Angko Wildan
(21200120000004)
Email:angkowilldan810@gmail.com
Magister Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Dalam mempelajari bahasa Arab, kita akan dapat akan ditemukan fenomena-
fenomena kebahasaan yang menunjukan keistimewaan bahasa tersebut. Pada
fenomena bahasa,kita dapat menemukan adanya relasi semantik antara sebuah kata
atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan
relasi maknatersebuti mungkin salah satunya berkaitan dengan hal kelainan makna al
musytarak ladfzi (homonim/polisemii) dan at Tadhad (Antonimi).
Penulisan artikel ini memuat tentang sebab munculnya istilah musytarak ladfzi dan
at Tadhad yang bisa muncul karena adanya faktor interneal dan juga faktor eksternal,
kemudia dalam penulisan ini ditemukan juga beberapa contoh musytarak ladfzi dan at
Tadhad dalam alqura’an yaitu Musytarok yang mempunyai arti beberapa makna ,
Musytarok yang mempunyai arti yang berlawanan, Musytarok yang mempunyai dua
makna, Musytarok yang mempunyai arti sebenarnya dan kiasan.
Kata kunci : Fenomena, homonim/polisemi,Antonimi.
A. PENDAHULUAN
Bahasa bisa diartikan sebagai alat komunikasi verbal yang mempunyai sifat
arbitrer dan dinamis. Di dalam perkembangannya bahasa bisa berubah dalam tataran
linguistiknya, mulai dari fonologi, morfologi, sintaksis dan juga semantiknya.
Perubahan tersebut bisa terjadi disebabkan karena bahasa adalah produk kebudayaan
manusia. Dengan demikian, bahasa akan terus mengalami perkembangan secara
kontiyu sesuai dengan perkembangan pemikiran dan kebutuhan manusia sebagai
orang pemakai bahasa, hal ini lah yang mengakibatkan perubahan bahasa pada tataran
makna.
Di dalam bahasa Indonesia, bisa kita temukan beberapa kata yang sama
bentuknya, tetapi memiliki pengertian yang berbeda. Ada pula beberapa kata yang
berbeda tetapi mengandung pengertian yang sama. Hal ini lah dalam linguistik disebut
dengan sifat majemuk bahasa. Sifat majemuk bahasa tersebut terkadang memicu
adanya kekacauan semantik (ilm ad Dalah/makna), yaitu apabila ada dua orang
yang sedang berkomunikasi dengan menggunakan kata yang sama bentuknya tetapi
berbeda artinya, atau sebaliknya. Dengan adanya hal tersebut, penutur bahasa bisa
dituntut untuk bisa berbahasa yang dapat mewakili pengertian atau pesan yang
dimaksud. Begitu juga dengan Bahasa Arab yang terkadang juga terdapat kata yang
sama bentuk dan sama dalam segi penuturannya, namun memiliki makna yang
berbeda. Perbedaan ini disesuaikan dengan "siyaq" atau konteks dalam bahasa
Indonesia.
Sebuah kata memiliki relasi satu sama lain dalam segala bentuk.Hal ini
merupakan akibat dari kandungan komponen makna yang kompleks. Ada beberapa
hubungan semantis (antar makna) yang memperlihatkan adanya persamaan,
pertentangan, tumpang tindih, dan lain lain. Hubungan inilah yang dalam ilmu
linguistik disebut sebagai sinonim, antonim, hiponim, homonim dan polisemi.
Pada fenomena bahasa,kita dapat menemukan adanya relasi semantik antara
sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi.
Hubungan relasi maknatersebuti mungkin salah satunya berkaitan dengan hal kelainan
makna al musytarak ladfzi (homonim/polisemii) dan at Tadhad (Antonimi). Oleh
karena itu, pada makalah ini kami akan membahas tentang penngertian homonimi dan
antonimi yang mencakup pengertian, sebab adanya fenomena ini dan juga contohnya.
B. PEMBAHASAN
1. Al Musytarak Al Lafdzi
c. Sedangkan ilmuan modern, menurut Wâfi5 yang dimaksud dengan اشرتاك اللفظي
adalah:
1 Mansur Pateda, Semantik Leksikal,( Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001,) h. 213-214.
2 Abdul Chaer, “Pengantar Semantik Bahasa Indonesia”, (Jakarta; PT Rineka Cipta, 1995), hal. 93-94
3 Taufiqurrahman, “Leksikologi Bahasa Arab”, (UIN-Malang Press, 2008), hal. 67
4 Ahmad Mukhtar Umar, ‘Ilm al-Dilalah, Kuwait: Maktabah Dar al-Arabiyah li al-Nasr wa al-Tauzî,
1988, h.158
5 5Ali Abd. al-Wâhid Wâfi, Fiqhu al-Lugah, Kairo: Lajnah al-Bayân Al-Arabiyah, 1962, h. 183.
للكلمة الواحدة عدة معان تطلق على كل منها على طريق احلقيقة ال اجملاز
Artinya: “Satu kata mengandung beberapa arti yang masing-masingnya dapat
dipakai sebagai makna yang denotatif (hakikat) dan bukan makna konotatif (majaz).”
d. Ya’qub, mendefisikan musytarak yaitu: “Setiap kata yang mengandung lebih dari
dua makna, antara yang satu dengan yang lain tidak ada persamaan
Dalam pembahasa ilmu Balaghah atau retorika, homonimi bisa disepadankan dengan
istilah Jinas, yaitu adanya kemiripan dua kata yang memiliki makna yang berbeda
Dengan kata yang lainya, dapat disimpulak jika suatu kata yang digunakan pada
tempat berbeda maka ia mempunyai makna yang berbeda berbeda pula.
. كذالك كانوا يؤفكون،ويوم تقوم الساعة يقسم اجملرمون ما لبثوا غري ساعة
Pada ayat di atas, terdapat kata الساعة. Kata itu disebut dua kali. Pertama, bermakna
hari kiamat. Kedua, bermakna waktu sesaat. Pengungkapan suatu kata yang
mempunyai dua makna karena disebut pada tempat yang berbeda, dalam ilmu
Balaghah, dinamakan Jinas. Sedangkan dalam ilmu Linguistik, pengertian semacam
ini disebut Homonimi.6
Menurut linguis terkenal Indonesia, Abdul Chaer dalam bukunya Pengantar Semantik
bahasa Indonesia, al-musytarak al Lafdzi (Homonimi) dapat terjadi karena disebabkan
oleh beberapa hal7 yaitu:
Pertama, bentuk kata yang mengandung homonim itu berasal dari bahasa atau dialek
lahjah yang berbeda. Contohnya, kata bisa yang mempunyai makna “racun ular”
berasal dari bahasa Melayu sedangkan kata bisa yang berarti “mampu” berasal dari
idak jauh berbeda, dalam bahasa Arab pun al-musytarak al Lafdzi (Homonimi) dapat
disebabkan oleh kedua hal diatas, Mukhtar membagi sebab-sebab terjadinya al-
musytarak al-lafdzi (Homonimi) ke dalam dua bagian, yaitu8
1. Sebab-sebab internal, yang mencakup atas:
a. Perubahan dari segi pelafalan
Perubahan dari segi pelafalan mencakup atas pertukaran posisi huruf (dari segi
morfologi/ shorof ) dan pergantian huruf atau ibdal. Contoh pertukaran posisi huruf
yaitu apabila kita mengambil sighot wazan " "استفعلpada lafadz " "دامmaka akan
menjadi kalimat " "استدامdan dari kalimat " "دمىakan menjadi kalimat " "استدمىakan
tetapi dikatakan bahwa fi'il " "استدامyang dapat berarti berkelanjutan namun juga dapat
berarti " "استدمىyang berarti berdarah. Hal ini disebabkan kesalahan si penutur namun
dapat dipahami oleh yang lainnya dan kemudian pada akhirnya banyak digunakan
oleh penutur lainnya.
Contoh dari perubahan pelafalan yang mencakup ibdal, terdapat dua kalimat ""حنك
dan " "حلكkeduanya memiliki makna yang berbeda, namun orang arab memakainya
dengan makna yang sama yaitu hitam. Maka dengan pendekatan pergantian ""ل
menjadi " "نyang disesuaikan antara kata kedua dengan kata yang pertama dalam segi
pelafalannya maka keduanya menjadi al-musytarak al Lafdzi (Homonimi). Lafadz
"“ حنكbukan hanya dapat berarti "langit-langit mulut" tetapi juga berarti kegelapan
8 Ahmad Mukhtar Umar, Ilmu Dalalah, Kuwait Jamiatul Kuwait. 1982 . hlm 147
yang seharusnya pengertian dari lafadz "" حلك.
b. Perubahan dari segi makna.
Perubahan dari segi makna mencakup atas tujuan dan gaya penyampaiannya.
2. Sebab-sebab eksternal, yaitu lebih cenderung kepada perbedaan lingkungan
tempat bahasa itu digunakan.
Menurut Sahkholid, faktor-faktor penyebab banyaknya homonimi dalam bahasa Arab
dapat disebutkan sebagai berikut:9
1. Lebih diakibatkan karena banyaknya macam-macam dialek dalam bahasa Arab,
Sementara banyaknya dialek tersebut lebih dikarenakan oleh banyaknya kabilah
dalam bangsa Arab.
2. Karena perkembangan fonem (bunyi) dalam Bahasa Arab, baik itu terjadi karena
naqish (pengurangan), ziyadah (penambahan) maupun naql al-h}arfi (pergantian
huruf).
3. Perubahan sebagian kata dari arti yang hakiki kepada arti yang metaforis, karena
adanya keterkaitan arti dan seringnya dipakai arti metaforis tersebut menjadi kata
hakiki.
4. Perubahan morfologi (tasrif) yang terjadi pada dua kata yang sama bentuknya. Dari
bentuk tersebut timbul arti yang bermacam-macam karena perbedaan bentuk masdar-
nya.
Menurut Pateda, ada sekitar lima sebab terjadinya kata yang mempunyai makna
polisemi 10:
a. Kecepatan ketika melafalkan sebuah leksem, hal ini sangat berpengaruh sekali
kepada sebuah kata misalnya; /bantuan/ dan /bantuan/. Apakah ban kepunyaan
tuan, atau bantuan
b. Faktor Gramatikal atau tata bahasa, misalnya kata /orangtua/. Kata ini bisa
bermakna bapak dan juga ibu, atau orang yang sudah memasuki masa tua. Dari
contoh tersebut terdapat dua makna dan konteks lah yang akan menentukan
maksud dari si pembicara.
c. Faktor leksikal, yang bisa jadi bersumber dari leksem yang mengalami perubahan
pemakaian dalam ujaran yang menyebabkan adanya arti baru. Misalnya kata
9 Sakholid Nasution, Pengantar Linguistik Analisis Teori Linguistic dalam bahasa Arab, IAIN Press,
2010 hlm 123-124
10 Desertasi, Tulus Musthofa, Al Mustarok al Lafdzi dalam Al Quran, (UIN Yogyakarta, 2009), hlm
214-216
makan bisanya berhubungan dengan kegiatan manusia atau binatang
memasukkan sesuatu ke dalam perut, akan tetapi kata tersebut bisa digunakan
pada benda tak bernyawa, pada akhirnya muculah istilah kata atau frasa seperti
makan sogok, rem tidak makan, makan angin, makan uang riba, sebuah gedung
dimakan oleh api, pagar makan tanaman. Contoh-contoh tersebut Digunakan
pada konteks yang berbeda beda tentunya, dalam contoh lain misalnya kata
operasi, dalam dunia medis pastinya berbeda penggunaanya dengan dunai militer,
jika operasi dilafalkan oleh seorang dokter spesialis maka bermakna pekerjaan
membedah bagian organ tubuh untuk menyelamatkan nyawa seseorang;
sementara bagi seorang prajurit atau tentara kata operasi akan bermakna kegiatan
untuk memumpaskan target musuh atau memberantas adanya kejahatan; dan bila
dihubungakn dengan Dunia ketenaga kerjaan ia bermakna sebuah kegiatan yang
akan atau sedang dilaksanakan. Seperti dalam kalimat “Departemen Tenaga Kerja
akan melakukan operasi purna bhakti agar semua perusahaan mematuhi peraturan
dari ketenaga-kerjaan”
d. Faktor pengaruh bahasa asing, contohnya leksem /item/, kini digunakan leksem
/butir/ atau /usur/.
e. Faktor pemakai bahasa yang ingin menghemat pengguaan kata. Maksudnya
dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai ide atau
perasaan yang terkandung di dalam hatinya. Seperti kata /mesin/ yang biasanya
dihubungkan dengan /mesin jahit/. Manusia kemudian membutuhkan kata yang
mengacu kepada mesin yang menjalankan pesawat terbang, mobil, motor, maka
muncullah urutan kata /mesin pesawat/ dan /mesin mobil/.
Sementara itu Mustafa Muhammad mengemukakan ada lima faktor yang
mempengaruhi lahirnya al Isytirak al Lafdzi yaitu11:
a. Diferensi Dialek) (إختالف اللهجات
Perkembangan homonim itu tidak terlepas dari perbedaan dialek, setiap dialek satu
daerah dengan daerah lain pasti berbeda. Penggunaan makna kata yang digunakan
antar suku atau kabilah memiliki batasan-batasan makna yang juga berbeda. Dengan
adanya fenomena demikian, maka dialek yang digunakan mempunyai makna yang
berbeda, walaupun kata yang digunakan sama.
11Saida Gani & Berti Arsyad, Fenomena al Isytirak al Lafdzi dalam Al Qur’an, ‘A jamiy, Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab Volume 6 No.1 2017. hlm 9
Contoh kata السيدumum artinya ( الذئبserigala) tetapi dalam kobilah hudzail ber arti
( األسدsinga), kata الضناsecara umum artinya (املرضsakit) tetapi dalam kobilah toyyi’
artinya ( الولدanak).
Contoh : kata هوىdari bentuk isim dan fiil menurut firus abadi berarti ميل النفس إىل
)23:وملا ورد ماء مدين وجد عليه أمة من الناس يسقون (القصص
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya)”.
Dalam lafazd ( ) أمةdiartikan ( ) الجماعة من الناسsekumpulan orang-orang.
)159: ومن قوم موسى أمة يهدون ابحلق وبه يعدلون (األعراف
“Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk “ Dalam
lafazd ( ) أمةdiartikan ( )الفرقةsekelompok ( ) الطائفةsekte-sekte.
b) Musytarok yang mempunyai arti yang berlawanan. Contohnya seperti
lafadz ) (عسعسmempunyai beberapa makna diataranya:
أمل تر أن هللا يسجد له من يف السماوات ومن يف األرض والشمس والقمر والنجوم واجلبال والشجر
2. At Tadhad ( Antonimi )
A. Pengertian At Tadhad ( Antonimi )
Secara harfiyah, antonimi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu
antonymy. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan antonim adalah kata yang
berlawanan makna dengan kata lain. Menurut Verhaar, kata antonymy sendiri berasal
dari bahasa Yunani Kuno, yaitu: “anoma” artinya “nama” dan “anti” artinya
12Saida Gani & Berti Arsyad, Fenomena al Isytirak al Lafdzi dalam Al Qur’an, ‘A jamiy, Jurnal
Bahasa dan Sastra Arab Volume 6 No.1 2017. hlm 12
“melawan.‟ Jadi arti harfiahnya adalah “Nama lain untuk benda lain. 13 Atau lebih
sering disebut dengan lawan kata.
Dalam bahasa Arab antonimi dikenal dengan istilah األضدادatau التضاد. ألضداد
merupakan bentuk jamak dari ضدyang berarti sesuatu yang berlawanan dengan yang
lain, seperti (السوادhitam) yang berantonim dengan (البياضputih). (الموتmati) yang
berantonim dengan (الحيhidup).
Para ahli bahasa Arab mendefinisikan antonimi dengan ungkapan yang berbeda-beda,
namun demikian merujuk pada satu pengertian yang sama. Dr. Amil Badi’ Ya’kub
(guru besar Fiqh Lughah Universitas Libanon) misalnya mendefinisikan antonimi
dengan menggunakan satu kata atau dua pengertian yang berlawanan. Dalam konteks
ini antonimi merupakan bagian dari homonimi المشترك اللفظيLebih lanjut beliau
menjelaskan bahwa setiap antonimi merupaka homonimi tetapi tidak sebaliknya.
Contoh : المولىyang berarti (العبدhamba) dan juga (السيدtuan).14
Secara Kridalaksana mendefinisikan antonim sebagai oposisi makna dalam
pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan. 15 Yaitu beberapa pasangan kata yang
mempunyai arti yang berlawanan. Dalam bahasa Indonesia kita kenal kata-kata besar-
kecil, tinggi-rendah, jauh-dekat, rajin-malas, takut-berani, gembira-sedih, sakit-senang,
panas-dingin, dll.
Dalam kajian linguistik Arab, antonim sama dengan التضاد. Karena menurut
13 J. W. M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press, 1989), Cet. Ke-
12, h. 133.
14 Ubaid Ridho, Sinonim dan Antonim dalam al Quran, Jurnal Al Bayan Vol 9 no.2 Tahun 2017. hlm
283
15 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-5,
h. 15.
16 Âli Abd. al-Wâhid Wâfi, Fiqhu al-Lugah, Kairo: (Lajnah al-Bayân Al-‘Arabiyah, 1962), h 148
Sidah dalam kitabnya “ ”المخصصmeriwayatkan bahwa salah satu gurunya
mengingkari adanya Al-Tadhad.
Salah satu alasan yang dikemukakan oleh kelompok yang menentang adanya
tadhad adalah sebagaimana dikemukakan oleh Tajuddin Al-Armawy Muhammad Bin
Husain. Ia mengemukakan alasan bahwa makna yang berlawanan tidak mungkin
terkandung dalam satu kata, karena ia berpandangan dalam musytarak lafzhiy tidak
boleh terdapat keraguan dalam pemaknaan.4 Di saat dalam satu kata terdapat dua
makna yang berlawanan, maka akan terjadi keraguan dalam memahaminya, apakah
makna kata tersebut merupakan makna pertama atau lawannya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Tadhad itu ada, mereka pun
memberikan contoh-contoh yang banyak. Diantara yang berpendapat seperti ini
adalah Imam Khalil, Sibawaih, Abu Ubaidah, Abu Zaid Al-Anshari, Ibnu Faris, Ibnu
Sidah, Ibnu Juraji, Tsa’labi, Mubarrad, dan Suyuthi. Suyuthi dan Duraid telah
menghitung Al-Tadhad mencapai 100 kata. Ulama kelompok ini banyak menyusun
kitab, yang terkenal diantaranya: “ ”كتاب األضدادsusunan Ibnu al-Anbari yang
didalamnya terhitung lafadz Al-Tadhad kurang lebih 400 kata.
Yang menjadi pijakan argumentasi kelompok ulama yang berpendapat bahwa
tadhad itu ada salah satunya adalah yangdikemukakan oleh Ibnu Anbari. Menurutnya,
kata dalam bahasa Arab saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya, dan
terkadang ada makna baru yang muncul pada satu kata.5 Melihat argumentasi yang
dikemukakan oleh Ibnu Anbari tersebut, maka sangatlah wajar jika dalam satu kata
terdapat dua makna yang saling berlawanan, karena ada salah satu dari kedua makna
tersebut yang datang atau diterima oleh pengguna bahasa di saat kata yang
disematinya sudah mempunyai makna terlebih dahulu.17
17 Apriwanto, Tadhad: Fenomena Sosial-Kultural dalam bahasa Arab, Diwan: Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab Vol.11 Edisi 1, Januari-Juli 2019, hlm 34-35
18 Ubaid Ridho, Sinonim dan Antonim dalam al Quran, Jurnal Al Bayan Vol 9 no.2 Tahun 2017. hlm
284-285
kebanyakan suku. Dan kata kerja “ ”وثبbermakna duduk menurut Himyar di
Yaman dan meloncat menurut seluruh orang Arab.
b) Dilalah suatu kata yang pada asli pembentukannya memiliki dua makna yang
berbeda, jika terdapat lafadz atau kata yang memiliki dua makna yang
bertentangan makasebenarnya bermakna satu, contohnya kata الشدفةbermakna
(السترpenghalang), maka siang ketika tiba malam cahayanya akan terhalangi oleh
gelapnuya malam, begitu pula gelapnya malam ketika tiba pagi hari akan
tertutupi oleh cahaya siang.
Contoh lain seperti kata الجللbermakna mudah (biasa) juga agung (luar biasa),
karena suatu yang bisa menjadi luar biasa bagi orang yang lebih biasa darinya.
Begitu juga sebaliknya sesuatu yang besar menjadi kecil jika disandingkan
dengan yang lebih besar darinya.
c) Kesamaan antara dua kata dalam satu shighat sharfiyah (bentuk perubahan kata).
Dalam bahasa Arab banyak kita temukan kesamaan bentuk kata antara isim fa’il
dan isim maf’uul. Fenomena seperti ini akan menimbulkan adanya dua makna
berlawanan yang lahir dari satu kata. Contohnya adalah kata المختار. Kata ini bisa
berarti “yang memilih” (shighat isim fa’il) dan bisa juga berarti “yang dipilih”
(shighat isim maf’uul). Kasus serupa juga terdapat pada kata المبتاعyang dapat
berarti “yang membeli” dan “yang dibeli”.19
d) Tadhad muncul karena adanya faktor-faktor sosial yang terdapat pada bangsa
Arab. Diantara faktor tersebut adalah: (1) tafaa’ul. Adalah mengungkapkan suatu
kata untuk mengharapkan datangnya sebuah kebaikan. Contohnya adalah kata
البصيرyang berarti melihat digunakan sebutan bagi orang yang buta. Kata itu
digunakan sebagai bentuk pengharapan agar orang buta tersebut bisa melihat
kembali. (2) Tahakkum. Yaitu mengungkapkan sebuah kata dengan niat
mengejek. Contohnya adalah ungkapan أبو البيضاءyang ditujukan pada seseorang
yang berkulit hitam. Hal ini tentunya melahirkan makna yang berlawanan dengan
makna aslinya yaitu Putih. Dalam konteks ini, penggunaan kata tersebut
ditujukan untuk mengejek seseorang yang berkulit hitam tersebut.
19Apriwanto, Tadhad: Fenomena Sosial-Kultural dalam bahasa Arab, Diwan: Jurnal Bahasa dan
Sastra Arab Vol.11 Edisi 1, Januari-Juli 2019, hlm 37
Menurut Al Khammas20, antonim dibagi menjadi lima macam yaitu :
a) Antonim Mutlak ( Tadhad Had)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang berlawanan tidak terdapat
tingkatan/level. Artinya, kedua kata yang maknanya berlawanan itu benar-benar
mutlak. Contoh:( أنثىBetina/Perempuan) lawan katanya adalah ( ذكرJantan/Laki-laki)
atau ( ميتMati) lawan katanya ( حيHidup).
b) Antonim Bertingkat ( Tadhad Mutaddarij)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang berlawanan masih terdapat
tingkatan/level. Artinya, makna dari kata-kata yang saling berlawanan masih relatif.
Contoh: (سهلmudah) lawan kata (صعبsulit); namun antara ‘mudah’ dan ‘sulit’ masih
tingkat kemudahan /kesulitan tertentu; atau ( باردdingin) lawan kata (حارpanas); di
antara ‘dingin’ dan ‘panas’ masih ada level tertentu, seperti (فاترhangat kuku), دافئ
(hangat), (ساخنpaling hangat).
c) Antonim Berlawanan ( Tadhad Aksiy)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang berlawanan bersifat lazim/lumrah.
Contoh: ( أبBapak) lawannya ( أمIbu) dan juga ( باعMenjual ) (اشترىMembeli).
d) Antonim Bergaris samping ( Tadhad Amudi )
Yaitu, apabila kata-kata yang antonim (berlawanan) tersebut terdiri dari kosa kata
yang bersifat arah (direction). Kosa kata yang berlawanan menurut garis menyamping
disebut antonim garis samping. Misalnya, ( شمالutara) lawan kata ( شرقtimur) جنوب
( Selatan) lawan kata (غربBarat). (غربBarat) lawan kata ( شمالutara).
e) Antonim Bergaris Lurus ( Tadhad Imtidadi )
Yaitu, apabila kosa kata yang berlawanan (antonim) berdasarkan garis lurus (melawan
arah). Misalnya, (جنوبUtara ) lawan dari (شمالselatan), ( شرقtimur) lawan kata غرب
(barat), ( فوقatas) lawan kata ( تحتbawah).
20 Iswah Adriani, Al Adldad Sebuah fenomena Pertentangan Makna Dalam Linguistik Arab, OKARA
Vol II, Tahun 6 November 2011 hlm 151-152
21 Apriwanto, Tadhad: Fenomena Sosial-Kultural dalam bahasa Arab, Diwan: Jurnal Bahasa dan Sastra
.بئسما اشرتو به أنفسهم ان يكفروا مبا انزل هللا يغباً ان ينزل هللا من فضله من يشاء من عباده
Artinya: Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri
dengan kekafiran kepada apa yang Telah diturunkanAllah, Karena dengki bahwa
Allah menurunkan karunia-Nya kepadasiapa yang dikehendaki Nya diantara
hambahamba-Nya.
2) Kata اسر. Dalam al-Qur’an kata ini memiliki dua makna yangbertentangan, yaitu
makna “menampakan” اإلظهارdan“menyembunyikan” اإلخفاء. Pengertian yang
pertama dapat dilihat dalam surat as-Saba: 33:
.اسروا الندامة ملا رأو العذاب وما جعلنا األغالل ىف أعناق الذين كفروا
ّ و
Artinya : kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab.
dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. mereka tidak dibalas
melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.(QS. Saba’: 33).
Sedangkan dalam ayat lain kata اسرterdapat pada surat Yunus ayat 54 :
D. KESIMPULAN
Homonimi atau Al-Musytarak Al-Lafdzi bisa didefinisikan sebagai kumpulan
beberapa kata yang sama, baik pengucapannya maupun tulisannya, tetapi
maknanya berlainan. Sesungguhnya, kata-kata yang berhomonimi merupakan
kata-kata yang berlainan dan kebetulan bentuknya sama. Oleh karena itu,
maknanya juga tidak sama
Sebab sebab al musytarak Lafdzi meliputi Sebab Eksternal dan Internal.
Perubahan internal meliputi segi pelafalan dan makna, sementara sebab eksternal
disebabkan karena dialek dan perkembangan fonem dan kata
Musytarak di dalam al quran memiliki klasifikasi musytarak mempunyai
beberapa macam makna, musytarak yang memiliki kata berlawanan dan
musytarak yang mempunyai dua makna
Dalam kajian linguistik Arab Tadhad adalah “Satu kata mengandung dua makna
yang kontradiktif”
Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai adanya Tadhad dalam bahasa Arab,
ada yang tidak setuju dan juga ada yang setuju dengan adanya tadhad atau
antonimi ini.
Tadhad dapat dikasifikasikan menjadi Antonim mutlak (Tadhad Had), Antonim
Bertingkat (Tadhad Mutadarrij), Antonim berlawanan (Tadhad Aksiy), Antonim
bergaris Samping (Tadhad Amudi) dan Antonim Begaris lurus (Tadhad imtidadi)
DAFTAR PUSTAKA
Pateda Mansur 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Chaer Abdul. 1995.Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta; PT Rineka Cipta
Taufiqurrahman. 2008. Leksikologi Bahasa Arab. UIN-Malang Press.
Mukhtar Umar Ahmad. 1988.‘Ilm al-Dilalah. Kuwait: Maktabah Dar al-Arabiyah li
al-Nasr wa al-Tauzî.
Wâfi Ali Abd. al-Wâhid .1962 Fiqhu al-Lugah.Kairo: Lajnah al-Bayân Al-Arabiyah.
Nasution Sakholid.2010. Pengantar Linguistik Analisis Teori Linguistic dalam
bahasa Arab. IAIN Press
Desertasi Musthofa Tulus.2009 Al Mustarok al Lafdzi dalam Al Quran. UIN
Yogyakarta
Gani Saida & Arsyad Berti.2017. Fenomena al Isytirak al Lafdzi dalam Al Qur’an,
‘A jamiy, Jurnal Bahasa dan Sastra Arab Volume 6 No.1
Verhaar W. M.1989. Pengantar Linguistik Yogyakarta: Gajah Mada Universty .J
Press Cet. Ke-12.
Ridho Ubaid. 2017 Sinonim dan Antonim dalam al Quran. Jurnal Al Bayan Vol 9
No.2 .
Kridalaksan Harimurti a. 2001 . Kamus Linguistik.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. Cet. Ke-5, h. 15.
al-Wâhid Wâfi Âli Abd. 1962 .Fiqhu al-Lugah Kairo Lajnah al-Bayân Al- .K
‘Arabiyah.
Apriwanto. 2019. Tadhad: Fenomena Sosial-Kultural dalam bahasa Arab. Diwan
Jurnal Bahasa dan Sastra Arab Vol.11 Edisi 1. Januari-Juli
Adriani Iswah. 2011. Al Adldad Sebuah fenomena Pertentangan Makna Dalam
Linguistik Arab, OKARA Vol 2.