HELDA
KHAIRUNNISA AZZAHRA
BANJARMASIN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah serta pertolongan-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Makalah ini dapat tersusun karena tidak lepas dari dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. A. Fahmiy Arief, MA selaku dosen pengampu
mata kuliah ‘Ilm al-Bayan yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam penyusunan makalah ini, serta kepada seluruh pihak yang turut
mendukung dan membantu penyusunan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan
pembaca.
Kelompok III
ii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................. ii
BAB I........................................................................................
PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................... 1
C. Tujuan Penulisan....................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................... 2
A. Tasybih Maqlub......................................................... 2
B. Tuujuan Tasybih........................................................ 5
Simpulan.................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................. 9
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasybih Maqlub
Cara pengungkapan suatu ide dengan menggunakan model tasybih
pada dasarnya bisa melalui bermacam-macam bentuk. Bentuk-bentuk
pengungkapan tersebut menunjukkan jenis dari tasybih. Adapun tasybih
maqlub ini merupakan jenis tasybih yang keuar dari kebiasaan, tasybih
jenis ini ada dua, yaitu tasybih dhimni dan tashbih maqlub. Tasybih maqlub
adalah suatu jenis tasybih yang posisi musyabbah-nya dijadikan
musyabbah bih, sehingga yang seharusnya musyabbah dijadikan
musyabbah bih, dan yang seharusnya musyabbah bih menjadi musyabbah
dengan anggapan wajh al-syibh pada musyabbah lebih kuat.1 Tasybih
maqlub adalah menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan
mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih kuat pada musyabbah.2
Adapun contoh-contoh dari tasybih maqlub adalah sebagai berikut:
a. Contoh dari Muhammad bin Wuhaib Al-Himyari berkata:
1
Mamat Zainuddin, Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, Cet-1
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 25
2
Ali Al-Jarim, Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah, Cet.1
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), h. 79
2
كأن فسيحها صدر احلليم# أحن هلم ودوهنم فالة
Aku rindu kepada mereka, namun untuk sampai ketempat mereka harus
melewati tanah lapang yang luasnya seperti lapang dadanya seorang
penyantun.
Dalam contoh di atas Al-Himyari menyatakan bahwa
cemerlangnya gebyar pagi itu menyerupai wajah khalifah ketika
mendengar pujian dan sanjungan untuknya. Dalam pernyataan ini dapat
kita ketahui bahwa tasybih yang dibuat oleh Al-Himyari keluar dari
gambaran yang ada dibenak kita, yakni bahwa selamanya sesuatu itu
diserupakan kepada yang lain yang lebih kuat dalam titik
keserupaannya. Yang sering terdengar adalah bahwa wajah khalifah
menyerupai gebyar pagi, sedangkan Al-Himyari menyatakan
sebaliknya dengan maksud untuk berlebih-lebihan dan habis-habisan
mendakwakan bahwa wajah syibeh lebih kuat pada musyabbah.
Kemudian pada contoh kedua Al-Buhturi menyerupakan cahaya
awan yang terus-menerus memantul sepanjang malam dengan
senyuman orang yang dipujinya ketika menjajikan pemberian. Padahal
sudah pasti bahwa pantulan cahaya awan itu lebih kuat daripada
pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa kita dengar adalah
senyuman diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana
kebiasaan para penyair. Akan tetapi , Al-Buhturi menyatakan tasybih
yang sebaliknya.
Adapaun dalam contoh tasybih yang terakhir, tanah lapang
diserupakan dengan dada seorang penyantun dalam hal keluasannya.3
Contoh lain:
ِ الص َف ِاء طَب
اع ِه َّ َن الْ َماءَ ىِف ِ ِّ َّسيم يِف
ِ َّ َكأ
َ ْ الرقَّة أ
َّ َو َكأ# َُخاَل قُه ْ َ ْ َن الن
ض ُح ْس ُن ِسرْي تِِه
ِ الر ْو َّ َو َكأ#
َّ َن نَ ْشَر َُّها ِر َجبِْينُه
َ ض ْوءَ الن َّ َو َكأ
َ َن
3
Ali Al-Jarim, Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah,..........
h. 78-79
3
a. Seakan-akan angin yang lembut itu adalah akhlaknya.
b. Seakan-akan kejernihan air itu adalah perangainya.
c. Seakan-akan terangnya siang itu adalah pelipisnya.
d. Seakan-akan hamparan bumu yang menghijau itu adalah kebagusan
perjalanan hidupnya.
4
kecerahan wajah khalifah sangat kuat. Contoh lain untuk tasybih
maqlub adalah:
5
“ia dekat dengan orang-orang yang membutuhkannya, namun ia jauh
dengan orang-orang yang setaraf dengannya dalam kebajikan dan
kemuliaan. Bagaikan bulan yang sangat tingg, namun cahayanya
sangat dekat bagi orang-orang yang menempuh perjalanan di malam
hari. Pada syair di atas al-Buhturi menyifati orang
yang dipujinya, bahwa ia sangat dekat dengan orang-orang yang
membutuhkannya, namun ia sangat tinggi kedudukannya, jauh dengan
orang-orang yang setara dengannya. Dengan sya’ir ini al-Buhturi ingin
menunjukkan bahwa hal tersebut tidaklah sulit dan memungkinkan.
2. Menjelaskan keadaan musyabbah
Pengungkapan tasybih untuk tujuan ini dilakukan bila musyabbah tidak
dikenal sifatnya sebelum dijelaskan melalui tasybih yang dijelaskannya.
Dengan demikian tasybih itu memberikan pengertian yang sama dengan
kata sifat. Contoh pada sya’ir an-Nabighah:
6
“ kedua mata singa itu bila dalam kegelapan tidak dapat ditangkap
mata kita kecuali disangka sevagai api sekelompok orang yang
mendiami daerah itu”
4. Menegaskan keadaan musyabbah
Tasybih kadang-kadang juga digunakan untuk menegaskan suatu hal.
Jika keadaan sesuatu bersifat abstrak biasanya digunakan penyerupaan
dengan sesuatu yang kongkrit sehingga lebih jelas dan mudah
dipahami. Contoh tasybih untuk tujuan ini adalah firman Allah swt
dalam surah ar-Ra’d ayat 14:
َوالَّ ِذيْ َن يَ ْدعُ ْو َن ِم ْن ُد ْونِِه اَل يَ ْستَ ِجْيُب ْو َن هَلُ ْم بِ َشْي ٍئ
اس ِط َكفَّْي ِه اِىَل الْ َم ِاء لِيَْبلُ َغ فَاهُ َو َما ُه َو بِبَالِغِْي ِه
ِ اِاَّل َكب
َ
Artinya:
“dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memperkenankan sesuatu bagi mereka, melainkan seperti orang yang
membukakan kedua telapak tangan kedalam air supaya air itu sampai
kemulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai kemulutnya” (QS. Ar-
Ra’d: 14)
5. Memperindah atau memperburuk musyabbah
Pengungkapan sesuatu dengan uslub tasybih juga dilakukan dengan
tujuan memperindah musyabbah dan memperjelekkannya. Contoh
tasybih untuk tujuan ini dapat kita lihat pada syi’ir berikut:
ِ َكم ِّد مِه ا اِلَي ِهم بِاهْلِب# ك حَنْوهم احتِ َفاء
اتَ ْ ْ َ َ ً ْ ُ ُ َ َ ْت يَ َدي
َ َم َد َد
َت َومَّهْتَهُ بَابًا ِم َن النَّا ِر يُ ْفتَ ُح# ُ فَ ًما لَ ْو َرأ َْيتَه-ت
ْ َ اَل َكان-َوَت ْفتَ ُح
Artinya:
“uluran tanganmu kepada mereka dengan penuh penghormatan adalah
seperti uluran tangan kepada mereka dengan beberapa pemberian.
7
Ia membuka mulutnya, sebaiknya ia tidak pernah lahir. Bila engkau
melihat mulutnya, maka engkau akan menduganya sebagai satu pintu
neraka yang terbuka”
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Maksud dan tujuan tasybih, diantaranya:1. menunjukkan kemungkinan suatu
hal dapat terjadi pada musyabbah. 2. Penjelasan suatu keadaan, yakni bila
musyabbah sebelum menjadi tasybih belum dikenal sifatnya. 3. menjelaskan
gambaran sesuatu, yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya secara
global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian tentang keadaan itu.
4. Menjelaskan keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu yang disandarkan pada
musyabbah itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
Tasybih maqlub adalah menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan
mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih kuat dari pada musyabbah.
8
DAFTAR PUSTAKA