A. PENDAHULUAN
Pada zaman modern ini manusia banyak disibukkan oleh kehidupan
dunia, hal ini merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Seakan-akan merupakan tuntutan zaman untuk manusia tenggelam dalam
aktifitas dunia. Sebagian besar umur mereka dihabiskan untuk kerja dan
kerja. Tentu hal ini menjadikan mereka kehilangan hakekat penciptaan
mereka yaitu untuk mengabdi kepada Allah. Mereka sunyi dalam
keramaian, jiwa mereka semakin kering, mereka inilah rindu yang pada
sang pencipta. (Pen-)
Semua berputar dengan sangat cepat, terlambat sedikit saja dari
kemajuan-kemajuan tersebut akan menjadikan kita tertinggal jauh sekali.
Akibatnya manusia dipaksa untuk mengikuti arus dunia yang berporos
pada matrealisme. Sangat melelahkan hidup pada dunia seperti itu. Setelah
manusia menurutkan jalan kecepatan pengaruh hidup benda tersebut, maka
timbullah perasaan-perasaan ganjil dari hati mereka. Perasaan tidak puas
dengan kehidupan matrealisme. Siang hari kerja keras mencari keuntungan
dunia dan kekayaaan dengan semboyan: “Time Is Money! Waktu itu
adalah uang!. Memperebutkan uang walaupun merugikan orang lain.
Seakan-akan mereka adalah kanibal abad modern.1 Disesabkan biaya
hidup yang semakin tinggi meneybabkan manusia bekerja ekstra lebih
keras untuk mencapai tuntunan hidup, maka hal ini tentu akan
menyebabkan stress dan keputuasaan dalam hidup manusia.
Cara hidup yang seperti itu hanya akan menimbulkan kebencian
dan kedengkian sesama manusia yang berujung pada stress dan depresi.
Maka hidup dalam kebeningan hati dan kesucian batin akan tercapailah
1
Prof. Dr. Hamka, Tasauf, Perkembangan Dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984),
h. 14
1
2
hidup yang damai. Dalam menyelami hidup kerohanian dari segi ilmu
pengetahuan, Emmanuel Kant pernah berkata: “saya terpaksa berhenti
sementara melanjutkan penyelidikan ilmu pengetahuan, supaya
menyediakan tempat dalam batinku untuk percaya (iman).2 Hidup dengan
mengejar dunia tentu sangat melelahakan. Ambisi manusia untuk selalu
berada dalam posisi teratas menjadi sebuah tantaga sendiri pada abad ini,
maka tak pelak lagi segala cara halal untuk dilakukan demi mencapai
tujuan hidup yang diidam-idamkan.
Tasawuf adalah jalan untuk menghidupkan sisi spritual dan
kerohanian. Dengan demikian beban hidup tidak terasa lagi seperti tali
yang mencekik melainkan merupakan nikmat.
Maka dari itu, di samping hiruk-pikuknya, riuh sorak, tertawa-
kegirangnya; di samping cahaya lampu terang benderang sampai jauh
malam di tempat musik merayu-rayu dan hentaakn kaki diatas ubin orang
menari; ada, bahkan memang ada manusi-manusia kalau bukan keteguhan
hatinya mempelajari dan dan mengamalkan hidup rohani itu niscaya akan
pudarlah cahaya kemurnian jiwa dari alam ini.3 Maka disinilah peran
tasawuf dalam mengendalikan jalan hidup manusia yang semakin tidak
terkendali. Tasawuf menyediakan ruang bagi mereka-mereka yang ingin
memperoleh ketenangan yang sebenarnya, bukan ketenangan yang semu
berbalut gemerlap pesona dunia. Tasawuf juga mengokohkan jiwa
manusia yang pada hakikatnya rapuh. Karena semakin jauh mereka dari
Allah maka akan semakin mudah mereka terjerumus dalam perangkap
setan dan dunia. Sejatinya kenikmatan yang ada di dunia ini tidak dapat
menyaingi kenikmatan untuk dekat dengan Allah.
2
3
agama lain, namun mistisme yang dikenal islam berbeda denagn mistisme
pada agama lain, karena mistisme Islam bersumber dari alquran dan
sunnah. Meskipun nantinya tasawuf ataupun mistisme Islam dimasuki oleh
pemikiran pribadi akan tetapi tetap saja konsep tasawuf ini kental dengan
nuansa Islamnya.
Fase pertama dari perkembangan tasawuf disebut dengan fase
asketisme (zuhud), fase ini muncul pada abad pertama dan kedua hijriah.
Zuhud adalah tonggak yang mendasari tasawuf, di mana zuhud tersebut
tidak selalu identik dengan kemiskinan, contohnya adalah Utsman bin
Affan dan Abdurrahman bin Auf yang keduanya memiliki banyak harta
akan tetapi mereka zuhud terhadap harta yang mereka miliki bahkan
mereka tidak tanggung-tanggung dalam menyedekahkan hartanya.
Seorang sufi mendefinisikan kezuhudan itu adalah “Hendaklah kamu
menolak apa yang kamu miliki, dan bukannya menolak apa yang tidak
kamu miliki. Seandainya seseorang tidak memiliki apa-apa, dalam hal itu
dia dipandang sebagai seorang asketis (zuhud)?”. Jadi askestis (zuhud)
bermakna menjauhkan diri dari hawa nafsunya, dalam artian
memerdekakan dirinya dari segala sesuatu yang menghalanginya. 5 Jadi
sebenarnya zuhud bukanlah kemiskinan seperti yang banyak dipresepsikan
oleh banyak kalangan.
Sumber dari tasawuf adalah ajaran-ajaran yang terdapat di dalam
alquran, as sunnah, amalan serta ucapan para sahabat yang tidak keluar
dari lingkup alquran dan sunnah. Berbagai aliran dalam tasawuf memiliki
suatu konsepsi tentang jalan atau thoriqoh menuju Allah. Jalan ini
(thoriqoh) dimulai dengan latihan-latihan rohani lalu secara bertahap
menuju berbagai fase yang dikenal dengan tingkatan (maqam) dan
keadaan dan berakhir dengan mengenal (makrifat) Allah.6
5
Ibid., h. 17
6
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Opcit, h. 35
7
ibid, h. 39
3
4
menjadikan kalbu beliau menjadi bersih dan bening dan merupakan salah
satu penghantar terhadap kenabian beliau. Sebagaimana firman Allah:
لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.”(Q.S. Al-Ahzab: 21)
Kehidupan Rasulullah di dalam gua hira ini adalah cikal bakal
kehidupan yang nantinya akan di hayati oleh para asketis ataupun sufi.
Imam Al Ghazali dalam komentarnya berkata: “Manfaat pertama dari
mengisolasi diri ialah pemusatan diri dalam beribadah, berfikir,
mengakrabkan diri di dalam munajat dengan Allah dengan menghindari
perhubungan di antara makhluk, serta menyibukkan diri dengan menyibak
rahasia Allah tentang persoalan dunia dan akhirat serta perkara langit dan
bumi. 8
Nampaklah bahwa sebelum menghadapi pekerjaan besar untuk
mengurus umat, rasullullah terlebih dahulu melatih kehidupan rohaninya.
Kita perbandingkan kehidupan orang-orang yang Zahid dan Abid, yaitu
ahli-ahli tasawuf yang datang kemudian, dapatlah kita dengan mudah
melihat persamaan di antara kehidupan mereka dengan kehidupan Nabi.
Dapatlah kita menyesuaikan jalan yang kita tempuh dengan latihan dan
perjuangan dan perasaan yang memenuhi jiwa mereka kepada hidup
kerohanian yang suci. Terlepas dari segala pengaruh yang telah dimulai
oleh Nabi Muhammad itu, kemana pun juga mereka menoleh, terbentang
dihadapan mereka tirai-tirai kebenaran. Mereka telah mendapat kekayaan
yang tidak dapat dinilai dengan apapun juga, yaitu kekayaan makrifat,
kekayaan mengenal Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Esa. Mereka
pernah membaca dan merasa apa yang telah dibaca dan dirasa oleh Nabi
yaitu nama Tuhan Yang Maha Mulia: yang mengajari dengan qalam,
mengajari manusia apa mereka yang tidak tahu. 9 Maksudnya di sini
pengalaman-pengalaman rohani seperti yang dialami oleh nabi muhammad
(mukjizat) dialami pula oleh para wali sufi (karamah), dan bisa jadi yang
dimaksud dengan kalimat ini ialah ilmu laduni yang hanya diberikan
kepada para nabi dan wali Allah
Mengenai kehidupan nabi setelah turunnya wahyu ditandai dengan
asketisme (zuhud) serta pembatas diri dari makan dan minum berlebihan,
dan pengalaman-pengalaman rohaniah yang merupakan sumber kekayaan
bagi para sufi. Rasulullah pada periode ini selalu dalam keadaan
sederhana, banyak beribadah dan tahajud. Hal ini terus berlangsung hingga
8
Al Ghazali, Ihya’ Ulum Al-Din, vol 2, h. 201-202.
9
Prof. Dr. Hamka, op.cit., h.25
4
5
5
6
14
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Opcit, h. 47
15
Ibid, h. 48.
16
M.Zain Abdullah. Tasawwuf Dan Zikir, (Solo: Ramadhani, 1991), h. 15
6
7
17
a. W. G. Al-Taftazani Dan A. R. Utsmani, Opcit, h. 48
18
Ibid, h. 49
7
8
khawatir bahwa dalam Islam terdapat lobang yang dapat dapat ku tutup
dengan harta ini pasti aku tidak akan mengumpulkannyaa.19
Dia pun terkenal tekun beribadah serta banyak membaca al-quran.
Mengenai al-quran dia berkata: “alquran adalah kitab Tuhanku. Seorang
hamba seandainya dia kedatangan kitab-kitabnya, tidak boleh tidak dia
harus melihatnya setiap hari untuk mengamalkan apa-apa yang terkandung
di dalamnya.” 20
Utsman bin affan dikenal dengan sifat pemalunya,
kedermawanannya, kesederhanaannya, rasa takutnya kepada Allah,
kerendahhatiannya, kasih sayangnya, pergaulan baiknya dengan orang lain
koma dan lain-lainnya.
d. Ali Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib dalam pandangan sufi secara khusus memiliki
kedudukan tinggi. Dalam hal ini seorang tokoh sufi angkatan pertama
orang berkata: “Dia dianugerahi ilmu laduni (ilmu dari sisi allah). Ilmu
laduni adalah ilmu yang secara khusus dianugerahkan kepada khidir
sebagaimana firmannya: “Dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu
dari sisi kami.
Suatu ketika Ali bin Abi Thalib ditanya tentang pengertian iman,
jawabnya adalah: “Iman dilandaskan atas tonggak, yakni kesabaran,
keyakinan, keadilan, dan jihad. Al Tusi berkata: “Seandainya hal ini benar,
maka dia adalah orang pertama pertama-tama mengemukakan masalah
keadaan dan tingkatan (maqam) menurut para sufi.” banyak hal, akhlak
dan tindakan Ali yang menjadi panutan para sufi.”21
e. Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah salah satu sahabat nabi yang tinggal di suffah
(ujung mesjid) yang selama hidup tidak pernah meninggalkan nabi.
Sahabat lain yang kezuhudannya dan kesederhanaannya pun cukup
terkenal, diantara mereka ialah Muadz bin Jabal, Abu Ubaidah bin Jarrah,
Abdullah bin Umar, Huzaifah Ibnu Yaman, Bilal Al-Habsyi, Abu Dzar Al-
Ghifari, Salman Al Farisi, Imran Bin Hasyin dan sahabat lainnya.22
C. PENUTUP
Setelah memperhatikan permulaan tumbuhnya, jelaslah bahwa ilmu
tasawuf tumbuh sendiri antara pengaruh membaca ayat-ayat suci Alquran,
memahami maksudnya, membaca hadis, mencontoh kehidupan Nabi dan para
19
Ibid. h. 50
20
21
Ibid, h.51.
22
Ibid, h. 53.
8
9
DAFTAR PUSTAKA
A. W. G. al-Taftazani dan A. R. Utsmani. 1985. Sufi dari zaman ke zaman: suatu
pengantar tentang tasawuf. Bandung: Pustaka.
23
Prof. Dr. Hamka, op.cit., h.28
9
10
10