Anda di halaman 1dari 13

Dzu Nun Al-Misri

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tasawuf Tokoh

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Muhtar Sholihin, M.Ag.

Dr. Cucu Setiawan, S.Psi.I, M.Ag.

Disusun oleh:

Intan Nuraeni (NIM 1171040065)

Mar’ah Khopipah Barjah (NIM 1171040085)

Reza Abdurrouf (NIM 1171040125)

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmaanirrahiim.

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menolong kami dalam
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya,
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad Saw.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dalam
mata kuliah Tasawuf Tokoh. Disamping itu, tujuan utama dari pembuatan
makalah ini adalah untuk menambah wawasan khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi pembaca. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas kontribusi
berbagai pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah, penyusun menyadari akan segala kekurangan,


untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi perbaikan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
yang lainnya.

Bandung, 20 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Biografi Dzu Nun al-Mishri........................................................................ 3


B. Pendidikan Dzu Nun al-Mishri ................................................................... 5
C. Pemikiran Dzu Nun al-Mishri .................................................................... 5

BAB III SIMPULAN ......................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dzu Nun al-Mishri merupakan salah satu tokoh tasawuf yang lahir pada
abad ke-3 Hijriah. Ia menghadapi keadaan yang sulit ditengah-tengah
masyarakat, karena pada masa itu banyak diantara orang Mesir yang ragu-ragu
terhadap Dzu Nun al-Mishri. Dzu Nun al-Mishri merupakan putra dari seorang
Nubian yaitu sebutan bagi penduduk Nubiah, dan termasuk keturunan
pembesar Quraisy. Al-Misri hidup pada masa awal pertumbuhan ilmu tasawuf.
Karena ia seorang sufi pengembara yang memiliki kemampuan dan keberanian
untuk menyatakan pendapatnya. Keberaniannya itu yang menyebabkannya
harus berhadapan dengan gelombang protes disertai dengan tuduhan zindiq.
Secara umum, pandangan tasawuf sedikit berbeda dengan pemikiran-
pemikiran tasawuf para sufi lainnya. Ada pemikiran-pemikiran yang sangat
menonjol yang kemudian menjadikannya ditentang dan dianggap zindiq oleh
para ulama-ulama saar itu. Sehingga ia pun diusir dari Mesir. Tetapi karena
semangatnya untuk menyebarkan pandangan-pandangan tasawufnya
Pemikiran Dzu Nun al-Mishri mengenai marifat dan maqamat. Marifat
merupakan tujuan pokoknya yang didapatkan atau dicapai dengan cara
mahabbah. Menurut Dzun an Nun bahwa marifat terbagi kepada tiga macam,
yaitu marifat mukmin yang umum, marifat mutakallimin dan hukama, serta
marifat auliya dan muqarrabiin. Adapun pandangan Al-Mishri mengenai
maqamat yang meliputi taubat, sabar, tawakal, dan ridha.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi dari Dzu Nun al-Mishri?
2. Bagaimana kisah pendidikannya?
3. Apa saja yang menjadi pemikiran dari Dzu Nun al-Mishri?

1
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui dan
memahami tokoh Dzu Nun al-Misri dari biografi, pendidikan dan
pemikirannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi
Dzu An-Nun Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang
tinggal di sekitar pertengahan abad ketiga Hijriyah. Dengan nama lengkap Abu
Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Dzu An-Nun Al-Mishri dilahirkan di Ikhmim
yang berupa dataran tinggi Mesir. Ayahnya seorang Nubian (sebutan bagi
penduduk Nubiah, dan termasuk keturunan pembesar Quraisy).1
Dzu An-Nun Al-Mishri lahir pada tahun 180 H/796 M dan meninggal
pada tahun 246 H/ 856 M. Ia dimakamkan di pemakaman Asy-Syafi’i.2 Ketika
semasa hidupnya, masyarakat Mesir ragu-ragu dengan keadaan Dzu An-Nun
Al-Mishri dan tidak mempercayainya hingga ia wafat. Dimana pada saat itu ia
menempuh tarekat kemalangan dan menjalani cara hidup malamah. Pada saat
pemakamannya, terlihat burung-burung yang mengepakkan sayapnya hingga
memayungi jenazah Dzu An-Nun Al-Mishri, dengan melihat kejadian ini
banyak orang Mesir yang menyesali atas perbuatannya. 3 Dan pada hari kedua,
orang-orang menemukan tulisan pada nisan makam beliau. “Zunnun adalah
kekasih Allah, diwafatkan karena Rindu” dan setiap kali orang akan
menghapus tulisan itu, maka muncul kemabali sedia kala.4
Julukan Dzu An-Nun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai
kekeramatan atau kelebihan yang Allah berikan kepadanya. Di antaranya Dzu
An-Nun Al-Mishri pernah mengeluarkan seorang anak dari perut buaya dalam
keadaan selamat di sungai Nil atas permintaan ibu dari anak tersebut.5
Al-Mishri dalam perjalanan hidupnya berpindah dari suatu tempat ke
tempat lain. Ia pernah menjelajahi berbagai daerah di Mesir, mengunjungi Bait

1
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2014)
2
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf (Depok: PT Grafindo
Persada, 2013)
3
Ali ibn Usman Al-Juilabi Al-Hujwiri, Keajaiban Sufi (Jakarta: Diadit Media, 2008), 113
4
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf (Depok: PT Grafindo
Persada, 2013)
5
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2014)

3
Al-Maqdis, Baghdad, Mekah, Hijaz, Syria, Pegunungan Libanon, Anthokiah,
dan Lembah Kan’an. Hal ini menyebabkan ia memperoleh pengalaman yang
banyak dan mendalam.6
Dzul An-Nun Al-Mishri hidup pada masa munculnya sejumlah ulama
terkemuka didalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti fiqh, hadis, dan
lainnya. Dalam perjalanan hidupnya yang suka mengembara, dia dapat
berhubungan dengan ulama-ulama terkemuka tersebut.7
Al-Misri hidup pada masa awal pertumbuhan ilmu tasawuf. Karena ia
seorang sufi pengembara yang memiliki kemampuan dan keberanian untuk
menyatakan pendapatnya. Keberaniannya itu yang menyebabkannya harus
berhadapan dengan gelombang protes disertai dengan tuduhan zindiq.8 Dzun
Nun al-Mishri dianggap sebagai seorang zindiq oleh ulama-ulama Mesir pada
masanya, karena menerangkan ilmu laduni yang tidak dikenal oleh ulama pada
waktu itu. Dia juga mengarakan bahwa ilmu-ilmu fikih sebagai ilmu yang tidak
seharusnya dipelajari karena lebih membahas masalah keduniaan. Akibatnya,
ia pernah dipanggil menghadap Khalifah Al-Mutawakkil. Namun, ia
dibebaskan dan dipulangkan ke Mesir dengan penuh penghormatan.
Kedudukannya sebagai wali diakui secara umum tatkala ia meninggalkan dunia
yang fana ini.9
Zunnun pernah mengatakan, bahwa neraka bukanlah sesuatu hal yang
harus ditakuti, yang lebih ditakuti adalah ketika berpisah dari Kekasih Sejati.
Ketakuyannya tak lebih dari setetes air yang dibuang ke samurera cinta Allah.
Zunnun mengatakan bahwa sufi ialah orang yang tidak meminta dan tidak
merasa kesusahan karena ketiadaan. Dzun nun mengatakan bahwa akhlak
seorang Arif billah adalah Allah, dan orang yang arif selalu akan bersifat
seperti sifat-sifat Tuhan dan selalu menjaga perilaku agar tidak terjebak dalam

6
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2014)
7
Bachrun Rif’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)
8
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)
9
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Depok: PT Grafindo
Persada, 2013)

4
kenistaan dunia yang menghanyutkan dan menghinakan orang yang dekat
kepada Allah.

B. Pendidikan
Gurunya dalam bidang tasawuf adalah Syaqran Al-‘Abd atau Israfil Al-
Maghribiy. Ini memungkinkan baginya untuk menjadi seorang yang alim, baik
dalam ilmu syariat maupun tasawuf.10 Ini yang menjadikan ia seorang yg alim,
baik dalam ilmu syariat maupun tasawuf. Hal inilah yang memungkinkannya
untuk menjadi seorang yang ‘alim dalam syari’at dan tasawuf.
Sebelum Al-Misri, sudah ada sejumlah guru sufi, tetapi ia adalah orang
pertama yang memberi tafsiran terhadap isyarat-isyarat tasawuf. Ia pun
merupakan orang pertama di Mesir yang berbiara tentang ahwal dan maqamat
para wali dan orang pertama yang memberi definisi tauhid dengan pengertian
yang bercorak sufistik.11 Ia mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
pemikiran Tasawuf. Tidaklah mengherankan kalau sejumlah penulis
menyebutnya sebagai salah seorang peletak dasar-dasar tasawuf.
C. Pemikiran
Dzu An-Nun Al-Mishri adalah pelopor dari paham marifat dan berhasil
memperkenalkan corak baru tentang marifat dalam bidang sufisme. Konsep
makrifatnya yaitu mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat
melihat-Nya. Tatkala ia pernah ditanya bagaimana memperoleh marifat tentang
Tuhan, Zunnun al-Mishri menjawab, “Aku mengetahui Tuhan dengan Tuhan.”
Zunnun al-Mishri membagi tiga macam pengetahuan tentang Tuhan. Pertama,
Tuhan satu dengan perantaraan ucapan syahadat, dan ini adalah pengetahuan
awam. Kedua, Tuhan satu menurut logika akal, dan ini adalah pengetahuan
ulama. Ketiga, Tuhan satu dengan perantaraan hati sanubari, dan inilah yang
disebut pengetahuan sufi, itulah makrifat.12

10
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2014)
11
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)
12
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Depok: PT Grafindo
Persada, 2013)

5
Dzu An-Nun Al-Mishri membedakan antara makrifat sufiyyah dengan
makrifat aqliyah. Makrifat suffiyah menggunakan pendekatan qalb yang biasa
digunakan para sufi, dan makrifat aqliyah menggunakan pendekatan akal yang
biasa digunakan oleh para teolog. Menurut Al-Misri marifat ialah musyahadah
qalbiyah atau penyaksian hati. Hal ini dikarenakan marifat merupakan fitrah
dalam hati manusia sejak azali.13 Menurut Al-Mishri, marifat sebenarnya
adalah musyahaddah qalbiyah (penyaksian hati), sebab marifat merupakan
fitrah dalam hati manusia sejak azali. Teori-teori marifat Al-Mishri menyerupai
gnosismeala Neo-Platonik. Teori-teorinya itu kemudian dianggap sebagai
jembatan menuju teori-teori wahdat asy-syuhud dan ittihad. Ia pun dipandang
sebagai orang yang pertama kali memasukkan unsur falsafah dalam tasawuf.14
Marifat merupakan tujuan pokoknya yang didapatkan atau dicapai
dengan cara mahabbah. Menurut Dzun an Nun bahwa marifat terbagi kepada
tiga macam, yaitu marifat mukmin yang umum, marifat mutakallimin dan
hukama, serta marifat auliya dan muqarrabiin.15
Berikut ini berberapa pandangannya tentang hakikat makrifat:16
1. Marifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan, sebagaimana
yang dipercayai orang-orang mukmin, bukan pula ilmu-ilmu burhan dan
nazhar milik para hakim, mutakalimin, dan ahli balaghah, tetapi marifat
terhadap keesaan Tuhan yang khusus dimiliki para wali Allah. Hal itu
karena mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan hatinya
dianggap sehingga terbukalah baginya apa yang tidak dibukakan untuk
hamba-hamba-Nya yang lain.
2. Allah menyinari hatimu dengan cahaya marifat yang murni seperti matahari
yang tak dapat dilihat, kecuali dengan cahayanya. Seorang hamba mendekat
dengan kepada Allah sehingga terasa hilang dirinya, lebur dalam

13
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010)
14
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Depok: PT Grafindo
Persada, 2013)
15
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara,
Pengantar Ilmu Tasawuf (Sumatera Utara: Departeman Agama. 1981 sampai 1982),
16
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Depok: PT Grafindo
Persada, 2013)

6
kekuasaanya, mereka merasa hamba, mereka berbicara dengan ilmu yang
telah diletakkan Allah pada lidah mereka, mereka melihat dengan
penglihatkan Allah, mereka berbuat dengan perbuatan Allah.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa marifat kepada Allah tidak
ditempuh dengan pendekatan akal, melainkan marifat kepada Allah dapat
ditempuh melalui pendekatan batin, yaitu Tuhan yang menjaganya dari
kecemasan sehingga yang ada di dunia ini tidak ada artinya lagi.17

Adapun pandangan Al-Mishri mengenai maqamat yang meliputi taubat,


sabar, tawakal, dan ridha. Al-Mishri menjelaskan bahwa simbol-simbol zuhud
itu adalah cita-cita, mencintai kefakiran, dan memiliki rasa cukup yang disertai
dengan kesabaran. Al-Mishri membagi taubat menjadi tiga tingkatan yaitu
orang yang bertaubat dari dosa dan keburukan yang ia lakukan; orang yang
bertaubat dari kelalaian dalam mengingat Allah; dan orang yang bertaubat
karena memandang kebaikan dan ketaatannya.18

Pandangannya mengenai tawakal ialah menyerahkan diri sepenuhnya


kepada Allah disertai dengan perasaan tidak memiliki kekuatan. Karena tiada
daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah, tidak ada sikap memikirkan diri
sendiri. Mengenai ridha, Al-Mishri mengatakan bahwa ridha ialah kegembiraan
hati menyambut ketentuan Tuhan baginya.19

Berkenaan dengan ahwal, al-Mishri menjadikan mahabbah’ (cinta


kepada Tuhan) sebgaia urusan pertama dari empat ruang lingkup pembahasan
tentang tasawuf. Sebab tanda-tanda orang yang mencintai Allah adalah
mengikuti kekasih-Nya, yakni Nabi Muhammad Saw, dalam hal akhlak,
perbuatan, segala perintah, dan sunahnya. Artinya orang yang mencintai Allah
dan orang-orang yang mengikuti sunnah Rasul, tidak mengabaikan syariat. Al-
Mishri menyarakan secara paripurna apa yang diperintahkan, dan

17
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Depok: PT Grafindo
Persada, 2013)
18
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf
19
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf

7
meninggalkan segala sesuatu yang akan membuat kita jauh dari Allah, tidak
takut pada apa pun selain dari Allah, dan bersifat lembut terhadap saudara dan
bersifat keras terhadap musuh-musuh Allah, dan mengikuti jejak Rasulullah
dalam segala hal”20

Zunnun pernah mengatakan, bahwa neraka bukanlah sesuatu hal yang


harus ditakuti, yang lebih ditakuti adalah ketika berpisah dari Kekasih Sejati.
Ketakutannya tak lebih dari setetes air yang dibuang ke samurera cinta Allah.

20
Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf

8
BAB III

SIMPULAN

Dzu Nun al-Mishri merupakan salah satu tokoh tasawuf yang lahir pada
abad ke-3 Hijriah. Dzu An-Nun Al-Mishri lahir pada tahun 180 H/796 M dan
meninggal pada tahun 246 H/ 856 M. Ia dimakamkan di pemakaman Asy-Syafi’i.
Dzu Nun al-Mishri hidup pada masa awal pertumbuhan ilmu tasawuf. Karena ia
seorang sufi pengembara yang memiliki kemampuan dan keberanian untuk
menyatakan pendapatnya. Keberaniannya itu yang menyebabkannya harus
berhadapan dengan gelombang protes disertai dengan tuduhan zindiq.
Konsep makrifatnya yaitu mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati
sanubari dapat melihat-Nya. Marifat kepada Allah tidak ditempuh dengan
pendekatan akal, melainkan marifat kepada Allah dapat ditempuh melalui
pendekatan batin, yaitu Tuhan yang menjaganya dari kecemasan sehingga yang
ada di dunia ini tidak ada artinya lagi. Pandangannya mengenai tawakal ialah
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah disertai dengan perasaan tidak
memiliki kekuatan.
Zunnun pernah mengatakan, bahwa neraka bukanlah sesuatu hal yang harus
ditakuti, yang lebih ditakuti adalah ketika berpisah dari Kekasih Sejati.
Ketakutannya tak lebih dari setetes air yang dibuang ke samurera cinta Allah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hujwiri, Ali bin Usman Al-Jullabi. 2003. Keajaiban Sufi. Terjemahan: Ahmad
Afandi. Diadit Media, Jakarta. 498 hal.

Anwar, Rosihon. 2010 Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia

Nasution, Ahmad Bangun dan Royani Hanum Siregar. 2013. Akhlak Tasawuf.
Depok: PT. Grafindo Persada

Rif’i, Bachrun dan Hasan Mud’is. 2010. Filsafat Tasawuf. Bandung: Pustaka
Setia

Solihin, Muhtar dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia

Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Sumatera Utara. Ilmu Tasawuf.
1982.

10

Anda mungkin juga menyukai