Oleh
FAHMI HAMZAH
NIM. 1830201019
DOSEN PEMBIMBING
YUSRIZAL EFENDI, S.Ag., M.Ag
DESRI NENGSIH Lc., M.A
Segala puji dan sanjungan hanyalah milik Allah. Dialah yang telah
menurunkan Islam sebagai rahmatan li al-‘âlamîn (rahmat bagi semesta alam) dan
menjadikan al-Qur`an sebagai hudan li al-nâs (petunjuk bagi segenap umat
manusia) untuk meraih kebahagiaan hidup yang hakiki, lahir batin, dunia, dan
akhirat. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw.,
manusia pilihan–Nya yang telah menyampaikan, menjelaskan, dan pertama kali
mengamalkan al-Qur`an. Beliau merupakan personifikasi yang utuh dari ajaran
Islam itu sendiri, karenanya amat layak untuk dijadikan sebagai uswat al-hasanah
(panutan utama).
Tidak lain harapan Penulis, semoga ikhtiar sederhana ini bermanfaat bagi
para mahasiswa dan mereka yang menaruh minat besar terhadap studi hadits
Rasulullah. Lebih jauh, Penulis pun menaruh harapan, agar para mahasiswa dan
sidang pembaca tertarik untuk terus mencari, menggali, dan memperkaya
wawasannya dari literatur dan sumber-sumber lainnya guna lebih menekuni dan
mendalami kajian di bidang penelitian hadits. Setidaknya, dalam menukil atau
mengutip sebuah hadits, kita dapat menjelaskan dari siapa (baca: sahabat) hadits
tersebut berasal dan siapa pula yang meriwayatkannya (mukharrij).
Mudah-mudahan artikel sederhana ini bermanfaat bagi pembaca semua.
Penulis senantiasa mengharapkan masukan positif dan kritikan konstruktif dari
berbagai pihak untuk perbaikan dan peningkatan kualitas diri di masa selanjutnya.
dto
Fahmi Hamzah
NIM. 1830201019
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I GAMBARAN UMUM HADITS 1
A. Pendahuluan 1
B. Tinjauan Redaksional Hadîts dan Masalah 3
C. Potongan Lafal dan Informasi Mu’jam al- 3
Hadits 3
D. Kutipan Hadits Dari Kitab Sumber 4
1. Dalam Kitab Sunan at-Turmudzî 4
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 24
B. Saran 24
DAFTAR KEPUSTKAAN 26
LAMPIRAN 28
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
1
BAB I
GAMBARAN UMUM HADITS
A. Pendahuluan
1
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2009), h. 178-179
2
Nurudin. Ulumul Hadist ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada ), h. 266-268
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
2
digali dan dikaji lalu diungkapkan .oleh sebab itu, semestinya lah seorang
hamba atau manusia mengkaji suatu kualitas hadis yang akan dijadikan
sebagai bahan untuk pengamalan dalam suatu kehidupan. Seyogyanyalah ia
meninggalkan hadis yang nilainya lemah ( dhai’f ), sejauh mungkin
menghindari isra’iliyat, dongeng-dongeng, serta tahayul yang dapat
merusak akidah umat islam.3
Namun demikian, dalam realitasnya, tidak jarang semangat yang
menggebu untuk menyampaikan suatu ketetapan membuat seorang
kehilangan sikap kehati-hatian dalam menerapkan arau menjelaskan suatu
periwayatan. Dan banyak juga riwayat-riwayat yang bukan hadis timbul di
dalam kehidupan masyarakat baik itu kata-kata mutiara, kata ahli hikmah,
atau ujar-ujar kaum sufi, yang banyak diungkapakn oleh orang sebagai
hadis. Padahal, menyebut suatu riwayat yang bukan hadis sebagai hadis
berarti mencatut nama rasulullah untuk suatu kebohongan dan hal ini
dikecam secara keras oleh rasulullah. 4
Sebagaimana kami peroleh dalam sunan At- Turmudzi yang
diriwayatkan dari Muhammad bin Yahya, Abu Qutaibah Salam bin
Qutaibah , Abdullah bin Musaana, Tsumamah, Anas bin Malik.yang
menyampaikan hadis ini sebagaimana hadis yang disampaikan oleh anas bin
malik yang lansung hadis tersebut berasal dari nabi muhammad saw. Yang
bunyi hadisnya :
كان رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم يعيد الكلمة ثالثا لتعقل عنه
Artinya : Rasulullah SAW mengulang kata-kata itu sebanyak tiga
kali
Melihat dari matan hadis diatas bahwa nabi sering menyampaikan
sebuah hadis tersebut sebanyak tiga kali ucapan. Maka kita disini dituntut
untuk selalu memahami dengan penyampaian yang disampaikan nabi
apakah itu dituntut untuk kewajiban atau dituntut larangan. Maka dengan itu
3
Maman Abdul Jalil, Ilmu Hadis ( Bandung, Pustaka Setia, Cet V, 2010 ) h. 113
4
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Bārī, ( Jakarta, Terj. Amiruddin, Pustaka Azzam,2011) h.124
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
3
كان رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم يعيد الكلمة ثالثا لتعقل عنه
Sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Yusrizal Efendi, S.Ag., M.
Ag dan Desri Ningsih, Lc, MA, dosen mata kuliah metode kritik hadis pada
program sarjana IAIN Batusangkar, maka selanjutnya, penulis bermaksud
untuk meneliti penggalan riwayat tersebut, apakah termuat dalam kitab
hadîts yang mu’tamad (kutub al-tis’ah)ataukah tidak dan bagaimana pula
pemahaman yang proporsional terhadap isi dan kandungan riwayat tersebut.
Kosa Kata Mu’jam al- Keterangan yang Diperoeh dari Mu’jam al-
yang dipakai Hadist ( Juz hadist
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
4
Bentuk dan
Kata
Dasar Halaman )
Juz VII, hal. Tidak ditemukan informasi yang relevan
يعيد وعد
255-258 dengan hadis yang diteliti
Juz VI, hal.
الكلمة كلم
59
Juz IV, hal.
تعقل عقل 299
ِ حدَّثَنَامحم ُدبْن ي ْحي حدَّثَنَااَبوقُتَ ْيبةَ سلْم بْن قُتَ ْيبةَ َعن َع ْب ِد
اهلل بْ ِن ال ُْمثَنَّى َع ْن ثُ َم َامةَ َع ْن ْ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ ُ ََ ُ َ
صلَّى َو َسلَّ َم يعيد الكلمة ثالثا لتعقل عن ِ ُ َكا َن رس: ال ِ ِس بْ ِن مال
َ ول اهلل َُ َ َك ق َ ِ َاَن
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
5
BAB II
PENELITIAN SANAD HADIST
صلَّى َو َسلَّ َم يعيد الكلمة ثالثا لتعقل عنه ِ َكانَ َرسُو ُل
َ هللا
قَا َل
ِ اَن
ِ َِس ْب ِن َمال
ك
عن
عن
حدثنا
حدثنا
الترمذى
Dari jalur sanad yang kami peroleh kami hanya menenukan satu periwayatan
yaitu hanya satu skema maka dapat Penulis lakukan i’tibâr. Dalam hal ini,
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
6
صلَّى َو َسلَّ َم يعيد الكلمة ثالثا لتعقل عنه ِ ُ َكا َن رس: ال ِ ِس بْ ِن مال
َ ول اهلل َُ َ َك ق َ ِ َاَن
B. Identitas dan Kualitas Pribadi Para Periwayat
Beranjak dari kutipan riwayat di atas, ada enam orang periwayat
yang akan ditelusuri kehidupan dan kredibilitas kepribadiannya, yaitu:
No Urutan Ungkapan Masa
Nama Periwayat
Periwayat Sanad Periwayatan Hidup
Nama legkapnya adalah Muhammad bin 'Isa bin Saurah bin Musa
bin adl Dlahhak. Biasa juga dipanggil dengan Abu ‘Isa atau at Tirmidzi.5
Para pakar sejarah tidak menyebutkan tahun kelahiran beliau secara pasti,
akan tetapi sebagian memperkirakan bahwa kelahiran beliau pada tahun
209 hijriah. Ada satu berita yang mengatakan bahwa imam At Tirmidzi
di lahirkan dalam keadaan buta, padahal berita yang akurat adalah, bahwa
beliau mengalami kebutaan di masa tua, setelah mengadakan lawatan
ilmiah dan penulisan beliau terhadap ilmu yang beliau miliki.6
Imam at Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits dari
ulama-ulama kenamaan. Di antara gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam
Muslim, dan Abu Dawud. Selain itu, ia juga belajar pada Imam Ishak bin
Musa, Qutaibah bin Sa'id, Muhammad bin 'Abdul A'la, Mahmud bin
Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, dan
lainnya. 7
Adapun pernyataan kritikus tentang dirinya antara lain
a. Imam Bukhari berkata kepada imam At Tirmidzi; ilmu yang aku
ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang
engkau ambil manfaatnya dariku."
b. Al Hafiz 'Umar bin 'Alak menuturkan; Bukhari meninggal, dan dia
tidak meninggalkan di Khurasan orang yang seperti Abu 'Isa dalam
hal ilmu, hafalan, wara' dan zuhud."
c. Ibnu Hibban menuturkan; Abu 'Isa adalah sosok ulama yang
mengumpulkan hadits, membukukan, menghafal dan mengadakan
diskusi dalam hal hadits."
d. Abu Ya'la al Khalili menuturkan; Muhammad bin 'Isa at Tirmidzi
adalah seorang yang tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal
dengan amanah dandan keilmuannya.
5
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz XXVI, hal. 250
6
Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits dalam Biografi Imam at Tirmidzi (eHadits 2000)
7
Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits dalam Biografi Imam at Tirmidzi (eHadits 2000)
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
8
8
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz XXVI, hal. 251
9
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz XXVI, hal. 252
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
9
10
l-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz XXI, hal. 243
11
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb at-Tahdzîb, Juz XI, hal. 367-368
12
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz IX, hal. 352-353
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
10
c. Abu Zur’ah mengatakan bahwa Salm Bin Qutaibah adalah orang yang
Tsiqah.
d. Imam Hakim Mengatakan Bahwa Salm Bin Qutaibah adalah orang
yang Tsiqah.
e. Imam Ad Daruqutni mengatakan bahwa Salm Bin Qutaibah adalah
orang yang Tsiqah.
f. Abu Hatim mengatakan bahwa Salm Bin Qutaibah adalah orang yang
Laisa bihi b’as ( tidak memiliki kecacatan ).
g. Ibnu Hibban mengatakan bahwa Salm Bin Qutaibah adalah orang
yang ‘Ats Tsiqaat.
h. Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa Salm Bin Qutaibah orang
yang Shaduuq.
i. Adz Dzahabi mengatakan bahwa Salm Bin Qutaibah adalah orang
yang Tsiqah yang tidak diragukan lagi keadilan dan hafalanya.13
4. Abdullah Ibn Musanna
Nama lengkapnya adalah Abdullah Bin Al Mutsanna Bin Abdullah
Bin Anas Bin Malik. Yang mana beliau berasal dari kalangan Tabi’in
yaitu kalangan Tabi’un yang tidak berjumpa dengan sahabat sekalipun.
Dan beliau berasal dari keluarga Abu Al Mutsanna. Dan Semasa hidup
beliu menetap di Bashrah. Dan beliau wafat pada tahun. 14
Adapun Pernyataan Kritikus tentang dirinya adalah
a. Yahya Bin Mai’n mengtakan bahwa Abdullah Bin Musanna adalah
orang yang memilik tingkatan yang Shalih yang mana dalam
kehidupan sehari-hari mempunyai ketekuna dalam beribadah.
b. Abu Zur’ah mengatakan bahwa Abdullah Bin Musanna adalah orang
yang memiliki tingkatan yang Shalih.
c. Abu Hatim mengatakan bahwa Abdullah Bin Musanna adalah orang
yang bergelar Syeikh yaitu orang yang menjadi guru dalam kalangan
pakar ulama hadist.
13
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb at-Tahdzîb, Juz V, hal. 256
14
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz XVII, hal. 227-232
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
11
15
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb at-Tahdzîb, Juz VIII, hal. 364-365
16
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz X, hal. 330
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
12
17
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb at-Tahdzîb, Juz VIII, hal. 342
18
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz II, hal. 330
19
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz II, hal. 330-335
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
13
e. ‘Alî ibn al-Madinî berkata: ‘Shahâbat Nabi SAW yang terakhir wafat
di Basrah adalah Anas ibn Mâlik’.20
f. Sewaktu Anas ibn Mâlik wafat (93 H), Mawrid berkata: ‘Pada hari ini,
sebagian ilmu telah lenyap’. Apabila ada orang yangh berbeda
pendapat dengan kami dalam soal hadîts, kami katakan: ‘Mari kita
temui orang yang mendengarnya (secara langsung) dari Rasulullah,
yaitu Anas ibn Mâlik.
g. Anas sendiri pernah menyatakan: ‘Wahai Abu Muhamad, terimalah
hadîts dariku, sebab aku mengambilnya dari Rasulullah SAW dan
beliau menerimanya dari Allâh SWT’. Sewaktu Anas menyampaikan
beberapa buah hadîts Rasulullah, lalu seseorang bertanya: ‘Apakah
Engkau mendengarnya dari Rasulullah?’. Anas marah, lalu berkata:
‘Demi Allâh, setiap hadîts yang kami sampaikan kepadamu, kami
telah mendengarnya dari Rasulullah SAW. Paling tidak, kami telah
menyampaikan satu sama lain, tanpa ada rasa saling mencurigai’.
h. Anas meriwayatkan 1.286 hadîts: 168 hadîts di antaranya disepakati
oleh al-Bukhârî dan Muslim. Secara terpisah, 83 haditsnya
diriwayatkan oleh al-Bukhârî dan oleh Muslim sebanyak 71 hadîts’.21
Berkenaan dengan kredibilitas Anas ibn Mâlik selaku shahâbat
dan periwayat hadîts, jumhur ulama hadîts sebagaimana dinyatakan al-
Nawâwî menilai bahwa semua shahâbat Rasulullah SAW itu ‘adl, baik
ditimpa fitnah ataupun tidak (ash-Shahâbat kulluhum ‘udûl, man labisa
al-fitan wa ghayrihim).22 Komitmen ulama tersebut sebagai diungkap
20
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` ar-Rijâl, Juz II, hal. 339-344
21
Muhammad Muhammad Abû Zahw, Al-Hadîts wa al-Muhadditsûn aw ‘Inâyat al-
Ummat al-Islâmiyyat bi as-Sunnat an-Nabawiyyah, ([t.t.]: al-Maktabat al-Tawfiqiyyah, [t.th]), hal.
137 (selanjutnya disebut Abû Zahw, Al-Hadîts wa al-Muhadditsûn)
22
Lihat, Jalâl ad-Dîn ibn ‘Abd ar-Rahmân ibn Abi Bakr as-Suyûthî, Tadrîb ar-Râwî fî
Syarh Taqrîb an-Nawâwî, naskah di-tahqîq oleh ‘Abd al-Wahâb ‘Abd al-Lathîf, (Beirut: Dâr al-
Fikr, 1409 H/1988 M), Juz II, hal. 214 (selanjutnya disebut as-Suyûthî, Tadrîb ar-Râwî fî Syarh
Taqrîb an-Nawâwî), Muhammad Jamâl ad-Dîn al-Qâsimî, Qawâ’id at-Tahdîts Min Funûn
Mushthalah al-Hadîts, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, [t.th.]), hal. 200, Muhammad
Musththafa al-A’zhamî, Manhaj an-Naqd ‘Inda al-Muhadditsîn: Nasy`atuhu wa Tarikhuhu,
(Riyadh: Maktabat al-Kautsar, 1991), Cet. Ke-3, hal. 105, dan Abû Zahw, Al-Hadîts wa al-
Muhadditsûn aw ‘Inâyat al-Ummat al-Islâmiyyat bi as-Sunnat an-Nabawiyyah, hal. 150
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
14
oleh Ali Mustafa Yaqub didasarkan pada sejumlah ayat dan hadîts
Rasulullah SAW yang menjelaskan keutamaan para shahâbat. Hal ini
secara rasional dapat diterima, sebab mereka telah melaksanakan hijrah,
berjihad, saling memberi nasehat dalam beragama, memiliki keimanan
dan keyakinan yang kuat, serta mengembangkan Islam dengan
mempertaruhkan jiwa, raga, dan harta sehingga ajaran Islam dikenal luas
oleh generasi sesudahnya.23Ringkasnya, sebagai transmitter yang utama
dalam transformasi nilai-nilai yang Islami, para shahâbat diyakini
mengetahui dan memahami secara benar makna yang tersurat dan tersirat
terhadap teks-teks al- Qur`ân dan fatwa-fatwa Rasulullah. Oleh karena
itu, shahâbat dipandang memiliki otoritas keagamaan yang
meniscayakan mereka untuk didengar dan dipatuhi.24
Tidak dipersoalkannya ke-’adalah-an para shahâbat Nabi dalam hal
periwayatan hadîts oleh kalangan Sunni (khususnya), tidaklah berarti
mereka menganggap para shahâbat tersebut sebagai orang-orang yang
ma’shum (terbebas dari dosa). Hal ini hanyalah sekedar keyakinan bahwa
dalam meriwayatkan hadîts para shahâbat tidak pernah bermaksud
23
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadîts, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1995), Cet. Ke-1, hal.
113-114. Keterangan lebih jauh, lihat, QS. Al-Fath/48: 18 dan 29, QS. At-Tawbah/9: 32 dan 100,
QS. Al-Anfâl/8: 74, QS. Al-Hasyr/57: 8-10, QS. Ali Imrân/3: 110, dan QS. Al-Baqarah/2: 143.
Adapun dalil ‘adalah para shahâbat dalam Sunnah, dapat dilihat dalam Barnâmaj Mawsâ’at al-
Hadîts asy-Syarîf al-Kutub at-Tis’ah Versi 2.00, misalnya al-Bukhârî, Kitâb al-Manaqib, Bâb Qawl
an-Nabî: Law Kunta Muttakhidzan Khalîlan, hadîts nomor 3.397, Bâb Fadhâ`il Ashhâb an-Nabî,
hadîts nomor 3377, 3378, Muslim, Kitâb Fadhâ`il as-Shahâbat, Bâb Tahrîm Sabba as-Shahâbat,
hadîts nomor 4596, Bâb Fadhl as-Shahâbat Tsumma al-Ladzîna Yalûnahum Tsumma al-Ladzîna
Yalûnahum, hadîts nomor 4600, 4601, dan 4603, Abû Dâwud, Kitâb as-Sunnah, Bâb fî an-Nahy
Sabb Ashhâb Rasûl Allâh, hadîts nomor 4039, an-Nasâ`î, Kitâb al-Aymân wa an-Nudzûr, Bâb al-
Wafâ` bi an-Nadzar, hadîts nomor 3749, at-Turmudzî, Kitâb al-Manâqib Ashhâb ar-Rasûl Allâh,
Bâb fi Man Sabb Ashhâb an-Nabî, hadits nomor 3796, 3797, Kitâb al-Fitan ‘an Rasûl Allâh, Bâb
Mâ Jâ`a fî al-Qarn ats-Tsâlits, hadîts nomor 1247, Ibn Mâjah, Kitâb al-Muqaddimah, Bâb Fadhl
Ahl al-Badr, hadit snomor 157, 158, Kitâb al-Ahkam, Bâb Karahiyat asy-Syahâdat li Man Lam
Yastasyhidu, hadîts nomor 2353, dan Imam Ahmad ibn Hanbal, Kitâb Bâqî Musnad al-Muktsirîn,
Bâb Musnad Abî Sa’îd al-Khudrî, hadîts nomor 10657, 11092, dan 11180, Kitâb Awwâl Musnad al-
Madaniyyin Ajma’în, Bâb Hadîts ‘Abd Allâh ibn Maghfal al-Muznî, hadîts nomor 19641 dan 19669,
dan Kitâb Musnad ‘Abd Allâh ibn Mas’ûd, hadîts nomor 3413, 3767, 3920, dan 3959. Bandingkan
dengan Muhammad ‘Ajjâj al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts: ‘Ulûmuhu wa Musthalahuhu, (Beirut: Dâr
al-Fikr, 1989), hal. 394-400 (selanjutnya disebut ‘Ajjâj al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts: ‘Ulûmuhu wa
Musthalahuhu)
24
Zikri Darussaman, “Polemik Sekitar Otoritas Shahâbat Sebagai Transmitter Hadîts”,
dalam an-Nida`: Majalah Pengetahuan Agama Islam, Nomor LXXXVII, Tahun XXV
(September-Oktober 2001), hal. 23
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
15
25
Afif Muhammad, “Kritik Matan: Menuju Pendekatan Kontekstual Atas Hadîts Nabi
SAW”, dalam al-Hikmah: Jurnal Studi-studi Islam, Nomor 3 (Maret-Juni 1992), hal. 28
26
Muhammad ibn Ismâ’îl al-Amîr al-Hasanî ash-Shan’ânî, Tawdhîh al-Afkar li Ma’ânî
Tanqîh al-Anzhâr, naskah di-tahqîq oleh Muhammad Muhy ad-Dîn ‘Abd al-Hamîd, ([t.t.]: Dâr al-
Fikr, [t.th.]), Juz I, hal. 172 (selanjutnya disebut ash-Shan’ânî, Tawdhîh al-Afkar li Ma’ânî Tanqîh
al-Anzhâr)
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
16
Melalui kegiatan ini akan dapat diketahui jalur sanad hadîts yang
diteliti secara lengkap, berikut nama-nama seluruh periwayat berikut
metode periwayatan (sighat tahammul wa al-ada` al-hadîts) yang
digunakannya. Melalui cara ini dapat diketahui pula asal-usul seluruh
riwayat yang dijadikan sebagai obyek kajian, apakah ada muttâbi’ dan
syâhid yang dapat memperkuat kualitas ke-shahîh-an hadîts yang diteliti.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, diketahui bahwa hadîts
yang diteliti ternyata berkualitas hasan li dzâtihi. Kualitas maqbûl ini dapat
meningkat menjadi shahîh li ghayrihi dengan adanya dukungan jalur lain.
Apalagi hadîts dimaksud juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, an-
Nasa`i, at-Turmudzi, Ibn Majah, dan Ahmad ibn Hanbal. Selanjutnya,
Penulis akan memberikan gambaran dan penjelasan singkat tentang adanya
muttâbi’ dan syâhid tersebut
1. Muttabi’
Muttâbi’ yang dimaksud di sini adalah hadîts yang diriwayatkan
oleh seorang shahâbat, namun pada jalur periwayatan berikutnya (tâbi’în
dan tâbi’ at-tâbi’în) terdapat perbedaan nama periwayat pada masing-
masing jalurnya. Jadi perbedaan periwayat tersebut, terjadi pada lapis
kedua dan seterusnya. Dalam hadis ini kami menemukan:
a. Haddasana Muhammad Bin Yahya
b. Haddasana Abu Qutaibah salam bin Qutaibah
c. An Abdullah Bin Musanna
d. An Tsumamah
e. An Anas Bin Malik
2. Syahid
Syâhid yang dimaksud di sini adalah hadîts yang diriwayatkan oleh
seorang shahâbat yang secara lafal atau makna sesuai dengan yang
diriwayatkan oleh shahâbat lain. Jadi, perbedaan periwayat terjadi pada
tingkat shahâbat (periwayat pertama). Dalam hal ini, dapat pula
ditegaskan bahwa hadîts yang diriwayatkan oleh Anas ibn Mâlik ini tidak
mempunyai syâhid, sebab setelah ditelusuri ternyata hadit sini hanya
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
17
diriwayatkan oleh satu orang shahâbat saja (Anas ibn Mâlik). Bahkan
dapat dikatakan bahwa hadits ini diriwayatkan secara perorangan (ahad)
hingga tingkatan tâbi’ at-tâbi’în, walaupun pada generasi berikutnya
diriwayatkan oleh beberapa orang periwayat sampai ke tangan para
mukharrij. 27
27
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta, AMZAH, 2014) h. 23
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
18
BAB III
28
Shubh ash-Shâlih, ‘Ulûm al-Hadîts wa Mushthalahuhu: ‘Ardhun wa Dirasatun,
(Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malâyin, 1401 H/1988 H), Cet. Ke-17, hal. 191 (selanjutnya
disebut Shubh ash-Shâlih, ‘Ulûm al-Hadîts wa Mushthalahuhu)
29
Muhammad ‘Ajjâj al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts: ‘Ulûmuhu wa Musthalahuhu,
(Beirut: Dâr al-Fikr, 1989), hal. 370-371 (selanjutnya disebut ‘Ajjâj al-Khathîb, Ushûl al-
Hadîts: ‘Ulûmuhu wa Musthalahuhu)
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
19
30
Shalâh ad-Dîn ibn Ahmad al-Adlabî, Manhaj Naqd al-Matn ‘Ind ‘Ulamâ` al-Hadîts an-
Nabawî, (Beirut: Dâr al-Afâq al-Jadîdah, 1983 M), hal. 106 (selanjutnya disebut al-Adlabî, Manhaj
Naqd al-Matn ‘Ind ‘Ulamâ` al-Hadîts an-Nabawî)
31
Keterangan lebih lanjut, lihat Abu ‘Amr ‘Utsmân ibn ‘Abd ar-Rahmân al-Syahrazûrî
(populer dengan Ibn ash-Shalâh, Muqaddimah Ibn ash-Shalâh fi ‘Ulûm al-Hadîts, naskah diberi
notasi oleh Abu ‘Abd ar-Rahmân Shalâh ibn Muhammad ibn ‘Uwaydhah, (Beirut: Dâr al-Kutub
al-Islâmiyyah, 1416 H/1995 M), Cet. Ke-1, hal. 66-67 (selanjutnya disebut Ibn ash-Shalâh,
Muqaddimah Ibn ash-Shalâh fi ‘Ulûm al-Hadîts)
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
20
Ada sebuah hadits yang artinya: Dari Abdullah bin Amru, berkata,
bahwa Nabi terlambat dalam suatu perjalanan bersama kami. Ketika eliau
dapat menyusul kami, waktu shalat telah tiba, yaitu shalat ashar dan kami
sedang berwudhu. Agaknya beliau memperhatikan kami, lalu beliau
berteriak sekeras-kerasnya. “ Celaka tumit-tumit yang terbakar api neraka.
“ ucapan itu diteriakkan dua atau tiga kali berulang-ulang.
Dalam hadits di atas perawi hadits ragu-ragu, apakah Nabi
Sallallahu’alihi wasallam mengucapkan dua kali atau tiga kali. Hal ini
menunjukkan bahwa pengulangan yang dilakukan oleh Nabi sebanyak tiga
kali itu bukan merupakan suatu keharusan, namun yang terpenting adalah
perkataan atau perintah tersebut dapat dipahami. Apabila tanpa pengulangan
sudah dapat dipahami, maka hal itu tidak perlu dilakukan.
Fa’idah penambahan kalimat adalah penegasan. Imam nawawi
berkata, “ Jika hanya menggunakan kata “yasurruu”(berilah kemudahan),
maka orang yang hanya memberikan kemudahan sekali dan sering
mempersulit orang lain termasuk dalam hadits tersebut. Oleh karena itu,
Rasulullah bersabda, wa la tu’assiruu (janganlah mempersulit) dengan
maksud untuk mengingatkan, bahwa memberikan kemudahan
Kepada orang lain harus selalu dilakukan dalam setiap situasi dan
kondisi. Demikian puladengan sabda nabi, wa laa “tunaffiru” setelah “wa
basyiruu”. “wa basyiru”( Dan berilah berita gembira ). Dalam bab “Adab”,
Imam Bukhari meriwayatkan dari Adam, dari Syu’bah dengan dengan
menggunakan lafadz “wa sakkinuu” (berilah ketenangan) yang merupakan
antonym (lawan kata) dari “wa laa Tunaffiruu”. Sebab kata
‘sukuunun’(ketenangan) adalah lawan kata dari “nufuurun”(meninggalkan),
seperti halnya kata “ al basyaratu”( berita gembira) merupakan lawan dari
kata “ annadzararatu”(berita buruk). Akan tetapi karena menyampaikan
kabar buruk pada awal sebuah pengajaran dapat menyebabkan orang tidak
menghiraukan sebua nasehat yang akan diberikan kepadanya, maka kata “al
basyaratu”( berita gembira ) di sini diikuti dengan kata
“tanfiiru”(meninggalkan).
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
22
32
Ibnu Hajar Al-Atsqolani. Fathul Bari. (Jakarta: Pustaka Azzam) 2004. Hal 487-490
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
23
33
Husein Yusuf, “Kritik Hadîts Shahih: [Kritik Sanad dan Matan]” dalam Pengembangan
Pemikiran Terhadap Hadîts, (Ed.) Yunahar Ilyas dan M. Mas’udi, (Yogyakarta: LPPM UMY, 1996),
Cet. Ke-1, hal. 34
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beranjak dari pembahasan terhadap riwayat yang diteliti, penulis
menemukan bahwa riwayat hadîts “Yaidul Kalimata Tsalaasaan
Litaaqquli ‘Anhu” yang disampaikan Penceramah tersebut sudah cukup
populer diucapkan oleh umat Islam. Namun demikian, patut disayangkan
Penceramah tidak menyebutkan riwayatnya secara lengkap, setidaknya
matan plus sanad tingkat shahâbat yang menerima hadîts tersebut langsung
dari Rasululullah SAW, serta mukharrij (periwayat terakhir) yang
mencantumkan hadîts tersebut dalam kitab yang disusunnya. Dalam hal ini,
diketahui bahwa hadîts tersebut diriwayatkan oleh al-Turmudzî dari Anas
bin Mâlik.
Berkenaan hadîts yang diteliti sanad dan matan-nya, dapat Penulis
simpulkan bahwa hadîts ini termasuk hadîts marfû’ qawlî, muttashil dan
musnad, diriwayatkan oleh para ulama yang tsiqah (‘adl dan dhâbth), kecuali
Yâzid ibn Hârûn yang akurasi hafalannya dinilai minus. Adapun matan-nya
juga tidak ber-’illat karena terhindar dari maqlûb (terbolak-balik), idrâj (sisipan
si periwayat), dan ziyâdat (tambahan redaksional) yang merusak ke-shahîh-
annya. Jadi, hadîts ini tidak shahîh ataupun dha’îf, melainkan hasan li dzâtihi
yang dapat menjadi shahîh li ghayrihi dengan adanya dukungan jalur lain.
Ditinjau dari kuantitas periwayatnya, hadîts ini termasuk kategori yang pada
awalnya berstatus ahâd yang kemudian menjadi masyhûr, bahkan populer
diucapkan oleh sebagaian masyarakat (masyhûr fi al-sinat)
B. Saran
Beranjak dari temuan penelitian ini, Penulis melihat bahwa bekal
pengetahuan yang memadai di bidang hadîts dan ilmu hadit sebagai seorang
penceramah (da’i) dapat menghindarkannya dari menyampaikan riwayat
yang sebenarnya bukanlah hadîts Nabi SAW. Atas dasar itu, dengan
sendirinya ia pun akan ekstra hati-hati dalam menyebutkan sebuah riwayat.
Paling tidak, ia mampu memberikan penjelasan dengan mengemukakan
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
25
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN 1:
INFORMASI MU’JAM AL-HADÎTS
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
29
Takhrij Al Hadist Yaidul Kalimata Tsalaasaan Litaaqquli ‘Anhu”
30