Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

PEMBAGIAN FI’IL DI LIHAT DARI ASPEK


MA’MUL DAN TA’KID NYA

DI SUSUN OLEH :
FACHRIZAL MUTTAQIN
22.88.204.015

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil'alamin Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas makalah Saya
yang berjudul "Pembagian Fi'il Dilihat Dari Aspek Ma’mul dan Ta’kid nya".
Dengan makalah ini, Saya mengharapkan pembaca dapat mengetahui tentang fi’il yang
di tinjau dari aspek ma’mul dan ta’kid nya.
Saya sadar makalah ini jauh dari kata sempurna. Masih banyak kesalahan dalam
penulisannya. Maka dari itu, segala kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat Saya
harapkan agar menjadi bahan pembelajaran untuk penulisan selanjutnya.

Tangerang, 27 Oktober 2022

Penulis

(Fachrizal Muttaqin)

DAFTAR ISI
2
BAB 1. PENDAHULUAN …………………………… 4
Latar belakang masalah ……………………………….. 4
Rumusan masalah ……………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN ………………………………. 5
Pengertian Fiil lazhim dan Muta’ddi …………………… 5
Ta’kid …………………………………………………… 5
BAB III PENUTUP ……………………………………. 6
DAFTAR PUSAKA …………………………………… 7

3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

   Dalam pendidikan bahasa Arab, banyak ilmu-ilmu yang perlu diketahui, seperti: ilmu
Nahwu, ilmu Sharaf, dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab. Dalam ilmu nahwu
banyak materi-materi yang disajikan. Oleh karena itu, penulis mengangkat sebuah materi yang
berjudul “PEMBAGIAN FI’IL DI LIHAT DARI ASPEK MA’MUL DAN TA’KID NYA”, yang
mana materi ini salah satu materi penting yang harus diketahui  dalam Ilmu Sharaf. Materi ini
juga merupakan materi yang penting ketika kita ingin mempelajari ilmu tafsir, ilmu hadits dan
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu islam yang lain. Makalah ini juga disusun karena
merupakan tugas kelompok yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan dalam mata kuliah ini.

      Salah satu pembahasan yang dibahas dalam ilmu sharaf  adalah Pembagian fi’il di
lihat dari aspek ma’mul dan ta’kid nya terbagi menjadi dua yaitu; fiil Lazim dan
Muta’addi di mana fiil lazim adalah ialah fiil yang tidak memerlukan maf’ul bih,
sedangkan fi’il Muta’addi ialah f’iil yang memerlukan maf’ul bih.

B. Rumusan masalah
1.    Apa pengertian fi’il Lazim dan fi’il Muta’addi?
2.    Kapan fi’il itu disebut lazim?
3.    Kapan fi’il itu disebut muta’addi?

4
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Fiil Lazim dan Muta’addi

1.    Fiil Lazim
      Fiil lazim ialah fi’il yang tidak memerlukan maf’ul bih, seperti  ‫خرج‬   dan  ‫فرح‬. Contoh:
‫انا رجعت من المدرسة‬
‫هو يخرج من الفصل‬

2.     Fiil Muta’addi
      Fiil muta’addi yaitu fi’il yang memerlukan maf’ul bih. Fiil muta’addi itu ada 4 bagian, yaitu:
a.    Menashabkan satu maf’ul bih. Contoh:
(Dia telah menulis pelajaran)  ‫كتب الدرس‬
b.    Menashabkan dua maf’ul bih, yang kedua-duanya bukan berasal dari mubtada’ dan khabar.
(1) Seperti: ‫ سال‬,‫ منح‬,‫ منع‬,‫ كسا‬,‫ البس‬,‫اعطى‬. Contohnya dalam jumlah:
(saya telah memberi murid itu sebuah buku) ‫اعطيت المتعلم كتابا‬
c.   Menashabkan dua maf’ul bih yang asalnya mubtada’ dan khabar, yaitu fiil-fiil:
‫ عد‬,‫ حجا‬,‫هب‬,‫ خال‬,‫حسب‬,‫ زعم‬,‫جعل‬.
Memberi arti : mengira/ perkiraan /menduga.
Begitu juga  ‫ تعلم‬,‫ درى‬,‫ القى‬,‫ وجد‬,‫ علم‬,‫راى‬ ,memberi arti: berkeyakinan/yakin.
Demikian pula‫وهب‬ ,‫ جعل‬,‫ ترك‬,‫رد‬,‫صير‬    memberi arti perubahan.
Seperti lafal : ‫ظننت المخبر صادقا‬  (saya kira pemberi berita itu jujur). Yang menjadi
contoh adalah ‫ظن‬  dalam ‫ظننت‬. Kadang-kadang ‫ ان‬serta isim dan khabarnya menempati tampat
dua maf’ul. Seperti lafal:
‫يحسبون انهم يحسنون صنعا‬
(Mereka mengira, bahwa mereka ahli dalam membuat)
Jumlah ‫يحسنون صنعا‬  ‫انهم‬   adalah menempati dua maf’ul dari fiil ‫يحسبون‬ .

1 Fahmi Akrom, Tata Bahasa Arab, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995).

5
      Jika fi’il terletak setelah kedua ma’mulnya, atau di antara keduanya, maka boleh i’mal dan
ilgha’. Ilgha’ ialah membatalkan amalnya pada lafal dan tempat I’rab. Seperti lafal ‫محمد عالم‬
‫اظن‬  lafal ‫اظن‬  dalam contoh ini tidak beramal.
      Apabila fiil itu diiringi oleh ‫اس††تفهام‬  (kata tanya), lam ibtida’, lam qasam, atau ,‫ان‬ ,‫ال‬
‫ما‬ nafiyah ( yang berarti tidak), maka wajib menta’liq fiil itu dari amalnya.
      Ta’liq, yaitu membetulkan amal fiil pada lafalnya, tetapi tidak pada tempat I’rabnya.
Contoh: ‫ ولقد علموا لمن اشتراه ماله فى االخيرة من خالق‬ (Demi, sesungguhnya mereka telah
meyakini bahwa barang siapa yamg menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya
keuntungan di akhirat). Yang menjadi contoh adalah lafal ‫( علموا لمن‬lam ibtida’ mengiringi (
‫علموا‬.
‫ ولقد علمت ما هؤالء ينطقون‬ (Seungguhnya kamu (hai, Ibrahim) telah mengetahui, bahwa
berhala-berhala itu tidak dapat berbicara) . Yang jadi contoh adalah lafal  ‫علمت ما هؤالء‬ (
‫ما‬ nafiyah mengiringi ‫)علمت‬. Ilgha’ dan ta’liq tidak terjadi pada fiil-fiil tahwil ( yang
mengandung arti perubahan ), dan tidak pula pada fi’il-fi’il ‫ هب‬ dan ‫تعلم‬.
d.   Menashabkan tiga maf’ul, yaitu fiil-fiil ‫ حدث‬,‫ خبر‬,‫ اخبر‬,‫ نبا‬,‫ انبا‬,‫ اعلم‬,‫اري‬
Contohnya:

‫يريهم هللا اعمالهم حسرات عليهم‬


Allah memperlihatkan kepada mereka perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka. Yang menjadi
contoh tiga maf’ul bih, yaitu dhamir ‫ هم‬ pada ‫حسرات‬ ,‫ اعمل‬,‫يريهم‬

3.     Fiil itu menjadi lazim, bila:


a.    Jika termasuk bab ‫كرم‬ , seperti ‫جمل‬ ,‫ حسن‬,‫شرف‬
b.  Termasuk bab  ‫فرح‬, yang artinya menunjukkan warna, indah, gembira, sedih. Seperti ‫حمر‬
(merah), ‫(طرب‬gembira), dan ‫حزن‬  (sedih). (2)
c.    Menunjukkan akibat dari fi’il muta’addi yang menasabkan satu maf’ul, seperti:
(Saya telah memecahkan batu itu, maka ia telah menjadi pecah)  ‫كسرت‬ ‫وانكسر‬ ‫الحجر‬. Yang
menjadi contoh adalah ‫انكسر‬ .
(Saya telah menggelindingkan batu itu, maka ia pun menggelinding) ‫فتدخرج‬ ‫دخرجته‬. Yang
menjadi contoh adala‫تدخرج‬  .
d.   Berwazan ‫افعلل‬ seperti ‫اقش††††††††††††عر‬ (merinding bulu-bulu badan) dan
berwazan ‫افعنلل‬, seperti ‫ (اخرنجح‬berkumpul).
e.    Diubah wazannya menjadi ‫فعل‬ menjadi ‫فهم‬.

2 Thalib Muhammad, Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab, (Jakarta: Media hidayah, 2009).

6
Contohnya seperti lafal ‫الرجل‬ ‫فهم‬ (orang itu paham).

4.    Fiil itu menjadi muta’addi, apabila:


a.   Di masuki hamzah ta’diyah. (3)
Contohnya seperti lafal:
‫هللا ال ال††ه اال ه††و الحي القي††وم ن††زل علي††ك الكت††اب ب††احق مص††دقا لم††ا بين يدي††ه وان††زل الت††وراة‬
‫واالنجيل من قبل هدى للناس وانزل الفرقان‬.
“Allah, tidak Tuhan melainkan Dia, Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia
menurunkan Alkitab ( Alquran) kepadamu dengan sebenarnya; membe narkan kitab yang telah
diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (Alquran), menjadi petunjuk
bagi manusia, dan Dia menurunkan Alfurqan.”
b.  Dengan Tadh’if pada huruf keduanya. Contohnya:
)Dia menurunkan Alkitab (Al-quran) kepadamu( .‫نزل عليك الكتاب‬    
c.   Menunjukkan arti: sama-sama berbuat. Seperti lafal:
)Saya bergaul, sama-sama duduk berdampingan dengan ulama( ‫جلست العلماء‬
d.  Berwazan  ‫استفعل‬ dan menunjukkan arti: menuntut /hubungan atau pandangan. Seperti lafal :
( saya berusaha mengeluarkan harta)  ‫المال‬
‫استخرجت‬
(Saya memandang buruk penganiayaan) ‫استقبحت الظلم‬
e.   Gugur bersama huruf jar, dan tidak terjadi, melainkan beserta ‫ان‬ atau  ‫ان‬  Contohnya :
(Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan , keuali Dia) ‫شهدهللا انه الاله االهو‬
(Dan apakah kamu (tidak percya) dan heran, bahwa datang kepada kamu peringatan dari
Tuhanmu). ‫او عجبتم ان ج††اء كم دك††ر من ربكم‬. Yang menjadi contoh ‫ش††هد ان‬  dan ‫عجب‬
‫ان‬. Huruf jar yang gugur ‫ب‬  dari ‫شهد‬ dan ‫من‬ dari  ‫عجب‬.
.

Adapun Ta’kid nya terbagi menjadi dua yaitu:


3 Ibid,

7
a. ta’kid lafdzi
b. ta’kid maknawi

-ta’kid lafdzi adalah ta’kid dengan mengulangi lafadznya muakkad, atau dengan sinonimnya,
baik berupa isim dhahir, atau isim dhomir, atau fi'il, huruf, ataupun jumlah

contoh: ‫جاء علي علي‬

faedah dari pada ta’kid lafdzi adalah untuk menetapkan perkara yang dikukuhkan di hati
pendengar dan menghilangkan keraguan-keraguan yang ada di dalamnya.
jadi, kalo berkata ‫ جاء علي‬apabila orang yangg diajak berkeyakinan bahwa orang yang
datang itu memang Ali bukan lainya, maka cukuplah bagi anda mengucapkan begitu.
tapi jika mukhotobnya mengingkari, atau ada tanda-tanda pengingkaran untuk
menghilangkan keraguan pendengar maka hendaknya menggunakan ta’kid yaitu
dengan mengatakan ‫ جاء علي علي‬.

-ta’kid maknawi

Ta’kid maknawi adalah ta’kid dengan menuturkan lafadz-lafadz al-ainu, al-nafsu, jami'u,
aamatu, kilaa, atau kilta.dengan syarat lafadz-lafadz itu diidhafahkan kepada dhomir
yang sesuai dengan muakkad.
faedah ta’kid dengan lafadz tersebut adalah menghilangkan kemungkinan adanya
makna majaz, atau kelalaian dalam kalimat.
jadi, jika anda mengucakan ‫ جاء االمير‬ada kemungkinan pendengar salah sangka bahwa
yang datang raja atau bala tentaranya? kemudian anda mengukuhkan denga
menuturkan dengan lafadz an-nafsu atau al-ainu

8
PENUTUP

A. Kesimpulan

       Setelah penulis berusaha menguraikan masalah dalam setiap babnya penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa, Fiil lazim ialah fiil yang tidak memerlukan maf’ul bih.
Contoh: ‫انا رجعت من المدرسة‬ . Sedangkan Fiil Muta’addi ialah fiil yang memerlukan
maf’ul bih, misalnya : memukul, berarti ada yang dipukul: menolong berarti ada yang
ditolong itu di sebut objek atau penderita. Karena fiil muta’addi selalu selalu memerlukan
objek maka dinamakan ‫جملة فعلية متعدية‬ ialah kalimat verbal yang mempunyai maful
bih. Contohnya ‫عمر‬ ‫احمد يضرب‬. Fiil itu menjadi lazim, bila menunjukkan akibat dari
fi’il muta’addi yang menasabkan satu maf’ul, contohnya seperti lafal  ‫فهم الرجل‬ (orang
itu paham). Fiil itu menjadi muta’addi, apabila, dimasuki hamzah ta’diyah, dengan
Tadh’if pada huruf keduanya, menunjukkan arti sama-sama berbuat,
berwazan  ‫استفعل‬ dan menunjukkan arti menuntut /hubungan atau pandangan, gugur
bersama huruf jar.

B.  Saran

9
      Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca. Dalam
pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan–
kekurangan baik dari bentuk maupun isinya. Adapun saran yang ingin di sampaikan penulis
yaitu, penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana
pembaca mempelajari tentang menulis ilmiah. Semoga dengan karya tulis ini para pembaca
dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sunarto. 1990. Qowaidul lughoh, Jakarta: Al-Hidayah.


Agus, Purwanto. 2008. Membaca Arab Gundul dengan Metode Hikari, Surabaya: PT Mizan Pustaka.
Akrom, Fahmi. 1995. Tata Bahasa Arab, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hakim, Taufiqul. 2003. Qaidaty ( Rumus dan Qoidah). Jepara: Al-Falah Offset.

Thalib, Muhammad. 2009. Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab, Jakarta: Media Hidayah.

10
11

Anda mungkin juga menyukai