MAKALAH
Dosen Pengampu : Wawan, SH, M.H
Disusun oleh :
MULYATI NIM : 2202030030
DEDE AMAR SOLIHAT NIM : 2202030019
ENTIS TISNA SANJAYA NIM : 2202030025
YADI SURYADI NIM : 2202030037
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
kami diberikan kesehatan untuk dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok di semester awal mata
kuliah Bahasa Arab Prodi Hukum Tata Negara Intitut Nahdatul Ulama (INU) Ciamis,
dimana judul makalahnya adalah At-Tanazu’ Fil Amali Wal Maf’ul Al Muthlaq , dalam
menyusun makalah ini, ternyata tidak mungkin terlaksana apabila tanpa semangat dari
pihak- pihak yang sangat kami hormati.
Oleh karena itu, pertama kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen
yang telah membimbing kami. Kedua kami ucapkan terima kasih kepada kedua orang
tua, rekan satu kelompok kami atas doa dan dukungan moril maupun materil yang telah
diberikannya. Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu, dan kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat, Aamiin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
2
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian At-Tanazu’ Fil’amal
2. Bagaimana Pengertian Al-Maf’ul Al-Muthlaq
3. Bagaimana Hukum – hukum Al-Maf’ulul al-Muthlaq
4. Contoh – contoh At-Tanazu’ Fil ‘amal dan ‘amal dan Maf’ul al-Muthlaq
3
C. Tujuan Pembahasan Masalah
1. Untuk mengetahui arti dari At-Tanazu’ Fil’amal
2. Untuk mengetahui arti Al-Maf’ul Al-Muthlaq
3. Untuk mengetahui Hukum – hukum Al-Maf’ulul al-Muthlaq
4. Untuk mengetahui Contoh – contoh At-Tanazu’ Fil ‘amal dan ‘amal dan
Maf’ul al-Muthlaq.
4
A. At-Tanazu’ Fil amal
Tanazu’ menurut bahasa adalah pertentangan. Pengertian Tanaazu’
menurut istilah Ilmu Nahwu adalah dua Amil menghadapi satu ma’mul.
Contoh:
سمعت ورأيت القارئ
Sami’tu Wa Roaitu Al-Qoori’a (aku mendengar dan melihat si qori’ itu).
Masing-masing dari lafaz Sami’tu dan Roaitu bertentangan menuntut
lafaz Al-Qoori’a sebagai Maf’ul Bihnya. Jadi, Tidak ada perbedaan antara kedua
Amil baik berupa dua Fi’il seperti contoh diatas, atau dua Isim ataupun
campuran.
Contoh :kedua amil campuran berupa Isim Fi’il dan Fi’il, Firman Allah:
هآؤم اقرءوا كتابيه
Haa’umu-Qro’uu Kitaabiyah (Ambillah, bacalah kitabku ini).” (al-Haaqqah : 19)
Amil pertama berupa Isim Fi’il Amar yaitu Lafaz Haa’umu sinonim dg
lafaz Khudz (ambillah) huruf Mim tanda Jamak. Amil kedua berupa Fi’il Amar
yaitu Lafaz Iqro’uu.
Terkadang Tanazu’ terjadi antara lebih dari dua Amil. Dan terkadang
Mutanaza’ Fih (ma’mul tanazu’) lebih dari satu.
Contoh Tanazu’ antara tiga Amil:
يجلس ويسمع ويكتب المتعلم
Yajlisu Wa Yasma’u Wa Yaktubu Al-Muta’allimu (Pelajar itu duduk,
mendengar dan menulis.
5
Masing-masing dari lafaz Yajlisu, Yasma’u dan Yaktubu menuntut lafaz Al-
Muta’allimu sebagai Faa’ilnya.
Contoh Tanazu’ antara tiga Amil di dalam isim Mutanaza’ Fih lebih dari satu.
Nabi bersabda:
6
beramal antara Amil yg pertama dengan Amil yg kedua. Ulama Bashroh
memilih Amil kedua beramal karena dekatnya dengan Isim Ma’mul. Sedangkan
Ulama Kufah memilih Amil pertama beramal karena ia dikedepankan.
ْ قَ ْب ُل فَلِ ْل َوا ِح ِد ِم ْنهُ َما ْال َع َمل¤ ْضيَا فِي اس ٍْم َع َمل
َ َِإ ْن عَا ِمالَ ِن ا ْقت
Jika dua Amil menuntut pengamalan di dalam suatu isim dan keduanya
berada sebelum isim, maka pengamalan berlaku bagi salah satu saja dari
keduanya.
اختَا َر َع ْكسا ً َغ ْي ُرهُ ْم َذا ُأ ْس َر ْه
ْ َو¤ َوالثَّا ِن َأوْ لَى ِع ْن َد َأ ْه ِل ْالبَصْ َر ْه
Amil yang kedua lebih utama (beramal) menurut Ahli Bashroh. Selain
mereka -yg mempunyai golongan kuat- memilih sebaliknya (amil yg pertama
lebih utama beramal).
Syarat-syarat Tanaazu’ bagi kedua Amil adalah:
1. Harus dikedepankan dari Ma’mulnya.
2. Diantara dua Amil harus ada Irthibath (hubungan) baik secara Athof atau
semacamnya.
7
Khabar, huruf yang bisa merafa’kan Mubtada’ dan yang menashabkan Khabar,
huruf jer, Mudlaf dan Mubtada.
‘Amil ada dua macam, yaitu ‘Amil Lafdzi dan ‘Amil Ma’nawi Amil Lafdzi
adalah lafal yang bisa memberi pengaruh kepada lafal lainnya yang dilafalkan,
seperti pada contoh yang telah disebutkan di atas.
‘Amil Ma’nawi adalah kosongnya Kalimah Isim atau Fi’il Mudlari’ dari lafal
yang bisa mempengaruhinya yang dilafalkan. Kekosongan itu termasuk dalam
‘amil yang bisa merafa’kan.
Yang dinamakan tajarrud atau kekosongan adalah tidak disebutkannya
‘amil. Itu adalah sebab ma’nawi dalam merafa’kannya ‘amil itu pada lafal yang
dikosongkan dari ‘amil yang bersifat lafdzi, seperti Mubtada’ dan Fi’il Mudlari’
yang tidak didahului ‘amil nawashib dan jawazim.
Ma’mul adalah lafal yang huruf terakhirnya mengalami perubahan
dengan rafa’ atau nashab atau jer atau jazem dengan mendapat pengaruh dari
‘amil. Yang bisa menjadi ma’mul adalah Kalimah Isim dan Fi’il Mudlari’.
Ma’mul ada dua macam, yaitu ma’mul bil ashalah (: asalnya memang
sudah menjadi ma’mul), yaitu lafal yang mendapat pengaruh dari ‘amil secara
langsung, seperti fa’il dan na’ibul fa’il, mubtada’ dan khabarnya, isimnya fi’il
naqish dan khabarnya, isimnya ( )ِإ َّنdan sesamanya serta khabarnya, bermacam
maf’ul, haal, tamyiz, mustatsna, mudlaf ilaih dan fi’il mudlari’.
Dan ma’mul bil tab’iyyah, yaitu lafal yang mendapat pengaruh dari ‘amil
dengan lantaran mengikuti lafal yang lainnya, seperti na’at, ‘athaf, taukid dan
badal, karena kesemuanya dibaca rafa’, nashab, jer atau jazem disebabkan
mereka semuanya mengikuti pada lafal yang dibaca rafa’, nashab, jer atau
jazem. Dan ‘amil pada semuanya adalah ‘amil yang terdapat pada lafal yang
mereka ikuti yang mendahuluinya.
‘Amal (atau yang dinamakan i’rab) adalah pengaruh yang didapatkan
karena mempengaruhinya ‘amil pada suatu lafal, yaitu dari dibaca rafa’, nashab,
jer atau jazem.
8
Bila ditanyakan mengapa i’rab hanya terjadi dihuruf terakhirnya suatu kalimah,
maka bisa dijawab dari dua sisi, yaitu :
I’rab adalah dalil atau yang menunjukkan, sedangkan lafal yang di i’rabi
adalah sebagai madlul ‘alaih atau yang ditunjukkan. Sehingga dalil tidak
boleh dipasang kecuali setelah mendahulukan madlul ‘alaih.
Jika i’rab diletakkan di depan, maka hal itu tidaklah dapat
dimungkinkan, karena awal dari suatu kalimah pasti selalu berharakat,
sehingga tidak akan dapat diketahui apakah kalimah itu mu’rab ataukah
mabni, dan sebagian dari i’rab ada yang jazem yang ditandai dengan
sukun.
Jika sukun diletakkan di awal, maka tidak akan dapat dimungkinkan,
karena nantinya kalimah itu tidak dapat diucapkan. Jika i’rab diletakkan di
tengah, maka wazan dari kalimah itu tidak akan dapat diketahui, selain itu
kalimah yang ruba’i (mempunyai empat hurufnya) tidak mempunyai tengah.
a. Hukum-hukum At-Tanazu’ Fil amal
1. Wajib dibuang
Ketika yang awal diihmalkan dan yang kedua diamalkan dan asalnya dhamir
bukan khabar.
Seperti contoh:
a.Nashab ض َربَنِي زَ ْي ٌد ُ ض َرب
َ ْت َو َ (saya memukul zaid dan zaid memukulku)
َ ض َر ْبتُهُ َو
Tidak boleh diucapkan ض َربَنِي زَ ْي ٌد َ
Dhamir wajib dibuang karena fudhlah maka tidak membutuhkan dhamir
sebelum disebutkan
Dan ini yang dimaksud dengan ()و ال تَ ِجيئ َم ْع أوَّل قد أهمال
b.Jar
ُ ْ َم َرر (saya berjalan bertemu zaid dan zaid berjalan
Seperti contoh : ت َو َم َّر بِي زَ ْي ٌد
bertemu saya)
ُ َْم َرر
Tidak boleh diucapkan : ت بِ ِه َو َم َّربِي َز ْي ٌد
9
2. Wajib disebutkan
Ketika yang kedua diihmalkan dan amil yang pertama diamalkan maka wajib
menyebutkan dhamir, seperti :
- Nashab : ض َر ْبتُهُ زَ ْي ٌد
َ ض َربَنِي َو
َ
ُ َْم َّربِي َو َم َرر
- Jar : ت بِ ِه زَ ْي ٌد
ُ ض َرب
Tidak boleh diucapkan : ْت زَ ْي ٌد َ ض َربَنِي َو
َ
ُ َْم َّربِي َو َم َرر
ت بِ ِه زَ ْي ٌد
3. Wajib diakhirkan
Ketika yang diihmalkan pertama dan amil yang diamalkan kedua, dan asalnya
ُ ظَنَّنِي َو ظَنَ ْن (zaid menyangka saya berdiri dan
adalah khabar seperti : ُت َز ْيدًا قَاِئ ًما إيَّاه
saya menyangka zaid berdiri)
ُ ُك ْن
Dan contoh ُت َو َكانَ َز ْي ٌد قَاِئ ًما إيَّاه
إياهTidak boleh ditemukan dengan amil yang pertama كنت ؛ ظننت karena belum
disebutkan dan tidak boleh dibuang karena umdah.
Boleh muttasil dan munfashil
Ketika yang diihmalkan kedua dan yang diamalkan awal maka boleh muttasil
ُ ظَنَ ْن
dan munfashil seperti contoh : ظَنَّنِ ْي ِه زَ ْيدًا قَاِئ ًما ت َو
Bisa diucapkan : ظنَّنِي إيَّاهُ زَ ْيدًا قَاِئ ًما ُ ظَنَ ْن
َ ت َو
Dan contoh : َكانَ زَ ْي ٌد َو ُك ْنتُهُ قَاِئ ًما
ُ َكانَ َز ْي ٌد َو ُك ْن
Bisa diucapkan : ت إيَّاه قَاِئ
B. AL -MAF’UL MUTLAQ
1) Menurut Kitab Mutamimah al-jurumiyah (Syeh Syamsuddin Muhammad
Arra’ni)
Maf’ul Mutlaq adalah masdar pelengkap yang menguatkan amilnya,
menjelaskan macam atau menjelaskan bilangannya. Contoh:
- Yang menguatkan ً وكلّم هللاُ ُموسى تكليما ً َسقَاك هَّللا ُ َس ْقيا
ُ
- Yang menjelaskan jenis/macamnya سرت سي َر العُقال ِء ُ ْيَ ُمو
ت ال َجا ِح ُد ِميتةَ سُو ٍء
- Yang menjelaskan bilangan ت
ٍ ض َربا
َ أو،تين ُ
ِ َضربت اللصَّ ضرْ ب ُ
وقفت وقفتي ِن
10
2) Kitab Qowa’idul lugho al-arobiyah al-mubassaqoh (Abdul latif as-saidi)
مصد ٌر منصوبٌ يُذك ُر بع َد فعلِ ِه لتوكي ِد ِه أوْ بيا ِن عد ِد ِه أوْ نو ِع ِه
Maf’ul Mutlaq adalah masdar yang dibaca nashob yang disebutkan
setelah fi’ilnya untuk menguatkan fi’il tersebut atau menjelaskan jenisnya
atau menjelaskan bilangannya. Contoh :
• ً محسن إلى الفقرا ِء إحسانا
ٌ َأنت
• ًاغتسلت ُغسال
ُ
3) Kitab Mujmal Qowa’id al-Arobiyyah (Syeh abd gina ad daqqor)
ًوليس خَبراً وال َحاال
َ ، أو يُبَيِّنُ نَوْ عَه أو َع َددَه،هو اس ٌم يَُؤ ِّكد عا ِملَه
َ
Maf’ul Mutlaq adalah isim yang menguatkan amilnya, menjelaskan jenisnya,
atau bilangannya.
4) Kitab Al-I’rob al-muyassaroh (Ali Abdul Abbas)
Dikatakan Maf’ul Mutaq karena memutlaqkan qoyyidnya (amilnya)
أو بَ َدالً من، أو بيانا ً لنوع ِه، أو بيانا ً لِ َعد ِد ِه،َُمصد ٌر يُذك ُر بعد فع ٍل من لفظ ِه تأكيداً لمعناه
التلفُّ ِظ بفعل ِه
Maf’ul Mutlaq adalah masdar yang secara lafadz jatuh setelah fi’ilnya
yang menguatkan makna fi’ilnya, menjelaskan bilangannya, menjelaskan
jenisnya atau mengganti fiilnya dengan bentuk lafadz. Contoh :
• صبراً على الشدائد
َ
• ًَسمعا ً وطاعة
B. HUKUM MAF’UL MUTLAQ
Hukum maf’ul mutlaq ada 3 :
1. Wajib dibaca nashob, contoh :
ً رأيتُهُ ُمسرعا ً إسراعا ً عظيما
11
2. Wajib jatuh setelah amilnya jika untuk menguatkan. Apabila untuk
menjelaskan jenis atau bilangannya maka boleh jatuh setelah atau
sebelumnya. Contoh :
• ً سنا
َ اجتهدتَ اجتهاداً ح
• َُسمعا ً وطاعةً* حمداً هلل و ُشكراً أفعلُه
3. Amil Maf’ul Mutlaq boleh dibuang, jika maf’ul mutlaq tersebut
menjelaskan jenis atau bilangannya dan juga ada qorinah yang menunjukkan
amil tersebut. Dalam artian menjadi jawaban dari sebuah pertanyaan. Contoh
:
• ً اجتهاداً ح َسنا
Kata “ ً “ اجتهاداً ح َسناadalah jawaban daripertanyaan ““ كيف اجتهدت
12
a. Maf’ul Mutlaq Mubham yaitu Maf’ul Mutlaq yang mempunyai arti yang
sama dengan fi’ilnya dengan tanpa menambahi atau mengurangi makna.
Dalam hal ini fungsi Maf’ul Mutlaq hanya untuk menguatkan. Contoh :
• ً قمت قياما
ُ
• ً وضربت اللصّ ضربا
ُ
b. Maf’ul Mutlaq Mukhtash yaitu Maf’ul Mutlaq yang maknanya bertambah
atau berkurang dari makna fi’ilnya. Dalam hal ini mempunyai faedah
menjelaskan jenis atau bilangan. Contoh :
ُ
• قمت قِيا َمي ِن
ُ
• َسرت سي َر الصالحين
Dalam Kitab Jami’ud Durus selanjutnya Maf’ul Mutlaq terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Maf’ul Mutlaq Muttashorif yaitu Bentuk Maf’ul Mutlaq yang semua
bentuk katanya bisa ditasrif. Contoh :
• Semua Mashodir yang akan dijelaskan di bab selanjutnya.
b. Maf’ul Mutlaq Ghoiru Muttashorif : Bentuk Maf’ul Mutlaq yang katanya
tidak bisa di tasrif. Contoh :
• ذاريك
َ وحَ َودواليك َ ّسبحان و َمعا َذ ولَبي
َ َك و َسعدَيكَ وحنَانَيك
13
c) ال ُمبَالغةcontoh : ً ضرْ با َ زَ ْي ٌد
َ ٌضرَّاب
14
ِ َّ ودل،َمصاد ُر مسموعةٌ كث َر استعمالُها
5. ت القرائنُ على عاملها
Yaitu mashdar atau Maf’ul Muthlaq yang disebutkan dan ditunjukkan
qorinah atas amilnya, contoh :
"ً " َسمعا ً وطاعةً* حمداً هلل و ُشكراatau "ِ و َمعا َذ هللا،ِ"سُبحانَ هللا
15
PENUTUP
KESIMPULAN
Maf’ul Bih adalah Isim manshub yang terletak pada fi’il dan fa’il, dan
hukum I’rabnya adalah Nashob. Dan Maf’ul bih adalah isim yang
menunjukkan kepada objek /penderita.
Maf’ul Muthlaq ialah isim atau kata benda yang dibaca nashob yang
berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il, maf’ul muthlaq juga
isim yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan penjelasan
jenis serta jumlah perbuatannya
16
DAFTAR PUSTAKA
Ibid, hlm.275.
Ibid, hlm.276.
17
18