. Athiyah al-Abrasy, At-Tarbiyah al-Islamiyah, (terj: BustamiA.Goni dan Djohar
Bakry) (Jakarta: BulanBintang. 1968) h. 32
19
Menurut Sayed Muhammad an Naquid al-Atas, mengartikan attalim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara
mendasar, namun bila at-talim disinonimkan dengan at-tarbiyah, at-talim
mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem.58
Menurutnya ada hal yang membedakan antara at-tarbiyah dengan
at-talim, yaitu ruang lingkup at-talim lebih umum daripada at-tarbiyah,
karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu
pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah merupakan terjemahan dari
bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu
yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
Sedangkan Pengunaan istilah at-tadib, menurut Naquib al-Attas
lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang
diajarkan oleh Rasul. At-tadib berarti pengenalan, pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan
sedimikian rupa,
menjadikan
pendidikanku
yang
terbaik.59
Dari beberapa pendapat ahli pendidikan Islam tersebut di atas
setidaknya menunjukkan bahwa Al-Quran kaya akan nuanasa pendidikan.
Kemudian berkenaan dengan makna dari pendidikan agama Islam secara
khusus, para ahli pendidikan memberikan suatu pengertian sebagai
berikut:
a) Menurut Ahmad D. Marimba: Pendidikan agama Islam adalah
bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum- hukum agama Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran58
20
21
63
22
C. PENUTUP
Teori wahdatul wujud ini menggambarkan penciptaan alam semesta
sebagai hasil penciptaan alam semesta sebagai hasil dari kecintaan Tuhan
untuk berkarya. Melalui karyanya Tuhan akan mengetahui penampakannya
dalam wujud yang mampu yang mampu menyandang semua sifatNya. Wujud
tersebut bukanlah wujud baru dalam pengetahuan ilmu Tuhan, melainkan
telah bersatu denganNya semenjak zaman ajali dalam nafasNya. Penciptaan
bukanlah mengadakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ada. Ia hanya
sekedar penampakan apa yang telah ada dalam diri Tuhan. Dan inti ajaran
wahdatul wujud menekankan pengertian kesatuan keberadaan hakikat.
Maksudnya seluruh yang ada, walaupun tampaknya, sebenarnya tidak ada dan
keberadaannya bergantung pada Tuhan sang pencipta. Yang tampak hanya
bayang-bayang dari sang Tuhan.
Wahdatul wujud menjadi istilah kontroversial diantara kaum
muslimin. Bagi sebagian mereka wahdatul wujud, khususnya, dan tasawuf
pada umumnya, adalah sebentuk penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
Yang lain menolak wahdatul wujud dan menganggapnya sebagian sesuatu
yang berbahaya bagi umat Islam, khususnya mereka yang awam, seraya
menerima tasawuf sebagian bagian integral dari Islam, apabila ini di
aplikasikan dalam pendidikan Islam, maka akan terbentuknya manusia yang
sempurna (insan kamil). Manusia yang dapat berhubungan dengan baik,
dengan Tuhan, Manusia dan, Alam, karena sejatinya semua itu adalah satu.
23
DAFTAR RUJUKAN
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997)
Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli alTarbawiyah fi al-Islam. (Mesir: Darul
Kutub Misriyah, 1977)
Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam
dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, terj. Herry Noer Ali, (Bandung :
Diponegoro, 1992)
Abu ala, afifi dalam M.Subkhan Ansori, filsafat ilmu antara ilmu dan
kepentingan, (kediri: pustaka azhar, 2011)
Abu Nasr Sarraj al-Thusi, al-Luma Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf, terj
.Wasmukan dan Samson Rahman (Surabaya: Risalah Gusti, 2002)
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf,(Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2011)
Agus Sunyoto, Wali Songo:Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan,
(Tangerang: Transpustaka, 2011)
Ahmad Chojim, Syekh Siti Jenar: Makna Kematian, (Jakarta : Serambi,
2004)
Ahmad D Marimba, PengantarFilsafat Pendidikan Islam. (Bandung: AlMaarif, 1989)
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005)
Ali Mahdi Khan, Dasar dasar Filsafat Islam : Pengantar ke gerbang
pemikiran, (Bandung :Nuansa,2004)
al-Qurtubi, Ibnu Abdillah Muahammad bin Ahmad al-Ansari, Tafsir alQurtubi. (Cairo, Durusy, Tt)
Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
( Jogjakarta : Multi karya grafika, Krapyak, 1998)
Aziz Masyhuri, Ensiklopedia 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf,
(Surabaya: Imtiyaz, 2011
Chabib Thoha, dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 1999), h.1
D.A Rinkes, Nine Saint of Java, (Kuala Lumpur : Malaysian Sociological
Research Institute,1996)
24
dari Paradigma
hingga Strategi
25
26