Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Sejarah dan Perkembangan Tulisan Arab

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh al-Lughah

Dosen Pengampu:

Umi Kulsum, M.A.

Disusun oleh:

Riandy Eka Saputra 11180210000080

Wahyu Alhudaya 11180210000104

BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021

1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perjalanan panjang tulisan dalam suatu bahasa, pada dasarnya telah menjadikan tulisan
memiliki sifat dinamis yang dapat berubah-ubah dan biasanya perubahan atau pembaharuan itu
bisa berupa bentuk pola perlambangan. Tulisan-tulisan di dunia saat ini biasanya di tentukan oleh
lingkungan sekitar yang mempengaruhinya. Dan perlambangan dalam tulisan itu didasarkan
pada bunyi ucapannya atau fonetik yang lebih leluasa untuk digunakan kepada bentuk-bentuk
yang bervariasi.
Tulisan dalam suatu bahasa, berperan besar dalam mengabadikan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan yang begitu pesat. Hal ini berlaku juga untuk tulisan arab yang dahulu
memiliki perjalanan panjang dalam perubahan dan pembaharuan bentuk pola tulisan seperti yang
bisa kita lihat atau pelajari saat ini
Tulisan Arab ini tentunya lahir di daerah Timur Tengah yang di definisikan pada wilayah
yang terdiri dari: Bahrain, Siprus, Mesir, Turki, Iran/Persia, Irak, Israel, Yordania, Kuwait,
Lebanon, Oman, Qatar, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Palestina. Dan
kemungkinan munculnya tulisan arab bisa jadi di pengaruhi oleh tulisan-tulisan sebelumnya di
daerah tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Tulisan Arab?
2. Bagaimana Perkembangan Tulisan Arab?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Tulisan Arab
2. Untuk Mengetahui Perkembangan Tulisan Arab

2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Seni Khat (Tulisan Arab)

Khat merupakan salah satu kesenian tulisan indah yang halus. Seni ini lahir dan
berkembang dalam penulisan Arab dan terkandung dalam ruang lingkup peradaban Islam.
Setelah kehadiran Islam, penulisan Arab telah memasuki tahap perkembangan yang begitu
cepat. Pada abad pertama dan kedua Hijrah, khat merupakan salah satu ciri untuk
memperindah sesuatu penulisan. Melalui khat, sesuatu maksud dapat diungkapkan. Khat turut
menjadi unsur penting dari cabang-cabang kesenian yang masih terpelihara hingga hari ini.

Khat berasal dari bahasa Arab yang berarti garis. Seni khat maksudnya yaitu garis-garis
indah yang membentuk tulisan. khat juga berarti tulisan-tulisan (kitabah) yang terikat dengan
peraturan dan kaedah yang telah ditentukan oleh para pendahulu terhadap kemajuan seni ini.
Tulisan-tulisan khat ini juga mempunyai nilai estetika yang tinggi.

Seni khat ini bukan hanya sekadar untuk menyampaikan pesan tetapi mengandungi nilai-
nilai abstrak yang disimpulkan dengan kehalusan, kelembutan, kesinambungan, pergerakan,
keharmonian dan sebagainya.

B. Sejarah Tulisan Arab

Semua huruf atau tulisan di dunia ini pada mulanya merupakan tanda-tanda yang sangat
sederhana yang telah ditemukan, disepakati dan dipergunakan oleh generasi paling tua dalam
bentuk gambar atau lambang yang dapat dilihat oleh mata. Kemudia generasi selanjutnya
melakukan proses pengurangan, penambahan dan penyempurnaan sesuai kebutuhan, sehingga
terwujud bentuk huruf seperti sekarang ini. Demikian pula dengan huruf atau tulisan Arab.
Menurut penelitian para sejarawan, tulisan Arab yang digunakan seperti sekarang ini berasal
dari tulisan mesir kuno: Hieroglyph. Dibuktikan dengan temuan arkeologis –prasasti pada batu,
pilar di Mesir. Selain itu sisa-sisa paleografis tulisan pada material seperti papyrus dan kertas
kulit tertentu membuktikan bahwa orang Mesir pada masa itu mempunyai pengetahuan tentang
tulis menulis dan seni tulis. Tulisan Mesir kuno terdiri dari gambar-gambar sehingga
disebut pictograph (tulisan gambar). Karena cara menulis dengan gambar itu tidak ada batasnya
maka kemudian diringkas dengan mengambil dan mempergunakan beberapa huruf hieroglyph.
Seperti lambang untuk bunyi ra atau r, ( ), ( ) berbunyi ta atau t, dan sebagainya 1.

1
Abd. Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskhi,Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab Dengan Metode
Komparatif. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1988), hal. 6

3
PROSES PERKEMBANGAN TULISAN ARAB2

MESIR
( HIEROGRYPHICS )

ARAMIA

PHOENICIA

NABATEA ( NABATI )
( 2M—106M)

HAURAN (PECAHAN NABATI)

AL-BATRA( PETRA), AL-ULA, ANBARI, HIRI, DUMATUL


MADINAH JANDAL, KUFAH DAN MADINAH

MAKKAH

TAIF

MADINAH

KERAS ( BERSUDUT) LEMBUT ( KURSIF )

Dikenali sebagai Khitabah. Muncul pada zaman Muncul pada zaman selepas
permulaan Islam yang dimajukan oleh bangsa berkembangnya Islam. Ia terikat dengan
Arab Hijjaz dari huruf Nabati. Tulisan ini pada peraturan dan kaedah yang telah dikaji dan
asalnya tidak dapat dibedakan dari aspek ditentukan oleh mereka yang terlibat
kelembutan dan kakunya, seperti Khat Kufi dengan kemajuan seni. Contohnya seperti
Qadim. Thuluth dan Nasakh.

Huruf Arab berasal dan berkembang dari tulisan bangsa-bangsa sebelumnya. Tulisan Arab
berasal dari perkembangan Tulisan Arami (Aramean), Nabati (Nabatean) dan berakhir
menjadi Tulisan Hejazi . Tulisan terakhir inilah yang kemudian berkembang di wilayah Arab
sebelum dakwah Nabi Muhammad S.A.W.

Pengenalan seni ilmu khat, Malaysia hal, 3


2

4
C. Perkembangan Tulisan Arab
1. Fase Rasulullah dan Sahabat
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Beliau memerintahkan para sahabat untuk mencatat
ilmu pengetahuan dengan tulisan dan mewasiatkan mereka untuk memelihara tulisan tersebut.
Rasulullah juga meminta mereka mengajarkan anak-anak mereka membaca dan menulis, serta
beliau juga pernah memerintahkan setiap tawanan perang Badar yang baik tulisan dan bacaannya
supaya mengajarkan anak-anak Islam sebanyak 10 orang sebagai bayaran penebusan diri mereka.
Pada zaman Khulafa’ al-Rasyidin penulisan semakin bertambah dengan meluasnya
penggunaan tulisan dalam urusan-urusan agama dan dalam kegiatan mu’amalat. Pada fase
Rasulullah dan sahabat ini tulisan masih berbentuk seperti sedia kala, belum ada perubahan
bentuk didalamnya, hanya saja pada masa ini tulisan sudah mulai digunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan pemerintahan.

2. Fase Penyempurnaan Tulisan Arab


Pada masa ini, meskipun secara harfiah tulisan hijazi sudah lengkap, namun masih belum
sempurna, tanpa tanda baca titik dan harakat. Huruf-huruf yang sama bentuknya, tetapi berlainan
ejaannya belum dibedakan dengan titik. Misalnya: ba’, ta’, tsa’, jim, ha’, kha’, dal, dzal, ra,
za dan lainnya.
Penyempurnaan ini dibutuhkan karena munculnya kasus kesalahan membaca ayat al-Qur’an
dikalangan muslimin. Kesalahan membaca ayat al-Qur’an adalah fatal sebab dapat merubah
makna ayat tersebut. Dengan makin meluasnya agama Islam ke berbagai suku dan bangsa-
bangsa bukan arab yang tidak mengenal bahasa arab, kekhawatiran terjadinya kesalahan yang
sama semakin kuat. Karena bahasa dan tulisan Arab merupakan bahasa dan tulisan resmi al-
Qur’an. Sedang bahasa dan tata bahasa Arab waktu itu belum dibakukan.

Penyempurnaan tulisan Arab selanjutnya adalah dengan:


a. Menciptakan syakal
Pada awal abad ke-7 M, awal daulah Umawiyah, Ziyad Bin Abi Sufyan meminta kepada
seorang ahli Bahasa Arab, Abu Aswad Al-Duali (w. 69 H) untuk menciptakan syakal (tanda
baca/harakat) untuk mempermudah membaca al-Qur’an dan meminimalisir kesalahan baca.
Tanda baca yang diciptakan berupa titik-titik.
 Titik satu disebelah kiri huruf berarti dhammah (u), seperti tulisan( ) maka dibaca thu.
 Titik satu tepat di atas huruf berarti fathah (a).
 Titik satu tepat di bawah huruf seperti kasrah (i).
 Bila titik didobelkan (dua titik) maka fungsinya menjadi tanwin (un, an, in).
Titik-titik yang menjadi tanda baca tulis dengan tinta merah untuk membedakan dengan
huruf yang ditulis dengan tinta hitam. Dalam hal ini ada yang berpendapat bahwa semua huruf
yang ada dalam al-Qur’an diberi tanda baca. Tetapi pendapat lain mengatakan bahwa yang diberi
tanda hanyalah huruf akhir kata atau huruf-huruf yang dapat menimbulkan salah baca bila tidak
diberi tanda.

5
b. Membedakan huruf yang sama bentuk dengan garis
Tanda baca yang berupa titik-titik ciptaan Abu Aswad Al-Duali sangat membantu
mempermudah membaca al-Qur’an. Tetapi huruf-huruf yang bentuknya sama dan ejaannya
berbeda seringkali masih membingungkan. Ini karena huruf-huruf hijaiyah banyak yang
mempunyai kesamaan bentuk baik ketika berdiri sendiri atau ketika disambung dengan huruf lain
kecuali enam huruf: alif, kaf, lam, wawu, ha’, dan mim.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik Bin Marwan (685-705 M) seorang gubernur
bernama Al-Hajjaj Bin Yusuf Al-Tsaqafi meminta Nasr Bin ‘Ashim dan Yahya Bin Ya’mar
untuk memberi tanda pada huruf-huruf yang sama bentuknya tapi berbeda ejaan. Nasr dan Yahya
selanjutnya menciptakan tanda berupa garis-pendek yang diletakkan di atas atau di bawah huruf.
Garis pendek itu bisa satu, dua atau tiga. Misalnya : ba’, diberi satu garis pendek di atas
huruf, tsa’, diberi tiga garis pendek di atas huruf, dan seterusnya. Bila garis-pendek berjumlah
tiga maka yang satu diletakkan di atas dua garis pendek yang berjajar. Garis-pendek yang
berfungsi untuk membedakan huruf ini justru dibuat dengan tinta yang sama dengan tinta untuk
menulis huruf, hitam. Tanda titik dan garis-pendek tetap dipakai selama pemerintahan Bani
Umayyah sampai awal pemerintahan Abbasiyah ±685-750 M.

c. Membalik tanda-tanda
Setelah beberapa waktu, system penandaan titik dan garis pendek mengalami perubahan.
Munculnya keluhan dari para pembaca al-Qur’an mengenai banyaknya tanda yang harus
disandang huruf-huruf dalam ayat al-Qur’an yang dianggap menyulitkan, selain itu model
penandaan titik dan garis-pendek dengan menggunakan tinta (waktu itu mesin cetak belum
dikenal) memunculkan problem lain. Tinta yang tidak bersifat permanen, artinya dalam beberapa
waktu sering kali menjadi kabur dan bahkan hilang, bisa terkena air atau karena faktor lain
menyebabkan garis-garis pendek menjadi seperti titik-titik atau sebaliknya, titik-titik menjadi
seperti garis. Sementara itu tinta merah yang digunakan untuk menulis tanda titik karena terlalu
lama menjadi kehitam-hitaman menyerupai huruf atau garis pendek yang memang ditulis dengan
tinta hitam. Sebuah fakta yang memunculkan kesulitan baru karena orang menjadi bingung
mana syakal (titik-titik) mana huruf tertentu (garis pendek).
Kesulitan ini menggerakkan seorang ahli tata Bahasa Arab (nahwu/sintaksis), Al-Khalil
Bin Ahmad (w. 170 H) mengadakan perubahan. Al-khalil membalik fungsi tanda-baca tanda-
baca yang diciptakan Abu Aswad dan Nasr-Yahya. Titik-titik yang awalnya
merupakan harakat sekarang dijadikan tanda untuk membedakan huruf yang berbentuk sama
namun berbeda ejaan. Dan untuk tanda baca (syakal/harakat) al-Khalil mengambil dari huruf-
huruf yang menjadi sumber bunyi (huruf vokal). Alif sebagai sumber bunyi ‘a’.Ya’ sebagai
sumber bunyi ‘I’. Wawu sebagai sumber bunyi ‘u’. Kepala kha’ sebagai tanda mati (sukun).

Tanda untuk membedakan huruf yang bentuknya sama bisa berupa tanda titik atau tanda
menyerupai angka:
1. Tanda titik

6
Untuk huruf-huruf yang tidak mempunyai kesamaan bentuk dengan huruf lainnya, tidak
diberi tanda titik. Misalnya alif, lam, mim, dan ha’.
Untuk huruf-huruf yang berbentuk sama diberi tanda titik. Misalnya ba’, ta’ tsa’, jim,
ha’ dan kha’. Dal dengan dzal. Ra’ dengan za’. Sin dengan syin, shad dengan dhad. Tha’ dengan
dla’, dan lainnya.
Ba’ dengan satu titik di bawah. Ta’ dengan dua titik di atas. Tsa’ dengan tiga titik di
atas. Jim dengan satu titik di bawah. Kha’ dengan satu titik di atas.Dzal dengan satru titik di
atas. Syin dengan tiga titik di atas. Dhad dengan satu titik di atas.
Semua ditulis dengan tanda demikian baik ketika dipisah maupun di sambung. Tetapi
ada beberapa huruf yang berbeda penandaannya ketika ditulis terpisah dan bersambung.
Fa’ dengan satu titik di atas ketika ditulis bersambung dengan huruf lain.Dan tanpa titik
ketika ditulis terpisah.
Qaf dengan satu titik di bawah, ada pula yang menandainya dengan dua titik di atas
ketika ditulis bersambung. Dan tanpa titik ketika ditulis terpisah. Meskipun qaf nampak serupa
dengan fa’, namun ulamak terdahulu tidak menganggapnya serupa. Sebab bentuk fa’ lebih
terbuka sedangkan qaf lebih tertutup. Mereka justru menyamakan bentuk qaf dengan wawu.
Hanya saja dalam penulisan terpisah untuk membedakan qaf dengan wawu, qaf ditulis dalam
bentuk lebih besar daripada wawu.
Pada masa-masa awal munculnya bentuk huruf hijaiyah, kaf mempunyai kesamaan
bentuk dengan dal dan dzal. Hanya saja bentuk kaf ditulis lebih besar daripada keduanya. Karena
perbedaan ukuran ini, kaf tidak diberi tanda titik untuk membedakannya dengan dal dan dzal.
Seperti halnya kaf, pada masa awal penandaan huruf-huruf hijaiyah, nun diserupakan
bentuknya dengan ra’ dan za’ ketika ditulis terpisah dan tanpa tanda titik. Hanya saja nun ditulis
dalam bentuk lebih besar dan ekor lebih tertutup. tetapi ketika disambung, nun diberi tanda satu
titik di atas sebab menyerupai bentuk ba’ dan saudaranya.
Huruf ya’ ketika disambung diberi tanda dua titik di bawah karena menyerupai nun,
ba’ dan saudaranya. Tetapi ketika ditulis terpisah atau sendirian tidak diberi tanda apapun karena
tidak dikhawatirkan serupa dengan huruf lain.
Riwayat ini menunjukkan bahwa bentuk tulisan dan penandaan yang demikian adalah
jenis tulisan kufi3 pada abad-abad permulaan dan belum mengalami penyempurnaan4.

2. Tanda angka
Untuk membedakan huruf-huruf yang serupa bentuknya, ada ulama yang menggunakan
angka atau tanda selain titik. Misalnya, di atas huruf ra’ dan sin ditulis tanda menyerupai angka
‘7’. Tanda ini ditulis di salah satu huruf yang serupa bentuknya saja. Jadi, jika ada huruf
menyerupai sin tetapi diatasnya tidak ada tanda seperti angka -7- berarti itu huruf syin. Atau bila
ada huruf seperti ra’ dan diatasnya tidak ada tanda demikian berarti huruf za’.

3
Al-qur’an kuno konon di tulis dengan tulisan kufi, lihat john L. Eposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern
(Bandung: Mizan, 2001), jilid 3 hal 77, dalam tema Kaligrafi dan Epigrafi
4
Ghanam Qaduri, Takmil Rasmi Al-Usmani (Iraq: Universitas Bagdad, tt) Bab 5, 89-91

7
Ada pula yang ditandai dengan huruf. Misalnya, di atas huruf kha’ dan ‘ain diberi tanda
seperti huruf ‘ ’. di bawah huruf shad diberi tanda lingkaran kecil. Sedangkan, bila ada huruf
yang bentuknya seperti huruf shad tetapi tidak ada tanda lingkaran kecil dibawahnya, berarti
adalah huruf dhad. Namun, penggunaan tanda-tanda ini untuk membedakan huruf jarang dipakai
sebab dianggap terlalu rumit dan sulit mengingatnya karena tanda yang dipakai berbeda-beda5.

3. Tanda Khusus Pada Saat Huruf Diucapkan


Tanda ini hampir menyerupai harakat dalam hal fungsi dan posisinya. Kalau
harakat menjadi vocal atau menunjukkan bunyi huruf yang menerimanya, maka tanda ini lebih
mengarah pada bentuk huruf pada saat ditulis dan baru tampak fungsinya ketika huruf yang
menerima tanda ini diucapkan. Tanda khusus itu adalah:

a. Tanda pengganti hamzah


Pada masa permulaan Islam, masyarakat Islam pada masa itu hanya mengenal alif
sebagai bentuk hamzah. Bahkan Mushaf Usmani juga
melambangkan hamzah dengan alif. Penduduk Hijaz hanya mengenal hamzah jika berada di
awal kalimat. Namun ketika hamzah itu berada di tengah atau di akhir, mereka
mengganti hamzah tersebut dengan huruf yang sesuai dengan harakat yang paling kuat. Secara
berurutan dari sisi kekuatan harakat adalah kasrah, dhammah, fathah. Untuk yang paling lemah
adalah sukun, kasrah dengan ya’, dhammah dengan wawu, dan fathah dengan alif. Huruf-huruf
inilah yang selanjutnya yang menggantikan posisi hamzah jika berada di tengah dan di akhir.
Dalam perkembangan kaidah kebahasaan berikutnya, hal ini dikenal dengan istilah ta’shil, yaitu
meringankan bacaan hamzah dan menggantinya dengan huruf yang sesuai dengan harakatnya.
Mushaf Usmani juga menambahkan hamzah bila hamzah berada di awal kalimat saja
dan hanya dilambangkan dengan alif. Mushaf Usmani tidak mengenal hamzah di tengah dan di
akhir kalimat. Sebab hamzah di dua tempat tersebut dalam Mushaf Usmani semuanya diganti
dengan huruf mad (alif, wawu, ya’). Selanjutnya diciptakan tanda baru untuk menunjukkan
adanya hamzah di tengah atau di akhir kalimat. Sebab tanda titik yang diciptakan oleh Abu
Aswad Al-Duali sebagai harakat tidak menunjukkan keberadaan hamzah6.
Tanda baru tersebut ada yang berupa titik yang dibuat dengan tinta warna kuning atau
merah. Ada pula yang cukup menulis huruf pengganti hamzah dengan tinta kuning atau merah.
Artinya, bila di tengah atau di akhir kalimat ada tanda titik atau huruf yang ditulis dengan warna
kuning atau merah, berarti tanda atau huruf itu adalah hamzah. Dalam perkembangan huruf pada
masa berikutnya hamzah tidak ditandai dengan tanda berbeda, tetapi sudah diberi bentuk, seperti
tanda ra’sul ain (kepala ain).

b. Tanda sukun

5
Ghanam Qaduri, Takmil Rasmi Al-Usmani (Iraq: Universitas Bagdad, tt) Bab 5 100-102
6
Muhammad Al-Tanthawi, Nasyat Al-Nahwi Wa Tarikh Asyhur Al-Nuhat, cet. Ke II tt, 19

8
Sukun bukanlah harakat. Sebaliknya, sukun menunjukkan tidak adanya harakat. Karena
itu ketika suatu huruf menerima sukun, ia menjadi ringan bacaannya. Ada banyak pendapat
mengenai tanda sukun. Penduduk Andalusia menggunakan tanda jurrah atau jarrah (tanda yang
di ambil dari huruf kha’) yang diletakkan di atas huruf untuk menunjukkan sukun. Penduduk
Madinah menggunakan tanda bulatan kecil (diambil dari kepala mim setelah tangkai atau
badannya di buang) yang diletakkan di atas huruf.

c. Tanda tasydid
Tulisan-tulisan Arab pada mulanya tidak menggunakan tanda khusus untuk huruf yang
di tasydid atau bersuara ganda dan ditulis hanya dengan satu huruf seperti huruf-huruf lain yang
tidak bersuara ganda. Sehingga muncul persangkaan bahwa huruf yang bersuara ganda memang
cuma satu huruf.
Karena itu, akhirnya disepakati untuk membuat tanda khusus bagi huruf yang bersuara
ganda. Ada dua tanda khusus yang digunakan, yaitu syin ( ), diambil dari kata( 쳌 m) tanda ini
dibuat oleh Khalil Bin Ahmad. Tanda kepala syin ini diletakkan di atas huruf yang bersuara
ganda baik huruf itu bersuara ‘a’,’i’, atau ‘u’.
Sedangkan tanda satunya adalah huruf dal yang ditulis dalam bentuk lebih kecil. Tanda
ini di ambil dari huruf dal yang ada di akhir kata ( 쳌 m) tanda dal diletakkan di atas huruf bila
bersuara ‘a’, di bawah huruf jika berharakat kasrah, dan diletakkan di depan huruf yang bersuara
ganda jika bersuara ‘u’. Tanda tasydid yang demikian banyak dipakai oleh penduduk Madinah.

d. Tanda tanwin
Tanwin adalah suara nun mati yang berada di akhir isim yang menerima tanwin
(munsharif), isim yang tidak dimasuki alif-lam (al), dan isim yang tidak dimudhafkan.
Para penulis Mushaf tidak melambangkan tanwin dengan nun, mereka juga tidak
meletakkan tanda apapun untuk menunjukkan adanya tanwin baik ketika rafa’atau jar. Hanya
ketika nashab saja para penulis Mushaf menambahkan alif di akhir kalimat.
Abu Aswad Al-Duali (ketika menciptakan tanda titik untuk menunjukkan harakat, satu
titik yang diletakkan di atas huruf untuk harakat fathah, satu titik di depan huruf untuk harakat
dhammah, dan satu titik di bawah huruf untuk kasrah) hanya memberi tanda dua titik, satu titik
untuk menunjukkan harakat dan satu titik untuk menunjukkan adanya tanwin. Sehingga untuk
huruf yang menerimatanwin fathah/nashab, Abu Aswad meletakkan tanda dua titik di atas huruf,
untuk tanwin dhammah/rafa’ ditulis dengan dua titik di depan huruf, dan untuktanwin kasrah/jar,
Abu Aswad memberi tanda dua titik di bawah huruf. Semua tanda titik ini, baik titik harakat atau
titik tanwin ditulis dengan tinta warna merah.
Kemudian Al-Khalil menyempurnakan tanda titik yang dibuat oleh Abu Aswad untuk
menandai tanwin dengan tanda garis. Satu titik satu garis, dan dua titik dua garis. Sedangkan
tanda titik sendiri oleh Al-Khalil digunakan untuk membedakan huruf-huruf yang berbentuk
sama tetapi berbeda ejaan. Setelah tanda tanwin yang diciptakan Al-Khalil, tanda tanwin tidak

9
serta merta berubah seperti sekarang. Ada beberapa perubahan dan perbedaan pendapat
mengenai perubahan lanjutan tanda tanwin.
Menurut Al-Qalqasyandi, ulama mutaakhirin menggunakan huruf waw dan garis yang
ditulis dalam bentuk kecil dan diletakkan di atas huruf yang menyandang tanwin
dhammah atau dhmmatain. Huruf wawu menunjukkan dhammah dan tanda garis
menunjukkan tanwin. Adapula yang menggunakan huruf wawu ganda yang ditulis dengan
berhadapan, satu wawu menghadap ke depan dan satu wawu menghadap ke belakang dalam
posisi terbalik (‘’).
Tanda-tanda ciptaan Al-Khalil banyak yang menjadi dasar untuk tanda-tanda dalam
tulisan Arab sampai sekarang. Proses penyempurnaan huruf-huruf hijaiyah ini terjadi sampai
abad ke-8 M. tulisan atau huruf Arab yang sudah mengalami proses perubahan dan
penyempurnaan itulah yang sekarang dipakai sebagi huruf Arab resmi internasional.

D. Sejarah Singkat Seni Khat

1. Khat Nasakh

Khat Nasakh berkembang dari bentuk yang kaku ke bentuk lentur terkini sejak zaman
Nabi Muhammad s.a.w. Khat ini sampai kepada orang Arab Hijaz dan digunakan di kalangan
pemerintahan kerajaan dalam urusan surat-menyurat pada zaman permulaan Islam.
Semasa pemerintahan kerajaan Abbasiyah kurun ketiga dan keempat ahli sejarah
menjelaskan khat ini bertambah baik bentuknya ketika khattat Ali bin Muqlah (tahun 272-
328H) telah menciptakan kaedah penulisan Khat Nasakh.
Pada zaman Atabikah (545H), khat nasakh telah diperbaiki sehingga dikenali sebagai Khat
Nasakh Atabik. Digunakan untuk penulisan al- Quran pada zaman pertengahan Islam
menggantikan Khat Kufi Klasik.

Jenis-Jenis Khat Nasakh:


1) Nasakh Klasik, Khat Nasakh muncul semenjak zaman pemerintahan Kerajaan Abasiyah.
Kaedah penulisan ini ditulis oleh Ibn Muqlah, diperbagus oleh Atabikah dan
disempurnakan dalam bentuk ukiran dan hiasan oleh orang Turki.
2) Nasakh Akhbar, yaitu Khat yang telah dikembangkan dari segi bentuknya yang jelas dan
huruf yang tebal. Tulisan ini juga dinamakan tulisan ‘surat khabar’ karena
penggunaannya meluas dalam bidang akhbar

2. Khat Kufi

Nama Kufi diambil dari al-Kufah di Mesopotamia. Bentuk hurufnya adalah tegak
dipercayai diambil dari cara perbarisan askar-askar Mesopotamia. Bentuknya yang lurus dan
tegak sangat sesuai diukir di mozaik-mozaik, dinding dan batu pada bangunan- bangunan
seperti masjid. Pada awalnya, tulisan ini digunakan sebagai tulisan al-Quran.

Jenis-Jenis Khat Kufi:

10
1) Khat Kufi Qadim atau Mashafi
2) Khat Kufi Fatimi
3) Khat Kufi Maghribi
4) Khat Kufi Musattar (Garis lintang yang memanjang)
5) Khat Kufi Musyakkal (Berbentuk)
6) Khat Kufi Muwarraq (Alif dan Lam Berhias Bunga dan Berikat)
7) Khat Kufi Muzahrah (Hiasan ruang berbunga dan warna tebal)
8) Khat Kufi Muzaiyan (Hiasan zukhruf dan warna tidak tebal)
9) Khat Kufi Madhfur ( Hiasan ke atas yang membentuk corak )
10) Khat Kufi Murabba’
11) Khat Kufi Bebas

3. Khat Diwani

Dinamakan Khat Diwani karena digunakan sebagai tulisan resmi di kalangan kerajaan.
Tujuan diciptakannya yaitu untuk menulis semua keputusan-keputusan kerajaan serta untuk
surat-menyurat resmi. Keistimewaannya adalah khat ini berbentuk bundar dan melengkung.

Jenis-Jenis Khat Diwani:


1) Khat Diwani Biasa
2) Khat Diwani Mutarabit (Bercantum)

4. Khat Diwani Jali

Khat Diwani Jali adalah tulisan khat yang popular digunakan. Khat ini diciptakan pada
zaman pemerintahan Kerajaan ‘Uthmaniyah’ oleh khattat Shahla Basya. Khat ini adalah hasil
modifikasi dari khat Diwani Biasa. Dinamakan Khat Diwani Jali karena terdapat kelainan yang
jelas dari segi bentuk tulisannya. Tujuan penggunaannya adalah untuk tulisan resmi raja dan
surat-menyurat kepada kerajaan asing.
Bentuk hurufnya memenuhi kesemua ruang kosong sehingga membentuk satu ciptaan
berupa geometri yang tersusun indah.

Jenis-Jenis Khat Diwani Jali:


1) Khat Diwani Jali Mahbuk (Bertautan)
2) Khat Diwani Jali Hamayuni
3) Khat Diwani Jali Zauraq (Perahu)

5. Khat Thuluth

Dinamakan Thuluth kerana hurufnya ditulis dengan mata pena (qalam) yang ukuran
lebarnya 1/3 (thuluth) mata pena. Khat ini merupakan khat yang paling susah dibandingkan
dengan tulisan khat yang lain dari segi kaedah, ukuran, gaya memperindah atau kemampuan
untuk menghasilkan tulisan yang tepat sesuai kaidahnya. Digunakan dalam menghiasi
bangunan ruang-ruang dinding dan kubah di masjid-masjid.

Jenis-Jenis Khat Thuluth:

11
1) Khat Thumar
2) Khat al-Muhaqqaq
3) Khat Raihani
4) Khat Tauqi’
5) Khat al-Thuluthain
6) Khat Musalsal

6. Khat Farisi

Nama khat ini diambil daripada dari perkataan bahla yaitu sebuah tempat yang terletak
antara Hamazan, Asfahan dan Azerbaijan. Khat Farisi diciptakan oleh Mir Ali Al- Tibrazi dan
kemudian diperindah oleh Imaduddin Al- Syirazi. Khat ini digunakan oleh masyarakat Iran
yang diketahui sejak dahulu sangat berminat dengan kesenian yang merupakan warisan turun
temurun nenek moyang mereka. Mereka begitu mahir dan ahli dari segi penggunaannya
sehingga menjadikan tulisan khat ini sebagai tulisan yang mempunyai ciri–ciri tersendiri pada
orang Iran dan terkenal sehingga hari ini dengan nama Khat Farisi (yaitu nisbah kepada bangsa
Iran sendiri).
Jenis-Jenis Khat Farisi:
1) Khat Nasta’liq
2) Khat Syekasteh
3) Khat Farsi Mutanazir (Sama Bentuk Balik)
4) Khat Farsi Mukhtazil (Meringkas Dan Memotong)

7. Khat Riq’ah

Khat yang diciptakan oleh orang Turki pada zaman kerajaan Uthmaniyah (850H). Tujuan
khat ini diciptakan yaitu untuk menyeragamkan tulisan dalam semua urusan resmi di kalangan
pemerintahan kerajaan. Menurut Kamus Bahasa Riqa’ah berarti bagian-bagian kertas yang
ditulis.
Ciri tulisan ini ialah bentuk huruf yang kecil, lebih cepat dan mudah ditulis, jika
dibandingkan dengan khat nasakh. Beberapa langkah telah diambil untuk menjadikan khat ini
dapat dipelajari oleh murid-murid sekolah dan dapat digunakan dalam urusan harian seperti
urusan surat menyurat, urusan perniagaan, iklan dan promosi , dll.

8. Khat Ijazah

Merupakan salah satu daripada jenis khat kuno. Diciptakan oleh khattat Yusof al-Sanjari
(meninggal dunia pada tahun 200H). Terbentuk dari gabungan dua dua jenis khat yaitu thuluth
dan nasakh. Ijazah bermakna syahadah yang diberikan kepada mereka yang betul-betul bagus
dalam bidang khat. Khat ini juga dinamakan khat Tauqi’ kerana para khalifah menggunakan
jenis tulisan ini untuk dijadikan tandatangan mereka.

E. Revormasi Bahasa Turki

Mustafa Kemal Atatűrk ingin menghapus pikiran-pikiran rakyat dari unsur kearabannya,

12
yang selama masa Kekhalifahan Turki Utsmani telah menjadi bagian dari masyarakat Turki.
Salah satu langkah pertama yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Atatűrk adalah dengan
melakukan reformasi bahasa.
Dalam mewujudkan tujuannya tersebut, Mustafa Kemal Atatűrk melakukan reformasi
bahasa dengan program dwi-fase. Fase pertama adalah memodernkan bahasa, yaitu mengganti
tulisan Arab dengan tulisan Latin. Tujuannya adalah memutuskan ikatan dengan Islam serta
untuk memudahkan komunikasi di dalam negeri maupun dengan dunia Barat.7
Setelah melakukan pembaharuan alfabet, Mustafa Kemal Atatűrk kemudian menginginkan
penghapusan dominasi unsur-unsur bahasa Arab dan Persia dalam bahasa Turki. Dia percaya
bahwa jika sumber asli bahasa Turki digunakan kembali maka penggunaan pinjaman bahasa
asing tidak diperlukan lagi8. Hal tersebut dilakukan pada program fase kedua yaitu memurnikan
bahasa Turki. Fase ini bertujuan untuk membersihkan bahasa Turki dari pengaruh kosakata
Asing yaitu Arab dan Persia yang selama berabad-abad digunakan pada masa Kekhalifahan
Turki Utsmani9. Dengan begitu, akan lahir bahasa Turki yang mandiri dan menjadi bahasa
nasional yang dapat mempersatukan masyarakat Turki.
Permasalahan penggunaan huruf Arab dalam bahasa Turki sebenarnya telah menjadi
perbincangan oleh para sastrawan Turki sejak abad ke-19. Huruf Arab saat itu dipandang sebagai
penghalang untuk masyarakat Turki mendapatkan berbagai ilmu, terutama ilmu yang berasal dari
Barat. Selain itu, permasalahan juga terdapat pada huruf Arab itu sendiri. Huruf Arab
sangat sulit untuk dipadukan secara pas dengan bahasa Turki, karena tulisan Arab tidak cukup
mampu untuk mewakili ejaan dan pengucapan bahasa Turki. Oleh karena itu, banyak dari
masyarakat Turki merasa kebingungan dalam membaca bahasa Turki yang ditulis dengan huruf
Arab. Bahasa Turki yang ditulis dengan huruf Arab juga disebut-sebut sebagai penyebab
kebutahurufan yang meluas di tengah masyarakat Turki.
Sir Charles Eliot juga menulis hal yang sama mengenai ketidakcocokan huruf Arab dengan
bahasa Turki dalam artikelnya yang berjudul „Orang Turki‟ di Encyclopedia Britannica edisi ke-
13. Dia mengatakan bahwa kata-kata murni dari bahasa Turki jika ditulis dalam huruf Arab
sering tidak dimengerti bahkan bagi orang Turki sendiri. Hal tersebut juga pernah disampaikan
oleh Mehmed Munif Pasha. Dia pernah mengagaskan untuk memodifikasi tulisan Arab, karena
menurutnya permasalahan kebutahurufan yang terjadi di Turki karena kurangnya alfabet Arab
yang dapat mewakili bahasa Turki.10

7
Geoffrey Lewis, The Turkish Language Reform: A Catastrophic Success (New York: Oxford University Press, 2010),
hal 27
8
Geoffrey Lewis, The Turkish Language Reform: A Catastrophic Success (New York: Oxford University Press, 2010),
hal 40
9
H.A Mukti Ali (1994) „Islam dan Sekularisme di Turki Modern’., hal 101
10
Geoffrey Lewis, The Turkish Language Reform: A Catastrophic Success (New York: Oxford Univ8rsity Press, 2010),
hal 27

13
Berikut contoh alfabet Arab dalam bahasa Turki di masa pemerintahan Kekhalifahan Turki
Utsmani.

Tulisan Bahasa Turki Utsmani (‫ﻲ‬ꖘԯ퍈Ԯ ‫ن‬ԯom)

Contoh alfabet Arab dalam bahasa Turki

s[s] Sat/sad [ ɑ, Ø ]; Elif


[ o, e ]
d, z [ z,d ] Dat/dad hemze
t [ t, d ] Tı b [ b, p ] be
z[z] Zı p[p] pe
„, h [ Ø, Ayın t[t] te
ɑ]
g, ğ [ y, g, Gayın s[s] se
k, h ]
f[f] Fe c [ ʤ, ʧ ] cim
k[k] Kaf ç[ʧ] çim
k, g, ğ, n Kef h[h] ha
[ k, j ]
g, ğ [ g, Gef h[h] hı
k]
n[ɲ] Nef d [ d, t ] dal
l[l] Lam z[z] zel
m[m] Mim r[r] re
n[n] Nun z[z] ze
v, o, ö, u, Vav j[ʒ] je
ű [ v,
Ø, u, ɯ, i,
y, o ]
h, e, a he [a, e, a] ‫ه‬ s[s] sin
[ ɑ, Ø, i,
e]
y, ı, i [ j, i, Ye ş [ ʃ] şin
y, e, ej, a,
u, ɯ ]

Angka Bahasa Turki dalam penulisan hururf Arab

‫ﻲ‬Rm [ altı ] (6) 6)[ sıfır ] (0)

쳌 [ yedi ] (7) [ bir ] (1)

14
5 [ sekiz ] (8) ‫ﻲ‬5쳌 [ iki ] (2)

Ro [ dokuz ] (9) [ üç ] (3)

‫ [ ن‬on ] (10) [ dört ] (4)

[ beş ] (5)

Contoh teks bahasa Turki dalam tulisan Arab:

㈠㌵㌮ ǻ ¦ ᦙ䁡 ‴㔲 ‴ ᦙ Ȉ Ȉ ǻ 爀ǻ ‴
‴ ® Ȉ ‴ ‴‴
Bütün insanlar hür, haysiyet ve haklar bakımından eşit doğarlar. Akıl ve vicdana sahiptirler ve
birbirlerine karşı kardeşlik zihniyeti ile hareket etmelidirler

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa huruf Arab tidak dapat mengeluarkan huruf
vokal dalam bahasa Turki seperti ȕ, e dan ı. Huruf konsonan ğ, v juga tidak dapat diwakilkan
oleh huruf Arab11. Hal ini menyebabkan kebingungan dalam membaca sehingga disebutkan pula
bahwa tulisan Arab menimbulkan kebutahurufan di tengah masyarakat Turki masa itu.

F. Asal Mula Huruf Arab Melayu

Huruf Arab Melayu yang berkembang di Nusantara/Asia Tenggara bermula dari Aceh.
Daerah Aceh merupakan daerah pertama masuk dan berkembangnya Agama Islam untuk
kawasan Asia Tenggara. Hampir semua sejarawan Barat dan Timur berkesimpulan demikian.
Bersamaan masuknya Islam ke Aceh, maka masuk pula bacaan huruf Arab ke dalam kehidupan
masyarakat Aceh, antara lain melalui kitab suci Al-Qur’anul Karim. Bersumber huruf Arab
Melayu itu, lambat laun berkembanglah penulisan Arab Melayu tersebut.
Sejauh bukti yang tersedia hingga hari ini, penulis pertama alias pencipta huruf Arab
Melayu adalah Abu Ishak Al Makarany yang mengarang kitab Idhharul Haq fi Mamlakatil
Perlak wal Pasy, yakni tentang sejarah Kerajaan Peureulak dan Pasai. Kitab ini ditulis dalam
huruf Arab Melayu. Semua kitab lain yang tertulis dalam huruf Arab Melayu diyakini ditulis
setelah penulisan kitab Idhharul Haq itu.
Sejarah mencatat, bahwa di Aceh telah berkembang beberapa kerajaan Islam, yaitu

11
Bahasa Turki merupakan bahasa yang kaya akan vokal. Terdapat delapan vokal dalam Bahasa Turki yaitu a, i, u, e,
o, ȕ, ı, dan ő. Sementara Bahasa Arab tidak memiliki vokal, namun hanya konsonan yang dibantu dengan syakl
(tanda baca).

15
Kerajaan Peureulak, Kerajaan Pasai, Kerajaan Benua, Kerajaan Linge, Kerajaan Pidie, Kerajaan
Lamuri, Kerajaan Daya dan terakhir kerajaan Aceh Darussalam. Di Kerajaan-kerajaan itu,
banyak melahirkan para Ulama yang sebagiannya berbakat mengarang. Melalui tangan-tangan
terampil inilah telah ditulis beratus-ratus buah kitab dan karangan dalam bahasa Melayu, Arab
dan bahasa Aceh. Tulisan yang digunakan adalah tulisan Arab dan tulisan Jawi (Arab Melayu).
Dalam Kerajaan Aceh Darussalam penulisan Arab Melayu juga berkembang pesat. Dari
sinilah tulisan Arab Melayu kemudian menjadi tradisi pula dalam penulisan hikayat di Aceh.
Sebab itu tulisan Arab Melayu mungkin juga telah dipelajari pada awalnya oleh para ulama di
Aceh. Karena tulisan ini juga mempunyai beberpa ragam (versi), maka ragam Arab Melayu yang
dipakai di Aceh mungkin merupakan ragam yang tertua.
Sampai sejauh ini, tulisan Jawi tertua yang sudah pernah dijumpai adalah surat sultan
Aceh kepada raja Inggris. Tentang hal ini, DR. Muhammad Yusof Hashim menyebut : “Kalau
kita mengatakan bahawa naskah Melayu terawal yang pernah ditemui di awal abad ke-17, yaitu
warkah daripada Sultan Aceh kepada Raja England, meskipunbesar kemungkinan naskah warkah
itu hanyalah naskah salinan.
Aceh juga telah dibimbing beberapa ulama kaliber dunia, yaitu Hamzah Fansury,
Syamsudin As-Sumatrani, Syekh Nuruddin Ar-Raniry dan Syekh Abdurrauf As-Singkily atau
Syiah Kuala. Keempat ulama Aceh ini amat banyak karangan mereka, baik dalam bahasa
Melayu maupun dalam bahasa Arab. Kitab-kitab tulisan keempat ulama ini tidak hanya beredar
di Aceh, tetapi meluas ke seluruh Asia Tenggara dan dunia Islam lainnya.
Ditinjau dari segi perkembangan penulisan Arab Melayu dan pertumbuhan bahasa Melayu;
keempat ulama Aceh inilah serta beberapa ulama Aceh lainnya; betul-betul telah berjasa dalam
menyebarkan “kebudayaan” Melayu tersebut.
Sesuai dengan namanya, huruf-huruf tulisan Arab Melayu tentunya juga
mempergunakan huruf Arab Hijaiyah. Namun demikian, tidak semua huruf Arab Hijayiah
diserap sebagai huruf Arab Melayu, karena faktor penyesuaian bahasa. Jika huruf Arab
Hijaiyah ada yang diberi syakal/tanda baca (terutama Alquran), maka penulisan huruf
Arab Melayu tidak menggunakan tanda baca. Oleh karenanya, diperlukan beberapa
rumusan dasar, terutama terkait dengan cara membaca tulisan Arab Melayu.
Seperti abjad rumawi, jenis huruf dalam abjad huruf Arab Melayu juga memiliki
kategori vokal dan konsonan.Vokal Arab Melayu hanya dilambangkan tiga huruf saja
yaitu ya, Alif, dan waw dengan berbagai variasinya. Konsonan Arab Melayu dibedakan
ke dalam tiga kategori yaitu konsonan dari huruf Arab Hijaiyah, huruf jati Arab
Melayu, dan konsonan Arab yang menjadi bunyi pinjaman bahasa melayu.

1. Huruf Vokal Arab Melayu.

Vokal [i] dan [e] menggunakan lambang yang sama ( ), seperti halnya lambang ( ).

16
2. Huruf Konsonan Arab Melayu.

3. Huruf jati Arab Melayu

4. Konsonan Arab Hijaiyah yang menjadi bunyi pinjaman tulisan Arab Melayu.

17
PENUTUP
Kesimpulan

Khat merupakan salah satu kesenian tulisan indah yang halus. Seni ini lahir dan berkembang dalam
penulisan Arab dan terkandung dalam ruang lingkup peradaban Islam. Setelah kehadiran Islam, penulisan Arab
telah memasuki tahap perkembangan yang begitu cepat. Pada abad pertama dan kedua Hijrah, khat merupakan
salah satu ciri untuk memperindah sesuatu penulisan. Pada zaman Khulafa’ al-Rasyidin penulisan semakin
bertambah dengan meluasnya penggunaan tulisan dalam urusan-urusan agama dan dalam kegiatan mu’amalat.
Fase Penyempurnaan Tulisan Arab : Menciptakan syakal, Membedakan huruf yang sama bentuk dengan
garis, Membalik tanda-tanda.
Jenis-jenis khat: Khat Nasakh, Khat Tsulus, Khat Farisi, Khat Diwani, Khat Diwani Jali, Khat Riq’ah, Khat Kufi,
dan Khat Raihani.

Mustafa Kemal Atatűrk ingin menghapus pikiran-pikiran rakyat dari unsur kearabannya, yang selama masa
Kekhalifahan Turki Utsmani telah menjadi bagian dari masyarakat Turki. Salah satu langkah pertama yang
dilakukan oleh Mustafa Kemal Atatűrk adalah dengan melakukan reformasi bahasa. Dalam mewujudkan tujuannya
tersebut, Mustafa Kemal Atatűrk melakukan reformasi bahasa dengan program dwi-fase.

Huruf Arab Melayu yang berkembang di Nusantara/Asia Tenggara bermula dari Aceh. Daerah Aceh
merupakan daerah pertama masuk dan berkembangnya Agama Islam untuk kawasan Asia Tenggara. Hampir
semua sejarawan Barat dan Timur berkesimpulan demikian. Bersamaan masuknya Islam ke Aceh, maka masuk pula
bacaan huruf Arab ke dalam kehidupan masyarakat Aceh, antara lain melalui kitab suci Al-Qur’anul Karim.
Bersumber huruf Arab Melayu itu, lambat laun berkembanglah penulisan Arab Melayu tersebut.

Daftar Pustaka
 Abd. Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskhi,Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab
Dengan Metode Komparatif. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1988)
 Ghanam Qaduri, Takmil Rasmi Al-Usmani (Iraq: Universitas Bagdad, tt) Muhammad Al-
Tanthawi, Nasyat Al-Nahwi Wa Tarikh Asyhur Al-Nuhat, cet. Ke II tt, 19
 Lewis, Bernard.The Emergence of Turkey.London: Oxford University Press, 1961.
 Ali, Mukti, H.A.Islam dan Sekularisme di Turki Modern. Jakarta: Djambatan, 1994.
 Lewis, Geoffrey.The Turkish Language Reform: A Catastrophic Success.New York: Oxford
University Press, 2010
 Al-Faruqi, Ismail, dan Louis Lamya. Menjelajah Hazanah Peradaban
Gemilang. Bandung: Mizan, 2003

18

Anda mungkin juga menyukai