BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya Ilmu Mantiq membahas tentang fikiran-fikiran dan
persesuaiannya dengan undang-undang berfikir, dari itulah maka hubungan
ilmu mantiq ialah dengan fikiran-fikiran. Tidak ada sangkut pautnya dengan
lafadh; tetapi dikarenakan lafadh itu sebagai tanda yang menunjukkan
kepada maksud dan pengertian, maka untuk mengambil faidah makna-
makna itu, tidak terlepas dari hubungannya dengan lafadh-lafadh itu
menunjukkan atas nama dan petunjuk lafadh itu, dengan arti memahami
makna dari lafah. Dari sinilah akan dibahas tentang petunjuk-petunjuk atas
makna-makna secara umum. Jadi pengertian dilalah (petunjuk), memahami
sesuatu dari sesuatu yang lain (fahmu amrin min amrin), amrin pertama
dinamakan mad-lul sedangkan amrin yang kedua merupakan dalal. Untuk
memahami lebih jauh tentang Dilalah dan Lafadz, sedikit hanya penulis
menguraikan yang menyangkut Konsep Dilalah dan Lafadz.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Lafadz?
2. Pembagian Lafadz?
3. Apa itu Mafhum dan Mashdaq?
4. Apa itu Taqabul Al Alfazh?
5. Apa itu Nisbah Baina Kulliyain?
6. Bagaimana Perbandingan Lafadz?
7. Bagaimana penjelasan Aqsam AL Kulli?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Lafadz dan Pembagiannya.
2. UntukUntuk memahami Lafadz, Mafhum dan mashdaq serta
pembagiannya
19
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lafadz
B. Pembagian Lafadz
Lafazh mufrad terdiri dari dua kata yaitu, lafazh dan Mufrad. lafazh
artinya kata-kata, sedangkan Mufrad artinya satu kata. Dlam istilah ilmu
mantiq, lafazh adalah kata-kata yang tidak mempunyai bagian yang
masing-masing bagian itu menunjuk kepada makna yang dikandungnya
sendiri.
Berdasarkan bagian-bagian katanya lafazh mufrad terbagi :
a. Lafazh yang tidak mempunyai suku kata sama sekali, misalnya
lafazh yang terdiri dari satu huruf. Contoh Wa artinya dan (bahasa
Arab). U artinya kelapa (bahasa Aceh). I artinya air (bahasa Aceh).
Wa artinya dan (bahasa Arab)
b. Lafazh yang mempunyai bagian kata (huruf), tetapi jika
dipisahkan, bagian itu tidak mempunyai arti sama sekali. Contoh :
Huruf Sho pada lafazh Shomadun (bahasa Arab). Huruf Ba pada
lafazh Baabun (bahasa Arab)
c. Lafazh yang mempunyai bagian kata dan masing-masing bagian itu
mempunyai arti sendiri. Rangkaian kata seperti ini dalam bahasa
Arab disebut Mudhaf dan Mudhaf ilaih. Contohnya : د::::عب
هللا (Abdullah), ابو ر:::هري (Abu Hurairah) tidak diartikan bapak
kucing, tetapi nama seseorang bernama Abu Hurairah.
d. Lafazh yang mempunyai bagian-bagianó yang masing masing
mempunyai arti sendiri. Contoh : ان ٌ َاطق َحيَ َو
ِ ن masing – masing kata
ini mengandung arti sendiri yaitu, tetapi yang dimaksudkan adalah
satu yaitu Insan.
Lafazh murakkab terdiri dari dua kata yaitu Lafazh dan Murakkab. Lafzah
artinya kata-kata dan murakkab artinya disusun atau dirangkai. Jadi, lafazh
19
1
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 14-15.
19
2
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 29.
3
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 15.
19
Dan disebut juga dua taqabul ini dengan Naqidhaen, atau Mani’ah al-Jama’
wal Khuluw. Contoh:
a) Manusia dan bukan manusia.
Tidak mungkin kita mengatakan kepada orang lain:
Anda adalah manusia dan bukan manusia (ijab).
Atau, tidaklah Anda manusia dan bukan manusia (salab).
b) Hewan dan bukan hewan.
Tidak mungkin kita mengatakan kepada sesuatu, bahwa:
Dia itu hewan dan dia bukan hewan (ijab).
Atau, tidaklah dia itu hewan dan bukan hewan (salab).
c) Laptop dan bukan laptop.
Tidak mungkin kita mengatakan pada suatu barang, bahwa:
Barang itu adalah laptop dan bukan laptop (ijab).
Atau, tidaklah barang itu laptop dan bukan laptop (salab).
2. Taqabul Dhiddain
Yaitu dua lafazh yang keduanya tidak bisa bersatu, berkumpul dalam satu
objek dan satu waktu. Tapi terkadang bisa menghilang keduanya bersama-
sama. Contoh:
a) Hitam dan putih
Tidak bisa putih itu berkumpul dengan hitam dalam satu waktu,
tapi dapat menghilang keduanya bersamaan, dengan artian keadaan suatu
benda itu misalnya berwarna merah.
Masing-masing dari lafazh berlawanan itu tidak bisa dikumpulkan
sekaligus dalam satu waktu pada satu benda. Kita tidak bisa mengatakan:
Perempuan itu hitam dan putih (ijab);
Pernyataan itu tidak bisa dibenarkan, tetapi, bisa saja ditidakkan, dengan
mengatakan:
Perempuan itu tidak hitam dan tidak putih (salab);
Pernyataan itu menjadi benar karena mungkin sekali perempuan yang
dimaksud tidak hitam dan tidak putih, tetapi kuning langsat.
b) Tinggi dan rendah
19
3. Taqabul Mutadhayifain
Berlawanan tapi terikat, yaitu dua kata berlawanan yang tidak bisa
dikumpulkan pada sesuatu di satu waktu, tetapi yang satu terikat dengan yang
lainnya. Dengan kata lain, dikatakan bahwa perlawanan dua kata yang tidak
mungkin dapat dipahami salah satunya tanpa adanya yang lain. Contoh:
a) Ayah dan anak
b) Suami dan istri
c) Guru dan murid
Contoh itu menampilkan tiga pasang kata yang berlawanan, tetapi yang
satu terikat dengan lawannya. Seseorang tidak terterima oleh akal sebagai
suami, jika ia tidak memiliki seorang istri. Tetapi dikumpulkan suami dan
19
istri sekaligus dalam satu waktu pada seseorang adalah hal tidak mungkin.
Demikian juga dengan contoh yang lainnya.4
E. Nisbah baina Kulliyain (Hubungan antara Dua Lafazh Kulli)
Dilihat dari segi hubungan (nisbah) antara satu makna lafazh kulli dan makna
kulli lainnya, terdapat lima macam;
1) Mutaradifain/Sinonim
Yaitu dua lafazh kulli yang sama mafhum dan mashadaqnya (dalam
pengertian dan bukti). Contoh:
Asadun dan ghadhanfarun (binatang buas)
Insanun dan basyarun (hewan berpikir)
Baitun dan manzilun (bahasa Arab: rumah)
Nar dan Sa’ir (bahasa Arab: neraka)
Jannah dan ‘adn (bahasa Arab: surga)
2) Mutasawiyain
Dua lafazh yang satu dalam buktinya (mashadaq), tetapi tidak satu dalam
pengertiannya (mafhum). Contoh:
“nathiq” dengan “qabil li al-ta’lim al-raqi”. Mashadaqnya satu, yaitu
manusia. Akan tetapi, pengertian “nathiq” berbeda dengan pengertian “qabil
li al-ta’lim al-raqi”. Yang pertama artinya ‘berpikir’, dan yang kedua artinya
dapat ‘dididik’, mampu menerima pengajaran tinggi.5
3) Mutabayinain
Perbandingan tabayun, adalah perbandingan dua lafazh kulli yang
berbeda, baik mafhum maupun mashadaq-nya. Atau yang berbeda dalam
pengertian dan buktinya; bukti yang satu tidak sama dengan bukti yang
lainnya.6 Perbandingan yang semacam ini adalah yang terbanyak. Contoh:
Gunung dan laut,
Rumah dan sungai,
4
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 30-32.
5
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V, hal.
54.
6
Imas Masaroh Amien, Ilmu Mantiq Pengantar Praktis Menuju Berpikir Islam (Tasikmalaya, 2011)
hal. 24.
19
7
Ibid., hal. 24.
8
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V, hal.
55.
9
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 34.
10
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V,
hal. 55-56.
19
4. Lafazh Mutaradif
19
اللكى
عرىض ذاىت
عرض عرض
فصل نوع جنس
عام خاص
11
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 35-37.
19
Kelima macam bagian ini, disebut dengan Kulliyat al-Khams. Yang merupakan
bahan pembentukan takrif atau pengertian, selain merupakan bagian dari objek
berpikir.
1) Dzati
Dzati (lafazh kulli dzati), secara lughawi, adalah lafazh yang bermakna zat
(benda, materi, substansi). Dzati dapat juga disebut lawan dari ‘irdhi (sifat). 12
Oleh karena itu, kata-kata seperti manusia, hewan, rumah, tanah, kayu, batu
dan yang semacamnya terkategori ke dalam lafazh kulli dzati.
Secara terminologi, yaitu lafazh kulli yang menunjuk kepada mahiyah
(hakikat) sepenuhnya yang kepadanya dapat diajukan pertanyaan: apa dia?
Contoh: hayawan dan nathiq (berpikir), merupakan hakikat dari lafazh insan.
12
Ibid., hal. 39.
13
Ibid., hal. 40.
14
Cholil Bisri Mustofa, Ilmu Mantiq Tarjamahan assulamul munauroq (Rembang: PT. Al-Ma’arif.
Penerbit. Percetakan. Offset, 1987) cet. III, hal. 20.
19
bawah jenis itu tidak terdapat jenis lagi, yang ada hanyalah “nau”
(bagian dari kulli) misalnya, perkataan “hayawan”, di bawah hewan,
sudah tidak ada jenis lagi, yang ada hanyalah “nau” seperti manusia,
kambing, kerbau, dan sebagiannya, yang kesemuanya itu hanyalah
bagian dari hewan (nau’ minal hayawan). Sedangkan di atas lafazh
kulli hayawan terdapat beberapa jinsi, yaitu nami (yang tumbuh),
jism (fisik yang bergerak, tidak bergerak), dan jauhar (substansi).
2) Jinsi Mutawasith
Jenis yang di bawah jenis itu masih ada jenis lagi, demikian
pula di atasnya masih terdapat jenis yang lain, seperti: “an-nami”
(yang berkembang). Di bawah nami ada jenis yaitu hewan, dan di
atasnya ada pula jenis yaitu Jism.15
3) Jinsi Ba’id (‘Ali)
Sesuatu yang di atasnya tidak terdapat lagi jenis, tetapi di
bawahnya terdapat banyak jenis. Contoh: Jauhar
Di atas lafazh kulli jauhar tidak ada lahi jinsi, tetapi di bawahnya
terdapat beberapa jinsi, yaitu jism, nami, dan hayawan.
2. Nau’/Spesial
Nau’ secara lughawi, adalah macam. Secara mantiki nau’ adalah
lafazh kulli yang mashadaqnya terdiri dari hakikat-hakikat yang sama,
seperti lafazh insan yang mashadaqnya Mustafa, Ibrahim, Ali, dan
lainnya. Yang semuanya mempunyai hakikat yang sama.16
Klasifikasi Nau’:
1) Nau’ Hakiki
Lafazh kulli yang ada di bawah cakupan jinsi sedang mashadaq-nya
merupakan hakikat yang sama. Nau’ hakiki ini tidak ada lagi di
bawahnya kecuali juz’i-nya.17 Contoh:
15
Ibid., hal. 22.
16
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 42.
17
Ibid., hal. 43.
19
االمثلة:
18
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V,
hal. 63.
19
اجلوهر
جوهر
جسم
الفرد
غري انىم انىم
معدن جحر حيوان جشر
حديد أسد خيل إنسان
فضة معر
ذهب عامثن
عيل
- Jauhar (materi) = Jinas Ba’id
- Jism = Jinas Mutawasith (Nau’ Idhafi) ‘Ali
- Nami = Jinas Mutawasith (Nau’ Idhafi) Mutawasith
- Hayawan = Jinas Qarib (Nau’ Idhafi) Mutawasith
- Insan = Nau’ (Nau’ Hakiki) Safil
- ‘Umar = Farad19
3. Fashal/Differential
Fashl mengandung arti pemisah atau pembeda. Dalam terminologi
mantik, fashl adalah ciri atau sejumlah ciri dari hakikat (benda, diri,
orang) yang dengannya berbeda substansi-substansi atau hakikat-hakikat
yang berada dalam satu jinsi antara yang satu dengan yang lainnya.
Contoh: Insan dan hayawan, dikaitkan dengan nathiq.
Pembagian Fashal:
19
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 25.
19
2) ‘Aradhi
Adalah sesuatu yang berada di luar hakikat.21
Contoh: tertawa, putih, cantik, menangis besar, dan yang semacamnya
(kata selain zat).
Klasifikasi Kulli ‘Aradhi:
1) Khas
Satu sifat atau kumpulan sifat-sifat di luar hakikat yang terdapat dalam
satu hakikat individu.
20
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 46.
21
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 19.
19
Contoh:
Manusia hewan yang mampu belajar bahasa: (sifat khusus) bagi
manusia.
2) ‘Am
Satu sifat atau beberapa sifat di luar hakikat yang terdapat pada
individu yang hakikatnya berbeda.
Contoh:
Hitam atau putih
Tinggi atau rendah
Sifat-sifat tersebut tidak hanya dimiliki oleh manusia, teatapi yang
lainnya juga.
عام
عرضى
خاص
قريب
فصل
الكلى بعيد عال
إضاىف متواسط
ذاتى نوع
حقيقى سافل
عال
جنس متواسط
سافل
22
Ibid., hal. 24.
19
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
B. SARAN
akan sangat mudah untuk mencapai hidup bahagia di dunia dan di ahirat.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, A. K. 1996. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik. Bandung: Darul
Ulum Press
Cholil Bisri Mustofa. 1987. Ilmu Mantiq Tarjamahan assulamul munauroq.
Rembang: PT. Al-Ma’arif. Penerbit. Percetakan. Offset
Imas Masaroh. 2011. Ilmu Mantiq Pengantar Praktis Menuju Berpikir Islam.
Tasikmalaya
Syukriadi Sambas. 2009. Mantik Kaidah Berpikir Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya