Anda di halaman 1dari 10

1

TASAWUF DI MASA NABI DAN SAHABAT


Oleh: Mawaddah Rahmi
“....Berbicara tentang seorang ulama membutuhkan sebuah pola pikir yang tenang,
tidak sembarang mengutip tidak pula sembarang mengkritik apakah dia adalah
seorang ahli tahajjud, bermoral tinggi, bersosial ramah, atau berperilaku
menyimpang. Di dalam pembahasan ilmu hadis, seoarang alim yang terpuji hanya
bisa dinilai oleh orang terpuji, seorang alim yang tingkat keterpujiannya kurang
dhabit (sempurna) baik itu dari segi keadilan, dalam menyampaikan atau menerima
sebuah sebuah hadis pun hanya bisa dinilai oleh seorang alim yang terpuji juga.”

(Badiuzzaman Said Nursi)

A. PENDAHULUAN
Pada zaman modern ini manusia banyak disibukkan oleh kehidupan
dunia, hal ini merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Seakan-akan merupakan tuntutan zaman untuk manusia tenggelam dalam
aktifitas dunia. Sebagian besar umur mereka dihabiskan untuk kerja dan
kerja. Tentu hal ini menjadikan mereka kehilangan hakekat penciptaan
mereka yaitu untuk mengabdi kepada Allah. Mereka sunyi dalam
keramaian, jiwa mereka semakin kering, mereka inilah rindu yang pada
sang pencipta. (Pen-)
Semua berputar dengan sangat cepat, terlambat sedikit saja dari
kemajuan-kemajuan tersebut akan menjadikan kita tertinggal jauh sekali.
Akibatnya manusia dipaksa untuk mengikuti arus dunia yang berporos
pada matrealisme. Sangat melelahkan hidup pada dunia seperti itu. Setelah
manusia menurutkan jalan kecepatan pengaruh hidup benda tersebut, maka
timbullah perasaan-perasaan ganjil dari hati mereka. Perasaan tidak puas
dengan kehidupan matrealisme. Siang hari kerja keras mencari keuntungan
dunia dan kekayaaan dengan semboyan: “Time Is Money! Waktu itu
adalah uang!. Memperebutkan uang walaupun merugikan orang lain.
Seakan-akan mereka adalah kanibal abad modern.1 Disesabkan biaya
hidup yang semakin tinggi meneybabkan manusia bekerja ekstra lebih
keras untuk mencapai tuntunan hidup, maka hal ini tentu akan
menyebabkan stress dan keputuasaan dalam hidup manusia.
Cara hidup yang seperti itu hanya akan menimbulkan kebencian
dan kedengkian sesama manusia yang berujung pada stress dan depresi.
Maka hidup dalam kebeningan hati dan kesucian batin akan tercapailah
1
Prof. Dr. Hamka, Tasauf, Perkembangan Dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984),
h. 14

1
2

hidup yang damai. Dalam menyelami hidup kerohanian dari segi ilmu
pengetahuan, Emmanuel Kant pernah berkata: “saya terpaksa berhenti
sementara melanjutkan penyelidikan ilmu pengetahuan, supaya
menyediakan tempat dalam batinku untuk percaya (iman).2 Hidup dengan
mengejar dunia tentu sangat melelahakan. Ambisi manusia untuk selalu
berada dalam posisi teratas menjadi sebuah tantaga sendiri pada abad ini,
maka tak pelak lagi segala cara halal untuk dilakukan demi mencapai
tujuan hidup yang diidam-idamkan.
Tasawuf adalah jalan untuk menghidupkan sisi spritual dan
kerohanian. Dengan demikian beban hidup tidak terasa lagi seperti tali
yang mencekik melainkan merupakan nikmat.
Maka dari itu, di samping hiruk-pikuknya, riuh sorak, tertawa-
kegirangnya; di samping cahaya lampu terang benderang sampai jauh
malam di tempat musik merayu-rayu dan hentaakn kaki diatas ubin orang
menari; ada, bahkan memang ada manusi-manusia kalau bukan keteguhan
hatinya mempelajari dan dan mengamalkan hidup rohani itu niscaya akan
pudarlah cahaya kemurnian jiwa dari alam ini.3 Maka disinilah peran
tasawuf dalam mengendalikan jalan hidup manusia yang semakin tidak
terkendali. Tasawuf menyediakan ruang bagi mereka-mereka yang ingin
memperoleh ketenangan yang sebenarnya, bukan ketenangan yang semu
berbalut gemerlap pesona dunia. Tasawuf juga mengokohkan jiwa
manusia yang pada hakikatnya rapuh. Karena semakin jauh mereka dari
Allah maka akan semakin mudah mereka terjerumus dalam perangkap
setan dan dunia. Sejatinya kenikmatan yang ada di dunia ini tidak dapat
menyaingi kenikmatan untuk dekat dengan Allah.

B. TASAWUF DI MASA NABI DAN SAHABAT


1. Karakteristik Tasawuf
Ada dua bentuk tasawuf atau mistisme, yang satu tasawuf bercorak
religius dan tasawuf yang bercorak filosofis. Tasawuf atau mistisme
religius adalah semacam gejala yang sama dalam semua agama, baik di
dalam agama-agama langit ataupun agama-agama purba. Begitu pula
dengan tasawuf atau mistisme filosofis yang sejak lama telah dikenal di
timur sebagai warisan filsafat orang-orang Yunan, maupun di Eropa abad
pertengahan ataupun modern.4 Agama –agama langit yang dimaksud ialah
agama Islam, Katholik, dan Protestan, meskipun digolongkan agama
langit, namun akidah ketiga agama ini berbeda. Sedangkan agama purba
disini adalah seperti agama Hindu, Budha, Majusi, ataupun Paganisme.
Meskipun mistisme atau tasawuf telah dikenal lebih dahulu oleh kelompok
2
Ibid., h.16
3
Ibid., h.18
4
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Sufi Dari Zaman Ke Zaman: Suatu Pengantar Tentang
Tasawuf (Bandung: Pustaka, 1985), h. 1

2
3

agama lain, namun mistisme yang dikenal islam berbeda denagn mistisme
pada agama lain, karena mistisme Islam bersumber dari alquran dan
sunnah. Meskipun nantinya tasawuf ataupun mistisme Islam dimasuki oleh
pemikiran pribadi akan tetapi tetap saja konsep tasawuf ini kental dengan
nuansa Islamnya.
Fase pertama dari perkembangan tasawuf disebut dengan fase
asketisme (zuhud), fase ini muncul pada abad pertama dan kedua hijriah.
Zuhud adalah tonggak yang mendasari tasawuf, di mana zuhud tersebut
tidak selalu identik dengan kemiskinan, contohnya adalah Utsman bin
Affan dan Abdurrahman bin Auf yang keduanya memiliki banyak harta
akan tetapi mereka zuhud terhadap harta yang mereka miliki bahkan
mereka tidak tanggung-tanggung dalam menyedekahkan hartanya.
Seorang sufi mendefinisikan kezuhudan itu adalah “Hendaklah kamu
menolak apa yang kamu miliki, dan bukannya menolak apa yang tidak
kamu miliki. Seandainya seseorang tidak memiliki apa-apa, dalam hal itu
dia dipandang sebagai seorang asketis (zuhud)?”. Jadi askestis (zuhud)
bermakna menjauhkan diri dari hawa nafsunya, dalam artian
memerdekakan dirinya dari segala sesuatu yang menghalanginya. 5 Jadi
sebenarnya zuhud bukanlah kemiskinan seperti yang banyak dipresepsikan
oleh banyak kalangan.
Sumber dari tasawuf adalah ajaran-ajaran yang terdapat di dalam
alquran, as sunnah, amalan serta ucapan para sahabat yang tidak keluar
dari lingkup alquran dan sunnah. Berbagai aliran dalam tasawuf memiliki
suatu konsepsi tentang jalan atau thoriqoh menuju Allah. Jalan ini
(thoriqoh) dimulai dengan latihan-latihan rohani lalu secara bertahap
menuju berbagai fase yang dikenal dengan tingkatan (maqam) dan
keadaan dan berakhir dengan mengenal (makrifat) Allah.6

2. Konsep Tasawuf Pada Rasulullah


Seperti halnya alquran, akhlak dan kepribadian Rasulullah adalah
salah satu dari sumber tasawuf .7 Kehidupan Rasulullah dapat kita bagi
dalam dua fase, fase pertama yaitu fase kehidupan beliau sebelum
diangkat menjadi rasul dan fase kedua yaitu fase kehidupan beliau setelah
diangkat menjadi rasul Allah. Dalam setiap fase kehidupan Rasulullah ini,
sufi mendapatkan adanya satu sumber yang sangat kaya dengan berbagai
ilmu serta amal. Seperti kebiasaan Rasulullah yang setiap bulan ramadan
tiba selalu menyendiri di gua hira untuk menjauhi keramaian hidup,
menghindari kemewahan dunia, menghindari makan dan minum yang
berlebihan, dan merenungi wujud sekalian yang ada. Ini semua

5
Ibid., h. 17
6
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Opcit, h. 35
7
ibid, h. 39

3
4

menjadikan kalbu beliau menjadi bersih dan bening dan merupakan salah
satu penghantar terhadap kenabian beliau. Sebagaimana firman Allah:

‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.”(Q.S. Al-Ahzab: 21)
Kehidupan Rasulullah di dalam gua hira ini adalah cikal bakal
kehidupan yang nantinya akan di hayati oleh para asketis ataupun sufi.
Imam Al Ghazali dalam komentarnya berkata: “Manfaat pertama dari
mengisolasi diri ialah pemusatan diri dalam beribadah, berfikir,
mengakrabkan diri di dalam munajat dengan Allah dengan menghindari
perhubungan di antara makhluk, serta menyibukkan diri dengan menyibak
rahasia Allah tentang persoalan dunia dan akhirat serta perkara langit dan
bumi. 8
Nampaklah bahwa sebelum menghadapi pekerjaan besar untuk
mengurus umat, rasullullah terlebih dahulu melatih kehidupan rohaninya.
Kita perbandingkan kehidupan orang-orang yang Zahid dan Abid, yaitu
ahli-ahli tasawuf yang datang kemudian, dapatlah kita dengan mudah
melihat persamaan di antara kehidupan mereka dengan kehidupan Nabi.
Dapatlah kita menyesuaikan jalan yang kita tempuh dengan latihan dan
perjuangan dan perasaan yang memenuhi jiwa mereka kepada hidup
kerohanian yang suci. Terlepas dari segala pengaruh yang telah dimulai
oleh Nabi Muhammad itu, kemana pun juga mereka menoleh, terbentang
dihadapan mereka tirai-tirai kebenaran. Mereka telah mendapat kekayaan
yang tidak dapat dinilai dengan apapun juga, yaitu kekayaan makrifat,
kekayaan mengenal Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Esa. Mereka
pernah membaca dan merasa apa yang telah dibaca dan dirasa oleh Nabi
yaitu nama Tuhan Yang Maha Mulia: yang mengajari dengan qalam,
mengajari manusia apa mereka yang tidak tahu. 9 Maksudnya di sini
pengalaman-pengalaman rohani seperti yang dialami oleh nabi muhammad
(mukjizat) dialami pula oleh para wali sufi (karamah), dan bisa jadi yang
dimaksud dengan kalimat ini ialah ilmu laduni yang hanya diberikan
kepada para nabi dan wali Allah
Mengenai kehidupan nabi setelah turunnya wahyu ditandai dengan
asketisme (zuhud) serta pembatas diri dari makan dan minum berlebihan,
dan pengalaman-pengalaman rohaniah yang merupakan sumber kekayaan
bagi para sufi. Rasulullah pada periode ini selalu dalam keadaan
sederhana, banyak beribadah dan tahajud. Hal ini terus berlangsung hingga

8
Al Ghazali, Ihya’ Ulum Al-Din, vol 2, h. 201-202.
9
Prof. Dr. Hamka, op.cit., h.25

4
5

turunnya surah Thaha: “Thaha! Kami tidak menurunkan alquran ini


kepadamu agar kamu menjadi susah”. Kehidupan sederhana nabi ini
bukankah semacam kesederhanaan yang merupakan wujud dari
ketidakinginanya terhadap dunia akan tetapi hal ini merupakan wujud
teladan yang ingin beliau berikan kepada umatnya mengenai tentang
ketangguhan yang tidak mengenal lelah (tangguh dalam menghadapi
persoalan hidup, -Penulis). Selain itu hal ini beliau lakukan supaya
membuat orang yang berkepribadian seperti itu tidak diperbudak oleh
kekayaan, kekuasaan atau yang lainnya yang membuat hal-hal selain Allah
menjadi berkuasa.10
Nabi pun terkenal begitu baik dalam pergaulan dengan orang-orang
lain, Ali bin Abi Thalib berkata : “Beliau adalah orang yang paling lapang
dada, kata-katanya paling bisa dipercaya, taat kramanya paling halus dan
keluarganya adalah yang paling mulia. Selalu bergaul bersenda gurau dan
berbincang-bincang dengan para sahabatnya. Bahkan beliau orang yang
sangat menyayangi anak-anak kecil, selalu memenuhi undangan orang
yang mengundang, selalu mengunjungi orang sakit dan selalu menerima
permintaan maaf. Tentang kerendahan hatinya, diriwayatkan bahwa suatu
ketika seseorang datang menemui beliau. Namun begitu orang tersebut
bertemu dengan beliau, dia menggigil saking takutnya melihat nabi. Maka
nabi bersabda kepada orang itu: “Kenapa kamu ketakutan? aku bukan
seorang raja. Aku hanya anak seorang perempuan suku quraisy yang
makanannya pun daging yang dikeringkan (makanan orang-orang miskin
ketika itu).11
Tidak diragukan lagi bahwa pribadi nabi adalah tipe paling ideal
bagi seluruh kaum muslimin termasuk pula bagi para sufi. Selain itu masih
banyak pendapat-pendapat lain tentang nabi yang sarat makna, dan dari
situ para sufi menyimpulkan dan mengembangkannya dalam bentuk teori-
teori intuitif dengan berlandaskan penderitaan serta pengalaman serta
pengamatan langsung. Di antaranya ialah sabda yang diriwayatkan dari
beliau “Dia begitu meliputi kalbuku, sehingga aku setiap harinya
memohon ampun kepada Allah sebanyak 70 kali. Nabi juga menyeru
kepada asketisme (zuhud), sebagaimana sabdanya: “Jauhilah kelezatan
hidup di dunia, Allah akan mencintaimu. Dan jauhilah apa yang ada di
tangan orang banyak, orang-orang akan mencintaimu.12
Sebagian doa nabi juga mengandung makna-makna mistis,
misalnya doa beliau:” Ya Tuhan, kepada-Mu aku berserah diri. Denganmu
aku beriman. Kepada-Mu aku bertawakal serta bersesal diri. Dan karena-
Mu aku berperang.13 Doa nabi ini memiliki pengaruh luar biasa bagi
ketenangan jiwa, dimana segala sesuatu telah dikhtiarkan dan
10
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Opcit, h. 41
11
Ibid, h43
12
Ibid, h43
13
Prof. Dr. Hamka, op.cit., h. 41-46

5
6

disandarakan kepada Allah, maka tawakal inilah yang mendatangkan


ketenangan meskipun dalam kemelut kesempitan hidup, suatu hal yang
tidak akan pernah dipahami oleh mereka yang memilih untuk jauh dari
Allah.
Maka jelaslah bahwa kalau para sufi dengan kecenderungan-
kecenderungan asketisme serta keadaan keadaan rohaniahnya muncul dan
bersumber dari kehidupan moral dan sabda rasulullah shallallahu alaihi
wasallam.
3. Tasawuf Pada Sahabat
Kehidupan dan ucapan para sahabat adalah salah satu sumber
tempat menimba para sufi kehidupan, ucapan mereka penuh dengan hal-
hal yang berkaitan dengan asketisme kehidupan sederhana dan penerimaan
terhadap Allah.14 Dalam kenyataannya para sahabat mengikuti jejak nabi
dalam semua ucapan dan kehidupannya, di mana alquran pun memujimu
mereka dengan:
‫ َي هَّللا ُ َع ْنهُ ْم‬q‫ض‬ ِ ‫ا ٍن َر‬q‫وهُ ْم بِإِحْ َس‬qq‫ار َوالَّ ِذينَ اتَّبَ ُع‬ َ ‫ا ِج ِرينَ َواأْل َ ْن‬qqَ‫ونَ ِمنَ ْال ُمه‬qqُ‫َوالسَّابِقُونَ اأْل َ َّول‬
ِ q‫ص‬
ْ ُ ْ َ ٰ َ ْ َ ‫أْل‬
‫ت تَجْ ِري تَحْ تَهَا ا نهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَا أبَدًا ۚ ذلِكَ الفَوْ ز ال َع ِظي ُم‬ ٍ ‫َو َرضُوا َع ْنهُ َوأَ َع َّد لَهُ ْم َجنَّا‬
Artinya: “Orang-orang terdahulu serta orang-orang pertama-
tama dalam (Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor maupun
orang-orang yang mengikutinya dengan baik, Allah ridho terhadap
mereka dan mereka pun ridho terhadap Allah”. (Q.S. At-Taubah, 9:100).
Allah sendiri telah mengemukakan betapa tingginya kedudukan
para sahabat ini sebagaimana sabdanya: “Bagaikan bintang. Siapa pun di
antara mereka yang kamu ikut, niscaya kamu mendapat petunjuk.
a. Abu Bakar As Siddiq
Abu Bakar As Siddiq adalah seorang askestis (zuhud) sehingga
diriwayatkan bahwa selama 6 hari dalam seminggu dia selalu dalam
keadaan lapar, baju yang dimilikinya tidak lebih dari satu helai.15
Abu Bakar berkata: “Aku hanya seluas tempat duduk.” Alangkah
sempitnya dunia kalau ditinjau dari kacamata tasawuf. Namun demikian
kenyataannya. Cobalah renungkan ketika kita i'tikaf di masjid rumah
duduk di atas sajadah, bukankah dunia kita hanya seluas tempat duduk
kita? atau sekurang-kurangnya hanya selebar sajadah, karena dirasa pada
waktu ibadah itu kita tidak mengingat hal-hal keduniaan dan keakhiratan
selain Allah.16 Begitulah cerminan zuhud yang dicontohkan oleh para
sahabat nabi, dimana orientasi hidup mereka hanyalah kepada akhirat.

14
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Opcit, h. 47
15
Ibid, h. 48.
16
M.Zain Abdullah. Tasawwuf Dan Zikir, (Solo: Ramadhani, 1991), h. 15

6
7

b. Umar bin Khattab


Umar bin Khattab terkenal dengan keebningan jiwa serta
kebersihan kalbunya sehingga rasulullah telah berkata: “Allah telah
menjadikan kebenaran pada lidah dan kalbu Umar”. Pernah diriwayatkan
bahwa umar setelah menjabat sebagai amirul mukminin pernah khutbah
dengan memakai jubah yang bertambalan dua belas sobekan.17
Al Tusi menulis: “Dalam berbagai hal para sufi banyak
meneladani Umar diantaranya ialah upayanya dengan memakai pakaian
bertambah, sikapnya yang garang, tindakannya dalam meninggalkan hawa
nafsu, tindakannya dalam meninggalkan hal-hal yang meragukan
(syubhat) kekeramatan yang dimilikinya, ketegarannya terhadap yang
salah ketika kebenaran telah tampak, ketangguhannya dalam menegakkan
kebenaran, tindakannya dalam menyamaratakan hak-hak orang yang dekat
ataupun jauh dan keteguhannya dalam berpegang kepada ketaatan yang
paling berat.”
Menurut para sufi, kekeramatan yang muncul pada diri Umar
mencapai peringkat tertinggi keramat orang-orang yang benar. Bukti
kekeramatan Umar antara lain ialah seruan-seruannya kepada Sariyah
ketika dia sedang berpidato: “Sariyah, naiklah ke atas bukit itu!”. Sariyah
ketika itu sedang bersama pasukannya di pintu gerbang Nihwand. Sariyah
pun mendengar seruan Umar tersebut, lalu membawa pasukannya ke arah
bukit. Akhirnya pasukannya berhasil mengalahkan pasukan musuh setelah
kembali, Sariyah: “Bagaimana kamu tahu hal itu?”. Jawabnya: “Aku
mendengar seruan dari Umar Radhiallahu: “Sariyah naiklah ke atas bukit
itu!”.18
c. Utsman bin Affan
Utsman bin Affan pun menjadi suri tauladan para sufi di dalam
banyak hal. Salah satunya riwayat bahwa dia membawa sendiri beberapa
ikat kayu dari tubuhnya, padahal dia memiliki beberapa budak. Ketika
ditanyakan mengapa tidak dia suruh saja budak-budaknya membawanya.
Jawabnya: “Aku bisa membawanya sendiri.” Hal ini menunjukkan betapa
dia tidak pernah lupa untuk menempa dirinya sendiri. bahkan dia tidak
senang dengan harta yang berhasil dikumpulkannya.
Mengenai kehidupannya yang asketis (sekalipun dia mempunyai
banyak harta), diriwayatkan bahwa beliau mendermakan hartanya lebih dia
suka daripada menumpuknya. Dia yang membekali pasukan nabi pada
masa paceklik, dan dia pula yang membeli sumur seorang Yahudi yang
melarang kaum muslimin menimba air disumur itu. Baginya harta
mempunyai fungsi sosial sebagaimana katanya: “Andai saja aku tidak

17
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Opcit, h. 48
18
Ibid, h. 49

7
8

khawatir bahwa dalam Islam terdapat lobang yang dapat dapat ku tutup
dengan harta ini pasti aku tidak akan mengumpulkannyaa.19
Dia pun terkenal tekun beribadah serta banyak membaca al-quran.
Mengenai al-quran dia berkata: “alquran adalah kitab Tuhanku. Seorang
hamba seandainya dia kedatangan kitab-kitabnya, tidak boleh tidak dia
harus melihatnya setiap hari untuk mengamalkan apa-apa yang terkandung
di dalamnya.” 20
Utsman bin affan dikenal dengan sifat pemalunya,
kedermawanannya, kesederhanaannya, rasa takutnya kepada Allah,
kerendahhatiannya, kasih sayangnya, pergaulan baiknya dengan orang lain
koma dan lain-lainnya.
d. Ali Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib dalam pandangan sufi secara khusus memiliki
kedudukan tinggi. Dalam hal ini seorang tokoh sufi angkatan pertama
orang berkata: “Dia dianugerahi ilmu laduni (ilmu dari sisi allah). Ilmu
laduni adalah ilmu yang secara khusus dianugerahkan kepada khidir
sebagaimana firmannya: “Dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu
dari sisi kami.
Suatu ketika Ali bin Abi Thalib ditanya tentang pengertian iman,
jawabnya adalah: “Iman dilandaskan atas tonggak, yakni kesabaran,
keyakinan, keadilan, dan jihad. Al Tusi berkata: “Seandainya hal ini benar,
maka dia adalah orang pertama pertama-tama mengemukakan masalah
keadaan dan tingkatan (maqam) menurut para sufi.” banyak hal, akhlak
dan tindakan Ali yang menjadi panutan para sufi.”21
e. Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah salah satu sahabat nabi yang tinggal di suffah
(ujung mesjid) yang selama hidup tidak pernah meninggalkan nabi.
Sahabat lain yang kezuhudannya dan kesederhanaannya pun cukup
terkenal, diantara mereka ialah Muadz bin Jabal, Abu Ubaidah bin Jarrah,
Abdullah bin Umar, Huzaifah Ibnu Yaman, Bilal Al-Habsyi, Abu Dzar Al-
Ghifari, Salman Al Farisi, Imran Bin Hasyin dan sahabat lainnya.22
C. PENUTUP
Setelah memperhatikan permulaan tumbuhnya, jelaslah bahwa ilmu
tasawuf tumbuh sendiri antara pengaruh membaca ayat-ayat suci Alquran,
memahami maksudnya, membaca hadis, mencontoh kehidupan Nabi dan para
19
Ibid. h. 50
20

21
Ibid, h.51.
22
Ibid, h. 53.

8
9

sahabatnya, serta pengaruh tuntunan agama Islam pada umumnya. Jadi


tetaplah kesan bahwa tasawuf Islam itu bersumber dari Alquran dan hadis
Nabi Muhammad. Al-quran merupakan akhlak dari Nabi Muhammad
Pengaruh Alquran itu telah merasa ke dalam jiwa Nabi Muhammad bahkan
Pernah diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah ditawarkan kepadanya,
manakah yang beliau suka menjadi nabi kaya seperti nabi Sulaiman atau
menjadi Papa seperti Ayub, lalu beliau lebih memilih lapar sehari dan kenyang
sehari. Karena di waktu lapar beliau bisa bersabar memikul penderitaan dan di
waktu kenyang supaya beliau bisa bersyukur. Sabar menderita, bersyukur
menerima Anugerah adalah keduanya inti imbang dalam pelajaran hidup.23

DAFTAR PUSTAKA
A. W. G. al-Taftazani dan A. R. Utsmani. 1985. Sufi dari zaman ke zaman: suatu
pengantar tentang tasawuf. Bandung: Pustaka.

23
Prof. Dr. Hamka, op.cit., h.28

9
10

Hamka.1984. Tasauf, Perkembangan Dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka


Panjimas.
M.Zain Abdullah. 1991. Tasawwuf Dan Zikir.Solo: Ramadhani.

10

Anda mungkin juga menyukai