Anda di halaman 1dari 18

19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesungguhnya Ilmu Mantiq membahas tentang fikiran-fikiran dan
persesuaiannya dengan undang-undang berfikir, dari itulah maka hubungan
ilmu mantiq ialah dengan fikiran-fikiran. Tidak ada sangkut pautnya dengan
lafadh; tetapi dikarenakan lafadh itu sebagai tanda yang menunjukkan
kepada maksud dan pengertian, maka untuk mengambil faidah makna-
makna itu, tidak terlepas dari hubungannya dengan lafadh-lafadh itu
menunjukkan atas nama dan petunjuk lafadh itu, dengan arti memahami
makna dari lafah. Dari sinilah akan dibahas tentang petunjuk-petunjuk atas
makna-makna secara umum. Jadi pengertian dilalah (petunjuk), memahami
sesuatu dari sesuatu yang lain (fahmu amrin min amrin), amrin pertama
dinamakan mad-lul sedangkan amrin yang kedua merupakan dalal. Untuk
memahami lebih jauh tentang Dilalah dan Lafadz, sedikit hanya penulis
menguraikan yang menyangkut Konsep Dilalah dan Lafadz.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Lafadz?
2. Pembagian Lafadz?
3. Apa itu Mafhum dan Mashdaq?
4. Apa itu Taqabul Al Alfazh?
5. Apa itu Nisbah Baina Kulliyain?
6. Bagaimana Perbandingan Lafadz?
7. Bagaimana penjelasan Aqsam AL Kulli?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Lafadz dan Pembagiannya.
2. UntukUntuk memahami Lafadz, Mafhum dan mashdaq serta
pembagiannya
19

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lafadz

Lafadz dalam bahasa arab, adalah kata-kata dalam bahasa Indonesia.


Lafadz adalah satu nama yang diberikan pada rangkaian huruf abjad atau susunan
beberapa huruf yg mempunyai arti. Jika lafadz tidak mempunyai arti maka
rangkaian huruf itu tidak dapat disebut sebagai lafadz.

B. Pembagian Lafadz

1. lafazh Mufrad (‫مفرد‬ )

Lafazh mufrad terdiri dari dua kata yaitu, lafazh dan Mufrad. lafazh
artinya kata-kata, sedangkan Mufrad artinya satu kata. Dlam istilah ilmu
mantiq, lafazh adalah kata-kata yang tidak mempunyai bagian yang
masing-masing bagian itu menunjuk kepada makna yang dikandungnya
sendiri.
Berdasarkan bagian-bagian katanya lafazh mufrad terbagi :   
a. Lafazh yang tidak mempunyai suku kata sama sekali, misalnya
lafazh yang terdiri dari satu huruf.  Contoh Wa artinya dan (bahasa
Arab). U artinya kelapa (bahasa Aceh). I artinya air (bahasa Aceh).
Wa artinya dan (bahasa Arab)
b. Lafazh yang mempunyai bagian kata (huruf), tetapi jika
dipisahkan, bagian itu tidak mempunyai arti sama sekali. Contoh :
Huruf Sho pada lafazh Shomadun (bahasa Arab). Huruf Ba pada
lafazh Baabun (bahasa Arab)
c. Lafazh yang mempunyai bagian kata dan masing-masing bagian itu
mempunyai arti sendiri. Rangkaian kata seperti ini dalam bahasa
Arab disebut Mudhaf dan Mudhaf ilaih. Contohnya : ‫د‬::::‫عب‬
‫هللا‬ (Abdullah), ‫ابو‬  ‫ر‬:::‫هري‬ (Abu Hurairah) tidak diartikan bapak
kucing, tetapi nama seseorang bernama Abu Hurairah. 
d. Lafazh yang mempunyai bagian-bagianó yang masing masing
mempunyai arti sendiri. Contoh : ‫ان‬ ٌ ‫َاطق َحيَ َو‬
ِ ‫ن‬  masing – masing kata
ini mengandung arti sendiri yaitu, tetapi yang dimaksudkan adalah
satu yaitu Insan.

2. Lafazh Murakkab (‫)مركب‬

Lafazh murakkab terdiri dari dua kata yaitu Lafazh dan Murakkab. Lafzah
artinya kata-kata dan murakkab artinya disusun atau dirangkai. Jadi, lafazh
19

murakkab artinya kata-kata yang disusun atau dirangkai baik dari 2, 3, 4,


ataupun lebih dari itu.
Lafafdz Murakkab terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Lafazh Murakkab Tam, adalah kata-kata yang dirangkai atau
disusun sedemikian rupa sehingga memberi pengertian yang
lengkap. Dalam bahasa Indonesia, murakkab tam disebut kalimat
efektif atau kalimat sempurna. Contoh :Drs. H. Humam adalah
Bapak Dosen Ilmu Pendidikan Islam STIT al-Muslihuun Tlogo
Blitar.

b.   Lafazh Murakkab Naqish, adalah rangkaian kata yang belum


memberikan pengertian efektif atau sempurna (kalimat gantung).
Contoh : Orang sombong itu, Seorang pemulung, Pujaan hati.

C. Mafhum dan Mashadaq

Setiap lafazh kulli selalu memberi dua dilalah (petunjuk):


Pertama, dilalah yang menunjuk kepada makna, konsep atau pengertian. Seperti
lafazh insan, yang memberi dilalah bahwa manusia adalah hayawanun-nathiq.
Kedua, dilalah yang tercakup pada makna tersebut, yaitu yang terkena/dikenai
konsep atau pengertian di atas. Seperti anak kecil dan orang gila, itu tercakup pada
makna insan, karena masih disebut sebagai seorang manusia.
(‫ظُ ْال ُكلِى‬:‫ ِه اللَّ ْف‬:‫دُلُّ َعلَ ْي‬:َ‫)ال َم ْعنَى الَّ ِذ ى ي‬makna
ْ yang ditunjukkan oleh lafazh kulli,
itulah yang dinamakan Mafhum atau disebut juga ‫ الحقيقة‬atau ‫الماهية‬.
‫كَ ْال َم ْعنَى‬::ِ‫ ِه َذل‬::ْ‫ق َعلَي‬ ْ َ‫ َرا ُد الَّتِى ي‬::‫ ))اََأْل ْف‬sedangkan afrad (bagian-bagian) yang
ُ ‫ ُد‬::‫ص‬
tercakup atau dikenai oleh makna itu adalah Mashadaq.1
Adapun beberapa contoh lain di bawah ini, yaitu:
a. Jika Anda menyebutkan lafazh nahr (sungai), maka mafhum-nya
adalah air yang mengalir di permukaan tanah sejak dari hulunya di
gunung sampai ke muaranya di laut luas. Sedang mashadaq-nya
adalah setiap yang bernama sungai di permukaan bumi, contohnya
seperti sungai Nil.
b. Jika kita memerhatikan mafhum dari lafazh kulli, misalnya samak
(ikan) maka akan terlihat bahwa mashadaq-nya adalah semua ikan,

1
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 14-15.
19

baik di laut maupun di sungai dan di kolam. Tetapi, bila Anda


menambahkan konsep bahri kepada samak sehingga menjadi
samak bahri (ikan laut) maka mashadaq-nya hanyalah ikan laut.
Ikan sungai dan ikan kolam tidak tergabung lagi ke dalamnya.
Lebih-lebih lagi, mashadaq-nya akan semakin sedikit, jika Anda
menambahkan konsep yang lainnya lagi, misalnya samak bahri
mulawwan (ikan laut yang berwarna).2
Maka, dari uraian di atas, dapat dipahami, bahwa:
ُ‫ص َدقَه‬ َ َ‫اِ َذا َزا َد َم ْفهُوْ ُم ْال ُكلِى نَق‬
َ ‫ص َما‬
Apabila mafhum kulli bertambah, maka mashadaq akan berkurang.
Kaidah yang semakna dengan kaidah tersebut dalam bentuk redaksi lainnya
adalah:
َ ‫َك ْث َرةُ ْالقُيُوْ ِد تَقَلَّ َل ْال َما‬
‫صا َدقَات‬
Banyaknya ikatan mafhum akan menyempitkan mashadaq-nya.

D. Taqabul al-Alfazh (Perlawanan Kata)


Dalam Ilmu Mantik, lafazh-lafazh (kata-kata) yang berlawanan
diistilahkan dengan taqabul al-alfazh.
‫التقابل هو أال يجتمع لفظان فى موضوع واحد فى زمان واحد‬
Yang dimaksudkan dengan kata-kata berlawanan adalah bahwa dua kata
tidak dapat berkumpul pada satu benda/objek, dan dalam satu waktu. Seperti: Ada
dan tidak ada, Hitam dan Putih, Hidup dan Mati.
Dua lafazh ini dinamai dengan Mutaqabilain.3
Taqabul ini terbagi menjadi tiga bagian:
1. Taqabul as-Salab wal Ijab (Negatif dan Positif)
Lafazh yang berlawanan secara ijab dan salab (positif dan negatif) adalah
dua lafazh (kata) yang tidak bisa dikumpulkan sekaligus pada satu benda dan
tidak bisa pula dipisahkan sekaligus dari benda itu, mesti ada salah satunya.

2
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 29.
3
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 15.
19

Dan disebut juga dua taqabul ini dengan Naqidhaen, atau Mani’ah al-Jama’
wal Khuluw. Contoh:
a) Manusia dan bukan manusia.
Tidak mungkin kita mengatakan kepada orang lain:
Anda adalah manusia dan bukan manusia (ijab).
Atau, tidaklah Anda manusia dan bukan manusia (salab).
b) Hewan dan bukan hewan.
Tidak mungkin kita mengatakan kepada sesuatu, bahwa:
Dia itu hewan dan dia bukan hewan (ijab).
Atau, tidaklah dia itu hewan dan bukan hewan (salab).
c) Laptop dan bukan laptop.
Tidak mungkin kita mengatakan pada suatu barang, bahwa:
Barang itu adalah laptop dan bukan laptop (ijab).
Atau, tidaklah barang itu laptop dan bukan laptop (salab).
2. Taqabul Dhiddain
Yaitu dua lafazh yang keduanya tidak bisa bersatu, berkumpul dalam satu
objek dan satu waktu. Tapi terkadang bisa menghilang keduanya bersama-
sama. Contoh:
a) Hitam dan putih
Tidak bisa putih itu berkumpul dengan hitam dalam satu waktu,
tapi dapat menghilang keduanya bersamaan, dengan artian keadaan suatu
benda itu misalnya berwarna merah.
Masing-masing dari lafazh berlawanan itu tidak bisa dikumpulkan
sekaligus dalam satu waktu pada satu benda. Kita tidak bisa mengatakan:
Perempuan itu hitam dan putih (ijab);
Pernyataan itu tidak bisa dibenarkan, tetapi, bisa saja ditidakkan, dengan
mengatakan:
Perempuan itu tidak hitam dan tidak putih (salab);
Pernyataan itu menjadi benar karena mungkin sekali perempuan yang
dimaksud tidak hitam dan tidak putih, tetapi kuning langsat.
b) Tinggi dan rendah
19

Kayu itu tinggi dan rendah.


Kalimat tersebut merupakan pernyataan yang tidak mungkin bisa terjadi.
Namun pernyataan itu akan menjadi benar, jika diucapkan dalam bentuk
negatif, seperti:
Kayu itu tidak tinggi dan tidak rendah (pertengahan).
c) Besar dan kecil.
Anak itu besar dan kecil (ijab).
Kalimat tersebut merupakan pernyataan yang tidak mungkin bisa terjadi.
Namun pernyataan itu akan menjadi benar, jika diucapkan dalam bentuk
negatif, seperti:
Anak itu tidak besar dan tidak kecil (pertengahan).
d) Pahit dan manis.
Makanan itu manis dan pahit.
Kalimat tersebut merupakan pernyataan yang tidak mungkin bisa terjadi.
Namun pernyataan itu akan menjadi benar, jika diucapkan dalam bentuk
negatif, seperti:
Makanan itu tidak manis dan tidak pahit; bisa jadi asam, asin, ataupun
pedas.

3. Taqabul Mutadhayifain
Berlawanan tapi terikat, yaitu dua kata berlawanan yang tidak bisa
dikumpulkan pada sesuatu di satu waktu, tetapi yang satu terikat dengan yang
lainnya. Dengan kata lain, dikatakan bahwa perlawanan dua kata yang tidak
mungkin dapat dipahami salah satunya tanpa adanya yang lain. Contoh:
a) Ayah dan anak
b) Suami dan istri
c) Guru dan murid
Contoh itu menampilkan tiga pasang kata yang berlawanan, tetapi yang
satu terikat dengan lawannya. Seseorang tidak terterima oleh akal sebagai
suami, jika ia tidak memiliki seorang istri. Tetapi dikumpulkan suami dan
19

istri sekaligus dalam satu waktu pada seseorang adalah hal tidak mungkin.
Demikian juga dengan contoh yang lainnya.4
E. Nisbah baina Kulliyain (Hubungan antara Dua Lafazh Kulli)
Dilihat dari segi hubungan (nisbah) antara satu makna lafazh kulli dan makna
kulli lainnya, terdapat lima macam;
1) Mutaradifain/Sinonim
Yaitu dua lafazh kulli yang sama mafhum dan mashadaqnya (dalam
pengertian dan bukti). Contoh:
 Asadun dan ghadhanfarun (binatang buas)
 Insanun dan basyarun (hewan berpikir)
 Baitun dan manzilun (bahasa Arab: rumah)
 Nar dan Sa’ir (bahasa Arab: neraka)
 Jannah dan ‘adn (bahasa Arab: surga)
2) Mutasawiyain
Dua lafazh yang satu dalam buktinya (mashadaq), tetapi tidak satu dalam
pengertiannya (mafhum). Contoh:
“nathiq” dengan “qabil li al-ta’lim al-raqi”. Mashadaqnya satu, yaitu
manusia. Akan tetapi, pengertian “nathiq” berbeda dengan pengertian “qabil
li al-ta’lim al-raqi”. Yang pertama artinya ‘berpikir’, dan yang kedua artinya
dapat ‘dididik’, mampu menerima pengajaran tinggi.5
3) Mutabayinain
Perbandingan tabayun, adalah perbandingan dua lafazh kulli yang
berbeda, baik mafhum maupun mashadaq-nya. Atau yang berbeda dalam
pengertian dan buktinya; bukti yang satu tidak sama dengan bukti yang
lainnya.6 Perbandingan yang semacam ini adalah yang terbanyak. Contoh:
 Gunung dan laut,
 Rumah dan sungai,
4
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 30-32.
5
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V, hal.
54.
6
Imas Masaroh Amien, Ilmu Mantiq Pengantar Praktis Menuju Berpikir Islam (Tasikmalaya, 2011)
hal. 24.
19

 Anjing dan merpati,


 Kuda dengan pohon,
 Insan dan jin,
 Sunnah dan bid’ah, dan sebagainya.
4) Umum Khusus Mutlak
Dua kata yang salah satu dari keduanya lebih umum dan mencakup individu
yang lainnya.
Contoh;
 Buku-kertas7
 Ma’dan (barang tambang) dengan nuhas (perunggu).
Barang tambang itu lebih umum daripada perunggu, sebab emas dan
perak pun termasuk barang tambang.8
 Ibadah dan shalat
 Tumbuh-tumbuhan dan jeruk
 Bunga-bungaan dan mawar, dan yang semacamnya.9
5) Umum Khusus Wajhi
Sebagian bukti dan salah satu bukti terdapat pada bukti individu yang lain.
Keduanya dapat berkumpul pada satu benda, tetapi keduanya dapat pula
berpisah pada benda yang lain. Contoh:
 Antara “manusia” dan “putih” bisa ada pada benda lain; seperti “kapur”
juga putih.10
 Bunga dan merah
 Obat dan pahit
 Api dan panas
 Lapangan dan luas

7
Ibid., hal. 24.
8
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V, hal.
55.
9
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 34.
10
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V,
hal. 55-56.
19

F. Perbandingan antara Lafazh Kulli dengan Artinya


Dilihat dari segi artinya lafazh kulli terbagi ke dalam 5 macam, yaitu;
1. Lafazh Mutawathi’
Adalah lafazh kulli yang mempunyai makna banyak; mafhumnya satu dan
mashadaqnya banyak. Contoh: Insan, hewan, tumbuh-tumbuhan.
Lafazh insan mempunyai makna: Hindun, Fatimah, Umar, dan lain-lain.
Hakikat dari nama-nama itu sama dalam hal manusianya. Mereka hanya
berbeda dalam jenis dan sifat-sifat saja. Demikian pula lafazh hewan, dapat
mengandung arti kucing, babi, anjing, monyet, dan lain-lain.
2. Lafazh Musyakkik
Lafazh musyakkik adalah lafazh kulli yang kualitas artinya berbeda.
Artinya, lafazh musyakkik itu satu, tetapi kualitasnya berbeda.
Contoh: Putih, tinggi, besar
Lafazh putih mempunyai arti bisa sangat putih, kurang putih, sedikit putih,
atau putih sedang. Lafazh tinggi bisa sangat tinggi, kurang tinggi dan
seterusnya. Demikian juga halnya dengan lafazh besar, bisa sangat besar,
kurang besar, dan seterusnya.
3. Lafazh Mutabayin
Lafazh mutabayin (sama dengan perbandingan mutabayinain) adalah dua
lafazh yang bacaannya berbeda dan artinya pun berlainan.
Contoh:
Insan, ardh, sama’ (bahasan Arab: manusia, bumi, langit)
Kuda, kambing, dan rambutan, kelapa (bahasa Indonesia)
Lafazh-lafazh itu memperlihatkan perbedaan dari segi mafhum dan
mashadaqnya. Dengan kata lain lafazhnya berbeda dan artinya pun berlainan.
Lafazh jenis ini adalah yang terbanyak.

4. Lafazh Mutaradif
19

Lafazh mutaradif (sama dengan perbandingan taraduf) adalah dua atau


lebih lafazh yang berbeda, tetapi mengandung arti sama.
Contoh:
Nar dengan sa’ir (neraka)
Jannah dengan ‘adn (surga)
Arloji dengan jam tangan, dan lain sebagainya.
5. Lafazh Musytarak
Lafazh musytarak adalah lafazh kulli yang mempunyai lebih dari satu arti.
Contoh:
‘Ain, nar, jannah (bahasa Arab)
Lagu, saran, rebut (bahasa Indonesia)
‘Ain (bahasa Arab) bisa mengandung arti mata dan mata air. Nar bisa
mengandung arti api dan neraka. Jannah bisa mengandung arti kebun dan
surga.
Lagu (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti ragam suara nyanyi, tingkah
laku.
Saran (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti pendapat pendapat, anjuran,
propaganda.
Ribut (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti sibuk, gaduh, kencang.11

G. Aqsam al-Kulli (Pembagian Lafazh Kulli)

‫اللكى‬

‫عرىض‬ ‫ذاىت‬

‫عرض‬ ‫عرض‬
‫فصل‬ ‫نوع‬ ‫جنس‬
‫عام‬ ‫خاص‬

11
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 35-37.
19

Kelima macam bagian ini, disebut dengan Kulliyat al-Khams. Yang merupakan
bahan pembentukan takrif atau pengertian, selain merupakan bagian dari objek
berpikir.
1) Dzati
Dzati (lafazh kulli dzati), secara lughawi, adalah lafazh yang bermakna zat
(benda, materi, substansi). Dzati dapat juga disebut lawan dari ‘irdhi (sifat). 12
Oleh karena itu, kata-kata seperti manusia, hewan, rumah, tanah, kayu, batu
dan yang semacamnya terkategori ke dalam lafazh kulli dzati.
Secara terminologi, yaitu lafazh kulli yang menunjuk kepada mahiyah
(hakikat) sepenuhnya yang kepadanya dapat diajukan pertanyaan: apa dia?
Contoh: hayawan dan nathiq (berpikir), merupakan hakikat dari lafazh insan.

Klasifikasi Kulli Dzati:


1. Jinsi/General
Jinsi (jenis) adalah lafazh kulli yang mashadaqnya terdiri dari
substansi-substansi (hakikat) yang berbeda, atau dengan kata lain, yaitu
lafazh kulli yang di bawahnya terdapat lafazh-lafazh kulli yang
mempunyai makna lebih khusus. Contoh:
o Hayawan.
Lafazh hayawan mengandung makna manusia dan hewan-hewan
lainnya, seperti kambing, kerbau dan sebagainya.13
o rempah-rempah, mempunyai jenis merica, pala, ketumbar, dll.
o Kendaraan, mempunyai jenis mobil, kereta api, pedati, kapal terbang,
dll.14
Klasifikasi Jinsi
1) Jinsi Qarib/Safil
Sesuatu yang di bawahnya tidak terdapat jenis lagi, tetapi di
atasnya terdapat banyak jenis. Atau dengan kata lain, jenis yang di

12
Ibid., hal. 39.
13
Ibid., hal. 40.
14
Cholil Bisri Mustofa, Ilmu Mantiq Tarjamahan assulamul munauroq (Rembang: PT. Al-Ma’arif.
Penerbit. Percetakan. Offset, 1987) cet. III, hal. 20.
19

bawah jenis itu tidak terdapat jenis lagi, yang ada hanyalah “nau”
(bagian dari kulli) misalnya, perkataan “hayawan”, di bawah hewan,
sudah tidak ada jenis lagi, yang ada hanyalah “nau” seperti manusia,
kambing, kerbau, dan sebagiannya, yang kesemuanya itu hanyalah
bagian dari hewan (nau’ minal hayawan). Sedangkan di atas lafazh
kulli hayawan terdapat beberapa jinsi, yaitu nami (yang tumbuh),
jism (fisik yang bergerak, tidak bergerak), dan jauhar (substansi).
2) Jinsi Mutawasith
Jenis yang di bawah jenis itu masih ada jenis lagi, demikian
pula di atasnya masih terdapat jenis yang lain, seperti: “an-nami”
(yang berkembang). Di bawah nami ada jenis yaitu hewan, dan di
atasnya ada pula jenis yaitu Jism.15
3) Jinsi Ba’id (‘Ali)
Sesuatu yang di atasnya tidak terdapat lagi jenis, tetapi di
bawahnya terdapat banyak jenis. Contoh: Jauhar
Di atas lafazh kulli jauhar tidak ada lahi jinsi, tetapi di bawahnya
terdapat beberapa jinsi, yaitu jism, nami, dan hayawan.

2. Nau’/Spesial
Nau’ secara lughawi, adalah macam. Secara mantiki nau’ adalah
lafazh kulli yang mashadaqnya terdiri dari hakikat-hakikat yang sama,
seperti lafazh insan yang mashadaqnya Mustafa, Ibrahim, Ali, dan
lainnya. Yang semuanya mempunyai hakikat yang sama.16
Klasifikasi Nau’:
1) Nau’ Hakiki
Lafazh kulli yang ada di bawah cakupan jinsi sedang mashadaq-nya
merupakan hakikat yang sama. Nau’ hakiki ini tidak ada lagi di
bawahnya kecuali juz’i-nya.17 Contoh:

15
Ibid., hal. 22.
16
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 42.
17
Ibid., hal. 43.
19

“Manusia’; sebab afrad-nya sama dalam hakikatnya; ia ada di bawah


cakupan kata “hayawan”.
2) Nau’ Idhafy
Lafazh kulli yang berada di bawah jinsi, baik hakikatnya sama
maupun tidak.
Contoh:
“Hayawan” ketika berada di bawah cakupan “nami”. Begitu pula
nami akan menjadi “nau’ idhafi ketika berada di bawah cakupan
“jismi”, dan seterusnya.
Dengan memerhatikan contoh tersebut, maka “Nau’ Idhafi” ini
terbagi lagi menjadi tiga macam.
(1) Nau’ Idhafi Safil
Lafazh kulli yang tidak ada lagi di bawahnya kecuali substansi
juz’i-nya.
Contoh: Insan
(2) Nau’ Idhafi Mutawasith
Lafazh kulli yang di bawahnya terdapat nau’ dan di atasnya pun
terdapat nau’.
Contoh: Hayawan dan an-Nami.
(3) Nau’ Idhafi ‘Ali
Lafazh yang tidak terdapat jenis lagi di atasnya kecuali jins ‘ali.
Contoh: Jismi.18

‫االمثلة‬:

18
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V,
hal. 63.
19

‫اجلوهر‬
‫جوهر‬
‫جسم‬
‫الفرد‬
‫غري انىم‬ ‫انىم‬
‫معدن‬ ‫جحر‬ ‫حيوان‬ ‫جشر‬
‫حديد‬ ‫أسد‬ ‫خيل‬ ‫إنسان‬
‫فضة‬ ‫معر‬
‫ذهب‬ ‫عامثن‬
‫عيل‬
- Jauhar (materi) = Jinas Ba’id
- Jism = Jinas Mutawasith (Nau’ Idhafi) ‘Ali
- Nami = Jinas Mutawasith (Nau’ Idhafi) Mutawasith
- Hayawan = Jinas Qarib (Nau’ Idhafi) Mutawasith
- Insan = Nau’ (Nau’ Hakiki) Safil
- ‘Umar = Farad19

3. Fashal/Differential
Fashl mengandung arti pemisah atau pembeda. Dalam terminologi
mantik, fashl adalah ciri atau sejumlah ciri dari hakikat (benda, diri,
orang) yang dengannya berbeda substansi-substansi atau hakikat-hakikat
yang berada dalam satu jinsi antara yang satu dengan yang lainnya.
Contoh: Insan dan hayawan, dikaitkan dengan nathiq.
Pembagian Fashal:
19
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 25.
19

(1) Fashal Qarib


Sesuatu yang dapat membedakan hakikat dari suatu objek yang
berserikat dalam jenisnya yang dekat.
Contoh:
Dapat Berpikir
Kata dapat berpikir adalah fashal qarib bagi manusia yang
membedakannya dari yang menyamainya dalam satu jenis, yaitu
hayawan (kambing, kerbau dan sebagainya).
(2) Fashal Ba’id
Sesuatu yang dapat membedakan hakikat dari suatu objek yang
berserikat dalam jenisnya yang jauh.
Contoh:
Merasakan (berperasaan)
Adalah fashal ba’id bagi manusia yang membedakannya dengan
hewan.20

Dapat disimpulkan dengan contoh:


Manusia > Nau’/Specia
Hewan > Jenis/Genera
Berbicara > Fashal/Defferentia

2) ‘Aradhi
Adalah sesuatu yang berada di luar hakikat.21
Contoh: tertawa, putih, cantik, menangis besar, dan yang semacamnya
(kata selain zat).
Klasifikasi Kulli ‘Aradhi:
1) Khas
Satu sifat atau kumpulan sifat-sifat di luar hakikat yang terdapat dalam
satu hakikat individu.
20
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 46.
21
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 19.
19

Contoh:
Manusia hewan yang mampu belajar bahasa: (sifat khusus) bagi
manusia.

2) ‘Am
Satu sifat atau beberapa sifat di luar hakikat yang terdapat pada
individu yang hakikatnya berbeda.
Contoh:
Hitam atau putih
Tinggi atau rendah
Sifat-sifat tersebut tidak hanya dimiliki oleh manusia, teatapi yang
lainnya juga.

‫خالصة أقسام الكلى‬22

‫عام‬
‫عرضى‬
‫خاص‬
‫قريب‬
‫فصل‬
‫الكلى‬ ‫بعيد‬ ‫عال‬
‫إضاىف‬ ‫متواسط‬
‫ذاتى‬ ‫نوع‬
‫حقيقى‬ ‫سافل‬
‫عال‬
‫جنس‬ ‫متواسط‬
‫سافل‬

22
Ibid., hal. 24.
19

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Lafadz adalah susunan beberapa huruf yang mengandung arti. Istilah


lafadz berasal dari bahasa Arab dan diartikan sebagai 'kata' dalam bahasa
Indonesia yang diberikan pada rangkaian huruf abjad atau susunan beberapa huruf
yg mempunyai arti. Jika lafadz tidak mempunyai arti maka rangkaian huruf itu
tidak dapat disebut sebagai lafadz. Seperti kayu, batu, air dan lain-lain. Lafadz ada
dua macam, yaitu: lafadz mufrod dan lafadz murokkab.
2. Lafadz itu terbagi menjadi dua yakni mufrad dan murakkab. 

B. SARAN

Dilihat dari isi kandungan yang pemakalah bahas, pemakalah


merasa bahwa pembahasan ini sangat bermanfaat bagi kita semua,
kususnya bagi kami sebagai pemakalah, sebab pemakalah yakin kalau kita
mempunyai sedikit banyaknya ilmu pengetahuan , maka seseorang itu
19

akan sangat mudah untuk mencapai hidup bahagia di dunia dan di ahirat.

DAFTAR PUSTAKA

Aceng Zakaria. 1999. ‘Ilmu al-Mantiq. Garut

Baihaqi, A. K. 1996. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik. Bandung: Darul
Ulum Press
Cholil Bisri Mustofa. 1987. Ilmu Mantiq Tarjamahan assulamul munauroq.
Rembang: PT. Al-Ma’arif. Penerbit. Percetakan. Offset
Imas Masaroh. 2011. Ilmu Mantiq Pengantar Praktis Menuju Berpikir Islam.
Tasikmalaya
Syukriadi Sambas. 2009. Mantik Kaidah Berpikir Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai