Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah
“Fiqh Al-Lughah” yang diampu oleh:
Disusun oleh :
Aditya Fikri Fernanda (11170210000082)
Andraella Nisrina Hakim (11170210000028)
Jakarta
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga kami
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
A. PENDAHULUAN
B. PEMBAHASAN
C. PENUTUP
Bahasa adalah alat atau media komunikasi berbentuk verbal yang merupakan
sistem lambang bunyi bersifat abitrer dan dinamis, perubahan bahasa dapat terjadi
pada semua tataran linguistik, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan
leksikon. Perubahan tersebut terjadi karena bahasa merupakan hasil kebudayaan
manusia. Bahasa akan mengalami perkembangan secara terus-menerus sesuai dengan
perkembangan pemikiran dan kebutuhan manusia sebagai pemakai bahasa dalam
memahami satu sama lain dan bersosialisasi, hal itu mengakibatkan perubahan pada
maknanya.
Dalam bahasa Arab terkadang terdapat kata yang sama bentuk dan sama dalam
segi penuturannya, namun memiliki makna yang berbeda. Ada pula beberapa kata
yang berbeda tetapi mengandung pengertian yang sama. Hal semacam ini disebut
dengan sifat majemuk bahasa. Sifat majemuk bahasa tersebut dapat menimbulkan
kekacauan semantik (makna), yaitu apabila ada dua orang yang sedang
berkomunikasi dengan menggunakan kata yang sama bentuknya tetapi berbeda
artinya, atau sebaliknya. Dengan adanya hal tersebut, penutur bahasa bisa dituntut
untuk bisa berbahasa yang dapat mewakili pengertian atau pesan yang dimaksud.
Contohnya termasuk lafadz الحوب, yang memiliki lebih dari tiga puluh makna,
diantaranya:
، الضخم من المال، الضرب، الحزن، الهالك، المسكنة، الحاجة، البنت، األخت، اإلثم
. الخ.. واألكمة الصغيرة، والبعير الضخم، والسحاب، وعلى الشامة في الوجه، أخ األم
1
R. Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008),
hlm. 67.
2
Emil Badi’ Ya’qub, Fiqh Al-Lughah Al-‘Arabiyah Wa Khashaisuha, (Beirut: Dar Al-
‘Ilm Li Al-Malayin, 1982), hlm. 178.
3
R. Taufiqurrochman, hlm. 67.
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onama yang artinya ‘nama’,
dan homo yang artinya ‘sama’. Secara harfiah, homonimi dapat diartikan sebagai
‘nama sama untuk benda atau hal lain’. Secara semantik, Verhaar (1978) memberi
definisi homonimi sebagai “ungkapan (berupa kata, frasa atau kalimat) yang
bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase atau kalimat) tetapi
maknanya tidak sama”.5
Posisi para ahli bahasa Arab / peneliti bahasa Arab dalam mendefinisikan al-
musytarak al-lafdzi (homonimi) berbeda, ada yang setuju dan ada yang tidak.
Peneliti/ahli bahasa yang tidak setuju salah satunya ialah Ibn Durustuwiyah. Menurut
pendapatnya, tidak ada satu kata yang memiliki makna berbeda. Baginya perbedaan
tersebut terjadi karena adanya perbedaan di dalam mashdar, perbedaan pada
mashdar menjadikan perbedaan dalam maf’ul (objek). Para ahli bahasa/peneliti lain
yang menyetujui adanya musytarak al-lafdzi (homonimi) dalam bahasa Arab,
diantaranya: Al-Ashma’i, Abu ‘Ubaidah dan Abu Zaid yang menjadikan musytarak
al-lafdzi (homonimi) menjadi pembahasan yang terpisah.6
4
Jos Daniel Parera. Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 81.
5
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1995), hlm. 93-94.
6
Emil Badi’ Ya’qub, hlm. 178-179.
Fiqh Al-Lughah “Homonimi (Musytarak Al-Lafdzi)” 4
luas dalam cabang-cabang lain seperti dalam ‘ilm al-badi’ (al-tauriyah, al-istikhdam,
al-jinas al-tam).7
yang berbeda, namun orang Arab memakainya dengan makna yang sama
disesuaikan antara kata kedua dengan kata yang pertama dalam segi
pelafalannya maka keduanya menjadi Al-Musytarak Al-Lafdzi (Homonimi).
7
Emil Badi’ Ya’qub, hlm. 179.
8
Ahmad Mukhtar Umar, Ilmu Dilalah, (Kuwait: Maktabah Dar Al-‘Arabiyah
Jami’atul Kuwait, 1982), hlm. 147.
kata ()الغشب.
Dalam bahasa Arab, kata ( )الجدmemiliki 3 (tiga) makna, yaitu: (1) bapak dari
ayah/ibu )األب أبو/ ( ;)أبو األم2) bagian, nasib baik )البحت ،( ;)الحظ3) ‘tepi
sungai’ (النهر )شاطئ. Demikian pula dengan kata ( )السائلdapat bermakna ‘orang
yang meminta’ (يسأل )الذيdan dapat juga bermakna ‘sesuatu yang mengalir’ ( الذي
)يسيل.9
pada kata, tetapi juga bisa terjadi pada kalimat. Misalnya, ( نصحك )أنا ال أريدkalimat
ini bisa memiliki makna ganda, yaitu (أنصحك )أنا ال أريد أنartinya ‘aku tidak ingin
9
R. Taufiqurrochman, hlm. 68.
kalimat (وامرأة )أطعمت عشرين رجال. Kalimat ini bisa memiliki beberapa makna, yaitu
‘aku memberi makan 15 orang pria dan 5 wanita’ dan juga bermakna ‘aku memberi
makan 10 orang pria dan 10 wanita”, dan seterusnya.10
Dalam kajian ‘ilm al-balaghah, homonimi disebut dengan istilah jinas, yaitu
kemiripan dua kata yang berbeda maknanya. Dengan kata lain, suatu kata yang
digunakan pada tempat yang berbeda dan mempunyai makna yang berbeda.
﴾55 : الروم
ّ ﴿ كذالك كانوا يؤفكون، ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون ما لبثوا غير ساعة
“Dan pada hari terjadinya kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, “mereka
tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)”. Seperti demikianlah dahulu
mereka dipalingkan (dari kebenaran)” (Q.S. Ar-Ruum: 55)
Pada ayat di atas, terdapat kata الساعة. Kata itu disebut dua kali. Pertama,
bermakna ‘hari kiamat’. Kedua, bermakna ‘waktu sesaat’. Pengungkapan suatu kata
yang mempunyai dua makna karena disebut pada tempat yang berbeda, dalam ‘ilm
al-balaghah, dinamakan ‘jinas’. Sedangkan dalam fiqh al-lughah, pengertian
semacam ini disebut ‘homonimi’.11
10
R. Taufiqurrochman, hlm. 70.
11
Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah Antara al-Bayan dan al-Badi’, (Yogyakarta: Teras,
2007), hlm. 60.
C.1 Kesimpulan
lafdzi (homonimi), dibagi dua, yakni dari a) bentuk kata (contoh: kata ()الجد
memiliki 3 (tiga) makna, yaitu: (1) bapak dari ayah/ibu )األب أبو/ ( ;)أبو األم2)
bagian, nasib baik )البحت ،( ;)الحظ3) ‘tepi sungai’ (النهر ;)شاطئ dan b) bentuk
kalimat (contoh: kalimat (نصحك )أنا ال أريدbisa memiliki makna ganda, yaitu ( أنا ال
)أريد أن أنصحكartinya ‘aku tidak ingin aku menasehatimu’ dan juga bermakna ( أنا ال
C.2 Saran
Semoga makalah ini dapat memberi ide dan pencerahan bagi pembaca dan juga
penulis memohon maaf sebesar-besarnya jika ada kekurangan dari makalah ini,
karena tak ada gading yang tak retak begitu juga dengan penulisan makalah ini, jika
dikemudian hari didapati kesalahan baik kesalahan secara langsung maupun tidak
langsung, maka kami mohon kritik dan saran membangun untuk kesempurnaan
makalah kami yang akan datang.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Idris, Mardjoko. 2007. Ilmu Balaghah Antara al-Bayan dan al-Badi’. Yogyakarta: Teras.
‘Umar, Ahmad Mukhtar. 1982. ‘Ilm Ad-Dilalah. Kuwait: Maktabah Dar Al-‘Arabiyah
Jami’atul Kuwait.
Ya’qub, Emil Badi’. 1982. Fiqh Al-Lughah Al-‘Arabiyah Wa Khashaisuha. Beirut: Dar Al-
‘Ilm Li Al-Malayin.